Cukup lama Wiliam berada di sana dengan harapan bisa melihat Laila tersenyum. Akan tetapi wanita itu bahkan belum juga sadarkan diri. Karena teringat akan tugasnya sebagai dokter, pria itu akhirnya berdiri untuk meninggalkan Laila. Pada saat melangkah pergi, tiba-tiba sebuah suara memanggilnya. "Dokter...," suara itu lirih dan lemah. Wiliam sangat terkejut dan iapun dengan cepat membalikkan tubuhnya ke asal suara. "Laila?" ujarnya tapi segera terpaku karena Laila masih memejamkan matanya. Penasaran, maka iapun mendekati Laila untuk memastikan. "Laila?" panggilnya sekali lagi. "Dokter...," lirih Laila dan hal itu membuat Wiliam sangat bahagia. "Akhirnya kau bangun, Laila. Oh, syukurlah...," lirihnya dan menggenggam erat tangan wanita yang lemah itu. "Istirahatlah, kau baik-baik saja sekarang," katanya menenangkan Laila. Perlahan Laila membuka matanya dan menatap sendu pada Wiliam. "Apakah bayiku baik-baik saja?" "Tentu, dia sehat dan sangat baik. Wajahnya tampan,
Setelah mendekati Jonathan dengan tatapan membunuh, Wiliam justru tertawa menyeringai. "Seandainya kau menuduhnya begitu, kau sungguh meremehkan perempuan yang salah, Jonathan!" hujatnya pada Jonathan dengan keras. "Andai saja aku sanggup untuk melakukannya, maka aku tidak usah repot-repot perduli dengan pernikahan kalian!" Kali ini tangan Wiliam menjangkau kerah kemeja Jonathan. "Sekali lagi kau menuduhnya, aku tidak akan segan membunuhmu!" Wiliam menghempaskan Jonathan, tapi tentu saja tubuh Jonathan lebih kekar dan berotot untuk bergeser dari dorongan Wiliam. Jonathan hanya menatap Wiliam prihatin, lalu membetulkan kerah kemejanya. "Apa bedanya? Kurasa semua itu tidak mengubah sebuah pengkhianatan," lirih Jonathan. Di sisi lain, Meena hanya mendengar percakapan mereka diam-diam. Akan tetapi Jonathan tau keberadaan Meena di sana. Jonathan menatap Meena sehingga wanita itu keluar dari tempatnya. "Bukankah suamimu cukup aneh? Dia memperlakukan Laila melebihi perlakuan
Wiliam dan Meena akhirnya hanya terdiam, menunggu dan berdoa untuk Laila. Sama dengan Jonathan, iapun merasakan kegalauan yang dalam. Perjalanan waktu yang panjang, saat ia bersama Laila si waktu yang telah lama. Saat kedua matanya buta tam bisa melihat dunia ini, Laila adalah orang yang dekat dan membantunya. Perceraiannya dengan Winda dan berakhir dengan menikahi Laila, saat itu ia bahkan tidak terbersit untuk mencintai wanita itu. Saat Laila menghilang dalam waktu yang lama, iapun merasa kehilangan dan ia merasa yakin Laila adalah wanita yang mencintainya dan dirinya juga mencintai Laila. Pencarian panjang dan mereka bertemu untuk bisa bersama kembali. Sayangnya, Laila telah membuatnya kehilangan semua momen berharga mereka berdua dan justru mencintai Wiliam. Hatinya kecewa, terluka dan merasa tidak dihargai. Laila bersedia menikah dengannya sebagai bentuk balas budi semata. Pada akhirnya mereka samasekali tidak bisa saling mencintai dan hanya bertepuk sebelah t
