Mulyono merasakan tangan Daffa melingkari lehernya dan itu bukanlah perasaan yang menyenangkan. Dia menjadi sangat marah ketika dia mendengar apa yang Daffa katakan. Dia kesulitan untuk menarik napas, matanya membelalak.Itu bukanlah hal yang bisa dilakukan dengan mudah karena cengkeraman Daffa, tapi dia berhasil berkata, “Daffa, kamu telah melakukan kesalahan. Selama kamu mengakui kesalahanmu atau membayar uang jaminan, tidak akan ada yang mengejarmu lagi. Namun, jika kamu melukaiku, itu hanya akan memperparah kejahatanmu. Kamu tidak akan bisa menanggung konsekuensinya!”“Terima kasih sarannya, bung. Namun, kalau aku adalah kamu, aku akan memikirkan ini—kamulah yang menyerangku tiba-tiba tapi kamu malah menyuruhku untuk memikirkan konsekuensinya.”Mulyono memucat dan matanya membulat terkejut. “Kamu akan segera ditahan di pusat penahanan! Beraninya kamu berbicara seperti itu padaku?”Daffa menatapnya, wajahnya tanpa ekspresi. Namun, nada bicaranya mengejek ketika dia berkata, “Aku
Yang dia ingat hanyalah bahwa dia berjalan memasuki sebuah ruangan. Sebelum dia bisa melihat apa yang ada di dalam sana, seseorang melemparkan baju pelindung padanya dan mendorong dia keluar. Dia menarik napas dalam dan menatap salah satu pria yang datang kemari dengannya.“Maaf, tapi aku kemari untuk wawancara.”Pria itu mengangguk dan memberikan tatapan menyemangati padanya. “Kalau begitu, semoga beruntung.” Setelahnya, dia mengisyaratkan pada tubuh-tubuh di tengah aula dengan dagunya dan melangkah pergi.Daffa sekarang berdiri di tengah-tengah aula dan dia sedang terkejut oleh tubuh-tubuh itu. Ini bukanlah sesuatu yang seharusnya terjadi. Petugas kurus itu, Bakrie Mardian, menyipitkan matanya, menyadari sikap Daffa yang aneh.Dia mengerutkan dahinya, melangkah mundur, dan mengeluarkan walkie-talkie. “Ada berapa lagi?”Suara dari sisi lain walkie-talkie itu berkata dengan penuh hormat, “Pak, itu adalah semua tubuh yang kami temukan. Jumlahnya ada 27.”Bakrie mengangguk. “Di man
Bakrie mendengus padanya. “Tidakkah kamu khawatir akan ada pengulangan dari apa yang baru saja terjadi?”Pelipis Daffa berdenyut dan itu membuatnya kesal. Dia memijatnya pelan dan berkata, “Apa yang harus dikhawatirkan? Kamu masih hidup, ‘kan?”Ketika dia kembali ke hotel, dia melihat kumpulan orang mengerubungi pintu masuk. Dia tetap di dalam mobil dan menaruh perhatiannya pada mereka. Lalu, dia mendengar suara yang menjengkelkan berseru, berkata, “Lihat, inilah yang kamu dapatkan karena menyinggungku! Si Daffa bodoh itu, suruhannya, dan wanita simpanannya belum menunjukkan wajah mereka lagi di sini, ‘kan?”“Tentu saja! Seperti yang diduga dari Leo! Duh, si Daffa sialan itu pikir dia siapa, atau apa pun itu namanya? Aku akan beri dia pelajaran kali lain dia muncul di sini!”Orang-orang di dalam mobil itu berkerut. Lagi pula, Daffa telah kehilangan beberapa ingatannya karena alasan yang tidak diketahui dan ini bukanlah berita yang baik bagi mereka. Selain itu, Erin khawatir itu ada
