Kate sudah siap untuk menyerahkan seluruh warisannya untuk membantu Daffa, tapi sekarang tampaknya situasi di antara Daffa dan Rafael benar-benar berbeda dari apa yang sebelumnya dia kira.Dia berdiri di sana dan menatap Rafael penasaran, berpikir bahwa Daffa dan Rafael pasti telah mencapai sebuah kesepakatan. Mungkin Daffa adalah pemegang saham Grup Ganendra.Seraya dia mencoba memahaminya, Rafael memejamkan matanya dan menghela napas, tampak gundah. Dia tidak ingin mengakuinya dan dia harus mengatakannya dengan lantang di hadapan banyak orang. Itu adalah sebuah penghinaan besar baginya, tapi dia tahu ini adalah apa yang Daffa inginkan.Daffa tahu Rafael tidak mentransfer saham dengan sukarela, jadi dia ingin menggunakan situasi ini untuk membuatnya menyerah sepenuhnya dan tunduk padanya. Itu terpampang jelas di wajah Daffa.Rafael mau tidak mau menggertakkan giginya memikirkan hal itu. Dia benci menyadari semua hal ini tapi tidak bisa merubah apa-apa. Dia mengepalkan tangannya de
Daffa sekali lagi sudah menebak apa yang Camilla pikirkan. Camilla mencoba mencari-cari alasan yang dapat dipahami untuk dirinya sendiri tapi tidak berhasil.Segera, dia mulai terlihat ketakutan. Itu bukan karena dia tidak bisa memikirkan sebuah alasan, tapi karena Daffa mulai tersenyum sambil menatapnya tanpa alasan apa pun.Bagi Camilla, ini bukanlah hal yang baik. Seraya dia mencoba memikirkan cara untuk kabur dari situasi ini, Daffa berkata, “Sebelum kamu mengatakan apa pun, aku benar-benar tidak berniat untuk mengejar Rafael karena dia tidak bersalah. Namun, aku merubah pikiranku ketika aku melihat kekhawatiran dan ketakutanmu. Mungkin menghukum atau menyiksa Rafael akan menjadi cara lain untuk menyiksamu.” Sambil berbicara, Daffa menoleh untuk menatap mereka.Camilla berdiri di sana. Dia bisa dengan jelas merasakan keputusasaan Rafael karena perkataan Daffa dan dia memucat. Reaksi Rafael memberitahunya bahwa Daffa tidak sedang bermain-main. Daffa benar-benar kaya dan hanya men
Briana dengan cepat menendang punggung Camilla, membuatnya kehilangan keseimbangan dan meluncur dengan cepat ke tanah. Namun, Briana masih memeganginya, jadi setengah badan Camilla berada di tanah sementara setengah badan lainnya berada di udara.Kemudian, dua barang pun terjatuh dari sakunya, menarik perhatian semua orang.Daffa terus mengamati Camilla. Dia masih memiliki beberapa pertanyaan padanya dan dia mengerutkan dahinya saat dia melihat hal-hal yang terjatuh dari sakunya. Dia berjalan menghampirinya dan mengambil mereka, raut wajah yang buruk rupa terbentuk di wajahnya ketika dia menyadari itu apa.Briana merasa sudah lama sejak dia terakhir melihat Daffa seperti ini. Dia ingin melihat apa yang sedang dia genggam, tapi dia tidak bisa karena dia masih menahan Camilla. Dia tidak bisa membiarkan dirinya lengah di sekitar wanita selicik Camilla.Untungnya, Daffa menunjukkan barang-barang itu padanya. “Ini adalah perlengkapan kamera pengawas. Semua hal yang terjadi sebelumnya te
