Langit segera menghampiri Danas. Memegang bahu Danas dengan sorot wajah paniknya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Langit kepada Danas.
Danas mendongak, ekspresi meringis wanita itu menghilang. Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa," kata Danas jujur.
Langit menggeram kesal. Ia mendongakkan wajahnya. Melihat Renata yang kini tengah melipat kedua tangannya di depan dada sambil melempar pandangan ke arah lain.
Langit berdiri. Membisikkan kata tajam kepada kekasihnya itu. "Apa kamu memang sekasar ini?"
Renata melirik ke arah kekasihnya. Keningnya mengerut tak suka. "Kamu menyalahkanku?!" kata Renata tak menyangka kalau Langit akan memarahinya. "Harusnya kamu bilangin ke istri kamu untuk tidak berjalan ke mana-mana. Aku h
Di dalam kamar yang temaram, di satu sudut ruangan, Danas tampak sedang serius di depan meja dengan menggunakan lampu belajar sebagai penerangan. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi wanita itu masih tampak terjaga dan sibuk mengerjakan desain baju untuk tugas akhirnya.Danas membuat suatu goresan, menghapusnya, lalu mengulang proses itu berkali-kali di atas buku sketsa yang berisi kumpulan desain baju yang selama ini sudah ia gambar. Wanita itu dengan serius memikirkan desain yang akan menggugah dan menarik perhatian siapa pun yang melihatnya.“Ah, capek juga,” gumam wanita itu sembari meletakkan pensilnya, lalu bersandar di sandaran kursi.Danas kemudian memukul-mukul punggungnya yang terasa agak sakit, dan melakukan peregangan ringan karena bahunya mulai terasa kaku.Sesekali Danas melihat jam dinding. Waktu terus berjalan dan malam semakin larut. Namun, Danas bertekad untuk meyelesaikan desainnya malam ini.
Danas tidak bisa mengumpulkan desain miliknya sebagai tugas akhir. Tidak, di saat semua orang menganggap dirinyalah yang meniru desain milik Renata, padahal yang sebenarnya terjadi justru sebaliknya.Andai dirinya lebih dulu menyetor tugas akhirnya, apakah orang-orang akan percaya bahwa bukan dia yang meniru desain Renata?“Danas, mana tugas akhirmu?” tanya dosennya yang menagih desain miliknya.“Maaf ... saya lupa bawa. Boleh saya bawa besok?” jawab Danas yang telanjur berada di ruang dosen itu.Setiap pasang mata seakan menuduh dirinya. Susah payah Danas menahan air matanya yang hendak keluar. Ia menguatkan hatinya, bahwa bila dirinya menangis karena hal seperti ini, berarti ia kalah dari Renata.Wanita yang merupakan dosen penanggung jawab tugas akhir itu hanya mengembuskan napas lalu berkata, “Ya, sudah. Besok saya tunggu.”Danas tidak bisa tidak merasa lega atas kesempatan yang ia peroleh itu. I
Mata Danas membesar ketika melihat siapa pemanggil dirinya. “Ini Langit,” kata Danas sedikit panik. Danas takut kalau Renata sudah mengadu duluan ke Langit soal kelas tadi.“Apa?” Davina lantas menaruh nampan yang tadi suah dia bawa, menarik tangan Danas keluar dari antrian untuk memesan makan. “Coba kau terima dulu saja telepon itu.”Danas terlihat ragu, apakah Langit akan marah-marah lagi?“Sudah, angkat saja dulu,” saran Davina. Tidak tega juga kalau Danas terlihat ketakutan begini.“Hallo?” sapa Danas sambil menatap Davina.“Aku ada di tempat parkir,” kata Langit langsung tanpa banyak basa basi.“Mau
