“Korporasi Sandya sedang diselidiki karena penghindaran pajak sebesar lebih dari 2,25 triliun rupiah.”Wajah Heru memucat membaca tulisan di saluran TV itu. Matanya membelalak terkejut menonton beritanya.Penghindaran pajak!Karena itulah bank dan perusahaan pembiayaan tiba-tiba memintanya untuk membayar kembali pinjamannya dalam waktu 24 jam!“Kamu benar-benar tidak kompeten, Tuan Heru,” kata orang penting itu, nada bicaranya terdengar tidak senang.“Saya bisa menjelaskannya!” kata Heru dengan panik, tapi orang itu memotongnya.“Senang berbisnis denganmu, Tuan Heru. Sayangnya, kesepakatan kita sekarang batal,” ungkap orang penting itu dengan mantap sebelum mematikan teleponnya dengan tiba-tiba.Heru menatap ponselnya tidak percaya. Dia menelepon nomor orang penting itu di menit selanjutnya. Teleponnya hanya berdering dua kali sebelum sambungannya terputus. Kedua kalinya dia menelepon nomor tersebut, teleponnya tidak tersambung sama sekali. Orang bodoh pun tahu kalau dia telah d
[West Atlantics Int’l]Mata Daffa berbinar ketika dia mendengar jawaban Heru.Grup Emas!Daffa tidak pernah menyangka bahwa dalang di balik semuanya adalah kepala dari Grup Emas.“Begitu,” jawab Daffa dengan tenang walaupun dia merasa terkejut.“Saya sudah memberi tahu apa yang Anda inginkan. Tolong penuhi janji Anda,” kata Heru sambil menggertakkan giginya di ujung telepon.“Tenanglah. Aku akan memenuhi kesepakatannya,” jawab Daffa sambil tersenyum sebelum mematikan teleponnya.Setelah memutuskan teleponnya, Daffa menautkan jemarinya, menyandarkan dagunya di jemarinya dan tenggelam dalam pikirannya.Grup Emas adalah grup bisnis terbesar ketiga di kota itu dengan kekayaan bersih sebesar belasan triliun rupiah. Tentunya, Konsorsium Halim bisa dengan mudah menghancurkan mereka, tapi Daffa tidak mempertimbangkan pilihan itu.Grup Emas menargetkan West Atlantics Int’l, bukan Konsorsium Halim. Karena itu, dia akan melawan Grup Emas menggunakan kekuatan West Atlantics Int’l sendiri,
Beberapa hari selanjutnya berjalan begitu saja bagi Daffa. Dia kembali ke rumah besar Halim hari itu, menyampaikan inti dari apa yang telah terjadi pada Bram, tapi tidak menyampaikan rinciannya. Dia lalu beristirahat seperti yang dia butuhkan.Dia sangat luar biasa sibuk karena pertemuannya dengan Tara Wiguna, pembunuhan yang merenggut nyawa pengawal Tara, kecelakaan dengan pria tua itu, dan penyerangan terhadap West Atlantics Int’l terjadi dalam kurun waktu kurang dari 48 jam. Daffa bukanlah mesin, jadi normal saja baginya untuk merasa sangat kelelahan setelah menghadapi semua kekacauan itu.Karena kakeknya tidak akan kembali sampai dua minggu kemudian, Daffa merasa bahwa dia tidak perlu menunggu kedatangan kakeknya, terutama dengan jadwalnya yang padat. Karena itu, dia berinisiatif untuk meninggalkan rumah besar Halim. Dia berjanji untuk kembali ke rumah besar ketika kakeknya kembali dari perjalanan bisnisnya.Daffa lalu meninggalkan rumah besar Halim dan kembali ke kediamannya di
