Pemimpin penjaga keamanan itu pun panik. Dia membungkuk dalam, menjelaskan, “Maafkan saya, Tuan Halim. Kami ingin mengusir dia keluar dari hotel, tapi manajer lobi hotel sebelumnya, Samantha Wibisana, menelepon kami dan memberikan perintah tegas untuk tidak melukai pria ini. Dia juga menyuruh kami untuk membebaskan dia.”Seraya dia berbicara, dia dengan berhati-hati melirik Daffa sebelum langsung menatap ke arah lantai.Daffa menyadari tindakan orang itu, tapi tidak menyuarakan keluhannya. Lagi pula, dia tahu penjaga keamanan itu tidak bisa membantah, jadi mereka tidak bersalah. Dia meletakkan kedua tangannya pada pinggangnya, menghela napas.“Jadi, sebagai ketua keamanan, kamu seharusnya bisa membuat penilaianmu sendiri.”Pemimpin mereka mau tidak mau gemetar. Dia bisa merasakan agresi di balik perkataan Daffa dan dia merasa telah melakukan keputusan yang salah sebelumnya, membahayakan posisinya saat ini.Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain meredakan amarah Daffa supaya d
KetakutanAlicia sekarang terlihat seperti wanita karier yang kuat.Daffa bertatapan dengannya dan baru hendak berbicara, tapi Alicia tiba-tiba berlari ke arahnya. Hal itu membuat seringai terbentuk di wajah Daffa karena dia tahu bahwa Alicia masih sama, gadis polos di hati. Seraya Daffa berdiri di sana dan menatapnya, rahangnya yang terkatup mengendur.Sepanjang waktu, Erin berdiri di samping Daffa. Dia memperhatikan ekspresinya yang berubah, kekecewaan getir terbentuk dalam hatinya. Akan tetapi, Erin tidak menyampaikan perasaannya ataupun menunjukkannya di wajahnya.Dia tahu hal-hal seperti itu akan sering terjadi di masa depan, terutama jika dia ingin terus berada di samping Daffa sebagai lebih dari sekretarisnya. Dia harus terbiasa dengan popularitas Daffa di antara para wanita.Meski begitu, Daffa tidak tahu sedikit pun apa yang sedang Erin pikirkan, juga Alicia.Pada saat itu, Alicia telah sampai di hadapan Daffa dan membungkuk secara formal untuk menyapanya dan Erin. “Teri
Helaan napas keluar dari bibir Daffa saat dia melihat Erin bersikap seperti itu.Dia mengulurkan tangannya untuk menekan tombol kemudi otonom sebelum angkat bicara. “Kamu perlu menenangkan dirimu dan memarkirkan mobilnya di sisi jalan. Kita akan melanjutkan pembicaraan ini setelah itu.”Erin mulai menarik napas dalam berkali-kali.Setelah dia memarkirkan mobilnya, Daffa melanjutkan, “Kesalahan yang telah kamu buat hari ini bukan karena kamu mengacau, tapi karena mentalitasmu telah berubah. Kamu telah menjadi lebih arogan, berpikir bahwa kita bisa menggunakan uang untuk melakukan banyak hal karena kita kaya sekarang.”Dalam satu detik, mata Erin tampak seperti akan segera copot. Matanya yang membulat segera bertemu dengan mata Daffa yang kosong.Dia tidak bisa mengelak bahwa Daffa benar dan mentalitas ini adalah sebuah kesalahan yang tidak dia sadari sebelumnya. Sebelum dia bisa menjawab, suara dentuman yang keras terdengar.Mobil mereka tersentak dengan keras ke depan dan mulai m