Yang sebenarnya terjadi ketika pulang kampus, Danas kembali ke rumah dalam keadaan sedih, meski Davina membela habis-habisan tadi di depan kelas.Danas masuk ke dalam rumah berlinang air mata. Berjalan dengan cepat menuju kamarnya. Bi Surti melihat majikannya itu. Tangisannya terdengar pilu, meski Danas sudah di kamar, suara isak tangisnya masih terdengar.Bi Surti lantas berinisiatif ke kamar Danas, membawakan minuman dan makanan. Kalau bisa dia juga mau menenangkan majikannya. Meski Bi Surti yakin kalau yang dibutuhkan Danas saat ini adalah Langit.Bi Surti lantas mengetuk pintu kamar Danas.“Masuk!” kata Danas dari dalam kamar.Asisten rumah tangga senior itu lantas membuka pintu kamar dengan pelan. “Nyonya, makan dulu. Dari tadi nyonya sepertinya belum makan.”Danas menoleh ke arah Bi Surti, “Taruh saja di meja,” katanya sambil mengusap air matanya.Bi Surti melihat meja belajar Danas sudah ada
Entah yang ke berapa kalinya, saat ini Renata tengah mondar-mandir dengan perasaan tak tenang. Ia menggigiti kuku jempolnya tanpa sadar. Gelisah menunggu kepulangan Langit yang menjemput Danas.Tadinya ia mengira dengan Langit yang mengantarnya lebih dulu pulang adalah sebagai tanda pria itu lebih mementingkan dirinya. Nyatanya kini Renata merasa sebaliknya, justru karena Danas dijemput belakangan, maka kini mereka punya kesempatan untuk menghabiskan banyak waktu berdua. Tak seperti dirinya tadi, Langit dengan sangat jelas terlihat terburu-buru ingin segera kembali menjemput Danas.“Arrgghhh sialan!” raung Renata semakin meracuni hati dan pikirannya oleh amarah.Matanya yang memandang lurus ke arah jendela sedari tadi kini tampak melebar ketika melihat mobil Langit baru saja melintasi gerbang dan memasuk
“Iya, Ma. Langit pasti bakal jemput Mama di bandara kok.”Malam hari, Langit terlihat sibuk memberi tahu para maid untuk mempersiapkan kamar. Tidak lama lagi, mamanya, Aleta akan segera kembali dari luar negeri. Mamanya itu pulang karena mendapat kabar bahwa putranya akan segera menjadi seorang ayah. Mengetahui kabar itu, Aleta tidak menunda-nunda kepulangannya, dan memilih untuk mengambil tiket penerbagan pertama.“Ada apa?” tanya Renata kepada Langit. Wanita itu sejak tadi bersantai di ruang tengah sembari mengagumi kukunya yang baru saja habis dari perawatan.“Mama bakal pulang. Aku mau kalau semuanya sudah siap saat dia tiba di rumah,” jelas Langit sembari sibuk menatap layar ponselnya.“Apa?! Serius Tante b
Aleta tiba di rumah bersama Langit dan Renata. Para maid terlihat menyambut mereka. Aleta meminta pelayan mengambil barang-barangnya untuk dirapikan. Wanita itu berharap agar bisa berisitirahat terlebih dahulu. Ia masih lelah karena telah melakukan perjalanan panjang.Saat Aleta berjalan menuju ke ruang tengah, ia melihat sosok Danas yang tampak berdiri menyambutnya. Menantunya itu membungkuk sekali, memberikan rasa hormat terhadap Aleta. Namun, saat Aleta melihat kehadiran Danas, amarah tiba-tiba saja muncul di dalam dirinya.Wanita paruh baya itu mencoba menghirup dan mengembuskan napas perlahan. Ia berusaha keras agar bisa menenangkan diri. Sekalipun ia tahu kalau Danas telah mengandung anak dari putranya, bukan berarti wanita itu langsung bisa menerima keberadaan Danas. Padahal, dia sudah berulang kali mempersiapkan hatinya sebelum tiba di rumah. Namun, saa
Usai sarapan pagi bersama, Langit akhirnya langsung berangkat ke kantor, meninggalkan Danas dan Aleta berdua. Sarapan pagi yang dipenuhi suasana canggung itu berakhir dengan Aleta yang kembali ke kamarnya sedangkan Danas merapikan meja makan.Saat matahari sudah semakin tinggi, Renata yang tidak sempat ikut sarapan pagi bersama akhirnya terbangun. Wanita itu memakan makanan yang secara khusus disisihkan untuk dirinya. Renata menguap beberapa kali karena rasa kantuk yang belum hilang, serta tubuhnya yang terasa kaku. Nanti setelah ia sarapan, barulah kesadaran wanita itu pulih sepenuhnya.Renata menuju ruang tengah. Di sana, ia melihat Aleta yang menonton TV dengan ekspresi bosan. Wanita tua itu sepertinya tidak tahu ingin melakukan apa karena dirinya tidak memiliki kesibukan tertentu.