Share

Lima

Author: Dewanu
last update Last Updated: 2024-01-04 21:15:16

Tok tok tok!

"Maaf, Tuan. Rapat akan segera dimulai. Apakah saya harus menundanya sebentar?"

Seorang asisten masuk dan memutus percakapan mereka.

Pria tua itu pun menghela napas. "Tidak. Aku akan segera ke sana."

Hanah sendiri masih penasaran. Namun, ia mengatupkan bibirnya karena rasanya tidak sopan kalau dia memaksa untuk tau sekarang.

Di sisi lain, ia juga menolak asumsi bahwa Jovan memiliki anak yang lain. Bagaimanapun, ia tak bisa menerima kenyataan yang memungkinkan untuk posisinya tergeser oleh siapapun, walaupun jika itu adalah anak kandung ayah angkatnya.

"Hanah, pergilah membeli mobil itu bersama Leo, setelah itu segera kau meminta Leo untuk mengantarmu ke desa menemui orang tuamu. Mengerti?" Suara Jovan menekan supaya gadis itu tidak mengganggu pekerjaannya.

"Ayah, kenapa aku harus pergi dengan manusia es itu? Dari sekian banyak pengawal ayah, haruskah Leo?" protesnya.

"Benar, hanya Leo yang harus mengantarmu. Oke?" kata Jovan malah menegaskan.

Gadis itu memanyunkan bibirnya. Membayangkan betapa kesalnya ia dengan Leo yang sangat pendiam itu. Perjalanan akan menjadi sangat membosankan karena ia selalu diabaikan. Leo memang tampan, tapi gak lebih seperti puncak Jayawijaya yang tinggi dan dingin.

"Huft, aku harus bersiap dengan air mendidih supaya wajahnya meleleh," gerutunya saat Jovan berlalu kemudian iapun mengikuti langkah Jovan keluar ruangan, tapi masih juga memikirkan lembaran di atas meja tadi. "Siapa sebenarnya yang sedang ayah pedulikan?" lirihnya.

###Di sisi lain###

"Pak Jono, ini adalah pesan dari Pak Jovan, supaya bapak cepat kembali ke Jakarta. Bagaimanapun, Pak Jovan menginginkan pengobatan yang terbaik untuk Pak Jono," terang Burhan.

Jono hanya menanggapi dengan datar, ia tak bersemangat untuk melakukannya dalam waktu dekat ini.

"Saya rasa, ini bukan waktu yang tepat," jawabnya singkat.

"Tapi Pak..."

"Katakan pada Ayahku, aku akan segera kembali ke Jakarta beserta istriku, dan aku akan datang menemuinya pada waktu yang kujanjikan," tegasnya.

"Dengan istri? Maksud Pak Jono...." bingung pria itu. Setahunya, istri Jono sudah berselingkuh. Masih layakkah dia menjadi pendamping untuk pewaris di hadapannya ini?

"Kuharap tidak banyak pertanyaan soal ini, aku akan menjelaskan nanti," tegas Jono.

Hal ini membuat Burhan terkesiap, teringat atasannya.

Memang benar kedua orang ini sangat mirip karakternya.

Kalau sudah memutuskan seusatu, Pak Jovan juga tidak terbantahkan. Tapi, Burhan harap Jono punya kejutan dari tindakannya ini..

"Baik, Pak," kata pria tua itu hormat. Ia pun mengangguk lalu segera pergi.

Tanpa ada orang yang mengetahui, hari ini, Jono telah menyiapkan sebuah rencana.

Ia  sudah menyiapkan berkas perceraian dengan bantuan seorang teman lama yang bekerja sebagai pengacara.

Di sinilah dia menemui Erwin di kantornya dan menceritakan segala hal yang ia alami, berharap temannya akan membantu sebisanya.

