Share

Tujuh Puluh Satu

Penulis: Dewanu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-13 23:26:40

Memikirkan orang-orang yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya, Indriana merasa terluka.

Ia mulai menangis dan sesak karenanya.

Tadinya ia sudah meyakini bahwa hidupnya bakal sendiri seumur hidupnya.

Ia berpikir takdirnya adalah sendiri dan tidak memiliki anak karena penyakit gila dan juga amnesia yang ia derita dahulu.

Akan tetapi ternyata ada sisi lain dari hidupnya yang kembali.

"Aku benar-benar tak percaya... aku sungguh tak percaya ini terjadi padaku," katanya di sela Isak tangis yang menyedihkan.

Setelah puas menangis maka iapun bergegas untuk menemui Jovan.

Ia sungguh membutuhkan penjelasan yang lebih banyak soal hidupnya di masa lalu.

Jovan bersama beberapa orang petinggi perusahaan sedang melingkari sebuah meja rapat yang besar.

Itu adalah rapat internal untuk membuat kesepakatan dengan Nyonya Indra, wanita yang akan menjalin kerjasama dengan mereka.

"Saya tidak setuju bekerja sama dengan perusahaan lintah itu. Mereka selalu mengambil posisi menekan partner bi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Dua

    "Aku akan membeli yayasan amal tersebut dan sebagai gantinya aku akan menyerahkan proyek pembangunan real estate di tepi pantai." Sekali lagi nyonya Indra sangat terkejut dengan ucapan Jovan. Bagaimana tidak, proyek pembangunan real estate adalah incarannya, seperti door prize,. bagaimana mungkin ia menolaknya? Yayasan amal baginya hanyalah mainan untuk menghibur Indriana yang tak waras, tentu saja sangat gila jika ia menolaknya. "Apa ini sungguh serius?" Nyonya Indra penasaran apakah ini nyata. Seorang pengusaha mana yang mau spekulasi begini? "Aku pemilik perusahaan ini, aku tidak main-main." "Apa alasannya?.Ini sedikit tidak masuk akal." "Aku punya alasan... hmm tentu saja sebagai pengusaha aku tidak bisa menyebutkan alasannya. Anggap saja aku punya rahasia untuk menjadi sukses." Nyonya Indra berpikir sebentar, rahasia kesuksesan seseorang memang tidak selalu bisa ditebak. Mungkin saja lelaki ini punya langkah untuk menghasilkan uang dari sebuah proyek real estate?

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Tiga

    Jono tidak bisa menerima kenyataan bahwa wanita di hadapannya ini sedang sangat menderita. Lama ia berharap bisa bertemu tapi apa yang terjadi? Ia masih menatap tak percaya sehingga perawat itu heran dengan sikapnya. "Bisakah kamu lewat sekarang?" kata perawat itu sedikit ketus karena merasakan terganggu. "Laila, ini aku, ini aku, Jonathan... apakah kau tau aku?" ujarnya berharap wanita itu melihatnya. Laila masih menatap kosong seolah pandangan matanya menyiratkan kebingungan. "Pak... bisakah Anda menyingkir?" "Laila, apakah kamu ingat aku? Hmm?" Di kejauhan Dokter Wiliam memperhatikan apa yang terjadi di sana. Ia ingin mendekati tapi seorang keluarga pasien sedang berbincang dengannya. Iapun merasa mengenal pria yang menghalangi kursi roda Laila. "Siapa dia? Aku seperti pernah tau pria itu?" Jonathan terpaksa menyingkir karena tidak enak menjadi pusat perhatian banyak orang. Akan hatinya sungguh hancur melihat apa yang terjadi pada Laila. Saat itu asistenny

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Empat

    Mendapatkan pertanyaan dari Jono seperti itu tentu saja Leo semakin bingung. Akan tetapi tentu saja ia bisa memaklumi perasaan pria itu saat ini. Laila memang seperti sengaja menghilang untuk suatu tujuan.Apa alasannya? Apa yang menyebabkan dia menghilang dari Jono? "Saya rasa dia hanya membutuhkan ketenangan dan hidup sendiri tanpa merepotkan orang lain," katanya kemudian.Jono menatap tajam ke arah Leo, kata kata tidak mau merepotkan orang lain sedikit menyinggung perasaannya, apakah dirinya masih orang lain?"Dia memang merepotkan, apa kau tak tau?" cibirnya."Setelah bercerai dia pergi tanpa kabar berita apakah dia tidak merepotkan? Dan sekarang..."Leo sedikit memiringkan kepalanya karena merasa aneh, ada yang salah di sini. "Tapi Anda sudah bercerai, tentu saja...""Dia yang mau, aku tidak pernah setuju kalau saja dia tidak memaksa," katanya dan sedikit mengacak rambutnya kesal. Setelah pulang ke rumah ia benar-benar gelisah dan tidak bisa lagi berpikir hal lain. Pikiranny

