Bab 24: Pesan Dalam Secarik KertasWadah aluminium tempat makan pasien terlepas dari pegangan tangan suster Intan.Itu karena suster Intan tak menyangka. Jelas ia sangat kaget saat Serina membentaknya seperti itu.Saat ini Serina juga sedang dalam masa frustasinya, ia sampai memegangi kepalanya karena bunyi tadi agaknya memekakkan telinganya."Maaf maaf, aku tidak sengaja!" ucap suster Intan.Serina menceritakan apa sebab ia murka setelah membaca pesan singkat Ibunya. "Aku yang semestinya minta maaf, suster. Ini semua karena keluargaku yang terus-terusan memaksaku menuruti keinginannya," sesal Serina.Ia berujar bahwa pernikahannya segera akan dilangsungkan setelah ia telah pulih dan kembali dari rumah sakit.Hal inilah yang membuat emosinya meledak, ia tak mungkin menerima keputusan sepihak ini begitu saja.Ada pengharapan yang tidak terpenuhi yang hanya akan menyiksanya lambat laun. Ia takut jika nasibnya akan setragis kawan-kawannya di kampung yang tak berhasil menolak pernikahan
Bab 25: Membuka Lembaran BaruKang Arya baru saja membuka ponselnya, rupanya tadinya sedang mengisi daya hingga terpaksa mematikannya dini hari tadi.Kang Arya baru saja membaca pesan dari suster Intan, lalu Rendy. Iapun segera menelpon kembali sahabatnya itu.Rendy yang merasa mendapatkan kesempatan untuk melepas rengkuhan tangan Serina, segera saja menepikan motornya di sisi jalan yang sepi.Sambil mengamati sekitar, iapun mengatakan pada Serina apa yang ingin ia sampaikan."Maaf, mau nerima telepon dulu. Kita berhenti sebentar di tikungan," pinta Rendy yang berusaha tak menyakiti perasaan Serina.Serinapun mendengar bunyi yang dihasilkan oleh ponsel Rendy. Iapun mau melepaskan pegangannya di pinggang Rendy.Saat ini Serina merasa sangat nyaman dan merasa Rendy adalah pria paling tepat yang telah dikirim oleh Alloh padanya.Ia seakan sudah mengenal Rendy sejak lama. Mungkin ini sebabnya ia tetap mengikuti gerak-gerik Rendy meski sedang menelpon. Pandangannya tak mau lepas dari sosok
Bab 26: Siasat Terselubung Suster IntanPagi ini Kang Arya, Rendy dan Putra berencana membesuk Tondo. Ryan dan Deny tidak ikut dengan mereka karena masih ada pekerjaan yang harus mereka selesaikan.Pada Kang Arya, Ryan dan Deny memberikan satu pesan agar mereka tidak dilibatkan dengan masalah kecelakaan itu. Mereka akan fokus membantu Pak Ustadz sampai bisa pulih kembali."Kita harus lebih hati-hati dengan masalah ini Kang," Rendy berpesan. Ia merasa ada buntut dari ini semua. Mungkin Tondo memiliki musuh atau preman lain yang ia berikan bagian uang dari Rendy kala itu."Aku sih merasa tidak akan ada masalah, karena ini semua kan murni kesalahan Tondo yang berkendara dengan kebut!" Kang Arya mengutarakan opininya.Disinyalir Tondo memang agak sedikit mabuk setelah menghadiri hajatan. Itulah kabar yang Kang Arya dapatkan dari beberapa sumber di kampung lain tempat terakhir Tondo singgah.Kini yang mereka upayakan uang untuk membebaskannya yang mungkin saja tak sedikit, dan yang paling m
Bab 27: Sang Penafsir MimpiSelepas sholat, ia masih saja memikirkan mimpi itu. Hal ini membuatnya resah.Tidurnya tak lagi nyaman, rasa yang sangat menyiksanya saat ini. Beberapa kali Kang Arya mengubah posisi tidurnya yang mestinya miring ke kanan.Meski Kang Arya menyangsikan sendiri mimpi yang membuatnya ngeri itu, tapi ia tetap ingin mencari tahu jawabannya.Mungkin jika mimpi itu adalah satu firasat, maka tak ada salahnya ia berusaha memecahkannya lewat bantuan orang yang paham atau memiliki keistimewaan seperti penafsir mimpi.Ia jadi teringat salah satu temannya yang pernah menanyakan pada teman lain yang memang memiliki kemampuan seperti itu.Namanya Fauz, ia adalah salah satu murid penghafal Al-Qur'an di kampungnya. Teman Putri yang juga sering menjadi pentugas Iqomah di Masjid itu.Kang Arya mencoba meminta nomor kontak pada temannya, karena ia ingin segera mengirimkan pesan pada Fauz, dan berharap ia mampu memberikan pandangan untuk kedepannya.Fauz yang menerima pesan itu