“Maksudmu, aku tidak kaya? Apakah kamu tidak melihat pakaian yang kukenakan? Ini dibuat oleh desainer kecil dari Ioblia, bernilai 45 miliar rupiah. Umurku 28 tahun di tahun ini dan ini adalah pertama kalinya aku disebut miskin. Sejujurnya, tuduhanmu lucu sekali. Semua orang di Kota Almiron tahu aku karena aku adalah anggota Keluarga Ganendra!”Sambil berbicara, pria itu dengan angkuh mengangkat dagunya ke arah Erin. Dia sudah bisa membayangkan Erin berlutut di kakinya memohon ampun. Jika itu terjadi, dia sudah sangat siap untuk menerimanya sebagai salah satu wanitanya.Namun, sayangnya itu tidak terjadi.Erin hanya berdiri di sana dengan mata yang membulat.“Keluarga Ganendra?” ujarnya sebelum tertawa dingin. “Oh, aku tahu banyak tentang keluarga itu. Mereka luar biasa kaya.”Seringai terbentuk di wajah pria itu.Namun, itu langsung memudar saat Erin meletakkan tangannya di pinggangnya. Dia berteriak, “Aku telah mendengar banyak hal mengenai keluarga itu, seperti bagaimana mereka
“Daffa!” teriakan Erin yang lantang mengisi udara. Kemudian, dia mendengar Daffa menggumamkan umpatan, membuat kulitnya bergidik. Dia tidak berani berdiri dan melihat apa yang telah terjadi pada Daffa. Alih-alih, dia tetap membeku di tanah.“Maafkan saya, Tuan Halim. Saya terlambat tiba,” ujar suara yang familier tiba-tiba.“Briana!” pikir Erin, bangkit berdiri dalam kecepatan yang tidak manusiawi. Dia lalu menoleh ke arah mobil yang baru saja datang di sampingnya dan seorang wanita turun dari sisi lainnya. Menekan dadanya yang sakit, Erin terhuyung ke tanah lagi.Kakinya sudah tidak bertenaga dan pikirannya kosong. Yang bisa tubuhnya lakukan hanyalah bernapas pada saat itu.Di sisi lain, Briana melihat Erin dari kejauhan dan ingin berbicara dengannya. Sebelum dia bisa melakukannya, dia melihat Erin terjatuh ke tanah. Briana menduga Erin telah terluka, jadi dia berlari ke arah Daffa, berhenti di hadapannya dengan singkat untuk membungkuk. “Tuan Halim.”Meskipun dia belum bangkit s
Mengikuti arahan dari sistem navigasi, Daffa mengendarai mobilnya bersama Briana dan Erin ke lokasi pesta.Beberapa saat kemudian, Erin selesai memperbaiki riasan wajahnya di kursi belakang. Dia merasa buruk karena membiarkan Daffa, bosnya, mengantar mereka ke acaranya, jadi dia berdeham dua kali sebelum berbicara.“Tuan Halim, berdasarkan penyelidikan saya, pestanya akan diadakan di lokasi yang familier bagi Keluarga Ganendra, yaitu Remnard Estate, rumah keluarga mereka. Berdasarkan tradisi, keluarga mereka berkumpul di tempat itu untuk acara-acara penting sepanjang tahun. Sebelumnya, saat kita bertemu Thomas Ganendra, saya mencari foto-foto acara Keluarga Ganendra di internet dan tidak melihat dia di acara mana pun. Maka, saya yakin pria itu memiliki motif tersembunyi. Terlebih, itu adalah kebetulan yang aneh bahwa dia muncul sekarang. Keluarga Ganendra selalu bersikap arogan. Keluarga itu tidak berfokus pada uang. Alih-alih, mereka lebih khawatir dengan siapa yang akan menjadi anc
Daffa tahu Erin masih merasa gugup. Walaupun begitu, dia tidak lagi mengkritik pendapatnya maupun berbicara lagi. Yang dia lakukan hanyalah mengemudi dalam diam.Merasa sesak karena ketegangan yang tiba-tiba, Briana menyesal duduk di kursinya saat itu. Dia mengomel dalam hatinya, “Pantas saja Edward menolak untuk bergabung dengan kami!”Keheningan mengisi mobil itu. Kekosongan itu bukanlah sesuatu yang pernah dialami Briana sebelumnya, jadi itu membuatnya sesak. Dia membuka mulutnya tapi tetap diam karena takut, menyerah setelah gagal berbicara beberapa kali.Tidak ingin fokus pada kecanggungan itu lagi, Briana memutuskan lebih baik melihat peta di ponselnya. Dengan begitu, dia bisa berkonsentrasi untuk memastikan keamanan Daffa.Saat dia mengamati setiap rincian peta itu, dia merasa mobilnya melambat.Beberapa mobil mahal telah terparkir di depan mereka. Namun, tidak ada mobil yang semahal mobil yang Daffa kendarai. Maka, saat dia tiba di jalan di depan Remnard Estate, semua oran
