”Tuan Muda Halim! Saya sudah sampai bersama dengan mobil-mobil Anda!”Semua orang langsung berhenti berbicara dan melihat ke arah Daffa berdiri.Alis Daffa berkedut ketika dia mendengar namanya. Teriakan Bram benar-benar merusak rencananya untuk tidak membuat kegaduhan dan menghindari perhatian.Dia menghela nafas. Tidak memiliki pilihan lain, dia berbalik ke arah Bram dengan Rolls-Royce-nya dan mulai berjalan ke arahnya.“Tuan Muda Halim, mobil Anda telah tiba,” kata Bram dengan sangat bangga. Malah, dia memang sangat bangga akhirnya telah mengirimkan mobil-mobilnya kepada tuan mudanya. Dia telah berusaha keras untuk memastikan agar hanya bahan-bahan yang terbaik yang digunakan untuk memodifikasi mobil-mobilnya. Dia yakin Daffa akan menyukainya.Daffa, di sisi lain, tidak menyukai situasi itu. Dia bisa merasakan berbagai macam tatapan dari para pengamat ketika dia berjalan ke arah Bram. Akan tetapi, dia mengabaikannya. Walaupun dia tidak menyukai perhatian yang dipicu oleh konvoi
Daffa mengeluarkan ponselnya dari saku dan melihat peneleponnya seraya dia beranjak ke lift. Dia melihat bahwa itu adalah nomor tidak dikenal dan memutuskan untuk mengabaikannya. Dia memutus teleponnya dan naik ke apartemennya.Dia pergi ke ruang santai di apartemennya dan duduk untuk bersantai dengan segelas anggur sangat mahal yang dia ambil dari gudang anggur di apartemennya.Dia menuangkan anggur itu ke gelas kaca dan meminumnya. Dia menghela nafas puas seraya rasa anggur yang luar biasa itu terasa oleh indra pengecapnya.Diam saja selama beberapa saat, dia mengeluarkan ponselnya dan memutuskan untuk melihat pesan-pesan yang belum terbaca. Dia sibuk sekali beberapa hari belakangan, jadi dia tidak memiliki banyak waktu untuk memeriksa pesan-pesan yang dia dapatkan. Ketika dia memeriksanya, ternyata ada banyak pesan yang dia terima.Dia dengan cepat memeriksa pesan-pesannya, tapi malah kecewa ketika membaca isi pesannya.Sebagian besar dari pesan-pesan itu berasal dari teman-tem
Andra: [Daffa Halim? Kamu bercanda, ‘kan? Apa yang orang miskin dan menyedihkan itu bisa donasikan?]Daffa mengerutkan dahi ketika dia membaca pesan itu. Dia sedang sendirian saat itu, menyesap anggur dan mengurus urusannya sendiri. Kenapa namanya dibawa-bawa lagi?Penasaran, dia mengetuk notifikasi pesan dan dialihkan ke ruang obrolan departemennya. Di sana, dia melihat pesan-pesan sebelumnya untuk melihat kenapa namanya diungkit-ungkit.Setelah lima menit, dia telah membaca semua pesan sebelumnya dan selesai membaca pesan terbaru di ruang obrolannya.Daffa berekspresi dingin setelah dia membaca pesan-pesan itu. Seperti biasa, dia sedang dipandang rendah oleh teman-teman sekelasnya.Teman-teman sekelasnya sedang mendiskusikan pesta amal yang akan segera dilaksanakan di ruang obrolan utama. Sebagian besar dari mereka telah memilih pakaian mereka dan siapa yang akan mereka ajak untuk hadir bersama.Itu dapat dipahami. Walaupun Daffa tidak menyukai dan menikmati pesta amal yang per