Daffa menatap wanita cantik yang berdiri di hadapannya dan dengan cepat menutupi ekspresi terkejutnya yang terpampang di wajahnya. Walau hanya beberapa detik, Jihan Winata menyadari reaksi terkejutnya dan merasa senang melihatnya. Momen yang singkat itu sudah cukup baginya untuk mengetahui bahwa Daffa terkejut oleh identitasnya. Itu berarti Daffa mengetahui siapa dia.“Apakah kamu tidak akan menawarkan tempat duduk padaku, Daffa?” tanya Jihan bercanda.Perkataannya menyadarkan Daffa dari lamunannya dan dia menawarkannya tempat duduk sebelum kembali duduk.Daffa menatap Jihan tanpa ekspresi, tapi pikirannya kacau pada saat itu. Dia tidak tahu kenapa Jihan Winata, wanita tercantik peringkat kedua di Universitas Praharsa menghampirinya.Daffa benar-benar miskin beberapa bulan yang lalu, jadi walaupun dia sering mendengar cerita dan gosip mengenai sepuluh wanita tercantik di kampus, dia tidak pernah memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka.Baru ketika dia mengetahui ident
“Maaf?” tanya Jihan dengan suara tanpa emosi, tapi Daffa tahu bahwa dia saat itu merasa jengkel.“Kamu mendengarnya, dasar jalang!” jawab pria muda itu dengan kasar. Perasaannya sudah buruk sejak rencananya untuk meniduri seorang wanita yang dia sukai gagal dan dia sudah mencari sesuatu untuk melampiaskan amarahnya. Karena itu, dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang turun dari Langit itu.Daffa mengerutkan dahinya mendengar pilihan kata-kata pria itu dan memperhatikan pria itu dengan lebih baik. Daffa sekarang adalah ahli bela diri yang telah bangkit, jadi itu berarti kekuatan pikirannya sekarang di atas orang-orang biasa. Maka dari itu, dia dengan mudah mengingat pria muda itu adalah pria yang sedang berdebat dengan seorang wanita sekitar satu jam yang lalu. Dia bisa mengetahuinya karena suaranya sangat familier.Jika Jihan Winata baru merasa jengkel sebelumnya, kali ini dia benar-benar marah.Jalang?Sudah lama sekali sejak seseorang beraninya menggunakan kata hina itu un
Jihan menaikkan alisnya mendengar pernyataan Jonathan. Matanya terlihat sedikit keheranan di tengah-tengah amarah dan kebencian yang awalnya dia rasakan terhadap pria muda itu.Pratama?Jika yang dikatakan pria itu dengan benar, maka dia merupakan bagian dari keluarga Pratama.Jihan hampir tertawa pada saat itu. Jika orang lain berada di situasinya, mereka akan gemetar ketakutan ketika Jonathan menyebutkan keluarga Pratama, tapi hal yang sama tidak berlaku padanya.Ini disebabkan karena keluarga yang disebut Pratama itu bukan apa-apa selain pelayan rendahan dibandingkan latar belakangnya!Jonathan salah tangkap bahwa alis Jihan yang meninggi adalah karena dia takut terhadap keluarga Pratama dan makin berani dengan ancamannya.“Itu benar!” teriak Jonathan.“Bukankah barusan kamu bersenang-senang dengan menamparku? Aku akan menelepon ayahku sekarang untuk memberimu pelajaran!”Dia lalu mengeluarkan ponselnya dengan murka dan menelepon seseorang. Kurang dari dua menit kemudian, di
Perasaan yang tidak mengenakkan menyelimuti Surya Pratama ketika Jihan meletakkan ponselnya ke telinganya, tapi dia tetap terdiam. Menurut perkiraannya, Jihan hanya sedang menggertak dan tidak akan bisa melakukan apa pun padanya.Nomor yang ditelepon Jihan hanya berdering sekali sebelum teleponnya tersambung.“Halo, Nona Winata,” suara bariton penuh kehormatan dan kesopanan menjawab dari ujung telepon.“Halo, Zian,” jawab Jihan dengan nada ceria.Ketika Zian mendengar nada cerita Jihan, dia langsung tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Dari pengalamannya menangani Jihan, dia menyimpulkan bahwa ada orang yang tidak beruntung yang telah membuatnya tersinggung dan dia ingin membuatnya merasakan akibatnya. Bagaimanapun itu, dia tetap terdiam seperti biasanya dan berpura-pura bahwa tidak ada yang salah.“Apakah ada masalah, Nona Winata?” tanya Zian dengan sopan.“Apakah kamu tahu apakah kita bermitra dengan perusahaan atau bisnis apa pun dari keluarga Pratama?” tanya Jihan dengan cerita