Bab 28: Pilihan Hati RendyFauz telah pulang ke rumahnya dan meninggalkan Kang Arya yang masih ada urusan di Masjid.Kang Arya telah memilih untuk memaknai hidup seperti apa yang temannya tadi ajarkan.Dari kisah para Rasul tadi, Kang Arya mulai memahami bahwa jika ada sebuah harapan untuk maju kedepannya, maka lebih baik untuk terus melangkah dan tidak perlu merasa takut.Sebagai lambang dari rasa syukur pada Sang Pencipta yang telah memberi anugerah kehidupan.Kang Arya berjanji pada dirinya akan selalu melindungi teman-temannya, walau sedang berada di jalan yang salah sekalipun.Putri yang masih berada di Masjid, kini bertemu dengan Kang Arya.Mereka berdua membicarakan masalah yang tengah mereka hadapi.Kang Arya menanyakan pada Putri, "Kamu pernah trauma pada seseorang?""Siapa?" tanya Putri balik.Putri yang sedang merasakan kegundahan semenjak mendengar rencana Rendy yang harus menikahi Serina, mendadak merasakan kalimat itu sebuah sindiran baginya."Jadi sebenarnya, kalau kulih
Bab 29: Pertentangan Hati Rendy"Mana mungkin aku bisa, ada-ada saja kamu, Kang!" terang Rendy sambil menggelengkan kepalanya dan mengulas senyum.Putri yang mendengarnya merasa lega, karena ia masih sedikit asing dengan kalimat yang berbau 'poligami' itu.Rendy tak mungkin bisa memiliki dua pilihan, karena baginya, hatinya hanya ada satu dan tidak bisa untuk dibagi dua.Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa jika ada seorang pria memilih untuk berpoligami, maka syarat yang harus dipenuhi adalah ia mampu membimbing dalam syiar dan mau jihad di jalan Alloh. Meskipun masih banyak syarat lainnya, seperti berlaku adil.Rendy yang masih dangkal ilmu Syari'ahnya pastinya tak mampu memenuhi syarat-syarat itu.Jika kondisi ini yang membuatnya harus memilih maka ia tetap akan memilih Serina. Ia merasa janjinya harus ia prioritaskan."Maaf, Kang Arya. Kata hatiku tidak bisa memiliki dua istri. Aku takut azab kalau nanti tidak bisa berbuat adil, jadi semoga saja ini adalah pilihan yang terbaik." R
Bab 30: Perubahan RencanaKini terlihat Serina yang sedikit kebingungan terpaksa menuruti keinginan Kang Arya. Iapun mendekat ke arahnya yang mengambil kursi untuk duduk."Duduk disini, aku mau ngomong sesuatu." Kang Arya menunjuk ke satu kursi yang ia tata di antara meja.Serina melihat ada sesuatu yang salah dari dirinya hingga ia ragu-ragu. "Ada apa, apa aku salah ngomong tadi?" tanya Serina."Nggak, kata siapa kamu salah?" Kang Arya melihat ada sedikit ketegangan di wajah calon istri Rendy itu."Semuanya sedang bersiap-siap, apa kamu sudah yakin tidak akan kedatangan tamu bulanan? Maaf kalau pertanyaanku nggak sopan." Kang Arya mengawali perbincangan empat mata antara mereka berdua."Yakin kok, Kang. Apa iya kalau pas kondisi itu kita dilarang naik gunung?" tanyanya sederhana.Kondisi emosional yang lebih mengkhawatirkan bagi perempuan di masa itu, rawan akan pengaruh jahat dari makhluk tak kasat mata. Disaat itu mereka sangat menyukai kondisi yang dianggap tidak suci atau najis.