Daffa mendengar seseorang mengerang di luar, jadi dia melihat ke luar dan mendapati Leo terkapar di tanah, berlumuran darah lagi. Ini bukanlah sesuatu yang dia kira. Dia menaikkan alis dan bertatapan dengan tatapan Leo yang dipenuhi oleh kebencian. Dia menghela napas.Bakrie menatapnya dengan mata yang tersenyum. “Kukira kamu akan mengambil nyawanya seperti yang kamu lakukan pada wanita tua itu.”“Berhenti mencoba menjebakku. Kematian dia tidak ada hubungannya denganku.”Bakrie menyipitkan matanya. “Bukankah menurutmu itu terdengar aneh?”Daffa mengangguk, menyangga kepalanya dengan lengannya di jendela. “Memang aneh.” Dia menyilangkan tangannya di lutut dan mengetuk jari-jarinya di sandaran tangan kursinya.“Kamu tidak perlu mengetesku karena yang akan kamu dapatkan hanyalah kebohongan lainnya.” Dia menggerakkan alisnya dan memejamkan mata, tidak mengatakan apa-apa lagi.Bakrie mengerutkan dahinya melihat sikapnya itu. Reaksinya tidak seperti yang Bakrie duga, jadi dia tidak tah
Bakrie mengikuti Daffa. Dia memiliki pendapatnya sendiri mengenai hal ini, tapi dia tidak bisa melakukannya.Di sisi lain, saat Edward mendengar Daffa memanggil namanya, dia melempar Leo ke samping tanpa ragu untuk pergi menghampirinya. Namun, saat dia memunggungi Leo, Leo tiba-tiba menerkamnya dan melingkarkan lengannya pada kaki Edward.Dia mulai melolong, “Aku tahu aku telah membuat banyak kesalahan, tapi kuharap kamu bisa memaafkanku kali ini.”Edward menggoyang-goyangkan kakinya. Leo berpegangan pada kakinya dengan begitu erat sampai aliran darahnya terhambat. Dia menarik napas dalam dan berkata melalui gertakan giginya, “Lepaskan aku atau aku bersumpah aku tidak akan pernah memaafkanmu!”Leo perlahan melepaskannya. Edward bergerak menjauh dan menatapnya sebelum beranjak ke kamar Daffa. Dia disambut oleh pemandangan yang mengejutkan, membuat matanya membelalak—Bakrie sedang memegang tangan Daffa dengan erat dan dia sedang menangis.Itu adalah kebalikan dari kesan dinginnya ya
Aku Tidak BisaDaffa mendengar beberapa suara dari ujung telepon, lalu suara kakeknya yang tegas terdengar. “Beri tahu semua yang kamu ketahui.”Dia tahu dia tidak bisa menyembunyikan apa pun, jadi dia memberi tahu Jauhar semua hal yang telah dia dan Bakrie lihat dan alami. Jauhar terdengar makin suram setelah mendengarkannya.“Jadi, maksudmu kalian tidak bersentuhan dengan siapa pun? Tidak ada yang menyuntikkan apa pun pada kalian atau memaksa memakan sesuatu? Namun, hal ini tetap terjadi?”Daffa mengusap pelipisnya. “Iya, Kakek. Aku telah berusaha sebisa mungkin untuk mengingat setiap detail, tapi aku tidak mengingat apa pun yang tampak aneh.”“Baiklah.” Jauhar mematikan telepon. Daffa meletakkan ponselnya dan menatap Edward. “Obat yang kamu teliti—bagaimana cara pemakaiannya?”Edward bertatapan dengannya. “Ada beberapa cara. Bisa diminum, disentuh, atau bahkan dihirup.”“Kapan hilang ingatannya dimulai?”“Saat obatnya mulai bekerja. Itulah mengapa obatnya tidak diproduksi—ka
Eksperimen Tidak Etis“Namun, saya tidak memiliki uang, tempat untuk pergi, teman, ataupun keluarga. Tidak ada yang bisa saya mintai tolong,” lanjut Edward.“Saya menelusuri jalanan selama tiga hari, begitu kelaparan dan kedinginan sampai saya ingin meminta bantuan dari profesor saya. Namun, saat saya tiba di rumahnya, saya menyadari pintunya terkunci dan tampaknya tidak ada siapa pun yang meninggali rumah itu dalam waktu yang lama. Saya bertanya-tanya ke sekitar, tapi seorang tetangga tiba-tiba memanggil nama saya dan menyerahkan kunci rumah profesor saya. Saya bertanya pada mereka apa yang telah terjadi pada profesor saya, tapi tidak pernah mendapatkan jawaban apa-apa. Jadi, saya tinggal di rumah profesor saya selama tiga tahun sambil mencarinya. Para pihak berwenang baru mengungkap kebenarannya saat saya hampir putus asa.”Dia berhenti sejenak untuk bernapas sebelum menambahkan, “Ternyata, profesor saya mencoba mencari saya dan menemukan eksperimen tidak etis perusahaan itu dalam