Dokter muda itu melepaskan sarung tangan dokter dan mendekati Jonathan. Dengan tatapan lembut iapun meletakkan telapak tangannya di pundak Jonathan. "Saya minta maaf, kami sudah berusaha maksimal untuk melakukan yang terbaik... namun... sepertinya semua usaha kami terkalahkan oleh takdirnya," ujar sang dokter pelan. Jonathan seperti terhempas dalam lautan yang dalam dan sunyi, ia merasa sulit untuk menghirup udara dini hari ini sehingga tak mampu mengatakan apapun selain menatap bingung pada sang dokter. Lalu dengan bibir bergetar ia berkata, "Maksud dokter...." "Laila tidak bisa diselamatkan, kami gagal melakukan operasi ini dikarenakan kondisi tubuhnya yang lemah setelah melahirkan." Wiliam terlihat sangat resah mendengar penjelasan itu dan berteriak tak percaya. "Tidak mungkin! Bagaimana mungkin ia pergi sementara dia belum melihat anaknya?!" katanya begitu frustasi. Meena merasa mereka semua sudah sangat tegang dan frustasi, mereka semua memiliki sesuatu yang menyang
Akan tetapi Meena tau, tatapan itu hanyalah tatapan kosong tanpa makna. Tatapan putus asa dan kehilangan kendali. "Kau... tidakkah semua ini tetap membuatmu baik-baik saja? Demi anak ini?" kata Meena menggenggam tangan William. "Jaga dia untukku, Meena. Beri nama dia dengan nama Laila, dan aku minta maaf karena permintaan ini sangat berlebihan. Jika kau tak mau... berikan saja nama yang kau sukai, hmm?" "Wiliam... kau mau kemana?" tiba-tiba Meena sangat takut. "Aku hanya mau tenang, Meena. Maukah kau memberikan waktu untukku? Aku sungguh sangat kacau saat ini." "Tapi Wiliam..." "Kumohon... aku tau siapapun akan menyalahkan aku... tapi aku percaya padamu, bahwa kau tidak seperti itu," ujarnya lalu melangkah pergi meninggalkan Meena. "Wiliam...," Meena memanggil William seolah tak rela pria itu pergi dalam keadaan kacau. "Tenangkan dirimu, aku sungguh tak bisa menghiburmu," katanya memeluk pria itu. "Terimakasih, Meena, kau wanita terbaik dalam hidupku," jawab William la
Saat itu Jonathan langsung mendekati Meena karena wajah Meena tampak menegang. (Suami Anda terlibat kecelakaan beruntun, mohon segera datang ke kantor polisi) (Tidak mungkin! Anda mungkin salah orang!) Meena membalas dengan keras. Ponselnya tiba-tiba luruh dari genggaman. "Meena, apa yang terjadi?" tanya Jonathan keheranan. Iapun segera memungut ponsel Meena dan menempelkannya pada sisi telinganya. Sayangnya panggilan itu sudah berakhir. Tatapan Meena benar-benar kosong dan hampir saja merosot di tepi jalan sementara banyak mata melihat mereka. Jonathan menahan tubuh Meena, ia masih tak mengerti apa yang terjadi. "Meena, tenanglah, ayo katakan saja padaku, hmm?" "Jo...nathan... apa yang harus kulakukan?" lirihnya air mata sudah mengalir membasahi pipinya. "Apa maksudmu? Apa yang terjadi?" ujar Jonathan memapah kembali ke dalam mobilnya. "Wiliam... dia... kecelakaan." "Kecelakaan? Tidak mungkin!" Jonathan sangat terkejut, sebab tadi Meena mengatakan Jonathan ada k
Bagaimana mungkin ia akan menyampaikan keadaan William yang mengenaskan ini sementara Meena pasti akan mengalami shock. Iapun memenangkan diri dan berfikir sejenak. "Mohon maaf, tolong berikan alamat rumah sakit korban ini," tanya Jonathan pada seorang petugas. "Baik, tunggu sebentar." Pria petugas itu melihat ke komputer dan memberikan data pada Jonathan. "Cepatlah ke sana karena pihak rumah sakit mungkin sangat menunggu kehadiran keluarganya." "Baiklah Pak. Terimakasih." Jonathan tidak menunjukkan pada Meena foto yang ia dapatkan. Iapun mendekati Meena dan mengajaknya pergi. "Di mana Wiliam? Apakah kau sudah tau keadaannya?" "Dia di rumah sakit, sudah mendapatkan perawatan dari rumah sakit. Kita akan segera tau. Ayo cepat, pihak rumah sakit pasti sedang menunggu keluarga." Meena ikut bergegas dengan susah payah mengikuti langkah Jonathan. Perutnya yang sudah membesar, Jonathan sungguh tak tau? rutuknya dalam hati. Sementara Jonathan sudah tak karuan karena meli