Hari-harinya dia habiskan dengan bermalas-malasan. Dia sedikit terlalu menikmati fasilitas-fasilitas apartemennya. Dia tidak pernah sesantai ini di hidupnya sebelumnya.Dia telah menonton film di bioskop pribadinya, hal yang tidak pernah dia bisa lakukan dulu karena selalu sibuk bekerja paruh waktu, menyesap anggur sembari menonton berbagai macam siaran di Groove dengan lantunan musik klasik di latar belakang, dan makan malam di balkonnya sambil memandangi seluruh Dragon Estate. Hidupnya sangat menenangkan beberapa hari belakangan.Namun, dia tidak hanya bermalas-malasan. Kakeknya telah meneleponnya berkali-kali untuk mengingatkan tugasnya. Karena itu, dia meluangkan waktu untuk mempelajari dokumen yang dikirimkan kakeknya tentang Konsorsium Halim.Ada banyak diskusi dan rumor mengenai pesannya tentang kehadirannya ke pesta amal. Walaupun dia telah mengirim pesan di ruang obrolan utama dan memberi tahu mereka tentang keputusannya untuk datang ke pesta, banyak orang masih tidak bisa
[Hotel Sky Golden, pukul 7:30 malam]Hotel Sky Golden, hotel terbaik di daerah itu sangat ramai. Beberapa orang berseragam hitam putih berjalan dengan buru-buru untuk mengerjakan berbagai tugas di dalam hotel.Hotel tersebut dihias dengan mewah, lebih mewah dari hotel itu biasanya. Lampu gantung yang besar dan indah tergantung di langit-langit yang sama mewahnya. Lantai hotel tersebut dipoles dengan sempurna, memantulkan cahaya dari lampu gantung itu.Bukan hanya para staf yang terlihat mondar mandir. Beberapa orang berpakaian pakaian yang sangat mewah terlihat berjalan-jalan di lobi hotel, sesekali menyesap anggur yang disediakan oleh para pelayan berseragam hitam putih. Jelas sekali bahwa orang-orang yang berpakaian dengan mewah merupakan para mahasiswa dan tokoh masyarakat yang diundang pada pesta amal itu.Beberapa orang yang berpakaian mewah juga terlihat berkumpul di luar pintu masuk lobi hotel. Sebagian besar dari mereka baru saja tiba dengan mobil-mobil yang sama mahalnya,
Semua orang langsung berbalik untuk melihat sosok yang turun dari mobil sport keren itu. Mobil itu sendiri sudah sangat memukau. Mereka langsung tahu bahwa pemiliknya tentu bukanlah orang biasa!Ketika sosok itu akhirnya turun dari mobil, semua orang langsung tercengang. Mereka tidak percaya apa yang mereka lihat.Sosok itu sangat tampan, dengan kesan maskulin dan wajah yang sangat menawan. Setelan tiga potongnya terlihat sempurna juga jam tangan Rolex berlian di pergelangannya.Sosok itu tidak lain adalah Daffa Halim.“Wah! Tampan sekali!”“Apakah dia salah satu mahasiswa kita?”“Entahlah. Walaupun dia terlihat familier, aku yakin tidak pernah melihatnya sebelumnya di mana pun.”“Yang pasti dia tentunya adalah orang yang sangat penting!”Ketika orang lain masih kesulitan mengingat apakah mereka pernah melihat atau bertemu dengan Daffa sebelumnya, Sarah memperhatikan pendatang kaya raya itu lekat-lekat. Walaupun dia terkejut oleh betapa menawannya dia, dia tidak bisa mengenyamp
Ketika Daffa memasuki lobi hotel, tempat itu masih sama ramainya seperti sebelum kehadirannya. Beberapa orang berpakaian mewah masih berjalan-jalan sambil mengobrol santai dan tertawa-tawa.Daffa menarik banyak perhatian seraya dia berjalan. Banyak orang telah mendengar kedatangannya yang dramatis dan berkelas dan teman-temannya yang tadi berada di luar ketika dia tiba, jadi tidak heran banyak tatapan terkejut tertuju padanya.Para mahasiswa Universitas Praharsa kehabisan kata-kata ketika mendengar kedatangannya. Daffa Halim yang mereka tahu adalah orang miskin yang bahkan tidak bisa membeli baju bagus, jadi keterkejutan mereka ketika melihatnya di lobi hotel dan terlihat sangat berkelas bisa dimengerti.“Itu benar-benar Daffa Halim?” tanya seseorang masih tidak percaya.“Aku yakin itu dia!” jawab seseorang.“Namun, dia terlihat sangat berbeda.”“Itu memang dia. Aku juga mahasiswa di departemen Manajemen Bisnis dengannya, jadi tidak mungkin aku salah. Aku yakin 100 persen bahwa i
