"Itu benar, Langit, Tante Aleta sudah memaksa Danas untuk berhenti, tapi istrimu itu tetap memasak." Renata menambahi. Membuat Langit menatap Danas kesal.
"Maafin, Mama, Langit. Mama tidak bisa menjaga istrimu dengan benar," ucap Aleta lagi berpura-pura bersedih.
Langit menatap Danas. Tak ada bantahan dari wanita itu. Seakan membenarkan aduan dari Aleta dan Renata kepadanya. Langit mengusap wajahnya kasar. Ia tak habis pikir dengan Danas yang bersikap seperti itu.
"Danas apa kau sudah gila?" bentak Langit. "Kau harus memerhatikan kehamilanmu. Tidak bisakah kau sekali saja tidak membangkang, hah?!"
Danas terdiam. Membuat Langit tambah murka dibuatnya. Padahal di sisi hati Langit yang lain mengharapkan kata bantahan dari Danas. Namun, melihat Danas terdiam seakan mengiyaka
"Baiklah, lupakan mengenai Renata, mama mertuamu, dan Langit!" seru Davina membuat Danas menolehkan kepalanya kepada wanita itu. Danas menaikkan kedua alisnya. "Lebih baik hari ini kita pakai waktu kita yang berharga ini untuk bersenang-senang!" ujar Davina dengan sangat antusias. "Ini adalah waktu yang tepat untukmu kembali tersenyum, Danas. Lagipula ibu hamil tidak boleh stress. Kau harus bahagia agar anakmu merasa bahagia juga." Apa yang dikatakan oleh Davina memang benar. Danas seharusnya tidak boleh terlarut dalam kesedihan. Ia harus banyak tersenyum agar janin dalam kandungan juga bisa berkembang dengan baik. "Jadi, ke mana tujuan kita hari ini?" tanya Danas dengan nada bicara kembali ceria. Ia berusaha mengenyahkan masalah dalam rumah tangganya saat ini. "Kita shopping, berbelanja adalah salah satu hal menyenangkan yang bisa menghilangkan stress," kata Davina dengan sangat antusias. "Sepertinya kau sedang memiliki uang jajan yang banyak," go
Keadaan mall tempat mereka berbelanja semakin lama makin ramai pengunjung. Beberapa barang kebutuhan bayi sudah dipilihkan oleh Davina. Meski belum tahu jenis kelamin bayi yang ada di kandungan Davina.Tangan Davina penuh dengan kantong plastik belanjaan. Danas juga membawa beberapa kantong. Meski Davina yang berinisiatif memilihkan ini dan itu, tetap saja Danas merasa tidak enak.Davina menghela napas, sambil berpikir. “Apalagi yang ingin kau beli? Untuk anakmu. Soal warna bagaimana? Rasanya warna hijau belum aku beli untuk bajunya. Apakah bayinya perempuan?” cerocosnya.“Aku juga belum tahu bayinya perempuan atau lelaki. Tapi kau memilihkan banyak warna biru,” ujar Danas sambil berjalan keluar dari toko bayi yang kesekian dikunjungi hari ini. Sebelum keluar toko Danas melihat sepasang suami istri yang sedang berbelanja, rasanya senang sekali kalau belanja begini ditemani suami.Terbersit dalam benak Danas, kalau Langit akan melakukan hal
Jagad seperti orang gila ketika sampai di depan ruang gawat darurat rumah sakit. Menggendong Danas sambil berteriak. “Tolong, Suster! Perawat!” pekiknya. Tidak memerhatikan kalau pengunjung rumah sakit mulai ramai. Hingga hampir menabrak setiap orang yang lalu lalang di depan lobi rumah sakit.Seorang satpam menghampiri Jagad sambil membawa brankar.Jagad sedikit lega, ketika ada perawat dan satpam mendorong brankar itu ke dalam ruang IGD, Davina pun ikutan merasa bersalah, ada apa dengan Danas?Jagad yang merasa seorang dokter, ikutan masuk ke dalam bilik pertolongan pertama IGD. Tapi, seorang perawat mencegahnya. “Maaf, Pak, sampai di sini saja.”“Tapi ... tapi.” Jagad benar-benar panik, harus bicara apa? Istrinya juga bukan. Lalu? Apa haknya dia bisa masuk? “Dia sedang hamil!” seru Jagad. Tidak bisa meninggalkan Danas sendirian di bilik pemeriksaan itu.“Baik, Pak, nanti kami akan hati-
Setelah kondisinya dipastikan sudah membaik, Danas akhirnya diizinkan untuk pulang ke rumah. Danas juga diberi obat untuk jaga-jaga oleh dokter.Kejadian hari ini membuat Danas merasa cukup lelah. Pasalnya, ia menyangka bahwa dirinya bisa bersenang-senang dengan sahabatnya. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Selama hamil, Danas masih saja selalu mendapat kejutan. Wanita itu merasa tidak enak karena harus membuat orang-orang di sekelilingnya khawatir. Di perjalanan pulang pun, suasana di mobil terasa canggung karena kejadian di rumah sakit.Tiba di rumah, Langit memberi tahu Danas untuk segera beristirahat. Pria itu tidak ingin jika terjadi hal-hal yang dapat membuat Danas terpaksa ke rumah sakit lagi.“Kamu tidak usah memasak atau bekerja. Biarkan semua dilakukan oleh Bi Surti dan lainnya. Intinya, kamu harus lebih memperhatikan kondisimu sekarang,” kata Langit kepada Danas saat baru saja sampai di rumah.Danas hanya
