Caka memejamkan mata, dan wajah Zava muncul dalam benaknya. Ia langsung membuka matanya kembali. Menggeleng untuk bisa melenyapkan bayangan itu. Setelahnya ia pun keluar dari mobil. Mac yang duduk di depan kap mobil langsung menegakkan tubuh. Arjun dan Nardo menghampiri. "Ini adalah tempat kami, karena kau sudah mencari masalah dengan Tuan Muda Arjun maka kau harus menerima konsekuensinya!" ujar Nardo. "Bukankah kalian mengajak kami ke sini untuk menjalankan prosedurnya. Katakan saja, tak perlu bertele-tele. Waktu tuanku sangat berharga!" sahut Mac acuh tak acuh. "Mac!" tegur Caka membuat Mac bungkam. Tapi memasang wajah masam. "Nardo, katakan saja prosedurnya. Jangan banyak mulut!" Arjun juga harus menegur Nardo. "Oke!" ia menatap Caka dengan tatapan meremehkan. "Prosedurnya kau harus bisa mengalahkan Arjun di lintasan. Kalian akan melakukannya dalam 5 putaran. Jika kau bisa mengalahkan Arjun mungkin kami akan melepaskanmu. Tapi jika kau kalah ... kau harus mengab
Arjun menoleh Caka yang tatapan meremehkan. Dalam tatapannya seolah berkata, "Bersiaplah, aku akan membuatmu menjadi pecundang!"sementara cakap masih terlihat sangat tenang, yang membalas tatapan Arjun dengan senyum penuh arti. Keduanya sudah memanaskan mesin mobil dan siap, salah satu teman Arjun memberi aba-aba dan keduanya pun melesat. Mobil Arjun berada di depan, ketika Caka hendak mendahului, Arjun mencoba menghalangi. Begitu seterusnya hingga satu putaran. "Orang asing itu tidak akan menang melawan Arjun, dan sebentar lagi ... kita akan mendapatkan mangsa empuk!" ujar Nardo dengan senyum sinis. Semua gadis menyemangati Arjun, tentu saja. Mereka juga tidak mengenal pemuda bernama Cakara itu!Hanya ada Mac yang mendukung Caka. Di putaran kedua, Caka sempat mendahului Arjun untuk beberapa menit. Di saat itu, kedua mata Caka mendelik saat tiba-tiba saja di depannya muncul pembatas besok dari bawah. Itu adalah pembatas yang bisa digunakan untuk menghentikan sebuah laju mobil d
"Sial! Kenapa dia bisa secepat itu?" umpat Arjun yang kemudian menambah kecepatan. Saat ini mereka sudah di putaran yang keempat, Caka tak tahu jebakan apalagi yang akan datang. Tapi tentu saja ia sudah siap. Benar saja, di tengah lintasan muncul semburan cairan hitam yang sepertinya adalah oli. Cairan hitam itu membasahi sebagian lintasan, siapa pun yang melewatinya pasti akan tergelinjir dan sulit untuk mengendalikannya laju mobil dengan baik. Caka tahu ia tak bisa menghindari ini, karena jika ia melaju di luar lintasan sudah pasti akan dinyatakan kalah. Dan tentu saja Arjun sudah memiliki trik untuk melewati cairan oli Itu karena sudah terbiasa. Caka berusaha keras saat melalui cairan oli itu, mobilnya sempat tergelincir namun ia berhasil mengendalikan dengan sangat baik hingga mampu melewati jebakan itu.Sekali lagi semua yang menyaksikan dibuat terbengong, sepertinya Caka menilik banyak ide dan cara untuk bisa menghindari jebakan dengan sempurna. Ini sungguh sulit untuk dipe