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Lima

    Bukan hal asing bagi Jono berjalan di lorong-lorong rumah sakit. Bisa dibilang hidupnya terlalu sering berurusan dengan rumah sakit. Hanya saja saat ini ia merasa sangat takut dan gugup karena memikirkan siapa yang akan di datangi saat ini. Hampir satu tahun penuh mencari keberadaan Laila, akan tetapi faktanya malah berada di tempat seperti ini. Jono membaca sebutan kamar di hadapan mereka. "Kamar melati, apakah ini ruangan Laila?" tanya Jono seketika saat Wiliam mengajaknya berhenti di sebuah bangunan tua rumah sakit tersebut. "Ya, sejak dia tiba di rumah sakit ini, inilah ruangan Laila, kenapa? Ada yang salah?" Tentu saja, ruangan tersebut cukup buruk dan sudah jelas bangunan tua, melihatnya saja sudah seram. "Tidak," jawabnya singkat. "Kalau begitu mari kita masuk untuk melihatnya." Mereka melangkah melewati ambang pintu yang berderit, hampir-hampir Jono lupa mereka berada di sebuah rumah sakit. "Kenapa dia berada di tempat seperti ini? Ini sangat tidak layak."

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Enam

    Jovan mengedipkan mata saat mengatakannya, seolah itu adalah hal yang hebat. "Dia juga gadis dari panti asuhan," bisik ayahnya lagi. Jujur, mereka memang sangat mirip, bagaikan pinang dibelah dua karena saking miripnya. Cara tersenyum dan caranya berbicara sangat mirip dengan Laila. Bahkan mereka memiliki latar belakang yang sama. "Jonathan, Meena adalah anak angkat teman baik ibu, aku sengaja membawanya untuk mengenalkan denganmu." "Hmm," Jono hanya tersenyum tipis saat merespon ucapan ibunya. Akan tetapi Jovan dan Indriana sadar, hal itu tidak mengobati hati Jono samasekali. Pria itu tetap saja terlihat dingin pada siapapun. "Kalian bisa berbincang dan saling mengenal satu sama lain, kami akan pergi ke suatu tempat," kata Indriana saat mereka menyelesaikan makam malam. "Ibu, aku ada urusan penting malam ini, mungkin lain kali saja," tolak Jono halus supaya tidak ada yang tersinggung dengan penolakannya. "Tapi Jonathan, malam-malam begini? Bukankah biasanya kau tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Tujuh

    "Bagaimana aku harus percaya padamu jika kau tiba-tiba mengusik hidupku. Kau hanya tau berbisnis yang menguntungkan, tapi aku tidak seperti itu, apa kau tau betapa pentingnya panti itu bagiku?" Sepertinya Indriana salah faham karena mendengar Jovan hendak mengubah panti menjadi supermarket. "Indriana, darimana kau mendapatkan omong kosong itu? Kau harus tau detilnya sebelum menyimpulkan sesuatu." "Kau hanya perlu menjawab iya atau tidak, Jovan. Apakah kau membeli yayasan itu?" Pertanyaan itu tidak bisa dijawab tidak karena memang dirinya telah membeli yayasan itu dari ibunya, Nyonya Indra. "Aku membelinya dengan tujuan..." "Baik, sekarang aku akan membelinya darimu, aku harus mendapatkannya sekarang juga, kau harus menjualnya padaku." Padahal Jovan punya tujuan, mau menjadikan yayasan itu lebih baik dan tertata, memiliki ruangan yang nyaman untuk mereka, tapi bagaimana mengatakannya pada Indriana. "Baiklah, tapi dengan satu syarat." "Syarat?" "Kau harus mau tinggal