Sambil berbicara, Daffa mengarahkan pandangannya pada Bakrie. “Dia adalah anggota kepolisian yang hebat. Sayangnya, karena dia berasal dari Keluarga Halim, lebih mudah bagiku untuk mendapatkan informasi pribadinya daripada kamu ataupun anggota kepolisian lainnya.”Banyak ekspresi terkejut, ragu, tidak percaya, dan panik memutari mata Mulyono. Perasaannya yang kacau sangat berbeda dengan ekspresi Daffa yang datar.Helaan napas panjang keluar dari bibir Daffa. “Melihat bahwa dia adalah seorang Halim, aku tidak akan meneruskan masalah ini lagi. Meski begitu, aku ingin kepolisian mengetahui ini—mustahil bagi kalian untuk menyalahkan kematian wanita tua itu padaku. Lagi pula, jika aku mau, aku bisa dengan mudah membunuh seseorang.”Dengan begitu, Daffa mengetuk meja di hadapannya, memberi perintah, “Briana, kamu bisa membawa mereka pergi sekarang.”Briana muncul saat itu juga. Tatapannya yang setajam belati menusuk Mulyono. Dia lalu mengisyaratkan ke arah pintu. “Lewat sini.”Mulyono t
Kemudian, Shelvin merasa seperti dia telah membeku. Dia tidak dapat bersuara. Dia ingin melihat ke arah Daffa untuk meminta bantuan, tapi dia tidak lama mengetahui bahwa mustahil baginya untuk melakukannya—dia bahkan tidak bisa mengedip! Itu membuatnya ingin menangis.Pada saat ini, suara Brian yang tenang terdengar. “Jangan segugup itu. Ayahku, Yarlin Weis, adalah pria yang baik. Jika bukan karena itu, kamu tidak akan hidup sekarang maupun bisa mengambil alih tubuhnya.Mata Shelvin membelalak. Dia kira Yarlin sudah tidak ada lagi ketika dia memilih untuk menyelamatkannya.Daffa menatap Brian. “Jadi, apa yang sedang terjadi sekarang?”Brian mengangkat bahunya. “Dia ingin mengatakan sesuatu yang jahat padaku. Tidak mungkin ayahku akan membiarkannya.” Ada ekspresi senang di wajahnya, tapi itu dengan cepat menghilang.“Ini menyedihkan. Aku tahu kalau ayahku masih hidup, tapi aku juga tahu bahwa tidak ada kemungkinan bagiku untuk melihatnya lagi.” Dia berjongkok dan membenamkan wajahn
Bimo tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Dia melongo ke arah Daffa, pada akhirnya menutup mulutnya dan memejamkan matanya dengan pasrah.Daffa menghela napas. Begitu dia merasa sedikit lebih memiliki kendali atas situasi dan tidak setidak berdaya itu, teriakan kesakitan keluar dari bibir Umar.“Daffa, tolong, aku memohonmu untuk membunuh tunanganku secepat kamu membunuhku sekarang jika dia masih bersikap seabsurd sebelumnya,” teriak Umar. Kemudian, dia memalingkan kepalanya ke samping dan memegang jarum perak Shelvin, menusuk jarum itu ke dalam lehernya.Itu bukanlah apa yang Daffa ataupun Shelvin sangka. Meski begitu, Shelvin tidak sekaget Daffa. Dia menghampiri sisi Daffa dan meletakkan tangannya di pundak Daffa.“Tuan Halim, jangan gundah. Melakukannya adalah pilihan terbaik bagi Umar.”Situasi yang tidak diduga itu membuatnya menggigit bibirnya dengan sangat keras hingga berdarah saat dia berbicara.Daffa menatap Shelvin pada saat itu. Di