"Tuan!" Suara lirih Zava terngiang di telinga, dan entah mengapa hal itu membuat dadanya terasa sesak. "Lepaskan tangan kalian!" pinta Caka pada para gadis itu. "Tuan Caka!" "Lepaskan!" hardiinya dengan nada tinggi. Seketika tangan para gadis itu pun menjauh darinya. Caka tak berniat kasar pada mereka, hanya saja ia memang tak terbiasa dikerumuni banyak gadis. "Maaf, tuanku ini memang tak terlalu suka dikerumuni banyak gadis. Jadi mohon kalian mengerti!" ujar Mac memberi penjelasan. "Aku sudah punya istri!" justru itu jawaban Caka. Ucapan itu membuat semua gadis terbengong, rupanya Caka sudah menikah? Tapi apa yang salah dengan hal itu, sudah menikah bukan berarti tak boleh main-main di luar kan? "Tuan Caka, kami tidak keberatan akan hal itu!" sahut salah satu gadis. "Itu benar sekali!" timpal gadis lainnya. "Tuan Caka, jangan mematahkan hati mereka. Mereka hanya ingin membuatmu senang saja!" ujar Arjun. "Aku memang sudah punya istri!" jawabnya tegas. "Dan aku ma
"Jadi aku harus bisa memasuki Akademi Gracille jika ingin bertemu dengan King Master?" "Iya. Tapi kenapa sepertinya Kak Caka sangat ingin bertemu dengan King Master?" "Aku memang harus menemuinya. Dan alasannya tak harus kuberitahu padamu kan?" "Tapi seperti yang kukatakan tidak mudah untuk bisa bertemu dengan King Master! Kota La Gracille tak sederhana itu!" "Tapi ... isu yang kudengar King Master berada di Pagoda Avaloysvara, kenapa menjadi di La Gracille?" Arjun mengembangkan senyum simpul. "Itu hanyalah isu disebarkan untuk mengalihkan perhatian dunia!" "Pengalihan?" "Kita tak bisa memungkiri, karena kehebatannya banyak pihak yang juga ingin menghabisi King Master. Jadi mereka sengaja membuat isu pengalihan itu. Dulu, memang King Master sempat tinggal di sana untuk beberapa waktu. Tapi sekarang lebih suka menghabiskan waktu di Akademi Gracille!" Caka mengangguk pelan. Ia bisa mengerti kenapa King Master akhirnya memutuskan untuk tak tinggal lagi di Pagoda Avaloysv
Caka masih menatap gadis di depannya, gadis cantik itu mengajaknya untuk adu kekuatan. Ia datang ke Yuslovya untuk bisa bertemu dengan king master tapi rasanya kenapa banyak sekali yang ingin mencari masalah dengannya. Ia sungguh tak ingin memiliki masalah dengan gadis itu. Atau dengan siapa pun di kota itu. "Maaf Nona, kita tidak saling kenal dan aku sama sekali tidak ingin mencari masalah dengan siapa pun!" jawab Caka dengan tenang. Gadis itu menyimpulkan senyum miring yang mengolok. "Kenapa, kau takut? Sepertinya kau memang seorang pecundang!" Caka menyempitkan mata menatap gadis di depannya. "Aku hanya tidak ingin berurusan dengan orang yang tidak penting karena itu hanya buang-buang waktu!" Sekarang gadis itu mendelik mendengar ucapan Caka. "Apa katamu? Tidak penting! Apa kau tahu siapa aku? Aku ada putri dari keluarga Hiroshi, salah satu keluarga paling berpengaruh di kota Deesvault!" "Bukankah Putra Mahkota kota Deesvault adalah Arjun?" "Itu benar dan aku Putri M
Alvin melotot melihat Ryuka berlari ke arah Caka dengan panik. Kenapa Ryuka membantu Cakara? Bukankah tadi ia sangat ingin menantang Cakara berduel? Biasanya Ryuka memang tak terlalu suka pada orang baru di Deesvault. Ia pasti akan mencari gara-gara dengan orang, menantangnya berduel lalu memaksanya keluar dari kota Deesvault. Tapi kali ini Alvin melihat ada yang berbeda. "Caka, kau tidak apa-apa?" tanya Ryuka membantunya berdiri. Caka juga sangat terkejut dengan reaksi gadis itu. Beberapa saat lalu gadis itu menyerangnya seperti inyin menghabisinya. Tapi kenapa sekarang justru menolongnya? "Tuan Muda, kau tak apa-apa?" tanya Mac menghampiri. Caka menyeka darah dari mulutnya, memegangi dada dan mengambil nafas perlahan. "Aku baik-baik saja! Uhuk!" sekali lagi seteguk darah keluar dari mulutnya, tubuhnya juga limbung. Untung Mac langsung menangkapnya. "Dia terkena luka dalam, harus segera diobati. Kita bawa ke rumahku!" ajak Ryuka. Caka dan Mac terpaku. Menatap gad
