Alvin melotot melihat Ryuka berlari ke arah Caka dengan panik. Kenapa Ryuka membantu Cakara? Bukankah tadi ia sangat ingin menantang Cakara berduel? Biasanya Ryuka memang tak terlalu suka pada orang baru di Deesvault. Ia pasti akan mencari gara-gara dengan orang, menantangnya berduel lalu memaksanya keluar dari kota Deesvault. Tapi kali ini Alvin melihat ada yang berbeda. "Caka, kau tidak apa-apa?" tanya Ryuka membantunya berdiri. Caka juga sangat terkejut dengan reaksi gadis itu. Beberapa saat lalu gadis itu menyerangnya seperti inyin menghabisinya. Tapi kenapa sekarang justru menolongnya? "Tuan Muda, kau tak apa-apa?" tanya Mac menghampiri. Caka menyeka darah dari mulutnya, memegangi dada dan mengambil nafas perlahan. "Aku baik-baik saja! Uhuk!" sekali lagi seteguk darah keluar dari mulutnya, tubuhnya juga limbung. Untung Mac langsung menangkapnya. "Dia terkena luka dalam, harus segera diobati. Kita bawa ke rumahku!" ajak Ryuka. Caka dan Mac terpaku. Menatap gad
"Kau ini bicara apa? Kita selalu bersama-sama, kau juga harus mendaftar!" bujuk si pemuda yang mengenakan jaket biru. "Percuma, tidak akan berhasil. Lagipula hanya akan ada dua murid yang diterima menjadi murid langsung King Master di pembukaan murid kali ini.""Kau ini payah sekali, sudah menyerah duluan!" cibir temannya. Mac langsung kembali ke Vila, ia tak bisa meninggalkan tuannya terlalu lama. Sesampainya di vila, Mac menghentikan langkah mendapati Arjun duduk di kursi di depan villa."Tuan Muda Arjun!""Aku dengar Caka berduel dengan Ryuka lalu dia terluka, apakah itu benar?" tanya Arjun yang langsung bangkit berdiri. Mac mengangguk. "Bukan Nona Ryuka yang melukai Tuan Muda tapi Alvin yang menyerangnya ketika Tuan Muda sedang tidak siap!""Apakah dia terluka parah?""Jangan khawatir, dokter Ziyan sudah menanganinya!""Dokter Ziyan?""Nona Ryuka yang meminjamkannya untuk mengobati Tuan Muda!" "Aku boleh melihatnya kan?"Mac mengangguk. Keduanya pun masuk ke dalam, Mac membu
"Jadi maksudmu tak ada kesempatan bagiku untuk bisa mendapatkan pil dewa?" tanya Caka dengan nada kecewa. Arjun tak langsung menjawab, ia memang baru saja mengenal Caka, namun ia bisa menilai jika pemuda itu bukan orang jahat. "Semua itu tergantung dengan niatmu, jika kau memiliki niat yang mulia di dalam hatimu mungkin saja King Master bersedia memberikannya padamu!" Ucapan Arjun kali ini memberikan sedikit asa kepada Caka. "Artinya aku masih memiliki kesempatan kan?" "Jika kau memang memiliki niat, kau memang harus mendaftar menjadi murid di Akademi Gracille. Itu satu-satunya cara!" saran Arjun. Caka melirik Mac. Sepertinya ia memang tak memiliki jalan lain, ia memang harus mendaftar menjadi salah satu murid akademi Gracille. Keesokan harinya, Mac mangantar Caka untuk mendaftar ke Akademi Gracille. Baru saja keluar pintu ruang, mereka dikejutkan oleh sosok gadis cantik di teras. Siapa lagi jika bukan di Ryuka. "Ryuka, apa yang kau lakukan di sini?" "Ah, aku
Allarrit, Nollyvia. “Tuan Muda ... sudah meninggal!” Ucapan dari dokter seolah membuat ruangan dengan lampu putih yang menyilaukan mata itu seketika terasa dingin. Gradi, kakek dari pria yang terbaring tak bernyawa di atas brankar, merasakan nyawanya ikut pergi dari tubuhnya. “Apa? Meninggal!? Tidak mungkin, Dokter!” seru Gradi tak terima dengan kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter. “Maafkan saya, Tuan Madaharsa. Tapi Tuan Muda Cakara sudah tak bisa diselamatkan.” Gelengan kepala dari sosok yang memakai jas putih serta suara nyaring elektrokardiogram yang hanya menunjukkan garis lurus, seolah membuktikan ucapan sang dokter. “Ayah, mungkin memang ini yang terbaik untuk Caka!” ujar Vivian, “Tiga tahun dia harus hidup dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya, itu pasti sangat menyakitkan!” “Vivian benar, Ayah!” timpal Erdian, “Mungkin memang sudah waktunya Caka pergi!” Ucapan kedua anak pria tua itu bukannya membuat dia tenang, justru membangunkan emosi, “Diam kalian!”