Bimo memucat, lututnya lemas begitu dia mendengar orang yang berbicara di telepon—itu adalah atasannya.“Ini nomor Brian Weis. Siapa, ya?”Bimo jatuh berlutut hampir seketika, memandang Daffa dengan gugup. Dia tidak dapat terus berdiri saat itu juga. Matanya gemetar begitu hebat hingga hampir copot dari tempatnya.Merasakan kecemasan Bimo, Daffa menyeringai dan menjawab, “Ini Daffa.”Suara di telepon itu langsung berubah menjadi penuh hormat. “Oh! Saya merasa terhormat berbicara dengan Anda, Tuan Halim! Bolehkah saya tahu kenapa Anda menelepon saya?”Senyuman terukir di wajah Daffa, tapi itu hanya karena formalitas dibandingkan untuk menunjukkan kegembiraan yang tulus. Dia berputar badan untuk menatap Bimo dan membentak, “Kurasa kamu dan aku perlu mendiskusikan investasiku ke kepolisianmu.”Keheningan selama dua detik berlalu sebelum Brian terkekeh dengan malu-malu. Ingin menyenangkan Daffa, dia bertanya dengan nada menjilat, “Apakah Anda ingin mendiskusikannya melalui telepon at
Daffa terkekeh, tidak dapat menyembunyikan bahwa dia terhibur. Situasi itu sangat mengherankan hingga tawanya kian membesar setiap detiknya.Bimo mengernyit, berputar badan, dan menatap Daffa. Dia ingin mempertanyakan Daffa, tapi Umar berbicara mendahuluinya.“Apakah kamu sudah kehilangan akalmu, Daffa? Kamu tidak akan pernah menjadi kaya karena kamu adalah seonggok samp*h yang keji! Apa pun yang sudah kamu bayar untuk menyamar dirimu sebagai ‘orang kaya’ ini, uang itu sudah terbuang sia-sia sekarang! Kami tidak memercayaimu sedikit pun!” teriak Umar sekencang mungkin meskipun dia kehabisan napas dan kesakitan.Daffa menatap Shelvin yang mengangkat bahunya dan berkata, “Aku harus menyingkirkan jarum-jarumku. Kalau tidak, dia akan kehilangan suaranya secara permanen. Lagi pula, kita selalu bisa membungkamnya beberapa menit kemudian.Setelah mengangguk, Daffa menoleh ke arah Bimo lagi.Pada tiitk itu, Bimo mengernyit karena dia tidak memahami apa yang disiratkan oleh Umar. Namun, di
Aku tidak membunuh dia karena kurasa kesalahannya tidak membutuhkan hukuman sekeras itu,” kata Daffa yang tangannya diletakkan di balik punggungnya seraya dia berjalan ke arah Umar. Kemudian, dia tersenyum dan menambahkan, “Akan tetapi, terlihat jelas bahwa kamu tidak senang dengan keputusanku.”Umar terbaring di lantai, memejamkan matanya dan akhirnya menyadari bagaimana dia telah mengambil pihak yang salah selama ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa dia salah sedari awal karena telah meragukan Daffa.Meskipun demikian, Umar tidak dapat menahan skeptisismenya terhadap segala hal. Lagi pula, Umar merasa hal-hal berjalan dengan lancar sebelum momen ini. Berbaring di lantai, dia mengendurkan rahangnya yang terkatup dan memandang udara dengan ekspresi kosong.Umar mulai mempertanyakan segala hal di sekitarnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Keheningan mengisi ruangan seraya dia memikirkan kapan hal-hal berbalik melawannya. Saat itulah tatapan Daffa dengan singkat menyap
Tidak peduli setakut apa Bimo, dia tidak berani bergerak dan hanya mengangguk dengan kaku dan patuh.Dengan bibir yang melengkung menjadi senyuman puas, Daffa berkata, “Aku sudah beberapa kali bertukar pikiran dengan salah satu petugas polisimu yang bernama Umar dan aku tidak memiliki pengalaman yang terbaik dengannya. Bukan hanya itu, dia telah memperjelas bahwa dia berpihak pada Grup Ganendra. Meskipun dia gagal memenuhi janjinya, aku masih memastikan kamu tahu setiap tindakan dan rencanaku di Kota Almiron. Bukankah itu benar?”Dengan kening yang basah oleh keringat, dia dengan cepat melirik Umar. Dia lalu kembali fokus pada Daffa dengan senyuman sambil membujuk Daffa. “Tuan Halim yang terhormat, saya rasa ini tidak perlu.”Meletakkan kedua tangannya di sisinya, dia menunjukkan ketulusannya. Dia menghindari tatapan Daffa dan berkata, “Kita bisa menegosiasikan kembali syarat-syarat kolaborasi kita.”Bimo mau tidak mau gemetar ketakutan. Yang dia lihat hanyalah bibir Daffa yang mel