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Delapan

    Pelukan Jono melonggar pada tubuh Laila sementara itu Laila masih dalam wajah bayinya yang tak mengerti apapun. "Percuma dengan emosi jiwamu, dia masih belum mengingat apapun, apalagi kisah romansa kalian berdua," kata Dokter Wiliam sedikit mengejek. "Bohong, dia bahkan masih teringat jelas dengan kalung itu meskipun dia tidak teringat siapa yang memberikan kalung tersebut." Dokter Wiliam selalu cemburu dengan kalung itu, iapun menyangkal kata-kata Jono. "Itu mungkin hanya kebetulan, aku tidak yakin." "Terserah. Tapi yang jelas aku akan memindahkan Laila di ruang VIP, oh ya, jangan lupa berikan dia perawat yang khusus untuk menjaganya. Aku tak perduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, aku akan merawatnya sebaik mungkin." Wiliam hanya menyebik akan tetapi ia setuju kalau Laila mendapatkan perawatan yang maksimal. Setidaknya kondisi Laila pasti lebih baik dan terjamin. "Baiklah, aku tau kau tidak akan menyerah," kata dokter itu kemudian. ### Indriana menatap berkas-b

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh Puluh Sembilan

    Jovan sangat terkejut dengan informasi yang ia dapatkan dari Leo bahwa Jono ternyata sudah menemukan Laila dalam keadaan sakit. Leo menyebutkan bahwa Laila baru saja menjalani operasi kanker otak. Setelah menutup telepon, Jovan menatap Indriana kalut. Bagaimana perasaan putranya saat ini saat mengetahui wanita yang dicintainya dalam keadaan seperti ini? Menemukan Laila nyatanya bukan solusi untuk membuat putranya membaik, ini justru masalah baru. "Apa yang terjadi, Jovan? Kenapa kau terlihat sangat terkejut?" "Jonathan menemukan Laila... tapi..." "Benarkah? Di mana dia sekarang?" "Di rumah sakit," jawab Jovan lemah setengah melamun. Hal itu membuat Indriana terheran-heran. "Lalu kenapa? Kenapa kita tidak melihatnya ke sana?" tanah Indriana antusias. "Eh, baiklah, sepertinya kita harus melihatnya." Meena baru saja keluar dari dapur dan membawa setoples manisan. "Tante..." "Meena, ayo kita ke rumah sakit. Laila sudah ditemukan di sana." "Laila? Oh, wanita yang men

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17

Bab terbaru

  • Sang Pewaris Buta    TAMAT

    "Jonathan, bangunlah nak, sebaiknya kalian tidur di kamar kalian dan bukan di sini," bisik ibunya pelan sementara Jonathan masih belum penuh kesadarannya. "Ibu? Oh, tidak, aku ketiduran tadi." "Mana Mirna pengasuh kalian? Kenapa tidak ada di sini untuk menjaga mereka?" "Anu Bu, Ayah Mirna sakit keras sehingga ia harus ke rumah sakit." "Oh, begitu rupanya. Kalau begitu, bangunkan istrimu dan aku yang akan menjaga anak-anak malam ini." Jonathan sedikit malu, tapi tentu saja itu yang diharapkan. "Baik, Bu, aku akan membangunkan Meena terlebih dahulu." "Baik, bangunkan dia dan aku akan menyiapkan botol susu untuk anak-anak." Setelah ibunya pergi, Jonathan mendekati Meena yang terlelap sementara Juan masih menyusu di tubuhnya. Perlahan iapun mengusap puncak kepala Meena dengan lembut lalu menyentuh pipinya. "Sayang, kamu mau bangun apa enggak?" panggil Jonathan dengan terus membelai pipinya. "Hah? Eh, Jonathan?" "Iya, ini aku, suamimu." "Ya Tuhan, aku lupa. Aku hampir terkejut

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Empat Puluh

    Winda berjalan mendekati dengan jantung berdetak hebat. Rasa malu bercampur marah seorang membayang di wajahnya. Akan tetapi ini adalah akhir dari perjalanan yang harus ia lakukan. Setelah semua ini, ia akan pergi menjauh dari pria pujaannya ini. Meena melihat wajah Winda yang tertunduk dalam membuatnya kasihan. "Winda..." "Selamat atas pernikahan kalian, Meena. Semoga kalian bahagia." Jonathan hanya diam melihatnya sementara Hanah melihatnya dengan wajah kesal. "Kamu tau sekarang, seorang lelaki itu tidak akan memaafkan perempuan yang berselingkuh, apa kamu mengerti sekarang?" Hanah berbicara blak-blakan, membuat Winda semakin sedih. "Maafkan aku atas semuanya. Aku sungguh minta maaf," wajah Winda kemerahan menahan air mata. Jonathan berharap penyesalan itu memang benar-benar ada pada wanita ini.Setelah mengatakannya Winda kemudian membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana.Meena sedikit merasa bersalah atas kejadian itu. Iapun tak mengira akan seperti ini akhirnya."Aku mer