Daffa dan Jihan tentunya tidak mengetahui bahwa Jonathan sedang merencanakan pembalasan dendamnya pada saat itu dan berbincang ringan seraya mereka berjalan. Mereka tidak peduli tentang apa yang bisa disebut pertengkaran remeh dengan orang yang sama remehnya.Jihan bisa melihat bahwa Daffa sudah tidak lagi berminat untuk melanjutkan percakapan dengannya, jadi dia memutuskan untuk membiarkannya sendirian, tapi tidak sebelum bertukar kontak ponsel dengannya. Daffa sedikit enggan untuk bertukar nomor dengannya pada awalnya, tapi setelah melihat bahwa dia telah membuat keluarga Pratama berlutut hanya dengan satu kali telepon, dia memutuskan untuk menerima nomornya.Dia bisa melihat bahwa dari telepon singkat yang dia lakukan, dia menunjukkan sehebat apa latar belakangnya. Tidak ada salahnya jika mengenal seseorang yang memiliki latar belakang sekuat itu.Daffa lalu menemaninya ke pintu keluar hotel dan melambaikan tangannya padanya sebelum kembali memasuki hotel. Walaupun kehadirannya s
Aku tidak membunuh dia karena kurasa kesalahannya tidak membutuhkan hukuman sekeras itu,” kata Daffa yang tangannya diletakkan di balik punggungnya seraya dia berjalan ke arah Umar. Kemudian, dia tersenyum dan menambahkan, “Akan tetapi, terlihat jelas bahwa kamu tidak senang dengan keputusanku.”Umar terbaring di lantai, memejamkan matanya dan akhirnya menyadari bagaimana dia telah mengambil pihak yang salah selama ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa dia salah sedari awal karena telah meragukan Daffa.Meskipun demikian, Umar tidak dapat menahan skeptisismenya terhadap segala hal. Lagi pula, Umar merasa hal-hal berjalan dengan lancar sebelum momen ini. Berbaring di lantai, dia mengendurkan rahangnya yang terkatup dan memandang udara dengan ekspresi kosong.Umar mulai mempertanyakan segala hal di sekitarnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Keheningan mengisi ruangan seraya dia memikirkan kapan hal-hal berbalik melawannya. Saat itulah tatapan Daffa dengan singkat menyap
Tidak peduli setakut apa Bimo, dia tidak berani bergerak dan hanya mengangguk dengan kaku dan patuh.Dengan bibir yang melengkung menjadi senyuman puas, Daffa berkata, “Aku sudah beberapa kali bertukar pikiran dengan salah satu petugas polisimu yang bernama Umar dan aku tidak memiliki pengalaman yang terbaik dengannya. Bukan hanya itu, dia telah memperjelas bahwa dia berpihak pada Grup Ganendra. Meskipun dia gagal memenuhi janjinya, aku masih memastikan kamu tahu setiap tindakan dan rencanaku di Kota Almiron. Bukankah itu benar?”Dengan kening yang basah oleh keringat, dia dengan cepat melirik Umar. Dia lalu kembali fokus pada Daffa dengan senyuman sambil membujuk Daffa. “Tuan Halim yang terhormat, saya rasa ini tidak perlu.”Meletakkan kedua tangannya di sisinya, dia menunjukkan ketulusannya. Dia menghindari tatapan Daffa dan berkata, “Kita bisa menegosiasikan kembali syarat-syarat kolaborasi kita.”Bimo mau tidak mau gemetar ketakutan. Yang dia lihat hanyalah bibir Daffa yang mel