Iring-iringan mobil mewah itu memasuki sebuah kediaman yang sangat megah, di pintu gerbang berjejer para pengawal yang menyambut. Cakara duduk berdampingan di sebuah limusin bersama sang kakek, Gradi Arsenio Madaharsa. Jok yang ia duduki sedikit menurun ke belakang, begitulah jika ia duduk di dalam mobil selama ini. Kondisi tulang belakangnya tak memungkinkan baginya untuk duduk tegap. Arthur sang kepala pelayan sekaligus pengasuhnya turun dari jok depan ketika limusin itu berhenti tepat di depan pintu masuk. Seorang pelayan dengan memegang kursi roda sudah siap dengan tugasnya. Arthur membuka pintu di sisi Caka duduk. Mac, sang kepala pengawal membungkuk.“Selamat datang kembali, Tuan Muda!” Caka menoleh sang kakek di sisinya dengan heran. “Dia Mac, kepala pengawal kita. Kau bisa mempercayainya!” ujar Gradi yang bisa melihat melihat kekhawatiran sang cucu.Kata dokter mungkin ada beberapa hal yang tak diingat oleh cucunya karena efek dari koma yang cukup lama. “Ada berapa bany
“Dia berdiri?” desis Arthur tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana tuan mudanya yang selama ini cacat bisa berdiri tiba-tiba? Caka membanting orang itu ke tanah dengan keras, orang itu sempat meriang kesakitan namun segera berdiri kembali. Memasang kuda-kuda dan menyerang Caka.Dengan cukup gesit Caka langsung menendangnya hingga terpental dan tersungkur.Orang itu kembali bangkit lalu menyerang Caka lagi. Caka melawannya dengan gerakan yang tak pernah diduga siapa pun. Dengan sangat mudah Caka menangkis serangan, membalas pukulan bertubi-tubi ke beberapa titik vital dari tubuh lawannya. Hanya dalam sekejap orang itu tersungkur ke tanah dan tak bergerak. Setelah menatap lama tubuh pria itu untuk memastikannya sudah tak bernyawa. Caka kembali duduk dengan tenang, ia menoleh pada Arthur yang terpekur di tempatnya. “Tuan Muda!” “Urus jasad orang itu, Arthur. Dan jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini!” perintahnya. “Anda bisa berdiri, Tuan Muda?”“Lakukan perintahk
Alarrith“Jadi sekarang, Jenderal Cody menggantikan posisiku sebagai Jenderal Besar Nollyvia?” “Benar, Tuan.”“Seharusnya aku tahu, sejak dulu dia menginginkan posisi itu!” Tangan Caka mengepal dengan geram, ia harus bisa membalas semua ketidak adilan terhadap dirinya. Tapi sekarang ia tak memiliki kekuasaan itu. Apalagi saat ini Cody menjadi Jenderal Besar Nollyvia. Raymond akui, tubuh yang ia singgahi memang sudah bisa berdiri dan berjalan, namun seluruh sendinya masih terasa kaku. Ia harus banyak berlatih jika ingin menghadapi banyak orang. Jika ia bertindak sekarang, ia tidak akan memiliki kekuatan apa pun. “Arthur, aku butuh tempat untuk berlatih tanpa seorang pun tahu!”“Jangan khawatir, Tuan Muda. Saya sudah menyediakannya.”Jawaban Arthur membuat Caka menoleh pria itu. “Kau seperti sudah tahu apa yang aku butuhkan?”Arthur membungkukkan tubuh. Sejak hari itu, Caka mulai melatih kemampuan dirinya. Semua yang ia lakukan adalah ingatan dari Raymond selama bertahun-tahun bela
“Cody?!" desis Caka yang tiba-tiba saja mengepalkan tinju dengan geram. Arthur menatap bosnya, "Apakah Anda ingin menemuinya, Tuan Muda?" Caka memejamkan mata dan mengatur nafasnya perlahan, kemudian mata itu terbuka pelan namun tajam dan menyeringai. "Biarkan dia masuk!""Baik!" jawab Serina kemudian menutup pintu. Arthur lekas berdiri di sisi Caka, pintu ruangan kembali terbuka dan Cody dengan seragam kebesarannya memasuki ruangan. "Selamat siang, Tuan Caka!" sapanya dengan sopan, ia menundukan kepala untuk memberi hormat. "Suatu kehormatan bagiku bisa kedatangan Jenderal Besar Nollyvia!" sahutnya penuh arti. "Saya yang merasa beruntung karena Tuan bersedia menemui saya.""Ada apakah gerangan?" ia bertanya dengan nada yang tak terlalu tegas. Untuk saat ini ia masih harus tampak sedikit lemah di depan semua orang. "Maafkan saya sebelumnya, saya pernah mengajukan aplikasi ke Mainwell Investama, dan ... belum ad tanggapan sama sekali.""Jadi?""Saya ingin mengajukan ulang secar