”Satu setengah miliar rupiah.”Ada keheningan sesaat ketika semua orang mendengarnya. Mereka tidak percaya seseorang seberani itu untuk meningkatkan penawarannya dua kali lipat dari penawaran sebelumnya.Semua orang langsung berbalik ke arah orang yang melakukan penawaran setinggi itu. Secara mengejutkan, orang itu tidak lain adalah Daffa!Daffa berdiam diri dengan tangan kiri di sakunya dan segelas anggur di tangan kanannya. Postur dan tatapan acuh tak acuhnya membuatnya terlihat sangat tampan dan menawan sampai-sampai para wanita memerah di pipinya.Puspa, Jihan, Dilan, Sarah, Heren, Cakra, Anna, dan beberapa sosok kaya lainnya menatap Daffa dengan tatapan yang berbeda.Puspa dan Jihan menatap Daffa lekat-lekat. Mereka telah menerima fakta bahwa Daffa memang sangat menawan, tapi itu bukanlah alasan mengapa mereka menatapnya. Mereka merasa bahwa wajahnya sangat familier.Jihan Winata, wanita tercantik peringkat kedua di Universitas Praharsa tidak mengetahuinya, tapi dia memang p
Kulitnya putih tapi keriput dan kendur.Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia tidak menduga wanita yang terus mengalahkan Ansel berpenampilan seperti ini. Dia menggigit bibirnya, lalu menoleh ke arah Bart yang tidak seperti dia duga pula. Bart gemuk dan terlihat tidak rapi, matanya tidak terlihat cerdas sedikit pun.Malah, dia terlihat benar-benar tidak waras. Itu mengingatkan Daffa mengenai apa yang terjadi padanya dan Bakrie ketika dia pertama tiba di Kota Almiron.Matanya menggelap, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Di antara keempat orang itu, anak laki-laki yang paling mudalah yang menarik perhatiannya. Dia terlihat familier, tapi tidak mirip dengan para anggota Keluarga Bakti, termasuk Priska dan Bart. Daffa membungkuk dan tersenyum ramah padanya, berkata, “Apakah kamu Richard?”Anak itu mengangguk, mengedipkan matanya dengan polos. Pada saat yang sama, dia dengan gugup bersembunyi di belakang Priska. Daffa menegakkan tubuhnya, menyapu tatapannya pada Priska dan melihat keje
Si kepala penjaga keamanan tampak murka. Namun, dia tahu ini bukanlah waktunya untuk mengurusi bawahan-bawahannya. Daffa-lah ancaman mereka di sini. Dia terhuyung berdiri dan berlari ke arah Daffa dengan tatapan mengancam.“Kamu telah menantangku untuk waktu yang terlalu lama. Aku tahu kamu kuat, tapi itu tidak berarti kami bukan tandinganmu!” Matanya menyala dengan liar seakan-akan dia adalah seekor elang yang telah mengincar mangsanya.Daffa mengernyit, terlihat jengkel karena dihentikan lagi. Dia menyipitkan matanya dan berkata, “Kamu adalah penjaga keamanan yang bagus, tapi aku juga telah memberimu kehormatan yang cukup dengan bersabar denganmu. Anggap ini peringatan—jika kamu tidak enyah dari pandanganku, aku jamin aku tidak akan bersikap baik lagi padamu.”Briana angkat bicara, “Dengar, kamu hanyalah penjaga keamanan. Kamu bukan bagian dari Keluarga Bakti, jadi kamu tidak perlu melakukan sejauh itu demi mereka. Tuan Halim itu berbahaya. Jika kamu membuatnya marah, aku yakin Ke