Bab 31: Sosok Penunggu GedungRendy muncul dari balik pintu, tanpa terdengar suara langkah kakinya."Bikin kaget saja kau, Ren!" keluh Kang Arya."Iya nih, tadi dikira bukan orang yang keluar!" Serina ikut menyalahkan dirinya.Rendy memang sengaja menakuti mereka, karena suasananya sangat pas saat Serina sedang membahas tentang itu."Emang aku sengaja kok, salah sendiri cerita-cerita seram," elak Rendy yang memperlihatkan geliginya yang rapi itu sambil mengambil kursi untuknya."Suster Intan masih sakit?" tanya Serina."Masih, tapi sudah diberi Handplast." Rendy menuturkan pada Serina tanpa banyak bicara.Ia merasa akan ada ketegangan saat dirinya lebih memperhatikan suster Intan dibanding calon istrinya itu.Baginya Serina lebih terlihat menakutkan saat marah, melebihi rasa takut pada hantu sekalipun."Tadi, bahas apa hayoo!" sambung Rendy mengalihkan topik bahasan."Oh, tadi tuh aku lagi bahas tentang konten saja kok." Serina tampak kembali serius."Mau kontenin apa?" tanya Rendy ke
Bab 80: Akhir Sebuah Keputus-asaan Semuanya kini dihadapkan pada satu keadaan yang sulit, dimana segalanya pasti akan berakhir, seperti saat pertama kali memulai. Segala perwujudan kuasa Sang Khalik yang memaknai perjalanan itu, dimana tak ada detik waktu terbuang percuma untuk menemukan kesejatian diri yang pada awalnya terabaikan. Serupa manusia yang lalai meski juga banyak yang sadar siapa dirinya saat segala rintangan menghadang. Meski waktu yang mereka lalui masih sangat singkat. Perjalanan kali ini semestinya menyadarkan semuanya bahwa mereka berpacu dengan tambahan dinginnya angin di ketinggian ratusan meter diatas laut. Diantara rindang dan desau hembusan angin yang perlahan memasuki kerongkongan mereka setelah sebegitu beratnya digunakan untuk bernafas. Para pendaki Gunung Lawu malam ini sudah sampai ke tempat yang mereka tuju. Dinginnya angin meresap ke dalam pori-pori. Bulan yang tadinya bersinar terang, kini mulai meredup. Suasana temaram yang sangat kental terasa o
Bab 79: Kedatangan Sesepuh Ke Lokasi Pendakian"Kata sesepuh lebih baik kita duduk saja. Jangan berbuat apa-apa selain kita bacakan do'a. Biarkan saja si Cahyo begitu, atau kita ikat saja biar tidak lepas!" kata Adhya pada Agung. Mereka membuat satu keputusan ditengah kegentingan situasi itu. Sesepuh mereka yang memberikan saran seperti itu sebelumnya.Tak banyak bicara, Edi segera mengambil tali yang ia bawa dalam backpacknya. "Diikat dimana memangnya? Jangan bikin masalah lagi pokoknya, nanti bisa-bisa kita semua disini yang kena resikonya!" keluhnya meski tetap akan ia lakukan saja apapun yang bisa ia lakukan."Santai saja lah, yang penting Cahyo tidak lepas. Kan kita jadi capek kalau memegangi dia terus menerus!" balas Adhya.Mereka langsung membawa Cahyo dengan sedikit kesulitan lalu mengikat tangannya kebelakang badannya agar tidak banyak memberikan perlawanan yang pastinya membuat semuanya harus kerja keras lagi nantinya.Cahyo masih dalam kondisi tak sadar, seperti pada fase d