Meena hanya termenung, saat Jonathan memberikan solusi untuk rasa takut yang mungkin ia khawatirkan. Akan tetapi setelah kedua orang itu pergi untuk selamanya, hari-hari Meena atau Jonathan semakin dilanda kesepian. Satu bulan kemudian Meena melahirkan anak perempuan cantik dan diberikan nama Laila. Nama itu adalah nama yang diinginkan Wiliam suaminya. Sementara itu putra Jonathan diberi nama Juan. "Sebaiknya kau cepat pulang karena aku tidak percaya dengan baby sitter," tiba-tiba Jonathan memberikan instruksi pada Meena yang masih mengerjakan tugas kantor. "Kenapa tidak? Kau bisa mengawasinya lewat cctv semua pekerjaan baby sitter yang kau bayar," omel Meena. "Setidaknya bukan untuk sehari penuh." Meena hanya tersenyum tipis. Sebenarnya hal ini bukan untuk pertama kalinya. Sejak masih hamil besar, Jonathan selalu saja sibuk memintanya menjaga Juan dengan berbagai macam alasan. "Kamu bibinya, kamu juga punya tanggung jawab merawat keponakanmu." Setelah melahirkan t
"Jonathan, bangunlah nak, sebaiknya kalian tidur di kamar kalian dan bukan di sini," bisik ibunya pelan sementara Jonathan masih belum penuh kesadarannya. "Ibu? Oh, tidak, aku ketiduran tadi." "Mana Mirna pengasuh kalian? Kenapa tidak ada di sini untuk menjaga mereka?" "Anu Bu, Ayah Mirna sakit keras sehingga ia harus ke rumah sakit." "Oh, begitu rupanya. Kalau begitu, bangunkan istrimu dan aku yang akan menjaga anak-anak malam ini." Jonathan sedikit malu, tapi tentu saja itu yang diharapkan. "Baik, Bu, aku akan membangunkan Meena terlebih dahulu." "Baik, bangunkan dia dan aku akan menyiapkan botol susu untuk anak-anak." Setelah ibunya pergi, Jonathan mendekati Meena yang terlelap sementara Juan masih menyusu di tubuhnya. Perlahan iapun mengusap puncak kepala Meena dengan lembut lalu menyentuh pipinya. "Sayang, kamu mau bangun apa enggak?" panggil Jonathan dengan terus membelai pipinya. "Hah? Eh, Jonathan?" "Iya, ini aku, suamimu." "Ya Tuhan, aku lupa. Aku hampir terkejut
Winda berjalan mendekati dengan jantung berdetak hebat. Rasa malu bercampur marah seorang membayang di wajahnya. Akan tetapi ini adalah akhir dari perjalanan yang harus ia lakukan. Setelah semua ini, ia akan pergi menjauh dari pria pujaannya ini. Meena melihat wajah Winda yang tertunduk dalam membuatnya kasihan. "Winda..." "Selamat atas pernikahan kalian, Meena. Semoga kalian bahagia." Jonathan hanya diam melihatnya sementara Hanah melihatnya dengan wajah kesal. "Kamu tau sekarang, seorang lelaki itu tidak akan memaafkan perempuan yang berselingkuh, apa kamu mengerti sekarang?" Hanah berbicara blak-blakan, membuat Winda semakin sedih. "Maafkan aku atas semuanya. Aku sungguh minta maaf," wajah Winda kemerahan menahan air mata. Jonathan berharap penyesalan itu memang benar-benar ada pada wanita ini.Setelah mengatakannya Winda kemudian membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana.Meena sedikit merasa bersalah atas kejadian itu. Iapun tak mengira akan seperti ini akhirnya."Aku mer