"Kenapa kau tak ingin mempertahankan pernikahanmu, Jono? Apa tidak ada kata maaf lagi untuk istrimu? Bisa jadi semua itu kesalahan Desta yang mengambil kesempatan dengan kondisimu yang buta, sementara istrimu khilaf," tanya Erwin, bingung.

Sementara itu, Jono tersenyum jijik. Khilaf katanya? Bah!!

"Aku memang buta, tapi aku masih suaminya. Apakah bisa diterima seorang wanita berdekatan dengan pria lain hanya karena suaminya tak berdaya? Meskipun aku lemah, aku punya harga diri. Aku lelaki, pantang dikhianati wanita."

"Hmm, baiklah. Jadi apa rencanamu?"

"Tunggulah sebentar, aku masih akan sedikit bermain-main, apa itu sedikit kejam?" seringai Jono membuat Erwin bergidik ngeri.

Sementara Erwin juga tidak berani untuk menyalahkan Jono yang berencana begitu, itu adalah rasa benci dan marah yang telah menguasai hatinya.

"Entahlah, secara prinsip dan pribadiku, akupun merasa diinjak-injak. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga, aku hanya bisa menahan rasa sakit karena tak bisa berbuat apapun. Kau yang menjalani kau yang merasakan, aku bisa apa? Akan tetapi sepertinya menceraikan saja tidak cukup membuatmu puas bukan?"

"Itulah yang sedang kupikirkan, kau harus membantuku," katanya lagi.

Erwin lalu merangkul Jono dan memberikan tepukan di punggung pria itu. "Kalau kau yakin, aku akan mendukungmu. Jadi apa yang harus kulakukan untukmu selanjutnya?"

Jono melihat temannya dengan antusias. "Bantu aku untuk kembali ke Jakarta dengan kau membantuku seperti apa yang kubutuhkan. Aku harus mendesaknya kembali ke Jakarta lalu ingin melihat bagaimana reaksinya, apakah dia akan memutuskan ikut atau tidak."

"Kau akan tahu nanti, aku ingin perempuan ini sadar saat aku membuangnya ke tempat sampah, dia harus juga merasakan perasaan ini. Aku baru menyadari, uang hanya pemanis ketulusannya. Pada akhirnya saat uang itu menghilang, kita akan tahu ketulusan apa yang dia miliki."

Erwin menghela napasnya. Ia memahami bagaimana kalutnya pria ini, akan tetapi menguji Winda dengan uang, apakah Jono punya kemampuan?

"Baiklah. Aku akan membantumu," akhirnya dia mengulang ucapannya dan berujar pasrah.

Jono tersenyum puas. Meskipun ia bercerita soal kronologi menceraikan Winda, ia tidak bercerita soal menjadi pewaris konglomerat.

Hal itu ia sengaja karena kepercayaan itu begitu sulit untuknya saat ini, bahkan sahabatnya sendiri seperti musuh baginya.

Setelah ia kembali ke rumah, Jono meminta Laila mengemasi seluruh pakaiannya dan memasukkan pakaian mereka berdua ke dalam koper besar.

Ia kemudian menunggu sang istri pulang bekerja untuk melancarkan aksinya.

Sebenarnya, hatinya remuk redam, tapi ia bersyukur karena mereka belum dikaruniai anak sehingga tidak sulit baginya untuk melakukannya.

Tak lama kemudian, Winda telah sampai di rumah dengan wajah yang berbinar. Jono sudah bisa melihat gelagat yang begitu penuh guratan bahagia seperti seorang remaja yang kasmaran.

Ah tidak, betapa pemandangan itu begitu menyesakkan dadanya?

"Mas, apa ini?!" seketika Winda berteriak saat sebuah tak koper besar berdiri di dekat tempat tidur mereka. Lalu Winda membuka pintu almari untuk melihat di dalamnya.

"Kenapa pakaian kita keluar semua dari almari, Mas?" tanya Winda terkejut.

