"Tuan!" Suara lirih Zava terngiang di telinga, dan entah mengapa hal itu membuat dadanya terasa sesak. "Lepaskan tangan kalian!" pinta Caka pada para gadis itu. "Tuan Caka!" "Lepaskan!" hardiinya dengan nada tinggi. Seketika tangan para gadis itu pun menjauh darinya. Caka tak berniat kasar pada mereka, hanya saja ia memang tak terbiasa dikerumuni banyak gadis. "Maaf, tuanku ini memang tak terlalu suka dikerumuni banyak gadis. Jadi mohon kalian mengerti!" ujar Mac memberi penjelasan. "Aku sudah punya istri!" justru itu jawaban Caka. Ucapan itu membuat semua gadis terbengong, rupanya Caka sudah menikah? Tapi apa yang salah dengan hal itu, sudah menikah bukan berarti tak boleh main-main di luar kan? "Tuan Caka, kami tidak keberatan akan hal itu!" sahut salah satu gadis. "Itu benar sekali!" timpal gadis lainnya. "Tuan Caka, jangan mematahkan hati mereka. Mereka hanya ingin membuatmu senang saja!" ujar Arjun. "Aku memang sudah punya istri!" jawabnya tegas. "Dan aku ma
"Jadi aku harus bisa memasuki Akademi Gracille jika ingin bertemu dengan King Master?" "Iya. Tapi kenapa sepertinya Kak Caka sangat ingin bertemu dengan King Master?" "Aku memang harus menemuinya. Dan alasannya tak harus kuberitahu padamu kan?" "Tapi seperti yang kukatakan tidak mudah untuk bisa bertemu dengan King Master! Kota La Gracille tak sederhana itu!" "Tapi ... isu yang kudengar King Master berada di Pagoda Avaloysvara, kenapa menjadi di La Gracille?" Arjun mengembangkan senyum simpul. "Itu hanyalah isu disebarkan untuk mengalihkan perhatian dunia!" "Pengalihan?" "Kita tak bisa memungkiri, karena kehebatannya banyak pihak yang juga ingin menghabisi King Master. Jadi mereka sengaja membuat isu pengalihan itu. Dulu, memang King Master sempat tinggal di sana untuk beberapa waktu. Tapi sekarang lebih suka menghabiskan waktu di Akademi Gracille!" Caka mengangguk pelan. Ia bisa mengerti kenapa King Master akhirnya memutuskan untuk tak tinggal lagi di Pagoda Avaloysv
Caka masih menatap gadis di depannya, gadis cantik itu mengajaknya untuk adu kekuatan. Ia datang ke Yuslovya untuk bisa bertemu dengan king master tapi rasanya kenapa banyak sekali yang ingin mencari masalah dengannya. Ia sungguh tak ingin memiliki masalah dengan gadis itu. Atau dengan siapa pun di kota itu. "Maaf Nona, kita tidak saling kenal dan aku sama sekali tidak ingin mencari masalah dengan siapa pun!" jawab Caka dengan tenang. Gadis itu menyimpulkan senyum miring yang mengolok. "Kenapa, kau takut? Sepertinya kau memang seorang pecundang!" Caka menyempitkan mata menatap gadis di depannya. "Aku hanya tidak ingin berurusan dengan orang yang tidak penting karena itu hanya buang-buang waktu!" Sekarang gadis itu mendelik mendengar ucapan Caka. "Apa katamu? Tidak penting! Apa kau tahu siapa aku? Aku ada putri dari keluarga Hiroshi, salah satu keluarga paling berpengaruh di kota Deesvault!" "Bukankah Putra Mahkota kota Deesvault adalah Arjun?" "Itu benar dan aku Putri M
Alvin melotot melihat Ryuka berlari ke arah Caka dengan panik. Kenapa Ryuka membantu Cakara? Bukankah tadi ia sangat ingin menantang Cakara berduel? Biasanya Ryuka memang tak terlalu suka pada orang baru di Deesvault. Ia pasti akan mencari gara-gara dengan orang, menantangnya berduel lalu memaksanya keluar dari kota Deesvault. Tapi kali ini Alvin melihat ada yang berbeda. "Caka, kau tidak apa-apa?" tanya Ryuka membantunya berdiri. Caka juga sangat terkejut dengan reaksi gadis itu. Beberapa saat lalu gadis itu menyerangnya seperti inyin menghabisinya. Tapi kenapa sekarang justru menolongnya? "Tuan Muda, kau tak apa-apa?" tanya Mac menghampiri. Caka menyeka darah dari mulutnya, memegangi dada dan mengambil nafas perlahan. "Aku baik-baik saja! Uhuk!" sekali lagi seteguk darah keluar dari mulutnya, tubuhnya juga limbung. Untung Mac langsung menangkapnya. "Dia terkena luka dalam, harus segera diobati. Kita bawa ke rumahku!" ajak Ryuka. Caka dan Mac terpaku. Menatap gad