"Kau ini bicara apa? Kita selalu bersama-sama, kau juga harus mendaftar!" bujuk si pemuda yang mengenakan jaket biru. "Percuma, tidak akan berhasil. Lagipula hanya akan ada dua murid yang diterima menjadi murid langsung King Master di pembukaan murid kali ini." "Kau ini payah sekali, sudah menyerah duluan!" cibir temannya. Mac langsung kembali ke Vila, ia tak bisa meninggalkan tuannya terlalu lama. Sesampainya di vila, Mac menghentikan langkah mendapati Arjun duduk di kursi di depan villa. "Tuan Muda Arjun!" "Aku dengar Caka berduel dengan Ryuka lalu dia terluka, apakah itu benar?" tanya Arjun yang langsung bangkit berdiri. Mac mengangguk. "Bukan Nona Ryuka yang melukai Tuan Muda tapi Alvin yang menyerangnya ketika Tuan Muda sedang tidak siap!" "Apakah dia terluka parah?" "Jangan khawatir, dokter Ziyan sudah menanganinya!" "Dokter Ziyan?" "Nona Ryuka yang meminjamkannya untuk mengobati Tuan Muda!" "Aku boleh melihatnya kan?" Mac mengangguk. Keduanya pun m
"Caka, kenapa kau di sini?" tanya Lea dengan nada gemetar. "Aku ingin bicara denganmu!" Jawaban Caka sangat tenang dan dingin. "Kita ... bisa bicara di rumah." "Tapi aku ingin di sini!" Lea menelan ludah, entah mengapa ia meluhat sepupu iparnya itu tampak berbeda hari ini. Pemuda itu duduk di deoan kap mobil depannya, dan tak ada tongkat yang tampak ia gunakan. "Caka_" ucapan Lea terputu. saat Caka menarik diri hingga berdiri di atas kakinya dengan tegap. "C-Caka, kau ... kau bisa berjalan?" Caka menyimpulkan senyum kecut, "Aku bahkan bisa berlari ke hadapanmu dengan kilat!" Lea memundurkan diri, ia memiliki firasat tak baik itu sebabnya mencoba mancari jalan untuk melarikan diri. Sayangnya dari belakangnya, muncul Mac dengan ekspresi dingin. "Sebelum kita selesai bicara, aku tak akan membiarkanmu pergi!" ujar Caka menyeringai. "A-apa yang ingin-kau bicarakan?" "Katakan padaku, berapa kali kau memukul istriku?" Kedua mata Lea melebar seketika, rupanya gadis kampung i
"Untuk apa, Tuan?" "Aku suamimu, jadi aku berhak melihat seluruh tubuhmu tak terkecuali. Kau ingin membantah?" Zava menggeleng, ia pun menjulurkan kaki kirinya. Tak ada apa pun di sana. "Kaki yang satunya!" pinta Caka. Zava menelan ludah, dengan menggigit bibir ia pun menjukurkan kaki kanannya di sebelah sang suami. Caka menatap gelang kaki itu, ia memungkut kaki sang istri yang memakai gelang sedikit tinggi agar bisa mengamati gelang itu dengan jelas. Gelang itu terbuat dari titanium, itu berbentuk seperti gelang oada umumnya. Tapi melekat erat pada kulit Zava hingga meninggalkan bekas kemerahan di sekitar area gelang. Itu bukan karena sudah kekecilan, tapi sepertinya memang dibuat seperti itu. Caka memejamkan mata, meletakan telapak tangannya di atas gelang itu. Mengeluarkan sedikit energi untuk memeriksa. Rupanya di dalam gelang itu ada semacam energi yang digunakan untuk membelenggu. Gelang itu dibuat menempel pada kaki agar terhubung langsung dengan pembuluh da