Saat kening Umar basah oleh keringat, dia mendengar tawa yang familier dari lorong. Seketika, dia memasang seringai sombong dan berkata, “Hah! Terima itu, Daffa! Apakah kamu akhirnya menyadari betapa bodohnya kamu? Apakah kamu tahu siapa orang yang tertawa di luar kamar hotelmu?Tatapan angkuhnya mendarat di Daffa selama waktu yang singkat sebelum menghilang sepenuhnya. Tidak lama, dia mengerutkan bibirnya ketakutan ketika dia mendengar jawaban Daffa.“Bosmu. Omong-omong, untunglah kamu senang bertemu dengannya. Kuharap kamu bisa terus bahagia seperti ini.” Dengan begitu, Daffa mengalihkan tatapannya yang tegas ke arah pintu.Demikian pula, Umar terbaring di lantai dan menatap pintu dengan tidak sabar sambil menggumam pelan, “Tunggu saja, Daffa! Kematian akan mendatangimu sebentar lagi!”Tatapan Daffa tiba-tiba melesat ke arah Umar. Meskipun Daffa tidak mengatakan atau melakukan apa-apa, tatapannya sudah cukup untuk membuat rambut di punggung Umar berdiri tegak.Takut, Umar menutu
Dengan pandangan yang gemetar karena rasa takut, Umar berseru, “Sebaiknya kamu pikirkan dengan baik-baik sebelum melakukan apa yang akan kamu lakukan, Daffa Halim! Pikirkan tentang apakah kamu bisa menanggung konsekuensinya!”Daffa menaikkan sebelah alisnya sambil memamerkan giginya yang putih. “Sejujurnya, perkataanmu membuatku terhibur.”Dia lalu mengeluarkan tangannya untuk mencengkeram kerah baju Umar. Akan tetapi, kali ini, dia menarik Umar keluar dari lekukan di tembok dan melempar Umar ke ruang di belakangnya. Hanya permusuhan yang terlihat di matanya yang berbinar pada saat itu. Hal itu terus bertahan hingga Umar mendarat di tanah dengan suara dentuman yang keras.Satu-satunya yang berbeda adalah kali ini Umar tidak berteriak kesakitan. Dia terus terdiam setelah dia terbanting ke lantai.Daffa berputar badan, hidungnya berkerut menjadi cibiran kepada Umar sambil dia berbicara dengan santai, “Oh? Aku terkesan. Kamu masih hidup.”Di lantai, Umar berusaha sebisa mungkin untuk
Daffa menahan napasnya ketika dia melihat kondisi Danar. Mungkin dia keliru sedari awal. Dia seharusnya tidak pernah membiarkan Umar membawa Danar ke sel tahanan. Mungkin dengan begitu, Danar tidak akan terluka separah ini.Tenggelam dalam rasa bersalah, Daffa membenci dirinya sendiri karena telah memercayai Umar dan tidak melakukan apa-apa terhadap kekerasan Umar terhadap Danar. Semua itu memicu kemarahan yang lain dalam diri Daffa.Maka, ketika Umar menunjuk ke arah Erin dengan tidak sopan, Daffa tidak ragu-ragu untuk menembakkan kekuatan jiwanya ke arah Umar. Meskipun demikian, dia tidak mengerahkan banyak kekuatan jiwa karena dia tidak ingin memberikan Umar kematian secepat itu.Umar tidak yakin tentang apa yang telah terjadi, tapi dia merasakan angin kencang mengenai tubuhnya, membuatnya memuntahkan darah. Pada saat yang sama, benturan itu membuat tubuhnya melayang jauh.Dia bisa merasakan angin itu bertiup mengenai kulitnya dengan sangat kasar hingga angin itu menyayat seluru
Daffa bersandar ke kursi sambil mengetukkan buku-buku jarinya ke meja. Dia sedang larut dalam pikirannya, bertanya-tanya apakah ada hal lain yang perlu dia urus setelah kembali ke Kota Aswar.Namun, pikiran itu tidak lama berhenti ketika Erin kembali ke ruangan dengan dua sosok di belakangnya. Daffa sudah tahu dari langkah kaki kedua orang itu bahwa yang pertama adalah pria yang datang menghampiri dengan tenang dan yang kedua adalah seseorang yang ragu-ragu. Mengernyit, Daffa seketika berdiri.Seperti Daffa, raut wajah Shelvin langsung menjadi dingin saat dia melihat ke arah pintu dan bertanya dengan suara rendah, “Apa yang terjadi, Tuan?”Daffa memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Dia lalu berjalan ke arah pintu, wajahnya berubah menjadi dingin yang mematikan saat dia berbicara. “Selama ketidakhadiranmu, aku mendapatkan bawahan baru bernama Danar. Namun, dia melakukan banyak hal-hal keji atas nama Keluarga Bakti dulu. Dia ditahan oleh polisi, tapi seorang petugas polisi bernam