Secara umum, orang-orang membawa senjata di sana.Meskipun Daffa tertarik pada penjaga keamanan itu, nada bicaranya berubah menjadi bengis. “Sederhana saja. Aku kemari untuk menemui pemilik vila ini.”Penjaga keamanan itu mengernyit, merasakan bahwa Daffa bukanlah orang yang bisa diremehkan. Pria itu hanya dapat mengumpulkan semua kesabarannya yang tersisa. “Itu tidak masalah, tapi aku perlu mengetahui apakah kamu sudah membuat janji temu. Tidak ada yang memberitahuku bahwa akan ada pengunjung pada jam ini.”Daffa menaikkan sebelah alisnya, terlihat terhibur. “Kamu benar. Akan tetapi, aku belum membuat janji temu. Sayangnya bagimu, aku akan memasuki tempat ini apa pun yang kamu katakan atau lakukan.”Penjaga keamanan itu menghela napas. “Kalau begitu, aku harus meminta maaf terlebih dulu. Keluarga Bakti tidak pernah mengizinkan pengunjung memasuki rumah mereka lewat dari pukul enam malam kecuali ada perjamuan yang penting. Terlebih lagi, karena kamu sudah membuktikan bahwa kamu ada
“Itu karena saya pernah melihat Priska keluar dari hotel bersama seorang pria yang belum pernah saya lihat sebelumnya dan mereka menempel dengan satu sama lain di publik. Saya tidak pernah melihat itu sebelumnya. Bahkan, saya tidak yakin apakah memang Priska yang melahirkan Bart. Saya membantunya mengambil laporan medisnya dari rumah sakit sebelumnya dan saya tahu pasti bahwa dia tidak bisa mengandung anak sekarang. Tentu saja, Bart lahir bertahun-tahun yang lalu, jadi mungkin kondisinya berbeda dulu.”Seraya dia mengatakannya, Daffa dan Briana sama-sama menoleh untuk menatapnya. Briana bahkan tidak berani untuk mengedip, takut dia akan melewatkan satu kata pun. Daffa menyandarkan punggungnya dan menghela napas. Dia tidak menduga situasinya akan menjadi seperti ini dan menekan pelipis dengan jarinya. “Tampaknya kita akan terlibat dalam masalah besar begitu kita tiba di vila Keluarga Bakti.”Tidak ada yang berani berbicara karena tampaknya Daffa sedang mempertimbangkan ulang keputusan
“Itu berarti Zaki telah terekspos ke publik, membuatnya berada dalam bahaya besar.”Edward tahu Briana benar, jadi dia langsung berdiri dan bergegas menuju mobil Briana. Dia bergerak dengan sangat cepat hingga dia terlihat seperti memiliki lebih dari dua kaki. Ini adalah pertama kalinya Daffa melihat Edward sangat tergesa-gesa seperti itu dan itu membuatnya ingin tertawa.Namun, Daffa menahan keinginannya untuk tertawa karena itu tidak sopan. Edward tidak sesensitif Daffa, jadi dia langsung memasuki mobil Briana dan pergi ke hotel.Di sisi lain, Briana duduk di samping Daffa sambil mengernyit. “Tuan, apakah kita akan melaksanakan rencananya sekarang?”Daffa tidak menyalakan mobilnya. Dia mengeluarkan ponselnya dari saku dan berkata, “Tidak, kita harus bertanya pada Ansel tentang ini terlebih dulu.”Briana mengangguk. Kalaupun dia tidak setuju dengan keputusan Daffa, dia tidak mengatakan apa-apa.Daffa melirik Briana sesaat sebelum menatap ponselnya. Ansel menjawab panggilan telep
“Lagi pula, dia belum melakukan apa pun untuk membuktikan kesetiaannya.”Daffa menghela napas dan mengangguk. “Kamu mungkin benar, tapi dia telah memperjelas bahwa dia berada di pihak kita. Kita tidak bisa diam saja dan melihat dia terlibat masalah. Itu terlalu kejam.”Dia terlihat tenang. “Kita harus membantunya, bagaimanapun caranya. Pokoknya, aku percaya dia akan menjadi lebih baik dalam pekerjaannya di masa depan. Setelah mengamatinya selama beberapa waktu, aku telah menyadari bahwa dia tampaknya cepat belajar.”Edward mengangguk. “Kalau begitu, kita perlu membuat rencana yang detail untuk membantunya. Ansel tidak kelihatan seperti orang yang sangat cerdas atau penuh tekad. Hal terburuknya adalah dia tidak memiliki pengalaman dalam menangani hal-hal seperti ini.”Daffa tersenyum. “Itulah persis yang kukhawatirkan.” Dia memejamkan matanya. “Aku sudah memiliki ide kasar mengenai apa yang harus kita lakukan.”Edward bimbang selama sesaat, lalu mengembalikan ketenangannya dan lanj
