Yang sebenarnya terjadi ketika pulang kampus, Danas kembali ke rumah dalam keadaan sedih, meski Davina membela habis-habisan tadi di depan kelas.
Danas masuk ke dalam rumah berlinang air mata. Berjalan dengan cepat menuju kamarnya. Bi Surti melihat majikannya itu. Tangisannya terdengar pilu, meski Danas sudah di kamar, suara isak tangisnya masih terdengar.
Bi Surti lantas berinisiatif ke kamar Danas, membawakan minuman dan makanan. Kalau bisa dia juga mau menenangkan majikannya. Meski Bi Surti yakin kalau yang dibutuhkan Danas saat ini adalah Langit.
Bi Surti lantas mengetuk pintu kamar Danas.
“Masuk!” kata Danas dari dalam kamar.
Asisten rumah tangga senior itu lantas membuka pintu kamar dengan pelan. “Nyonya, makan dulu. Dari tadi nyonya sepertinya belum makan.”
Danas menoleh ke arah Bi Surti, “Taruh saja di meja,” katanya sambil mengusap air matanya.
Bi Surti melihat meja belajar Danas sudah ada
Entah yang ke berapa kalinya, saat ini Renata tengah mondar-mandir dengan perasaan tak tenang. Ia menggigiti kuku jempolnya tanpa sadar. Gelisah menunggu kepulangan Langit yang menjemput Danas.Tadinya ia mengira dengan Langit yang mengantarnya lebih dulu pulang adalah sebagai tanda pria itu lebih mementingkan dirinya. Nyatanya kini Renata merasa sebaliknya, justru karena Danas dijemput belakangan, maka kini mereka punya kesempatan untuk menghabiskan banyak waktu berdua. Tak seperti dirinya tadi, Langit dengan sangat jelas terlihat terburu-buru ingin segera kembali menjemput Danas.“Arrgghhh sialan!” raung Renata semakin meracuni hati dan pikirannya oleh amarah.Matanya yang memandang lurus ke arah jendela sedari tadi kini tampak melebar ketika melihat mobil Langit baru saja melintasi gerbang dan memasuk
“Iya, Ma. Langit pasti bakal jemput Mama di bandara kok.”Malam hari, Langit terlihat sibuk memberi tahu para maid untuk mempersiapkan kamar. Tidak lama lagi, mamanya, Aleta akan segera kembali dari luar negeri. Mamanya itu pulang karena mendapat kabar bahwa putranya akan segera menjadi seorang ayah. Mengetahui kabar itu, Aleta tidak menunda-nunda kepulangannya, dan memilih untuk mengambil tiket penerbagan pertama.“Ada apa?” tanya Renata kepada Langit. Wanita itu sejak tadi bersantai di ruang tengah sembari mengagumi kukunya yang baru saja habis dari perawatan.“Mama bakal pulang. Aku mau kalau semuanya sudah siap saat dia tiba di rumah,” jelas Langit sembari sibuk menatap layar ponselnya.“Apa?! Serius Tante b
Aleta tiba di rumah bersama Langit dan Renata. Para maid terlihat menyambut mereka. Aleta meminta pelayan mengambil barang-barangnya untuk dirapikan. Wanita itu berharap agar bisa berisitirahat terlebih dahulu. Ia masih lelah karena telah melakukan perjalanan panjang.Saat Aleta berjalan menuju ke ruang tengah, ia melihat sosok Danas yang tampak berdiri menyambutnya. Menantunya itu membungkuk sekali, memberikan rasa hormat terhadap Aleta. Namun, saat Aleta melihat kehadiran Danas, amarah tiba-tiba saja muncul di dalam dirinya.Wanita paruh baya itu mencoba menghirup dan mengembuskan napas perlahan. Ia berusaha keras agar bisa menenangkan diri. Sekalipun ia tahu kalau Danas telah mengandung anak dari putranya, bukan berarti wanita itu langsung bisa menerima keberadaan Danas. Padahal, dia sudah berulang kali mempersiapkan hatinya sebelum tiba di rumah. Namun, saa
Usai sarapan pagi bersama, Langit akhirnya langsung berangkat ke kantor, meninggalkan Danas dan Aleta berdua. Sarapan pagi yang dipenuhi suasana canggung itu berakhir dengan Aleta yang kembali ke kamarnya sedangkan Danas merapikan meja makan.Saat matahari sudah semakin tinggi, Renata yang tidak sempat ikut sarapan pagi bersama akhirnya terbangun. Wanita itu memakan makanan yang secara khusus disisihkan untuk dirinya. Renata menguap beberapa kali karena rasa kantuk yang belum hilang, serta tubuhnya yang terasa kaku. Nanti setelah ia sarapan, barulah kesadaran wanita itu pulih sepenuhnya.Renata menuju ruang tengah. Di sana, ia melihat Aleta yang menonton TV dengan ekspresi bosan. Wanita tua itu sepertinya tidak tahu ingin melakukan apa karena dirinya tidak memiliki kesibukan tertentu.