Camilla berbaring dengan dadanya di tanah, matanya membelalak saat dia mencoba menolehkan kepalanya, ingin mengerutkan keningnya pada Daffa tapi tidak berhasil. Lehernya terlalu sakit untuk melihat Daffa. Namun, itu tidak menghentikan amarah yang mendidih menggelora di dalam dirinya.Keluarga Aruna tiba-tiba menunjukkan kemarahan mereka saat Daffa hendak memasuki vila.Dia sudah lama belum berurusan dengan kekacauan seperti itu, jadi itu membuatnya berhenti, memasukkan jarinya ke dalam telinganya, dan menghela napas. Rasa jijik melintas di matanya yang sekarang dingin saat dia menggeram, “Walaupun Camilla sudah tidak lagi berbicara untuk menggantikan kalian, aku mau tidak mau bertanya-tanya apakah dia selalu menjadi pemimpin kalian dalam beberapa tahun belakang.”Kegelapan menyelimuti wajah para anggota Keluarga Aruna saat itu juga. Mereka tidak bisa mengkonfirmasi dugaan Daffa karena itu bukanlah kebenarannya.Melihat bagaimana semua orang terdiam, Benji angkat bicara. “Kami belum
Briana telah mengantar Edward dan Erin ke suatu tempat yang lebih aman sebelumnya. Setelah dia pergi, kedua orang itu menemukan kedai kopi di sekitar, berlindung sampai permasalahan di antara Daffa dan Grup Ganendra berakhir.Mereka duduk, tapi sebelum mereka bisa memesan minuman apa pun, mereka mendengar beberapa orang berbisik dari meja di samping mereka.“Astaga, untuk apa seseorang mengunggah video seperti ini di internet? Duh! Mataku sakit menontonnya,” ujar seorang pria sambil menggelengkan kepalanya melihat ponselnya.Orang yang kedua dengan bernafsu menatap ponsel itu dan berseru, “Mungkin itu karena kedua orang di dalam video itu sangat terkenal! Pria itu adalah Daffa Halim, orang teratas di Universitas Praharsa. Yang lebih mengejutkan adalah dia dulunya mahasiswa termiskin di sana. Entah bagaimana, dia menjadi kaya dalam satu malam.”Setelah mendengarnya, mulut pria yang pertama menganga lebar.“Wah,” jawabnya, “aku tidak tahu itu. Yah, bagaimana dengan wanita di dalam v
Edward berkerut dan bergegas membanting setir mobil sambil menjelaskan pada Erin, “Kita akan bertabrakan dengan mobil lain. Ini tidak bisa dihindari, tapi tenang saja, kita tidak akan terluka.”Berdasarkan beberapa kejar-kejaran mobil yang pernah dia alami, dia tahu pengemudi mobil-mobil itu tidak ingin melukai mereka. Tetap saja, apa yang terjadi selanjutnya membuatnya terkejut. Erin menggelengkan kepalanya, berkata, “Tidak. Yang paling kukhawatirkan sekarang adalah keselamatan Tuan Halim. Aku tidak memedulikan apa pun atau siapa pun. Tabrakan mobil pun tidak akan membuatku terkejut selama aku bisa mendatangi Tuan Halim.”Untungnya, situasinya berjalan sesuai dengan perkiraan Edward. Tidak ada yang terluka dan tidak ada mobil yang mengalami kerusakan.Edward tetap terduduk di kursinya, memijat pelipisnya. Sakit kepala yang hebat menyerang pelipisnya saat dia melihat banyak mobil sport melaju kencang ke arah lain. Bukan hanya itu, semua pengemudi itu remaja dengan rambut yang dicat
“Kamu adalah anak-anak, jadi aku tidak ingin mengacungkan pistolku ke arahmu. Anggap ini kesempatan terakhirmu untuk menurunkan pistolmu,” komentar Edward dengan nada bicara yang datar seraya berdiri dengan tenang.Namun, Moris menganggap ketenangan Edward sebagai rasa takut. Dia menarik kembali pistolnya, dengan santai menyandarkannya ke pundaknya sambil menengadahkan dagunya.Dia duduk di dalam mobilnya, menutup pintu mobil sambil mengejek Edward melalui jendelanya yang terbuka, “Tidakkah menurutmu caramu berbicara padaku bertentangan dengan apa yang kamu inginkan dariku?”Edward tetap tidak bergerak tapi sudah menyipitkan matanya. Tidak ada yang tahu apa yang dia rasakan karena dia terus berbicara dengan datar sepanjang waktu. “Aku penasaran—apa maksudmu? Aku ingin tahu menurutmu motifku itu apa.”Mata Moris membelalak. Dia ingin tahu apakah Edward sungguh penasaran atau apakah dia hanya mencoba mempermalukannya. Wajahnya lalu berubah mengerikan dibandingkan dengan wajah orang l