"Seperti yang aku katakan, kita akan kembali ke Jakarta, Winda. Kita bisa pulang dan di sana aku akan bekerja, melakukan kewajibanku sebagai seorang suami."

"Tapi Mas, kenapa sangat buru-buru? Aku belum siap, Mas, kita juga tidak memiliki uang untuk kembali ke Jakarta."

"Apakah kamu kuatir soal uang, Winda?" kata Jono malah bertanya. "Apa kau tidak percaya aku memiliki uang?"

Winda terpekur, selain sangat tiba-tiba, hubungannya dengan Desta sedang sangat membara, ia tidak akan sanggup berpisah dengan Desta, batinnya mulai meronta.

"Mas, kenapa Mas Jono mengingkari janji untuk aku bisa berkarir? Aku juga pengen maju seperti wanita yang lain, aku pengen bekerja dan menghasilkan uang sendiri..."

"Jadi kau menolak untuk pulang ke Jakarta? Apa hanya itu alasanmu? Tidak ada yang lain?"

"Eh... nganu Mas, aku masih kerasan di sini, tidak ada pekerjaan yang bagus untukku di Jakarta."

Jono masih diam mendengarkan, tentu saja ia harus bersikeras memenangkan perdebatan ini, memaksa kalau perlu.

"Apakah karena Desta?"

Winda terperangah, wajahnya segera pucat dan bibirnya terkatup rapat.

"Maksud Mas Jono?" lirihnya.

"Maksudku, apakah Desta kesulitan mendapatkan karyawan sehingga menahan kamu? Jangan kuatir, Desta tidak akan kesulitan mendapatkan karyawan yang lebih cantik darimu. Aku juga yang akan berbicara langsung dengannya."

Tangan Winda mengepal dan terasa lembab. Jono mengatakan seolah mengetahui sesuatu di antara mereka. Mungkinkah seseorang telah memberi tahu? Tidak mungkin kalau Jono mengetahui sendiri padahal kerjanya cuma tiduran di rumah, batin Winda. Ataukah mungkin memang begitu?

Tapi, siapa?

Related chapters

  • Sang Pewaris Buta    Enam

    "Tidakkah kau masih membutuhkan Desta juga untuk membiayai pengobatanmu?" jawab Winda lirih mencari alasan.Hal ini membuat Jono menahan senyum sinis untuk keluar di wajahnya."Kau memang pengertian, itukah sebabnya kau sangat baik dengan temanku itu? Karena jasanya pada suamimu?" kata Jono tapi sebenarnya ada hal lain yang sedang muncul di kepalanya.Setelah melontarkan ucapan itu, Jono menyeret langkahnya keluar rumah, menghirup udara malam yang dingin. Tapi itu lebih baik, daripada melihat istrinya yang memuakkan!Wajah Jono berkerut, seolah menanggung beban yang berat.Memikirkan Desta sepertinya bukan tipe lelaki yang bersih dalam bisnis, seharusnya ia bisa melakukan sesuatu.Spekulasi memang, tapi itulah peruntungan!Erwin pasti sangat berguna membuat Desta mendapatkan masalah secara hukum. Tapi cela itu, bagaimana caranya untuk mengetahui?Segera ia menghubungi pak Burhan, sopir Desta sekaligus utusan ayahnya."Cari kelemahan perusahaan Desta, aku akan membuatnya dipenjara," t

