Selama Renata mondar-mandir di dalam kamarnya, ia terlihat menggigit kuku jari tangannya karena kekesalannya masih belum teredam. Padahal ia berharap agar rencananya kali ini berhasil. Namun, sepertinya takdir sedang tidak berpihak kepadanya. Wanita itu menggerutu dengan kekesalan yang tengah memuncak.
“Sial, sial, sial, sial.”
Renata melirik botol yang ada di atas mejanya. Awalnya, wanita itu hampir saja melempar dan membuangnya ke tempat sampah karena menganggap obat itu tidak berguna sama sekali. Ia bahkan sempat mengumpat karena saking marahnya. Namun, ia mengurungkan niat untuk membuang botol obat tersebut.
“Mungkin dosisnya yang kurang?”
Renata mengambil botol tersebut lalu menatap isinya dengan saksama.
“Aku tidak boleh mudah menyerah. Kali ini aku pasti akan berhasil,” ujar Renata kepada dirinya sendiri.
Renata akhirnya memutuskan untuk menggunakan obat itu sekali lagi. Namu
Aleta menyuruh dua orang pelayan lain yang berada di dekat sana untuk memberitahu Langit dan Danas segera menemuinya di ruang keluarga. Bi Surti akan diadili di sana.“Baik, Nyonya.” Pelayan itu pun pergi dengan sopan dan segera menjalankan tugas yang diperintahkan padanya.Langit yang berada di dalam ruang kerja pribadinya karena bermaksud menyelesaikan satu urusan yang terlewat langsung mengalihkan perhatiannya pada suara ketukan di balik pintu ruangan tersebut.“Masuk!” teriak Langit. Mempersilakan orang tersebut masuk. Rupanya itu salah seorang pelayan muda yang bekerja di mansionnya.Pelayan yang disuruh itu membuka pintu dan masuk dengan sopan. Berjalan mendekat ke arah Langit dan dengan pandangan tertunduk menyampaikan maksud dan tujuannya menemui sang majikan.“Tuan, Nyonya Besar meminta Tuan menemuinya. Beliau menunggu di ruang keluarga.”Langit mengernyit heran. Tidak biasanya mamanya itu meminta
Langit kebingungan karena mendengar dua kesaksian yang berbeda. Ia ingin mempercayai perkataan bibi yang selama ini melayani keluarganya, tetapi di saat yang bersamaan dia tidak bisa membayangkan kekasihnya melakukan tindakan sekejam itu.Aleta pun sebagai orang pertama yang mendapati pertengkaran keduanya memilih berpihak kepada Renata. Bagi wanita itu, tidak mungkin orang seperti Renata tega melakukannya. Apalagi, selama ini Renata selalu bersikap seolah-olah peduli dengan anak dari Langit.Langit menghela napas pendek. Pria itu memijat keningnya karena pening. Siapa pun pelakunya, pria itu harus membuat keputusan.“Sudah! Kamu tidak perlu berpikir lebih panjang. Jelas-jelas di tangan Bi Surti ada botol itu,” ujar Aleta kepada Langit. Wanita paruh baya itu tidak lagi kuat untuk berdebat. Pasalnya, perdebatan itu kian lama kian alot.“Saya sungguh tidak menyangka Bi Surti sampai tega melakukan ini. Padahal Bi Surti sudah lam
“Kau sudah mengerjakannya atau tidak?” tanya Aleta yang terlihat sedang bersantai di ruang tengah.Danas yang mendengar pertanyaan itu hanya menunduk lalu menjawab dengan suara yang lirih. “Iya.”Sejak kepergian Bi Surti, si kepala pelayan di mansion Langit, banyak kebijakan rumah tangga yang harus disesuaikan. Namun, hal itu tidaklah begitu penting mengingat jumlah pelayan yang bekerja di rumah itu terbilang banyak. Orang-orang di rumah tidak harus memusingkannya.Sayangnya, meski dengan semua fasilitas yang ada di mansion itu, Danas tetap saja disuruh untuk bekerja oleh mertuanya. Padahal, selama ini Danas memang sudah cukup sadar diri untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga sembari membantu Bi Surti. Namun, mertuanya itu memperlakukannya seolah dirinya tidak pernah melakukan apa-apa. Tentu saja itu semua berkat aduan Renata yang tidak berdasar. Wanita yang menjadi selingkuhan Langit itu perlahan-lahan mulai berhasil mencuci otak Aleta