Caka menatap wajah istrinya yang merona, wajah tanpa make up itu tampak segar dengan bibir kemerahan. Sebagai laki-laki normal, ia tentu tak bisa menolak pesona yang wanita muda itu tawarkan. Perlahan ia mendekatkan wajah, menutupkan bibirnya ke bibir sang istri. Zava memang terkejut, namun ia tak menolak. Ia terkejut karena selama ini pria yang sudah menjadi suaminya itu selalu dingin padanya. Bahkan terkesan membencinya. Ia tak pernah berfikir jika pria itu akan melakukan hal mesra kepadanya. Tapi malam ini ... pria itu menciummya. Antara ada rasa senang dan takut bercampur menjadi satu. Namun ia hanya melayani apa yang suaminya inginkan. Caka sedikit terkejut dengan respon wanita itu yang membalas ciumannya, memang Zava masih amatiran. Ciumannya masih sangat lugu, namun itu berhasil membuat Caka hilang kendali. Ia mulai melepaskan pakaian wanita itu satu persatu. Membalikan posisi mereka hingga Zava berada di bawahnya. Caka menatap wajah sang istri yang tampak s
Permasalahan di Akademi akhirnya selesai. Caka bisa bernafas dengan lega sekarang. Ia berhasil membersihkan namanya, bahkan mendapatkan pil dewa dan pusaka milik King Master. Ia mempelajari kitab 9 Matahari, ajaibnya ia hanya butuh beberapa hari mempelajari kitab itu. Padahal orang normal membutuhkan waktu hingg. berbulan-bulan. Bahkan ada yang sampai bertahun-tahun, tapi ia hanya butuh waktu hitungan hari. Ia pun mengembalikan kitab itu pada King Master sebelum pulang ke Nollyvia. "Kau yakin tak ingin membawa kitab ini?" tanya King Master meyakinkan. "Terima kasih, King Master. Saya sudah mempelajarinya, dan itu sudah cukup!" King Master menyimpulkan senyum. "Kau memang sangat spesial, baiklah. Aku akan menyimpan kitab ini sampai suatu saat ada orang yang juga pantas mendapatkannya." Ia menerima kembali kitab itu. "Saya juga sekalian pamit, sudah saatnya saya kembali ke Nollyvia!" "Kau akan kembali ke Nollyvia?" "Banyak hal yang tak bisa saya tinggalkan terlal
"Siapa kau?" pertanyaan Caka mengehntikan gerakannya. Pria itu menoleh, hanya beberapa detik karena setelah itu ia tetap menganbil kitab yang ada di dalam kotak. Kemudian pria itu pun melarikan diri, Caka segera mengejarnya. Meraih pundak pria itu lalu membalik tubuhnya, sang pria yang mengenakan pakaian serba hitam itu pun langsung menyerangnya. Mereka harus baku hantam. Di sela pertarungan Cakara mencoba untuk merebut kitab yang ada di salah satu tangan pria itu. Namun rupanya pria itu sangat tangguh, ilmu bela dirinya di atas yang dimiliki oleh Caka. Bahkan Caka terkena serangan beberapa kali, tubuhnya sempat terpental dan membentur dinding. Tapi ia tidak akan membiarkan orang itu berhasil membawa kitab 9 Matahari. Caka bangkit lalu kembali mengejar pria itu keluar ruangan. Ia mengikutinya menapai lorong sempit, menuju ke pintu keluar yang lain. Caka mengejarnya hingga keluar dari pagoda. Di luar justru ia semakin bebas menyerang pria itu. Pukulan dan tendangan mewarn
Kay meninggalkan ruangan itu dan langsung mencari Guru Yu. "Kaley, jadi sekarang dia mengincar kitab 9 Matahari?" "Benar, Guru." "Kurang ajar! jadi dia sengaja datang ke akademi hanya untuk mencuri!" "Kita harus menangkap mereka!" "Kita tangkap mereka saat hendak mencuri kitab itu, kau awasi terus saja. Kapan mereka akan beraksi!" Sementara di kamarya. "Apa kau yakin jika Kay itu adalah mata-mata para master?" tanya Toru. "Guru Yu yang membawanya secara tiba-tiba, padahal sudah jelas sejak King Master sakit, akademi sudah tidak menerima murid baru lagi!" sahut Kaley. "Tapi kenapa kita harus sengaja memancing mereka, bagaimana jika kita gagal mencuri kitab 9 Matahari dan kita lalu tertangkap. Kita akan mendapatkan hukuman yang berat!" "Aku memiliki rencana, kita memang akan menjadi umpan untuk mengalihkan perhatian mereka. Sementara, akan ada orang lain yang mengambil kitab itu!" Efran dan Toru saling pandang lalu kembali menatap Kaley. "Keluargamu?" "Misi kali