    Last Updated : 2024-01-06
  • Sang Pewaris Buta    Tujuh

    "Apa tidak boleh?" tanya Jono santai."Uhm," deham Desta menormalkan diri, "kenapa tiba-tiba? Bukankah seharusnya kau masih dalam perawatan?" "Begitulah, kami harus kembali karena tidak ada yang bisa kulakukan di sini." Jono lalu merunduk, mengambil sesuatu di bawah meja."Dan ini, ini adalah uang yang pernah kau berikan padaku, aku sudah memilikinya dan sekarang aku kembalikan," katanya sambil menunjuk sebuah amplop besar ditangannya .Brak!Hal itu membuat Desta dan Winda semakin melongo.Desta mendekati amplop tersebut dan membukanya."Sejumlah uang yang banyak ini... bagaimana kau mendapatkannya?" tanya Desta keheranan. "Selama ini kau tidak bekerja, bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"Pria itu lalu mengitari beberapa perabotan mahal miliknya, seolah kuatir sesuatu telah dijual teman butanya."Terima saja uang itu tanpa harus bertanya bagaimana aku mendapatkannya," balas Jono, setidaknya ia tidak terbebani lagi dengan kebaikan Desta.Tak banyak yang bisa Jono simpulkan

    Last Updated : 2024-01-18
  • Sang Pewaris Buta    Delapan

    "Kau... kau sungguh mau membayarnya, Mas?" Wajah Winda tersirat keraguan, sangat aneh rasanya karena tiba-tiba Jono punya uang dalam jumlah besar."Hmm, tentu saja. Aku yang akan membayarnya."Kini, Laila tak bisa berkata-kata. Ia memang membutuhkan uang itu untuk mengobati sang ibu yang sedang berada di rumah sakit saat ini, dan uang gaji ini memang sangat berarti.Pagi itu, Laila menerima pembayaran dari Jono sebagai gaji terakhirnya. Bagaimanapun, ia sangat berterima kasih karena Jono membayarnya dengan gaji penuh dan juga bonus yang cukup besar.Jono memberikan uang itu disaat Desta dan Winda sedang keluar rumah karena Winda mengantar Desta yang hendak kembali. Saat itulah, Jono memberikan sejumlah uang bonus tersebut tanpa diketahui siapa pun."Terima kasih banyak, Pak. Uang ini sangat berarti buat saya, saya akan berterimakasih dan mudah-mudahan bisa membalas kebaikan pak Jono suatu hari nanti," katanya dengan meneteskan air mata.Setelah itu, Laila pulang dan Winda sudah me

    Last Updated : 2024-01-19
  • Sang Pewaris Buta    Sembilan

    Di sisi lain, Winda yang tidak habis pikir kenapa Jono melakukannya.Ia mulai masuk ke kamar yang satu lagi, kamar yang lebih sempit dan pengap."Lihat saja nanti, aku tidak akan hidup seperti ini lagi," gerutunya. "Aku akan menelepon Desta dan mengirim uang untukku, aku tidak akan sudi tinggal di tempat kumuh ini!"Winda sangat kesal, tapi ia hanya bisa meluapkan amarahnya di balik tembok kamar yang sekarang ia tempati. Sepertinya harapan indah untuk menjadi wanita modis sudah semakin menipis.****Keesokan harinya, Jono bangun pagi dan mendapati rumah masih berantakan. Ia juga tidak melihat ada makanan di meja dapur padahal ia sudah berpesan untuk memasak makanan dengan sejumlah uang yang ia berikan. Tapi nyatanya Winda masih tidur pulas di kamarnya.Ia pun hanya menggelengkan kepalanya dan segera membersihkan tubuhnya. Lalu, pergi dengan mengunci kembali pintu rumahnya.Winda segera bangkit dan tersenyum licik. Ia sengaja pura-pura tidur dan tidak memasak untuk Jono."Rasakan, inil

    Last Updated : 2024-01-20
  • Sang Pewaris Buta    Sepuluh

    Dengan gusar pria itu mengepalkan tangannya, ia tak sanggup untuk bercerita."Suatu saat, kau akan tahu bagaimana kisah pernikahan kamu," pelan Jovan kemudian.Jono mengangguk, menerima ucapan ulang ayah."Jono, aku adalah ayahmu, aku berharap kau bisa menggantikan posisiku karena aku sudah tidak muda lagi, kau harus bersedia?" kata Jovan menegaskan."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabnya.Hal itu tentu saja membuat Jovan sedikit kecewa"Terserah padamu, tapi aku tidak bisa menunggu lama," katanya kemudian. "Selain itu kau harus melakukan operasi mata supaya keadaan matamu kembali sempurna.""Tidak, itu tidak diperlukan lagi.""....""Aku membutuhkanmu sebagai seorang ayah, itu sudah lebih dari cukup bagiku.""Apakah karena istrimu?" tanya Jovan ragu.Jono terdiam. Berbicara soal istrinya melukai harga dirinya. Kilatan kebencian jelas terlihat di wajah putranya sehingga Jovan meras