Saat kening Umar basah oleh keringat, dia mendengar tawa yang familier dari lorong. Seketika, dia memasang seringai sombong dan berkata, “Hah! Terima itu, Daffa! Apakah kamu akhirnya menyadari betapa bodohnya kamu? Apakah kamu tahu siapa orang yang tertawa di luar kamar hotelmu?Tatapan angkuhnya mendarat di Daffa selama waktu yang singkat sebelum menghilang sepenuhnya. Tidak lama, dia mengerutkan bibirnya ketakutan ketika dia mendengar jawaban Daffa.“Bosmu. Omong-omong, untunglah kamu senang bertemu dengannya. Kuharap kamu bisa terus bahagia seperti ini.” Dengan begitu, Daffa mengalihkan tatapannya yang tegas ke arah pintu.Demikian pula, Umar terbaring di lantai dan menatap pintu dengan tidak sabar sambil menggumam pelan, “Tunggu saja, Daffa! Kematian akan mendatangimu sebentar lagi!”Tatapan Daffa tiba-tiba melesat ke arah Umar. Meskipun Daffa tidak mengatakan atau melakukan apa-apa, tatapannya sudah cukup untuk membuat rambut di punggung Umar berdiri tegak.Takut, Umar menutu
Dengan pandangan yang gemetar karena rasa takut, Umar berseru, “Sebaiknya kamu pikirkan dengan baik-baik sebelum melakukan apa yang akan kamu lakukan, Daffa Halim! Pikirkan tentang apakah kamu bisa menanggung konsekuensinya!”Daffa menaikkan sebelah alisnya sambil memamerkan giginya yang putih. “Sejujurnya, perkataanmu membuatku terhibur.”Dia lalu mengeluarkan tangannya untuk mencengkeram kerah baju Umar. Akan tetapi, kali ini, dia menarik Umar keluar dari lekukan di tembok dan melempar Umar ke ruang di belakangnya. Hanya permusuhan yang terlihat di matanya yang berbinar pada saat itu. Hal itu terus bertahan hingga Umar mendarat di tanah dengan suara dentuman yang keras.Satu-satunya yang berbeda adalah kali ini Umar tidak berteriak kesakitan. Dia terus terdiam setelah dia terbanting ke lantai.Daffa berputar badan, hidungnya berkerut menjadi cibiran kepada Umar sambil dia berbicara dengan santai, “Oh? Aku terkesan. Kamu masih hidup.”Di lantai, Umar berusaha sebisa mungkin untuk
Daffa menahan napasnya ketika dia melihat kondisi Danar. Mungkin dia keliru sedari awal. Dia seharusnya tidak pernah membiarkan Umar membawa Danar ke sel tahanan. Mungkin dengan begitu, Danar tidak akan terluka separah ini.Tenggelam dalam rasa bersalah, Daffa membenci dirinya sendiri karena telah memercayai Umar dan tidak melakukan apa-apa terhadap kekerasan Umar terhadap Danar. Semua itu memicu kemarahan yang lain dalam diri Daffa.Maka, ketika Umar menunjuk ke arah Erin dengan tidak sopan, Daffa tidak ragu-ragu untuk menembakkan kekuatan jiwanya ke arah Umar. Meskipun demikian, dia tidak mengerahkan banyak kekuatan jiwa karena dia tidak ingin memberikan Umar kematian secepat itu.Umar tidak yakin tentang apa yang telah terjadi, tapi dia merasakan angin kencang mengenai tubuhnya, membuatnya memuntahkan darah. Pada saat yang sama, benturan itu membuat tubuhnya melayang jauh.Dia bisa merasakan angin itu bertiup mengenai kulitnya dengan sangat kasar hingga angin itu menyayat seluru