Shelvin dengan terus terang mengungkap, “Aku menemukan ingatan Yarlin tentang tempat latihan dengan praktik-praktik kejam. Pasukan negara-negara Timur telah melarang kelompok yang memulai tempat latihan itu. Kelompok itu ingin mencapai keabadian, jadi mereka mencoba menyerap jiwa-jiwa orang lain untuk memperpanjang hidup mereka. Semua usaha mereka yang besar untuk mengembangkan obat? Itu semua demi alasan yang tidak masuk akal ini. Mereka melakukan banyak hal-hal tidak etis dan ilegal, tapi di suatu titik, mereka semua terekspos. Banyak orang marah pada mereka meskipun mereka memiliki banyak kedudukan sosial dan kekuatan yang sangat besar. Kelompok itu tidak bisa bertahan melawan reaksi orang-orang, jadi eksperimen mereka gagal. Kelompok itu mendapatkan hukuman mati, tapi mereka licik dan berbicara manis pada pasukan di negara itu untuk membebaskan mereka. Pada akhirnya, mereka hanya dideportasi. Karena ini terjadi lama sekali ketika orang-orang tidak menyimpan catatan tertulis, pasuka
Tatapan Shelvin menyapu melewati Erin sebelum mendarat pada Daffa saat dia berkata, “Hanya saja, aku merasakan abnormalitas pada nona itu ketika dia tiba sebelumnya. Karena itu, aku menelusuri kembali ingatanku dan ingatan Yarlin untuk membandingkannya.”Alis Erin menyatu menjadi kerutan dalam, tapi dia menahan dirinya untuk tidak berkomentar karena dia tahu Daffa sedang fokus sepenuhnya pada percakapan itu.Meskipun Shelvin melihat sikap kedua orang itu yang berbeda, Shelvin melanjutkan, “Aku menemukan bahwa orang-orang mengerikan dari Timur itu—orang-orang busuk yang menyerang Yarlin—telah mengembangkan obat ini sejak bertahun-tahun yang lalu.”Daffa mengangguk. “Iya, aku tahu itu.”Dengan raut wajah yang berubah menjadi ekspresi yang rumit tapi sedikit senang, Shelvin menjawab, “Iya, tapi yang ingin kuberi tahu padamu adalah bahwa orang-orang itu belum berhasil.”“Itu mungkin saja,” kata Daffa dan dia mengangguk setelah jeda yang panjang. Dia berpikir meskipun tokoh-tokoh menge
Meskipun hal itu mustahil, Erin melakukannya.Tatapan Daffa menajam pada Erin. Daffa tahu kecerobohannya telah membuat Erin berada dalam kondisinya saat ini dan Daffa menyalahkan dirinya sendiri karena hal itu. Mata menyipit dengan penuh tekad, Daffa menembakkan kekuatan jiwanya ke depan.Pada saat itu, kekuatan jiwa abu-abu Erin sudah setengah jalan keluar dari tubuhnya, tapi memberontak sekeras mungkin untuk tetap berada di dalam tubuh Erin.Daffa tidak pernah melihat situasi seperti itu sebelumnya, jadi dia menatap ke bawah ke lengannya dan memanggil, “P ….”Seperti jarum jam, Teivel muncul sebelum Daffa bisa selesai mengatakan “Pak.” Teivel melirik gas itu sambil tersenyum. Sosoknya kemudian berpindah ke belakang Daffa untuk berkata, “Itu hanyalah seberkas kekuatan jiwa biasa. Satu-satunya alasan ia menahan seranganmu adalah karena pemiliknya menggabungkan darahnya ke dalamnya.”Serentak, dia melambaikan lengannya ke meja di depan, membuat gelas Daffa di atas meja melayang di