    Last Updated : 2024-01-25
  • Sang Pewaris Buta    Sebelas

    Hahaha, sangat mudah ternyata."Aku ingin mobil dengan atap terbuka," katanya kemudian."Baik, Pak. Saya akan segeralah membawa mobil itu untuk bapak.""Hei, apa kau bercanda?" tiba-tiba Jono merasa ragu lagi."Maaf?""Apa kau sungguh mengabulkan mobil itu?""Tentu, Pak.""Hahaha, baiklah, bawakan untukku."Rasa tak percaya dan juga bahagia bercampur aduk dalam pikirannya. Ia benar-benar merasakan enaknya menjadi kaya raya sekarang ini. Lalu iapun menyusut darah yang mengalir di sudut bibirnya."Winda, Desta, kalian akan membuatku seperti ini, aku tidak akan melepaskan kalian berdua," katanya dengan mengepalkan tangannya.Setelah bangkit dan membersihkan diri, sekarang ia menunggu ucapan dalam percakapan di ponsel itu terbukti. Dan ternyata benar, tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam pekat sudah berada di pekarangan rumah dengan seorang sopir."Selamat siang Pak Jono, mob

    Last Updated : 2024-01-25
  • Sang Pewaris Buta    Dua belas

    Hanah tak perduli, dia masih penasaran dengan lelaki itu."Serius, aku kecewa dengan selera kamu Hanah. Coba pikirkan level kamu dengannya, bahkan aku tidak mengira dia membayar berkuliah di sini. Bisa saja dia cuma siswa penerima bantuan.""Terserah kalian mau bilang apa, aku kan cuma penasaran, kenapa kalian ribut?""Enggak Han, kamu itu tertarik sama tuh cowok."Hanah menggigit bibirnya, "Dia sudah beristri, aku bisa apa," lirihnya nyaris tak terdengar.Sementara itu Jono melenggang ke area kampus dengan tenang. Saat itu ia melihat seorang gadis yang cukup di kenalnya berada di sudut ruangan."Laila?" gumamnya keheranan. "Apa dia sungguh berkuliah di sini?"Gadis itu masih fokus dengan penjelasan seorang dosen di depan kelas. Tentu saja Jono sangat terkejut melihat Laila yang dulu bekerja sebagai pelayan di rumahnya berada dalam satu ruangan dengannya.Beberapa menit kemudian dosen sudah selesai dengan mata k

    Last Updated : 2024-01-26
  • Sang Pewaris Buta    Tiga belas

    Wiliam masih diam memperhatikan Jono.Ia tidak melihat Jono datang sebagai pengacau. Bisa jadi Jono memanglah kerabat istrinya."Kalau begitu, kita adalah orang dekat. Maaf karena aku tidak mengenalmu," kata Wiliam merendah."Bagus. Tapi aku memintamu untuk membatalkan kerja sama dengan Gress korporasi, bukankah perusahaan itu tidak terlalu bagus untukmu?"Gress adalah perusahaan milik Desta, perusahaan tersebut sedang devisit dan nyaris tumbang karena kekacauan manajemen."Tapi... bagaimana kau bisa tahu soal itu? Aku bahkan belum memutuskan apapun."Jono tertawa tanpa suara, ia juga tahu perusahaan Wiliam dalam kondisi pailit. Bagaimana dia bisa tahu? Ah, apa susahnya jika memiliki banyak uang? "Putuskan saja sekarang, lalu jual perusahaanmu padaku, beres bukan?"Mendengar hal itu Wiliam malah heran sekarang. Air wajahnya berubah merah padam. Tersinggung."Jangan percaya, sayang. Dia cuma orang miski