Dikarenakan kebetulan Jagad berada di rumah sakit, ia diminta tiba-tiba menangani salah seorang pasien yang baru saja datang ke UGD. Penanganan terhadap pasien itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.Jagad meminta Davina pulang lebih dulu. Namun, Davina tidak langsung pulang, ia memilih menunggu sang kakak di ruangannya.Jagad yang kelelahan usai menangani pasien terkejut melihat sang adik ada di ruangan tengah menunggunya.“Sudah selesai?” tanya Davina ketika pria itu muncul dari balik pintu.Jagad mengangguk sebagai jawaban. Dengan langkah gontai ia berjalan ke balik meja kerjanya.Sejak Danas pulang bersama keluarga Langit, Davina yang belum beranjak dari rumah sakit itu diam-diam memperhatikan kakaknya. Bukan hanya kali ini, selama ini ia bisa melihat bagaimana Jagad memperlakukan Danas dan memberi perhatian pada sahabatnya itu.Davina senang, tentu saja, melihat dua orang yang ia sayangi bersama. Hanya saja, tembok pengha
Renata mengacak-acak kasurnya dengan brutal. Ujung spreinya sampai terlepas. Wanita itu melempar bantal dengan asal ke arah meja rias hingga beberapa barang-barang make upnya terjatuh dari sana. Dengan emosi yang mengumpul di dadanya, wanita itu berteriak kesal.Dadanya naik turun, napasnya menderu kesal, matanya menatap tajam lurus ke depan. "Danas sialan," desisnya tajam.Ia mengepalkan kedua tangannya erat hingga buku-buku jarinya memutih. Orang yang melihat Renata saat ini pun dapat mengetahui dengan jelas seberapa besar rasa benci yang mengumpul di dadanya saat ini."Kenapa kau selalu menghancurkan kebahagiaanku, Danas," gumamnya kesal.Renata berdiri, ia berjalan ke arah jendelanya. Menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. "Aku akan menyingkirkanmu, Danas. Secepatnya aku akan menyingkirkanmu," bisiknya.Lalu ia memukul dinding di depannya dengan keras. Denyutan di tangannya saat ini bahkan tak terasa karena rasa sakit di hatinya yang san
Bi Surti menutup pintu kamar itu dengan pelan. Wanita itu bernapas lega saat pikiran buruk yang bersemayam di otaknya tidak benar-benar terjadi. Bi Surti kembali menatap pintu kayu yang tertutup di depannya. Ia merasa kasihan dengan Danas. Terperangkap pada kehidupan yang tidak tenang. Andaikan dirinya bisa membantu Danas mengungkapkan semua kejahatan Renata. Namun, ia sadar diri. Ia tak mampu melawan power yang dimiliki Renata.Lalu pandangan Bi Surti beralih lurus ke depan. Ia menjadi curiga dengan sikap Renata itu. Wanita itu masuk ke dalam kamar Danas tanpa melakukan apapun."Apa yang sebenarnya sedang dia rencanakan?" gumam Bi Surti seraya melirik ke tangga menuju lantai dua. Di mana kamar wanita itu berada.Bi Surti sangat yakin. Pastinya ada sesuatu yang Renata sudah rencanakan kepada Danas. Dan yang pasti itu bukanlah hal baik. Wanita paruh baya itu pun dengan berani melangkahkan kakinya menuju tangga itu. Ia berjalan ke lantai dua. Lebih tepatnya tempat
Renata keluar dari dapur itu dengan dada mengembang senang. Wanita itu tersenyum lebar. Ia bersiul sepanjang jalan menuju kamarnya. Ia harus menaruh botol obat itu kembali ke dalam kamar. Renata tak mau ceroboh dengan menaruh asal-asalan. Ia tak ingin rencananya kali ini gagal.Ditambah lagi para pelayan muda di mansion ini pasti sedang menggosipkannya karena dirinya sempat bersikap kasar kepada mereka. Rencananya kali ini harus berhasil. Ia tak boleh ketahuan oleh siapa pun di mansion ini.Wanita itu menutup rapat pintu kamarnya. Lantas ia membuka lemari bajunya dan memasukkan botol obat itu ke sela-sela tumpukan baju di dalam lemarinya. Lalua ia menutupnya kembali.Renata tersenyum sangat lebar. Hari kemenangannya terasa semakin dekat. Renata tak sabar menjadi nyonya di rumah ini. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku tidak mengira akan semudah ini menyingkirkan Danas, hahaha!"Lantas Renata pun keluar dari kamarnya. Ia tak sabar menjadi saksi