Daffa tahu itu berarti pelayan wanita itu ingin melakukan sesuatu yang jahat atau berencana menghancurkan reputasinya dan mempermalukannya. Meskipun begitu, rasa penasaran memenuhi benak Daffa dan dia menantikan trik apa yang sudah direncanakan oleh pelayan wanita itu. Maka, dia berdiri di sana dalam diam dengan tangannya di belakang punggungnya.Reaksi itu bukanlah reaksi yang diharapkan oleh pelayan wanita itu.Mulutnya terbuka sedikit karena terkejut, tapi hanya bertahan sebentar karena dia segera tersadarkan kembali dari lamunannya. Lalu, dia mengeluarkan sebuah dokumen dari sakunya dan menunjukkannya pada semua orang.“Kami mengundang 120 tamu untuk pesta malam ini dan ‘Daffa Halim’ bukanlah salah satunya. Ditambah, kami telah menugaskan pelayan untuk setiap tamu yang akan menuntun mereka ke kursinya—tapi kamu bahkan tidak memiliki seorang pelayan. Terlebih lagi, kamu tampaknya tidak tahu tradisi kami, jadi aku tidak yakin kamu pernah terdaftar dalam daftar tamu pesta Keluarga
Kemudian, Shelvin merasa seperti dia telah membeku. Dia tidak dapat bersuara. Dia ingin melihat ke arah Daffa untuk meminta bantuan, tapi dia tidak lama mengetahui bahwa mustahil baginya untuk melakukannya—dia bahkan tidak bisa mengedip! Itu membuatnya ingin menangis.Pada saat ini, suara Brian yang tenang terdengar. “Jangan segugup itu. Ayahku, Yarlin Weis, adalah pria yang baik. Jika bukan karena itu, kamu tidak akan hidup sekarang maupun bisa mengambil alih tubuhnya.Mata Shelvin membelalak. Dia kira Yarlin sudah tidak ada lagi ketika dia memilih untuk menyelamatkannya.Daffa menatap Brian. “Jadi, apa yang sedang terjadi sekarang?”Brian mengangkat bahunya. “Dia ingin mengatakan sesuatu yang jahat padaku. Tidak mungkin ayahku akan membiarkannya.” Ada ekspresi senang di wajahnya, tapi itu dengan cepat menghilang.“Ini menyedihkan. Aku tahu kalau ayahku masih hidup, tapi aku juga tahu bahwa tidak ada kemungkinan bagiku untuk melihatnya lagi.” Dia berjongkok dan membenamkan wajahn
Bimo tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Dia melongo ke arah Daffa, pada akhirnya menutup mulutnya dan memejamkan matanya dengan pasrah.Daffa menghela napas. Begitu dia merasa sedikit lebih memiliki kendali atas situasi dan tidak setidak berdaya itu, teriakan kesakitan keluar dari bibir Umar.“Daffa, tolong, aku memohonmu untuk membunuh tunanganku secepat kamu membunuhku sekarang jika dia masih bersikap seabsurd sebelumnya,” teriak Umar. Kemudian, dia memalingkan kepalanya ke samping dan memegang jarum perak Shelvin, menusuk jarum itu ke dalam lehernya.Itu bukanlah apa yang Daffa ataupun Shelvin sangka. Meski begitu, Shelvin tidak sekaget Daffa. Dia menghampiri sisi Daffa dan meletakkan tangannya di pundak Daffa.“Tuan Halim, jangan gundah. Melakukannya adalah pilihan terbaik bagi Umar.”Situasi yang tidak diduga itu membuatnya menggigit bibirnya dengan sangat keras hingga berdarah saat dia berbicara.Daffa menatap Shelvin pada saat itu. Di