Terkejut, Edward menoleh-noleh ke sekitar untuk menatap Erin. Dia langsung paham saat dia melihat butiran keringat di kening Erin dan tangannya yang merinding. Bibir mengerucut, dia kembali ke sisi Erin.Waktu tidak pernah terasa selama ini bagi Erin sebelumnya. Situasinya sudah terasa seolah mereka berjalan beberapa saat, tapi Edward yang lambat membuatnya makin buruk bagi Erin. Erin memelototi Edward dengan tajam ketika dia berhenti untuk melirik kumpulan anak-anak itu untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya kembali berlari ke mobil.Tatapan Erin sama dinginnya seperti suaranya saat itu. Dia dengan cepat menggeram pada Edward, “Masuk.”Itu adalah pertama kalinya Edward melihat sisi dingin Erin. Namun, dia tahu kenapa Erin kesal, jadi dia tetap diam dan dengan patuh memasuki kursi pengemudi. Edward membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang dia kira, tidak tahu bagaimana harus merespons anak-anak yang telah membuat masalah dengannya.Dia tahu beberapa remaja di kelompok itu benar
Dia menjadi tenang dan otaknya mulai bekerja lagi. Dia tidak tahu apakah Daffa sedang mengatakan yang sebenarnya karena ekspresi wajahnya yang sangat datar. Itu berbeda sekali dengan deskripsi yang ada di buku psikologi mengenai ekspresi seseorang yang bersemangat.Sebagai seorang aktor, kepala penjaga keamanan itu pernah mengambil kelas psikologi untuk memerankan karakternya dengan lebih realistis. Dengan begitu, dia percaya buku itu benar. Dia memandang Daffa dan mencoba membacanya.Daffa tahu apa yang sedang dilakukan oleh pria itu, tapi dia tidak merespons. Setelah keheningan selama beberapa detik, dia berkata, “Aku ingin tahu alasan ketidakhadiranmu. Firasatku memberitahuku alasannya sama dengan kenapa kamu menjadi penjaga keamanan di sini. Pada akhirnya, aku akan berurusan dengan orang-orang ini, jadi tidak ada gunanya kamu menyembunyikan kenyataannya. Jika kamu ingin terus menjadi orang sukses dengan karier yang sukses, orang-orang ini hanya akan menjadi penghambat bagimu—sepe
Daffa tahu kepala penjaga keamanan itu murka karena prasangka mahasiswa lainnya dan dia dapat meledak kapan pun. Senyuman geli melengkung di wajah Daffa seraya dia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Itu karena aku saat itu belum mengetahui bahwa aku adalah pewaris keluarga kaya. Kemiskinan yang pernah kualami itu sangat nyata—begitu parah hingga aku tidak berani makan sampai aku merasa kenyang setiap kali aku makan, takut aku akan kehabisan uang.”Dia berbicara dengan sangat tenang, tapi perkataannya menyentuh penjaga keamanan itu yang matanya memerah. Maka dari itu, Daffa tersenyum tidak berdaya, meluruskan punggungnya, dan berjalan menghampiri kepala penjaga keamanan itu. Dia lalu meremas bahu pria itu untuk menenangkannya.“Kamu tidak perlu merasa emosional untukku karena aku tidak merasa hal-hal yang telah kulakukan di masa lalu patut untuk ditangisi,” katanya sambil tersenyum cerah.Hal itu hanya membuat penjaga keamanan itu makin merasa kasihan pada Daffa. Namun, dia tidak