Ansel menjadi terdiam di sini. Dia tidak tahu apa lagi yang harus dia katakan.Setelah keheningan selama beberapa detik, orang di ujung telepon lainnya tertawa terbahak-bahak. Ansel bisa merasakan penghinaan yang dalam pada tawanya. “Ya ampun! Kamu lucu sekali! Dia membesarkan aku karena ibuku. Sebagai putra dari istrinya, dia berkewajiban membesarkan aku.” Bart terdengar sangat bangga terhadap dirinya sendiri.Ansel memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam beberapa kali sebelum berkata, “Kamulah yang konyol. Dia tidak wajib membesarkanmu. Ayah kandungmulah yang memiliki tanggung jawab itu. Dia hanya menganggapmu seperti anaknya sendiri karena dia mencintai istrimu dan dia akan patah hati jika dia mendengarmu mengatakan hal-hal ini.” Dia gemetar oleh amarah.Belum setengah jam berlalu sejak kematian Elton, tapi Bart sudah meneleponnya tentang hal ini. Bagaimana bisa dia bahkan mengetahui hal ini?“Dengar, aku hanya ingin tahu kenapa kamu meneleponku.” Dia tidak ingin mengat
Daffa mengulurkan tangannya. “Selamat datang di timku. Mulai hari ini, kalian adalah anggota tenaga kerjaku. Kita akan menghabiskan banyak waktu bersama mulai sekarang.”Dia tidak menduga akan menemukan bawahan baru di saat-saat yang kritis dan orang-orang yang ahli dalam bidang mereka juga. Ini adalah hasil akhir yang jauh lebih baik dari yang dia duga.Daffa memasukkan tangannya ke dalam saku, menegakkan badannya, dan menatap Ansel. Ansel masih berlutut di samping tubuh Elton, tapi dia sudah tidak menangis lagi. Wajahnya tidak berekspresi dan dia berlutut di sana tidak bergerak. Daffa dengan cepat memalingkan pandangannya, menghela napas, dan menggelengkan kepalanya. Tidak ada yang bisa dia katakan dalam hal itu.Kemudian, dia berbalik ke arah salah satu sofa dan duduk di sana, menyilangkan kakinya di atas lutut. “Danar, aku sudah memberitahumu segala hal yang kuketahui. Apa yang ingin kamu katakan?”Ketika Daffa tidak mendapatkan jawaban, dia menghela napas dan menatap Danar. “K
Dia mengangkat kepalanya dan melihat Daffa berdiri di sana dengan kedua tangan di belakang punggungnya. Dia sedang memandang jendela, tapi langsung menyadari pergerakan Ansel. “Kamu bisa terus terang dan mengatakan apa yang kamu ingin katakan.”Ansel tersenyum, tapi itu hanya membuatnya merasa getir dan sedih. Dia menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku tidak memiliki pemikiran atau pendapat apa pun mengenai kematian ayahku.”Daffa menaikkan sebelah alisnya. Dia telah membayangkan berbagai macam reaksi yang akan ditunjukkan oleh Ansel terhadap kematian Elton, tapi ini bukan apa yang dia bayangkan. Dia menggigit bibirnya. Setelah keheningan sesaat, dia berkata, “Jika kamu membutuhkan waktu untuk memikirkannya dan memproses situasinya, aku bisa pergi. Setelah kamu sudah tenang, kamu bisa datang dan mencariku. Mau itu di Kota Aswar ataupun Kota Almiron, pintuku akan selalu terbuka untukmu.”Ansel menatap Daffa dan berusaha sebaik mungkin untuk tersenyum, tapi senyumannya terlihat buruk se