    Last Updated : 2024-01-26

Latest chapter

  • Sang Pewaris Buta    TAMAT

    "Jonathan, bangunlah nak, sebaiknya kalian tidur di kamar kalian dan bukan di sini," bisik ibunya pelan sementara Jonathan masih belum penuh kesadarannya. "Ibu? Oh, tidak, aku ketiduran tadi." "Mana Mirna pengasuh kalian? Kenapa tidak ada di sini untuk menjaga mereka?" "Anu Bu, Ayah Mirna sakit keras sehingga ia harus ke rumah sakit." "Oh, begitu rupanya. Kalau begitu, bangunkan istrimu dan aku yang akan menjaga anak-anak malam ini." Jonathan sedikit malu, tapi tentu saja itu yang diharapkan. "Baik, Bu, aku akan membangunkan Meena terlebih dahulu." "Baik, bangunkan dia dan aku akan menyiapkan botol susu untuk anak-anak." Setelah ibunya pergi, Jonathan mendekati Meena yang terlelap sementara Juan masih menyusu di tubuhnya. Perlahan iapun mengusap puncak kepala Meena dengan lembut lalu menyentuh pipinya. "Sayang, kamu mau bangun apa enggak?" panggil Jonathan dengan terus membelai pipinya. "Hah? Eh, Jonathan?" "Iya, ini aku, suamimu." "Ya Tuhan, aku lupa. Aku hampir terkejut

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Empat Puluh

    Winda berjalan mendekati dengan jantung berdetak hebat. Rasa malu bercampur marah seorang membayang di wajahnya. Akan tetapi ini adalah akhir dari perjalanan yang harus ia lakukan. Setelah semua ini, ia akan pergi menjauh dari pria pujaannya ini. Meena melihat wajah Winda yang tertunduk dalam membuatnya kasihan. "Winda..." "Selamat atas pernikahan kalian, Meena. Semoga kalian bahagia." Jonathan hanya diam melihatnya sementara Hanah melihatnya dengan wajah kesal. "Kamu tau sekarang, seorang lelaki itu tidak akan memaafkan perempuan yang berselingkuh, apa kamu mengerti sekarang?" Hanah berbicara blak-blakan, membuat Winda semakin sedih. "Maafkan aku atas semuanya. Aku sungguh minta maaf," wajah Winda kemerahan menahan air mata. Jonathan berharap penyesalan itu memang benar-benar ada pada wanita ini.Setelah mengatakannya Winda kemudian membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana.Meena sedikit merasa bersalah atas kejadian itu. Iapun tak mengira akan seperti ini akhirnya."Aku mer

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Sembilan

    Indriana menerimanya, akan tetapi telapak tangannya sudah penuh keringat dingin. Ia merasa inilah yang ia butuhkan selama ini. Sebuah bukti nyata yang bisa mengembalikan ingatannya pada masa itu. Jonathan membiarkan Indriana dalam pikirannya sendiri. Ia terus mencoba banyak hal untuk membantu Indriana pulih. Wanita itu terus membuka album dan melihat apa yang ada di sana. Entah mengapa dadanya bergemuruh hebat saat melihat wajahnya berada di setiap lembar foto di sana. "Aku tak menyangka memiliki kenangan yang begitu indah seperti ini." Indriana melihat sendiri betapa indah senyum yang ia miliki dahulu. Senyum seorang wanita yang penuh kebahagiaan. Pada foto pernikahan itu iapun bisa menyaksikan tatapan matanya yang mencintai Jovan. "Ini adalah pernikahan kita?" tanya Indriana takjub. Jovan hampir menitikkan air matanya karena sangat sedih saat ini. Semua kebahagiaan yang pernah mereka miliki bersama menghilang begitu cepat. Karena tiga bulan setelah itu Indriana meng