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Sembilan

    Indriana menerimanya, akan tetapi telapak tangannya sudah penuh keringat dingin. Ia merasa inilah yang ia butuhkan selama ini. Sebuah bukti nyata yang bisa mengembalikan ingatannya pada masa itu. Jonathan membiarkan Indriana dalam pikirannya sendiri. Ia terus mencoba banyak hal untuk membantu Indriana pulih. Wanita itu terus membuka album dan melihat apa yang ada di sana. Entah mengapa dadanya bergemuruh hebat saat melihat wajahnya berada di setiap lembar foto di sana. "Aku tak menyangka memiliki kenangan yang begitu indah seperti ini." Indriana melihat sendiri betapa indah senyum yang ia miliki dahulu. Senyum seorang wanita yang penuh kebahagiaan. Pada foto pernikahan itu iapun bisa menyaksikan tatapan matanya yang mencintai Jovan. "Ini adalah pernikahan kita?" tanya Indriana takjub. Jovan hampir menitikkan air matanya karena sangat sedih saat ini. Semua kebahagiaan yang pernah mereka miliki bersama menghilang begitu cepat. Karena tiga bulan setelah itu Indriana meng

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Delapan

    Meena terpaksa mencobanya karena permintaan Indriana dan cincin itu sangat pas di jarinya. "Itu sangat pas sama kamu, Meena." Meena mengedikkan bahunya, ia masih tak mengerti. "Kalau begitu, aku akan menikahimu saja, apakah kamu bersedia?" Meena melotot tajam, jadi benar Jonathan sedang bermain-main? "Jonathan, apa maksudmu?" "Ayah, ibu... sebenarnya wanita itu adalah Meena. Wanita yang kusukai adalah Meena, dan sekarang aku ingin mendengar jawaban dari Meena." Indriana lebih terkejut lagi, ia tak menyangka Meena adalah gadis yang dimaksud Jonathan. "Kamu Serius?" "Tentu saja aku serius, Bu. Aku tau Meena adalah yang terbaik untukku dan juga untuk Juan. Apakah menurut ibu tidak seperti itu?" Indriana menatap Meena tak bisa menahan untuk tersenyum. Tentu saja itulah yang ia harapkan selama ini. "Aku sudah pernah menjodohkan kalian dahulu, tapi kalian tidak menuruti keinginan ibu, hah?" Ya, Jonathan juga ingat waktu itu dirinya menolak mentah-mentah tawaran ibuny

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Tujuh

    Jovan mendengarkan dengan serius, dia tidak mengerti siapa wanita itu kali ini. "Kalau begitu, perkenalkan dia pada ayahmu ini, ayah senang mendengarnya, Juan membutuhkan seorang ibu, seharusnya kalian cepat menikah saja." Jonathan tersenyum, tidak sulit mendapatkan persetujuan semacam ini bukan? "Lalu bagaimana dengan ibu? Apakah ibu setuju kalau aku cepat menikah?" Indriana terdiam, ia tidak terlihat antusias. "Aku tidak yakin wanita seperti apa lagi yang kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Tapi aku sudah kehabisan kata-kata untuk membuatmu sadar." Jawaban ibunya membuat Jonathan tidak puas samasekali. "Ibu tidak setuju aku menikah lagi?" "Bukan begitu, Jonathan. Ibu hanya ingin mengenal wanita seperti apakah dia itu. Ibu tentu saja merasa kuatir dengan kisahmu dalam menjalani rumah tangga. Ibu takut kamu terluka lagi." "Ibu, aku tidak seperti ayahku,.dia hanya setia dengan satu wanita saja, bukankah begitu, Ayah?" Jovan dan Indriana tertawa kecil dan sedikit t