Indriana menerimanya, akan tetapi telapak tangannya sudah penuh keringat dingin. Ia merasa inilah yang ia butuhkan selama ini. Sebuah bukti nyata yang bisa mengembalikan ingatannya pada masa itu. Jonathan membiarkan Indriana dalam pikirannya sendiri. Ia terus mencoba banyak hal untuk membantu Indriana pulih. Wanita itu terus membuka album dan melihat apa yang ada di sana. Entah mengapa dadanya bergemuruh hebat saat melihat wajahnya berada di setiap lembar foto di sana. "Aku tak menyangka memiliki kenangan yang begitu indah seperti ini." Indriana melihat sendiri betapa indah senyum yang ia miliki dahulu. Senyum seorang wanita yang penuh kebahagiaan. Pada foto pernikahan itu iapun bisa menyaksikan tatapan matanya yang mencintai Jovan. "Ini adalah pernikahan kita?" tanya Indriana takjub. Jovan hampir menitikkan air matanya karena sangat sedih saat ini. Semua kebahagiaan yang pernah mereka miliki bersama menghilang begitu cepat. Karena tiga bulan setelah itu Indriana meng
Meena terpaksa mencobanya karena permintaan Indriana dan cincin itu sangat pas di jarinya. "Itu sangat pas sama kamu, Meena." Meena mengedikkan bahunya, ia masih tak mengerti. "Kalau begitu, aku akan menikahimu saja, apakah kamu bersedia?" Meena melotot tajam, jadi benar Jonathan sedang bermain-main? "Jonathan, apa maksudmu?" "Ayah, ibu... sebenarnya wanita itu adalah Meena. Wanita yang kusukai adalah Meena, dan sekarang aku ingin mendengar jawaban dari Meena." Indriana lebih terkejut lagi, ia tak menyangka Meena adalah gadis yang dimaksud Jonathan. "Kamu Serius?" "Tentu saja aku serius, Bu. Aku tau Meena adalah yang terbaik untukku dan juga untuk Juan. Apakah menurut ibu tidak seperti itu?" Indriana menatap Meena tak bisa menahan untuk tersenyum. Tentu saja itulah yang ia harapkan selama ini. "Aku sudah pernah menjodohkan kalian dahulu, tapi kalian tidak menuruti keinginan ibu, hah?" Ya, Jonathan juga ingat waktu itu dirinya menolak mentah-mentah tawaran ibuny
Jovan mendengarkan dengan serius, dia tidak mengerti siapa wanita itu kali ini. "Kalau begitu, perkenalkan dia pada ayahmu ini, ayah senang mendengarnya, Juan membutuhkan seorang ibu, seharusnya kalian cepat menikah saja." Jonathan tersenyum, tidak sulit mendapatkan persetujuan semacam ini bukan? "Lalu bagaimana dengan ibu? Apakah ibu setuju kalau aku cepat menikah?" Indriana terdiam, ia tidak terlihat antusias. "Aku tidak yakin wanita seperti apa lagi yang kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Tapi aku sudah kehabisan kata-kata untuk membuatmu sadar." Jawaban ibunya membuat Jonathan tidak puas samasekali. "Ibu tidak setuju aku menikah lagi?" "Bukan begitu, Jonathan. Ibu hanya ingin mengenal wanita seperti apakah dia itu. Ibu tentu saja merasa kuatir dengan kisahmu dalam menjalani rumah tangga. Ibu takut kamu terluka lagi." "Ibu, aku tidak seperti ayahku,.dia hanya setia dengan satu wanita saja, bukankah begitu, Ayah?" Jovan dan Indriana tertawa kecil dan sedikit t
Tentu saja itu sangat penting, apakah kamu tidak berniat memberi tau? batin Meena, ia tetap diam tidak mengatakan apapun. "Terserah, kalau menurutmu penting, suatu saat kau pasti akan memberi tau padaku. Tapi sebenarnya... ini cukup berlebihan, aku bahkan tidak berharap kau bertindak sejauh ini. Bagiku, sudah cukup jika kamu mencintaiku." "Kenapa aku merasa wanita tidak seperti itu, Meena? Winda dulu juga begitu, tapi ternyata..." "Lihatlah, kamu masih juga membawa-bawa masa lalu. Aku berharap menjadi wanita yang cukup pintar sehingga tidak terlalu menunggu dan menuntut pemberian seorang laki-laki. Akan tetapi sebenarnya banyak juga kejadian wanita jadi besar kepala kalau sudah menghasilkan uang sendiri. Apakah kamu tidak takut aku menjadi seperti itu?" Jonathan hanya tersenyum tipis dan melangkah pergi, "Lakukan dan tunjukkan sifat aslimu secepat mungkin, Meena. Mungkin suatu hari nanti aku akan mengerti dan memutuskan apakah aku bisa bertahan atau tidak, seperti yang sudah lewat