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Delapan

    Meena terpaksa mencobanya karena permintaan Indriana dan cincin itu sangat pas di jarinya. "Itu sangat pas sama kamu, Meena." Meena mengedikkan bahunya, ia masih tak mengerti. "Kalau begitu, aku akan menikahimu saja, apakah kamu bersedia?" Meena melotot tajam, jadi benar Jonathan sedang bermain-main? "Jonathan, apa maksudmu?" "Ayah, ibu... sebenarnya wanita itu adalah Meena. Wanita yang kusukai adalah Meena, dan sekarang aku ingin mendengar jawaban dari Meena." Indriana lebih terkejut lagi, ia tak menyangka Meena adalah gadis yang dimaksud Jonathan. "Kamu Serius?" "Tentu saja aku serius, Bu. Aku tau Meena adalah yang terbaik untukku dan juga untuk Juan. Apakah menurut ibu tidak seperti itu?" Indriana menatap Meena tak bisa menahan untuk tersenyum. Tentu saja itulah yang ia harapkan selama ini. "Aku sudah pernah menjodohkan kalian dahulu, tapi kalian tidak menuruti keinginan ibu, hah?" Ya, Jonathan juga ingat waktu itu dirinya menolak mentah-mentah tawaran ibuny

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Tujuh

    Jovan mendengarkan dengan serius, dia tidak mengerti siapa wanita itu kali ini. "Kalau begitu, perkenalkan dia pada ayahmu ini, ayah senang mendengarnya, Juan membutuhkan seorang ibu, seharusnya kalian cepat menikah saja." Jonathan tersenyum, tidak sulit mendapatkan persetujuan semacam ini bukan? "Lalu bagaimana dengan ibu? Apakah ibu setuju kalau aku cepat menikah?" Indriana terdiam, ia tidak terlihat antusias. "Aku tidak yakin wanita seperti apa lagi yang kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Tapi aku sudah kehabisan kata-kata untuk membuatmu sadar." Jawaban ibunya membuat Jonathan tidak puas samasekali. "Ibu tidak setuju aku menikah lagi?" "Bukan begitu, Jonathan. Ibu hanya ingin mengenal wanita seperti apakah dia itu. Ibu tentu saja merasa kuatir dengan kisahmu dalam menjalani rumah tangga. Ibu takut kamu terluka lagi." "Ibu, aku tidak seperti ayahku,.dia hanya setia dengan satu wanita saja, bukankah begitu, Ayah?" Jovan dan Indriana tertawa kecil dan sedikit t

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Enam

    Tentu saja itu sangat penting, apakah kamu tidak berniat memberi tau? batin Meena, ia tetap diam tidak mengatakan apapun. "Terserah, kalau menurutmu penting, suatu saat kau pasti akan memberi tau padaku. Tapi sebenarnya... ini cukup berlebihan, aku bahkan tidak berharap kau bertindak sejauh ini. Bagiku, sudah cukup jika kamu mencintaiku." "Kenapa aku merasa wanita tidak seperti itu, Meena? Winda dulu juga begitu, tapi ternyata..." "Lihatlah, kamu masih juga membawa-bawa masa lalu. Aku berharap menjadi wanita yang cukup pintar sehingga tidak terlalu menunggu dan menuntut pemberian seorang laki-laki. Akan tetapi sebenarnya banyak juga kejadian wanita jadi besar kepala kalau sudah menghasilkan uang sendiri. Apakah kamu tidak takut aku menjadi seperti itu?" Jonathan hanya tersenyum tipis dan melangkah pergi, "Lakukan dan tunjukkan sifat aslimu secepat mungkin, Meena. Mungkin suatu hari nanti aku akan mengerti dan memutuskan apakah aku bisa bertahan atau tidak, seperti yang sudah lewat