"Menyamar?" seru semua orang. Caka mengangguk. Hanya dengan menyamar ia bisa bergerak leluasa di area Akademi. "Ide itu tidak buruk, tapi bagaimana kau akan mengungkap pelaku yang sesungguhnya?" sahut Yu Long. "Kita lihat saja nanti!" Akhirnya guru Yu mmebawa Caka kembali ke Akademi, dan kali ini ia akan menginap di asrama. Biarkan Mac sementara berada di rumah Arjun. Guru Yu mengenalkan Caka yang saat ini mengenakan kaca mata tebal, tahi lalat di bawah mata dan kumis tipis itu sebagai Kay. Kay mulai menjalani aktifitas seperti murid lainnya. Ia sengaja menjadi murid yang pendiam dan jarang berbaur. Saat diam ia bisa mengamati semuanya. Saat melewati paviliun belakang, samar Kay mendengar sebuah suara. Jadi ia pun bersembunyi di belakang pilar besar. "Jangan khawatir, Ayah. Sebentar lagi aku akan mendapatkan kita 9 Matahari. Dengan kitan itu, kita bisa meramu pil dewa sendiri!" Kay sangat terperangah, sepertinya orang itu sedang berkomunikasi melalui handphone.
Leo menatap Caka dengan tak percaya, ia snagat terkejut akan hal itu. Kabar burung yang ia tahu pemuda bernama Caka itu yang mencuri pil dewa. Tapi apakah benar, memang ayahnya yang sengaja memberikan pil dewa pada Caka? Leo kemudian menatap King Master. "Ayah, benarkah itu? Ayah yang memberikan pil dewa kepada Caka?" King Master memejamkan mata sejenak, "Iya. Aku memang memberikan pil dewa padamu!" Caka menghela nafas panjang, sementara Leo mengeraskan rahang. Bahkan dirinya yang merupakan putranya tidka berhak mendapatkan manfaat dari pil dewa. Tapi kenapa anak ingusan seperti Cakara bisa? "King Master, kenapa _" "Aku memiliki alasan, pil dewa todak kuberikan kepada sembarang orang. Kau memiliki aura murni yang sangat kuat, di dalam darahmu ... mengalir darah dari seseorang yang tidak biasa. Tapi selama ini, tubuhmu terkunci karena banyaknya racun yang kau terima!" "Ya, sejak kecil ... bibiku memberiku racun agar aku tak bisa pulih. Sebenarnya tubuh ini ...," Caka tak
"Kita pergi sekarang!" ujar Caka dengan tegas. "Aku dengar King Master dirawat di kediamannya di vila La Gracille. Di sana penjagaannya sangat ketat!" tukas Ryuka. "Iya, takutnya ada musuh yang memanfaatkan kondisi King Master untuk mencelakainya lagi!" imbuh Nardo. "Tak apa, aku akan ke sana bersama Mac!" "Kak Caka, aku ikut!" pinta Arjun. "Kau sudah cukup banyak membantu, Arjun!" "Siapa tahu Kak Caka membutuhkan bantuan di sana!" Setelah berfikir sejenak akhirnya Caka mengijinkan Arjun ikut bersamanya. Bahkan Ryuka juga. Mereka pergi bersama-sama ke kediaman King Master. Di pintu gerbang, para penjaga melarang mereka masuk. "Katakan pada Tuan kalian, aku membawa penawar untuk King Master!" "Banyak yang berkata demikian, tapi semuanya pembohong!" jawab si pengawal. "Aku tidak berbohong, aku membawanya langsung dari pulau persik. Griselda yang memberikannya!" Pengawal itu tampak berdiskusi dengan temannya beberapa saat. "Baiklah, tunggu di sini!" ujar si pengawal