Pagi ini, Langit harus menghadiri rapat penting di perusahaannya. Padahal dia melihat di kalender ponselnya, kalau hari ini adalah jadwal kontrol kandungan Danas. Lelaki itu menghela napas, lalu mengirim pesan untuk Danas.“Aku akan datang ketika kontrol nanti. Tunggu saja,” tulisnya.Pesan dari Langit tidak dijawab apa pun oleh Danas. Langit tidak mempermasalahkan, sesampainya di kantor, lelaki itu langsung sibuk dengan aneka pekerjaan.“Pak, staf sudah siap untuk rapat,” kata sekretarisnya langsung masuk ke ruangan Langit.Langit lantas menoleh ke arah sekretarisnya, dia bangkit dari duduknya, lalu merapikan jasnya. “Baik. Ingatkan saya jam sepuluh nanti saya harus ke rumah sakit, istri saya kontrol kandungan.” Langit lantas melangkah ke arah pintu keluar dengan cepat.Sekretarisnya mengangguk, “Baik, Pak,” jawabnya.Langit tidak berkata apa-apa lagi, dia langsung berjalan dengan tegap ke rua
Renata berang, perlakuan Langit seperti sengaja untuk mempermalukannya. Renata menghibur diri dengan membeli beberapa majalah fashion. Sesampainya di rumah Langit, Renata melihat Aleta yang menonton televisi di ruang tamu.Majalah yang ada beberapa buah itu, Renata hempas di depan Aleta, membuat wanita itu kaget.“Hei, apa kau tidak lihat aku di sini?” pekik Aleta, kesal karena hampir melonjak kaget. Matanya memelotot menatap ke arah Renata.“Aku kesal!” serunya sambil menghempaskan badan di sofa. Duduk tepat di samping Aleta.“Kesal?” ulang Aleta dahinya mengerut. “Kenapa kau yang kesal? Kau yang menggangguku menonton serial favoritku!”Renata mendengkus, kekesalan dalam hatinya belum padam, “Langit tadi menghinaku, dan juga meningalkanku demi Danas dan anaknya itu!”Mendengar hal itu, Aleta menghela napas. “Kamu juga, sih, caranya kurang halus,” sindirnya. “Anakk
Tubuh Renata masih tetap gemetaran setelah menerima telepon dari pria asing tadi. Jantungnya bahkan masih berdetak dengan kencang karena perasaan takut dan cemas. Renata tidak kuasa menahan perasan takutnya.Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? batin Renata dengan wajah pucat pasi.Beberapa kali Renata mencoba menenangkan diri, menarik dan mengembuskan napas perlahan, tetapi tetap saja ia masih belum bisa menghilangkan kekhawatirannya. Perasaan kalut itu mungkin tidak akan menghilang dalam waktu dekat.Renata menutup pintu kamarnya, kemudian berjalan menuruni tangga, berniat kembali ke ruang santai, tempat Aleta berada. Dengan kaki yang bergetar, ia berusaha bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.Aleta yang tengah bersantai mendapati Renata muncul setelah naik ke atas tiba-tiba. Namun, kondisi kekasih dari putranya itu bisa terlihat jelas dari ekspresi wajah yang ia tunjukkan.Renata mungkin bermaksud menyembunyikan
Sejak Bi Surti meninggalkan mansion karena dipecat oleh Langit, Danas merasa kehidupan di sini menjadi jauh lebih berat. Kehilangan sosok yang merupakan satu-satunya berada di pihaknya itu menjadi pukulan besar bagi wanita itu.Langit kini mempekerjakan seseorang untuk khusus mengurus dirinya. Lebih tepatnya, demi kepentingan calon bayi yang dikandungnya.“Tidak usah repot-repot. Aku bisa mengurus diriku sendiri,” kata Danas waktu itu.“Ini bukan demi dirimu, tapi demi bayi yang ada dalam kandunganmu. Anak Langit. Cucuku.”Ucapan Aleta yang tegas dan diberi penekanan di tiap katanya itu membuat nyali Danas menjadi ciut. Meski dirasa berlebihan, tapi ia tak diberi kuasa untuk menolak.“Baiklah ....”Dan kini seorang wanita muda, yang Danas rasa sepertinya berusia berkisar seperti dirinya mulai dipekerjakan belum lama ini sebagai pengasuhnya. Namanya Winda.Entah kenapa, Danas merasa aneh sejak
Renata menggigit kukunya, sambil mondar-mandir di samping ranjangnya. Kakinya tidak bisa berhenti bergerak. Ia terus memikirkan mengenai telepon dari lelaki itu. Renata tak bisa mengacuhkannya, karena ia tahu bahwa laki-laki itu tidak akan segan-segan melakukan hal-hal yang menakutkan. Bahkan Renata tidak bisa membayangkan hal-hal buruk apa yang akan terjadi jika tak mendengarkan perintah lelaki itu. "Argh! Sialan kenapa dia harus datang di saat yang tidak tepat!" desis Renata seraya mengacak rambutnya frustrasi. "Tenang, Renata. Jangan panik! Be calm. Kau punya banyak cara keluar dari permasalahan ini. Tetap tenang!" ucapnya pada diri sendiri. Berusaha memberikan kalimat-kalimat penenang pada dirinya yang sudah terjebak pada situasi yang ia sendiri tak tahu jalan keluarnya. Renata berada pada jalan yang buntu. Mendapatkan uang segitu banyaknya dalam waktu singkat sangatlah susah. Ia tak mungkin menghabiskan seluruh koleksi tas, sepatu, dan perhiasannya hanya