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Enam

    Tentu saja itu sangat penting, apakah kamu tidak berniat memberi tau? batin Meena, ia tetap diam tidak mengatakan apapun. "Terserah, kalau menurutmu penting, suatu saat kau pasti akan memberi tau padaku. Tapi sebenarnya... ini cukup berlebihan, aku bahkan tidak berharap kau bertindak sejauh ini. Bagiku, sudah cukup jika kamu mencintaiku." "Kenapa aku merasa wanita tidak seperti itu, Meena? Winda dulu juga begitu, tapi ternyata..." "Lihatlah, kamu masih juga membawa-bawa masa lalu. Aku berharap menjadi wanita yang cukup pintar sehingga tidak terlalu menunggu dan menuntut pemberian seorang laki-laki. Akan tetapi sebenarnya banyak juga kejadian wanita jadi besar kepala kalau sudah menghasilkan uang sendiri. Apakah kamu tidak takut aku menjadi seperti itu?" Jonathan hanya tersenyum tipis dan melangkah pergi, "Lakukan dan tunjukkan sifat aslimu secepat mungkin, Meena. Mungkin suatu hari nanti aku akan mengerti dan memutuskan apakah aku bisa bertahan atau tidak, seperti yang sudah lewat

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Lima

    Ruangan itu sungguh diluar ekspektasinya. Bisa dibilang ruangan yang ditata begitu estetik dengan berbagai macam peralatan mewah. Ada satu meja besar dengan berbagai macam peralatan dan juga manekin dalam berbagai pose. Ada dua buah perangkat laptop dan juga monitor dinding yang besar. Meena bahkan tidak tau kapan ruangan ini di desain dan diubah menjadi seperti ini. "Apakah ini sungguh ruangan milikku?" Meena berbicara sendiri. "Tentu saja, ini adalah hadiah dariku. Kamu suka?" "Tapi... kenapa kau memberikan hadiah semahal ini? Aku...." "Apa yang harus ku berikan untuk wanita yang begitu spesial di hatiku? Aku juga tidak tau apakah ini cukup spesial. Selain itu... kau mungkin sangat kesal kepadaku akhir-akhir ini." "Jadi maksudmu?' "Kamu tidak akan melihatku dari sini, kau bisa fokus bekerja. Haruskah aku membuat area bermain untuk anak kita?" Meena tentu saja sangat terperangah, "Jangan keterlaluan, apa yang akan mereka katakan nantinya?" "Jangan perdulikan merek

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Empat

    Meena menghempaskan dirinya di pembaringan. Ia teringat dengan bagaimana Jonathan bersikeras untuk menikahinya. Egonya setinggi ini untuk menolak tawaran yang dulu begitu ia inginkan. "Aku merasa sangat marah, aku juga bingung harus bagaimana," lirihnya mematut dirinya di cermin. Wajahnya... ia teringat dengan Laila yang begitu dicintai Jonathan. Ia sedikit terganggu karena bisa jadi Jonathan hanya ingin mengabadikan wajahnya demi Laila di sisinya. "Kenapa semua ini membuatku semakin bodoh dan takut?" gumamnya lagi. Adapun Jonathan melakukan hal yang sama di kamarnya. Ia melihat dirinya di cermin dan berkata, "Aku ingin tau dan penasaran, apakah kamu hanya mengoleksi banyak sekali fotoku tanpa tujuan? Seharusnya kau menerimaku karena aku yakin kau membutuhkanku," ujarnya pelan. "Tapi baiklah, kita lihat nanti apa yang akan kau lakukan," ujarnya kemudian. Keesokan harinya Jonathan berangkat bekerja tanpa menjemput Meena. Pria itu bahkan tidak menjenguk Juan pagi ini. "J

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Tiga

    "Kau masih tak mengerti? Aku bilang aku akan menjalani hidup ini bersamamu sampai akhir, kenapa kau masih berkeras menolakku?" "Tapi Jonathan..." "Kau menyukaiku, aku ingat sekarang bahwa Wiliam pernah mengatakan padaku bahwa kau menyukaiku. Sayangnya aku tidak pernah memikirkannya." Meena sedikit terkejut. Ia tak menyangka Wiliam mengatakan hal bodoh semacam itu pada Jonathan. "Maafkan aku karena keadaan tidak memungkinkan bagiku pada waktu itu. Kau tau aku menyimpan rasa bersalah karena Laila juga tidak pernah mendapatkan cinta dariku saat dia menjadi istriku. Aku hanya seorang lelaki dingin dan bodoh." "Aku membuatnya menderita dan pergi dari rumahku, sehingga dia sangat terpuruk sendirian." "Jadi kau menikah karena penyesalan?" tanya Meena penasaran. "Begitulah, dia sebenarnya menyukaiku sebelum ingatannya hilang," ujarnya. "Tapi pada akhirnya saat dia menemukan cinta itu, semuanya sudah terlambat." Meena terdiam memikirkannya, akan tetapi hatinya masih dipenuhi ke

DMCA.com Protection Status