Ruangan itu sungguh diluar ekspektasinya. Bisa dibilang ruangan yang ditata begitu estetik dengan berbagai macam peralatan mewah. Ada satu meja besar dengan berbagai macam peralatan dan juga manekin dalam berbagai pose. Ada dua buah perangkat laptop dan juga monitor dinding yang besar. Meena bahkan tidak tau kapan ruangan ini di desain dan diubah menjadi seperti ini. "Apakah ini sungguh ruangan milikku?" Meena berbicara sendiri. "Tentu saja, ini adalah hadiah dariku. Kamu suka?" "Tapi... kenapa kau memberikan hadiah semahal ini? Aku...." "Apa yang harus ku berikan untuk wanita yang begitu spesial di hatiku? Aku juga tidak tau apakah ini cukup spesial. Selain itu... kau mungkin sangat kesal kepadaku akhir-akhir ini." "Jadi maksudmu?' "Kamu tidak akan melihatku dari sini, kau bisa fokus bekerja. Haruskah aku membuat area bermain untuk anak kita?" Meena tentu saja sangat terperangah, "Jangan keterlaluan, apa yang akan mereka katakan nantinya?" "Jangan perdulikan merek
Meena menghempaskan dirinya di pembaringan. Ia teringat dengan bagaimana Jonathan bersikeras untuk menikahinya. Egonya setinggi ini untuk menolak tawaran yang dulu begitu ia inginkan. "Aku merasa sangat marah, aku juga bingung harus bagaimana," lirihnya mematut dirinya di cermin. Wajahnya... ia teringat dengan Laila yang begitu dicintai Jonathan. Ia sedikit terganggu karena bisa jadi Jonathan hanya ingin mengabadikan wajahnya demi Laila di sisinya. "Kenapa semua ini membuatku semakin bodoh dan takut?" gumamnya lagi. Adapun Jonathan melakukan hal yang sama di kamarnya. Ia melihat dirinya di cermin dan berkata, "Aku ingin tau dan penasaran, apakah kamu hanya mengoleksi banyak sekali fotoku tanpa tujuan? Seharusnya kau menerimaku karena aku yakin kau membutuhkanku," ujarnya pelan. "Tapi baiklah, kita lihat nanti apa yang akan kau lakukan," ujarnya kemudian. Keesokan harinya Jonathan berangkat bekerja tanpa menjemput Meena. Pria itu bahkan tidak menjenguk Juan pagi ini. "J
"Kau masih tak mengerti? Aku bilang aku akan menjalani hidup ini bersamamu sampai akhir, kenapa kau masih berkeras menolakku?" "Tapi Jonathan..." "Kau menyukaiku, aku ingat sekarang bahwa Wiliam pernah mengatakan padaku bahwa kau menyukaiku. Sayangnya aku tidak pernah memikirkannya." Meena sedikit terkejut. Ia tak menyangka Wiliam mengatakan hal bodoh semacam itu pada Jonathan. "Maafkan aku karena keadaan tidak memungkinkan bagiku pada waktu itu. Kau tau aku menyimpan rasa bersalah karena Laila juga tidak pernah mendapatkan cinta dariku saat dia menjadi istriku. Aku hanya seorang lelaki dingin dan bodoh." "Aku membuatnya menderita dan pergi dari rumahku, sehingga dia sangat terpuruk sendirian." "Jadi kau menikah karena penyesalan?" tanya Meena penasaran. "Begitulah, dia sebenarnya menyukaiku sebelum ingatannya hilang," ujarnya. "Tapi pada akhirnya saat dia menemukan cinta itu, semuanya sudah terlambat." Meena terdiam memikirkannya, akan tetapi hatinya masih dipenuhi ke