"Kau ini bicara apa? Kita selalu bersama-sama, kau juga harus mendaftar!" bujuk si pemuda yang mengenakan jaket biru. "Percuma, tidak akan berhasil. Lagipula hanya akan ada dua murid yang diterima menjadi murid langsung King Master di pembukaan murid kali ini.""Kau ini payah sekali, sudah menyerah duluan!" cibir temannya. Mac langsung kembali ke Vila, ia tak bisa meninggalkan tuannya terlalu lama. Sesampainya di vila, Mac menghentikan langkah mendapati Arjun duduk di kursi di depan villa."Tuan Muda Arjun!""Aku dengar Caka berduel dengan Ryuka lalu dia terluka, apakah itu benar?" tanya Arjun yang langsung bangkit berdiri. Mac mengangguk. "Bukan Nona Ryuka yang melukai Tuan Muda tapi Alvin yang menyerangnya ketika Tuan Muda sedang tidak siap!""Apakah dia terluka parah?""Jangan khawatir, dokter Ziyan sudah menanganinya!""Dokter Ziyan?""Nona Ryuka yang meminjamkannya untuk mengobati Tuan Muda!" "Aku boleh melihatnya kan?"Mac mengangguk. Keduanya pun masuk ke dalam, Mac membu
"Jadi maksudmu tak ada kesempatan bagiku untuk bisa mendapatkan pil dewa?" tanya Caka dengan nada kecewa. Arjun tak langsung menjawab, ia memang baru saja mengenal Caka, namun ia bisa menilai jika pemuda itu bukan orang jahat. "Semua itu tergantung dengan niatmu, jika kau memiliki niat yang mulia di dalam hatimu mungkin saja King Master bersedia memberikannya padamu!" Ucapan Arjun kali ini memberikan sedikit asa kepada Caka. "Artinya aku masih memiliki kesempatan kan?" "Jika kau memang memiliki niat, kau memang harus mendaftar menjadi murid di Akademi Gracille. Itu satu-satunya cara!" saran Arjun. Caka melirik Mac. Sepertinya ia memang tak memiliki jalan lain, ia memang harus mendaftar menjadi salah satu murid akademi Gracille. Keesokan harinya, Mac mangantar Caka untuk mendaftar ke Akademi Gracille. Baru saja keluar pintu ruang, mereka dikejutkan oleh sosok gadis cantik di teras. Siapa lagi jika bukan di Ryuka. "Ryuka, apa yang kau lakukan di sini?" "Ah, aku
Allarrit, Nollyvia. “Tuan Muda ... sudah meninggal!” Ucapan dari dokter seolah membuat ruangan dengan lampu putih yang menyilaukan mata itu seketika terasa dingin. Gradi, kakek dari pria yang terbaring tak bernyawa di atas brankar, merasakan nyawanya ikut pergi dari tubuhnya. “Apa? Meninggal!? Tidak mungkin, Dokter!” seru Gradi tak terima dengan kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter. “Maafkan saya, Tuan Madaharsa. Tapi Tuan Muda Cakara sudah tak bisa diselamatkan.” Gelengan kepala dari sosok yang memakai jas putih serta suara nyaring elektrokardiogram yang hanya menunjukkan garis lurus, seolah membuktikan ucapan sang dokter. “Ayah, mungkin memang ini yang terbaik untuk Caka!” ujar Vivian, “Tiga tahun dia harus hidup dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya, itu pasti sangat menyakitkan!” “Vivian benar, Ayah!” timpal Erdian, “Mungkin memang sudah waktunya Caka pergi!” Ucapan kedua anak pria tua itu bukannya membuat dia tenang, justru membangunkan emosi, “Diam kalian!”
Iring-iringan mobil mewah itu memasuki sebuah kediaman yang sangat megah, di pintu gerbang berjejer para pengawal yang menyambut. Cakara duduk berdampingan di sebuah limusin bersama sang kakek, Gradi Arsenio Madaharsa. Jok yang ia duduki sedikit menurun ke belakang, begitulah jika ia duduk di dalam mobil selama ini. Kondisi tulang belakangnya tak memungkinkan baginya untuk duduk tegap. Arthur sang kepala pelayan sekaligus pengasuhnya turun dari jok depan ketika limusin itu berhenti tepat di depan pintu masuk. Seorang pelayan dengan memegang kursi roda sudah siap dengan tugasnya. Arthur membuka pintu di sisi Caka duduk. Mac, sang kepala pengawal membungkuk.“Selamat datang kembali, Tuan Muda!” Caka menoleh sang kakek di sisinya dengan heran. “Dia Mac, kepala pengawal kita. Kau bisa mempercayainya!” ujar Gradi yang bisa melihat melihat kekhawatiran sang cucu.Kata dokter mungkin ada beberapa hal yang tak diingat oleh cucunya karena efek dari koma yang cukup lama. “Ada berapa bany