Bimo memucat, lututnya lemas begitu dia mendengar orang yang berbicara di telepon—itu adalah atasannya.“Ini nomor Brian Weis. Siapa, ya?”Bimo jatuh berlutut hampir seketika, memandang Daffa dengan gugup. Dia tidak dapat terus berdiri saat itu juga. Matanya gemetar begitu hebat hingga hampir copot dari tempatnya.Merasakan kecemasan Bimo, Daffa menyeringai dan menjawab, “Ini Daffa.”Suara di telepon itu langsung berubah menjadi penuh hormat. “Oh! Saya merasa terhormat berbicara dengan Anda, Tuan Halim! Bolehkah saya tahu kenapa Anda menelepon saya?”Senyuman terukir di wajah Daffa, tapi itu hanya karena formalitas dibandingkan untuk menunjukkan kegembiraan yang tulus. Dia berputar badan untuk menatap Bimo dan membentak, “Kurasa kamu dan aku perlu mendiskusikan investasiku ke kepolisianmu.”Keheningan selama dua detik berlalu sebelum Brian terkekeh dengan malu-malu. Ingin menyenangkan Daffa, dia bertanya dengan nada menjilat, “Apakah Anda ingin mendiskusikannya melalui telepon at
Daffa terkekeh, tidak dapat menyembunyikan bahwa dia terhibur. Situasi itu sangat mengherankan hingga tawanya kian membesar setiap detiknya.Bimo mengernyit, berputar badan, dan menatap Daffa. Dia ingin mempertanyakan Daffa, tapi Umar berbicara mendahuluinya.“Apakah kamu sudah kehilangan akalmu, Daffa? Kamu tidak akan pernah menjadi kaya karena kamu adalah seonggok samp*h yang keji! Apa pun yang sudah kamu bayar untuk menyamar dirimu sebagai ‘orang kaya’ ini, uang itu sudah terbuang sia-sia sekarang! Kami tidak memercayaimu sedikit pun!” teriak Umar sekencang mungkin meskipun dia kehabisan napas dan kesakitan.Daffa menatap Shelvin yang mengangkat bahunya dan berkata, “Aku harus menyingkirkan jarum-jarumku. Kalau tidak, dia akan kehilangan suaranya secara permanen. Lagi pula, kita selalu bisa membungkamnya beberapa menit kemudian.Setelah mengangguk, Daffa menoleh ke arah Bimo lagi.Pada tiitk itu, Bimo mengernyit karena dia tidak memahami apa yang disiratkan oleh Umar. Namun, di
Aku tidak membunuh dia karena kurasa kesalahannya tidak membutuhkan hukuman sekeras itu,” kata Daffa yang tangannya diletakkan di balik punggungnya seraya dia berjalan ke arah Umar. Kemudian, dia tersenyum dan menambahkan, “Akan tetapi, terlihat jelas bahwa kamu tidak senang dengan keputusanku.”Umar terbaring di lantai, memejamkan matanya dan akhirnya menyadari bagaimana dia telah mengambil pihak yang salah selama ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa dia salah sedari awal karena telah meragukan Daffa.Meskipun demikian, Umar tidak dapat menahan skeptisismenya terhadap segala hal. Lagi pula, Umar merasa hal-hal berjalan dengan lancar sebelum momen ini. Berbaring di lantai, dia mengendurkan rahangnya yang terkatup dan memandang udara dengan ekspresi kosong.Umar mulai mempertanyakan segala hal di sekitarnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Keheningan mengisi ruangan seraya dia memikirkan kapan hal-hal berbalik melawannya. Saat itulah tatapan Daffa dengan singkat menyap
Tidak peduli setakut apa Bimo, dia tidak berani bergerak dan hanya mengangguk dengan kaku dan patuh.Dengan bibir yang melengkung menjadi senyuman puas, Daffa berkata, “Aku sudah beberapa kali bertukar pikiran dengan salah satu petugas polisimu yang bernama Umar dan aku tidak memiliki pengalaman yang terbaik dengannya. Bukan hanya itu, dia telah memperjelas bahwa dia berpihak pada Grup Ganendra. Meskipun dia gagal memenuhi janjinya, aku masih memastikan kamu tahu setiap tindakan dan rencanaku di Kota Almiron. Bukankah itu benar?”Dengan kening yang basah oleh keringat, dia dengan cepat melirik Umar. Dia lalu kembali fokus pada Daffa dengan senyuman sambil membujuk Daffa. “Tuan Halim yang terhormat, saya rasa ini tidak perlu.”Meletakkan kedua tangannya di sisinya, dia menunjukkan ketulusannya. Dia menghindari tatapan Daffa dan berkata, “Kita bisa menegosiasikan kembali syarat-syarat kolaborasi kita.”Bimo mau tidak mau gemetar ketakutan. Yang dia lihat hanyalah bibir Daffa yang mel