Ucapan dari Aleta terngiang di kepala Renata. Membuat wanita itu memendam kekesalan. Ia tak terima dengan perkataan Aleta.Renata harus mengalah dengan Danas? Itu adalah salah satu hal paling mustahil bagi Renata.Tidak ada kamus berhenti saat Renata sudah memulai sesuatu. Renata memaksa senyumnya saat Aleta menunjukkan salah satu tas keluaran terbaru dari brand ternama.Meski Renata tak mendapatkan jawaban yang diharapkan dari Aleta, ia tetap berusaha bersikap sopan dan baik kepada wanita yang melahirkan kekasihnya itu.Renata menunjuk tas dengan warna yang berbeda dari yang diambil oleh Aleta. "Ini saja Tante. Warnanya terlihat lebih anggun. Cocok dengan Tante, terlihat cantik dan Anggun," puji Renata.Wanita itu memang jag
Renata memasukkan kantong belanjanya ke dalam bagasi."Tante, biar aku saja yang memasukkannya," kata Renata sambil mengambil plastik dan paperbag yang dipegang oleh Aleta.Padahal sudah ada sopir yang dengan sigap siaga membantu mereka. Namun, Renata dengan sikap mencari perhatiannya melakukan itu semua."Renata biar sopir saja yang melakukannya," kata Aleta saat Renata dengan cepat membawa semua barang yang ada di tangannya ke dalam bagasi.Renata menoleh sedikit ke arahnya. Tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa kok, Tante."Aleta tambah terkagum saja dengan kebaikan Renata. Aleta melipat kedua tangannya di depan dada menunggu wanita itu. Saat Renata usai memasukkan barang-barang ke dalam bagasi ia lan
"Itu benar, Langit, Tante Aleta sudah memaksa Danas untuk berhenti, tapi istrimu itu tetap memasak." Renata menambahi. Membuat Langit menatap Danas kesal."Maafin, Mama, Langit. Mama tidak bisa menjaga istrimu dengan benar," ucap Aleta lagi berpura-pura bersedih.Langit menatap Danas. Tak ada bantahan dari wanita itu. Seakan membenarkan aduan dari Aleta dan Renata kepadanya. Langit mengusap wajahnya kasar. Ia tak habis pikir dengan Danas yang bersikap seperti itu."Danas apa kau sudah gila?" bentak Langit. "Kau harus memerhatikan kehamilanmu. Tidak bisakah kau sekali saja tidak membangkang, hah?!"Danas terdiam. Membuat Langit tambah murka dibuatnya. Padahal di sisi hati Langit yang lain mengharapkan kata bantahan dari Danas. Namun, melihat Danas terdiam seakan mengiyaka
"Baiklah, lupakan mengenai Renata, mama mertuamu, dan Langit!" seru Davina membuat Danas menolehkan kepalanya kepada wanita itu. Danas menaikkan kedua alisnya. "Lebih baik hari ini kita pakai waktu kita yang berharga ini untuk bersenang-senang!" ujar Davina dengan sangat antusias. "Ini adalah waktu yang tepat untukmu kembali tersenyum, Danas. Lagipula ibu hamil tidak boleh stress. Kau harus bahagia agar anakmu merasa bahagia juga." Apa yang dikatakan oleh Davina memang benar. Danas seharusnya tidak boleh terlarut dalam kesedihan. Ia harus banyak tersenyum agar janin dalam kandungan juga bisa berkembang dengan baik. "Jadi, ke mana tujuan kita hari ini?" tanya Danas dengan nada bicara kembali ceria. Ia berusaha mengenyahkan masalah dalam rumah tangganya saat ini. "Kita shopping, berbelanja adalah salah satu hal menyenangkan yang bisa menghilangkan stress," kata Davina dengan sangat antusias. "Sepertinya kau sedang memiliki uang jajan yang banyak," go