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Lima

    Ruangan itu sungguh diluar ekspektasinya. Bisa dibilang ruangan yang ditata begitu estetik dengan berbagai macam peralatan mewah. Ada satu meja besar dengan berbagai macam peralatan dan juga manekin dalam berbagai pose. Ada dua buah perangkat laptop dan juga monitor dinding yang besar. Meena bahkan tidak tau kapan ruangan ini di desain dan diubah menjadi seperti ini. "Apakah ini sungguh ruangan milikku?" Meena berbicara sendiri. "Tentu saja, ini adalah hadiah dariku. Kamu suka?" "Tapi... kenapa kau memberikan hadiah semahal ini? Aku...." "Apa yang harus ku berikan untuk wanita yang begitu spesial di hatiku? Aku juga tidak tau apakah ini cukup spesial. Selain itu... kau mungkin sangat kesal kepadaku akhir-akhir ini." "Jadi maksudmu?' "Kamu tidak akan melihatku dari sini, kau bisa fokus bekerja. Haruskah aku membuat area bermain untuk anak kita?" Meena tentu saja sangat terperangah, "Jangan keterlaluan, apa yang akan mereka katakan nantinya?" "Jangan perdulikan merek

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Empat

    Meena menghempaskan dirinya di pembaringan. Ia teringat dengan bagaimana Jonathan bersikeras untuk menikahinya. Egonya setinggi ini untuk menolak tawaran yang dulu begitu ia inginkan. "Aku merasa sangat marah, aku juga bingung harus bagaimana," lirihnya mematut dirinya di cermin. Wajahnya... ia teringat dengan Laila yang begitu dicintai Jonathan. Ia sedikit terganggu karena bisa jadi Jonathan hanya ingin mengabadikan wajahnya demi Laila di sisinya. "Kenapa semua ini membuatku semakin bodoh dan takut?" gumamnya lagi. Adapun Jonathan melakukan hal yang sama di kamarnya. Ia melihat dirinya di cermin dan berkata, "Aku ingin tau dan penasaran, apakah kamu hanya mengoleksi banyak sekali fotoku tanpa tujuan? Seharusnya kau menerimaku karena aku yakin kau membutuhkanku," ujarnya pelan. "Tapi baiklah, kita lihat nanti apa yang akan kau lakukan," ujarnya kemudian. Keesokan harinya Jonathan berangkat bekerja tanpa menjemput Meena. Pria itu bahkan tidak menjenguk Juan pagi ini. "J

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Tiga

    "Kau masih tak mengerti? Aku bilang aku akan menjalani hidup ini bersamamu sampai akhir, kenapa kau masih berkeras menolakku?" "Tapi Jonathan..." "Kau menyukaiku, aku ingat sekarang bahwa Wiliam pernah mengatakan padaku bahwa kau menyukaiku. Sayangnya aku tidak pernah memikirkannya." Meena sedikit terkejut. Ia tak menyangka Wiliam mengatakan hal bodoh semacam itu pada Jonathan. "Maafkan aku karena keadaan tidak memungkinkan bagiku pada waktu itu. Kau tau aku menyimpan rasa bersalah karena Laila juga tidak pernah mendapatkan cinta dariku saat dia menjadi istriku. Aku hanya seorang lelaki dingin dan bodoh." "Aku membuatnya menderita dan pergi dari rumahku, sehingga dia sangat terpuruk sendirian." "Jadi kau menikah karena penyesalan?" tanya Meena penasaran. "Begitulah, dia sebenarnya menyukaiku sebelum ingatannya hilang," ujarnya. "Tapi pada akhirnya saat dia menemukan cinta itu, semuanya sudah terlambat." Meena terdiam memikirkannya, akan tetapi hatinya masih dipenuhi ke

DMCA.com Protection Status