“Kalau begitu, sesuai keinginanmu. Aku akan mengumpulkan dewan direksi lainnya untuk memulai rapatnya. Aku sudah memberi tahu mereka sebelumnya melalui laptopku, tapi mereka mengabaikan aku—mereka tidak pernah menganggapku serius. Ada juga manajer bisnis menyusahkan yang sebelumnya kurekrut. Walaupun aku tidak mau mengakuinya, tapi aku tidak bisa menyangkal kurangnya kemampuanku untuk mengatur saluran televisi ini. Demikian pula, ketidakpedulianku membuat para karyawan melakukan hal-hal buruk sesuka hati mereka.”Kemudian, dia berjalan pergi dengan kepala yang tertunduk. Kekecewaan membebani pundaknya karena dia pernah menghabiskan begitu banyak energi untuk menjalankan FT TV. Akan tetapi, akhir-akhir ini, yang bisa dia lakukan hanyalah duduk di pintu utama perusahaan dan menyaring tamu mana saja yang datang dengan niat buruk. Yang memperburuk semuanya, dia sekarang tidak memiliki pilihan selain menyerahkan FT TV pada Daffa.Masih duduk di kursi, Daffa tahu setiap kata yang dikatakan
Daffa maju satu langkah, berbalik untuk menghadap ke depan, dan memasuki ruang rapat itu.Penjaga keamanan itu membeku dengan tatapan kosong. Butuh waktu yang lama baginya sebelum tersadar kembali, bergegas menyusul Daffa sementara matanya bergerak-gerak ke sana kemari di tempat itu.Kemudian, dia tersenyum dengan hangat pada Daffa dan berkata, “Sebelum kita menugaskan penerus baru FT TV, aku akan melayanimu dengan sebaik mungkin. Seperti itulah kurang lebih situasinya nanti. Dalam keadaan apa pun, aku akan sangat senang melayanimu.”Kerutan muncul di wajah Daffa sesaat, tapi dia tidak mengatakan apa-apa karena dia tahu kepala penjaga keamanan di sampingnya sedang mengatakan kebenarannya. Itu adalah pemikiran sesungguhnya penjaga keamanan itu.Namun, Daffa tidak memerlukan itu. Dia hanya ingin mengumpulkan para petinggi perusahaan saluran televisi itu di ruang rapat saat itu juga. Barulah saat itu dia bisa tenang dan melakukan apa yang dia inginkan. Meskipun dia merasa cemas, dia t
Daffa menaikkan sebelah alisnya, mengenali kepala penjaga keamanan itu karena mereka sebelumnya menaiki lift bersama. Dia dengan tenang berkomentar, “Kamu terlihat lebih baik mengenakan setelan jas ini daripada seragam penjaga keamanan sebelumnya.”Reaksi Daffa anehnya sangat tenang meskipun dia melihat kepala penjaga keamanan, yang seharusnya hanya menghasilkan 37,5 juta rupiah per bulannya, berganti pakaian dengan setelan jas mahal.Perubahan itu menandakan bahwa penjaga keamanan itu, pada kenyataannya, merupakan seseorang berstatus tinggi dan bertanggung jawab mendistribusikan gaji para karyawan lainnya.Karena Daffa tenang, kepala penjaga keamanan itu tidak bisa menahan emosinya. Alisnya menaik sangat tinggi terkejut seraya tersenyum pada Daffa. “Kamu tidak terlihat terkejut oleh identitasku yang sebenarnya. Apakah kamu sudah mengetahuinya lebih dulu?”Setelah mendengar hal itu, Daffa, yang hendak melangkah maju, berhenti melangkah. Ambang pintu lift adalah satu-satunya hal yan
“Ada juga pria di pintu masuk utama perusahaan yang mengawasi semua anggota keamanan!” Berpikir begitu, semua rambut di punggung direktur itu menegak.Berdiri di hadapan si direktur, Daffa menaikkan sebelah alisnya dan berkata, “Itu reaksi yang aneh. Kamu terlihat ketakutan, tapi aku tidak tahu kenapa. Apakah aku perlu mengingatkanmu bahwa kamu memintaku untuk datang kemari? Kukira kamu setidaknya akan siap secara mental untuk menghadapi konsekuensinya setelah aku tiba.”Mulut direktur itu menganga sangat lama. Di suatu titik, direktur itu kembali tersadar dan memohon, “M … Maafkan aku! Aku sangat bersedia untuk menyampaikan permintaan kepada para atasanku. Aku bersumpah aku sangat bersedia, tapi aku tidak bisa melakukannya karena aku mungkin akan kehilangan pekerjaanku. Lagi pula, perusahaan ini tidak dimiliki oleh satu orang saja dan kami juga merupakan saluran televisi ….”Dia menelan ludah dan memandang lantai setelah mengatakannya. Roda gigi di dalam otaknya berputar kencang, m