Saat kening Umar basah oleh keringat, dia mendengar tawa yang familier dari lorong. Seketika, dia memasang seringai sombong dan berkata, “Hah! Terima itu, Daffa! Apakah kamu akhirnya menyadari betapa bodohnya kamu? Apakah kamu tahu siapa orang yang tertawa di luar kamar hotelmu?Tatapan angkuhnya mendarat di Daffa selama waktu yang singkat sebelum menghilang sepenuhnya. Tidak lama, dia mengerutkan bibirnya ketakutan ketika dia mendengar jawaban Daffa.“Bosmu. Omong-omong, untunglah kamu senang bertemu dengannya. Kuharap kamu bisa terus bahagia seperti ini.” Dengan begitu, Daffa mengalihkan tatapannya yang tegas ke arah pintu.Demikian pula, Umar terbaring di lantai dan menatap pintu dengan tidak sabar sambil menggumam pelan, “Tunggu saja, Daffa! Kematian akan mendatangimu sebentar lagi!”Tatapan Daffa tiba-tiba melesat ke arah Umar. Meskipun Daffa tidak mengatakan atau melakukan apa-apa, tatapannya sudah cukup untuk membuat rambut di punggung Umar berdiri tegak.Takut, Umar menutu
Dengan pandangan yang gemetar karena rasa takut, Umar berseru, “Sebaiknya kamu pikirkan dengan baik-baik sebelum melakukan apa yang akan kamu lakukan, Daffa Halim! Pikirkan tentang apakah kamu bisa menanggung konsekuensinya!”Daffa menaikkan sebelah alisnya sambil memamerkan giginya yang putih. “Sejujurnya, perkataanmu membuatku terhibur.”Dia lalu mengeluarkan tangannya untuk mencengkeram kerah baju Umar. Akan tetapi, kali ini, dia menarik Umar keluar dari lekukan di tembok dan melempar Umar ke ruang di belakangnya. Hanya permusuhan yang terlihat di matanya yang berbinar pada saat itu. Hal itu terus bertahan hingga Umar mendarat di tanah dengan suara dentuman yang keras.Satu-satunya yang berbeda adalah kali ini Umar tidak berteriak kesakitan. Dia terus terdiam setelah dia terbanting ke lantai.Daffa berputar badan, hidungnya berkerut menjadi cibiran kepada Umar sambil dia berbicara dengan santai, “Oh? Aku terkesan. Kamu masih hidup.”Di lantai, Umar berusaha sebisa mungkin untuk
Daffa menahan napasnya ketika dia melihat kondisi Danar. Mungkin dia keliru sedari awal. Dia seharusnya tidak pernah membiarkan Umar membawa Danar ke sel tahanan. Mungkin dengan begitu, Danar tidak akan terluka separah ini.Tenggelam dalam rasa bersalah, Daffa membenci dirinya sendiri karena telah memercayai Umar dan tidak melakukan apa-apa terhadap kekerasan Umar terhadap Danar. Semua itu memicu kemarahan yang lain dalam diri Daffa.Maka, ketika Umar menunjuk ke arah Erin dengan tidak sopan, Daffa tidak ragu-ragu untuk menembakkan kekuatan jiwanya ke arah Umar. Meskipun demikian, dia tidak mengerahkan banyak kekuatan jiwa karena dia tidak ingin memberikan Umar kematian secepat itu.Umar tidak yakin tentang apa yang telah terjadi, tapi dia merasakan angin kencang mengenai tubuhnya, membuatnya memuntahkan darah. Pada saat yang sama, benturan itu membuat tubuhnya melayang jauh.Dia bisa merasakan angin itu bertiup mengenai kulitnya dengan sangat kasar hingga angin itu menyayat seluru