“Jelas-jelas kamu adalah bocah tidak dikenal. Aku tidak tahu bagaimana kamu memenangkan hati keluarga kecilmu dan membuat mereka membelikanmu jam tangan mahal itu, tapi biar kuberi tahu ini. Jika aku adalah kamu, aku akan mengembalikan jam tangan itu atau setidaknya menghadiahkannya untuk orang lain untuk mendapatkan keuntungan untuk keluargaku!” perintahnya.“Apa yang baru saja kamu katakan sangat kontradiktif. Sebelumnya, kamu mengaku bahwa jam tanganku adalah tiruan. Namun, sekarang kamu mengatakan bahwa keluargaku menghadiahiku jam tangan yang asli.” Daffa menaikkan sebelah alisnya. Dia berbicara dengan begitu tenang sehingga semua orang bisa mendengar ancaman terselubung di balik suaranya.Tidak perlu menjadi genius untuk mengetahui bahwa suasana hati Daffa sedang buruk saat itu. Menghela napas, Daffa mengepalkan tangannya dan meretakkan buku-buku jarinya lagi. Namun, kali ini, dia melanjutkannya dengan membungkuk, mengulurkan tangannya, dan mengangkat direktur yang sangat gemuk
Daffa bahkan tidak bisa menjamin bahwa direktur bodoh itu dapat memahami apa yang akan dia katakan, jadi dia tetap terdiam. Namun, dia terkejut karena direktur itu menganggap diamnya dia sebagai tanda kekalahan.Direktur itu menganggap hal itu sebagai konfirmasi bahwa Daffa sedang memakai barang tiruan. Oleh karena itu, dia mendongakkan dagunya pada Daffa dengan angkuh dan berbicara lebih lantang daripada sebelumnya. “Kenapa kamu tidak menjawab? Apakah itu karena tebakanku benar dan kamu sekarang takut?”Daffa tidak ingin menghabiskan energinya menjelaskan hal-hal pada direktur itu lagi, jadi Daffa hanya menghampiri pria itu untuk menekankan, “Aku adalah orang yang pemarah dan aku yakin kamu sudah mendengarnya dari orang lain beberapa hari belakangan. Namun, yang membuatku terkejut adalah kamu bersikeras untuk membuatku kesal.”Seraya dia menggelengkan kepalanya, dia meretakkan buku-buku jarinya, mengeluarkan suara yang renyah dan menakutkan.Setelah mendengarnya, lutut direktur it
“Konyol sekali. Apakah kamu sudah lupa? Kamu menelepon dan mengirimnya pesan di hadapanku, berkata bahwa kamu melakukan semua hal ini karena kamu jatuh cinta pada wajah tampannya di televisi. Ini semua tidak akan terjadi jika dia mau berpacaran denganmu!”Senyum sinis tersungging di wajah direktur itu seraya dia mengejek, “Lagi pula, sepertinya kamu salah paham. Kamu bukan wanitaku.”Daffa merasa sangat jijik dengan kedua orang itu hingga tenggorokannya terasa tercekit.“Kalau kalian memanggilku kemari hanya untuk membanggakan mengenai bagaimana kalian akan memaksakan aku melakukan kekerasan, yah, aku bisa mengatakan ini—kalian pada dasarnya sedang cari mati dengan melakukan itu!” sela dia sambil mengulurkan tangan ke atas untuk memijat pelipisnya.“Membasmi musuh-musuhku adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Namun, sekarang, aku tidak masalah.”Dengan begitu, dia berjalan di ruang kerja itu dan duduk di sofa, dengan santai menyilangkan kakinya di atas kakinya yang lain.Seme