Bab 78: Kerasukan Saat Pencarian Tondo dan WildanSaat ini, Kang Arya sesekali melihat Ki Sapta Aji tepat di sampingnya. Betapa kehadiran Ki Sapta Aji sangat penting perannya, membuat perjalanan mereka tak lagi begitu melelahkan. Tenaga yang ia habiskan takkan percuma lagi.Kehadirannya seakan menambah energi baru, layaknya sinar matahari yang datang setelah hujan badai dan petir.Impas membayar segala komitmen dan kerja keras yang telah maksimal mereka kerahkan, bahkan sampai berkorban segalanya.Team SAR kedua akan datang dari arah Selatan, sedangkan team SAR pertama berhasil menemukan jejak kaki ketiganya yang terlihat sangat jelas seperti baru saja dilalui oleh pendaki.Agung selaku ketua, mendapati jejak di atas tanah. Ia menyalakan senternya lalu berkata, "Tunggu, apa kita harus mengikuti arah jejak ini?"Beberapa dari anggotanya spontan ikut melihat, dan tampaknya mereka juga memikirkan hal yang sama."Itu tandanya kita selangkah lebih dekat untuk menemukan mereka, ayo berpencar
Bab 77: Bertemu Dengan Ki Sapta AjiKang Arya kembali menjelaskan, khawatir mereka tidak paham saat melewatinya. Seperti saat mereka mengacaukan pertemuannya dengan Eyang Prabu. Meskipun itu bukan disengaja, tapi setidaknya kali ini sudah bisa diantisipasi. Wujud yang tak tampak pastilah sangat menyulitkan mereka yang tak peka. Seperti menuntun orang buta, meski kenyataannya kondisi mereka malah senormalnya manusia."Gerbang itu hanya berjarak satu meter saja, tapi wujudnya sebenarnya sangat luas. Jadi pas nanti ada dua batuan besar, disitu tempatnya. Tapi kita harus melewatinya dengan mata tertutup. Dan jangan lupa, baca do'a dalam hati!" perintah Kang Arya. Ia mencoba membuat dua rekannya patuh padanya dengan sedikit memprovokasi dengan menutup mata."Terus, kalau kita mengintip saja boleh nggak?" protes Tondo yang selalu antusias menginterupsi. "Kalau merem, takut salah masuk," lanjutnya tanpa menoleh lagi. Ia ingin mengambil peran selama perjalanan itu."Kita berbaris, aku yang di
Bab 76: Mengungkap Wujud Asli Eyang PrabuTentu saja, Kang Arya mengambil langkah panjang seperti setengah berlari. Meninggalkan mereka yang saling terpaku dan berpandangan. Tondo memberi isyarat pada Wildan sembari mengedikkan bahu dengan perasaan bercampur aduk antara mengikutinya atau tidak.Dalam pikiran Tondo saat ini, ia merasa Kang Arya sangat bersikeras dan tidak main-main. Semua itu karena waktunya semakin mendesak untuk terlalu berbicara bertele-tele dan harus mengambil keputusan itu secepatnya.Hal yang juga ada dalam benak Wildan, sesuatu terasa berbeda ia rasakan sebelumnya dari seorang leader itu. Semangat Kang Arya yang tadinya tampak meredup, telah kembali. Sudah sepatutnya ia senang, meski dibaliknya ada rasa takut yang sedikit banyak mendera pikirannya.Takut jika suatu saat Kang Arya berubah lebih jahat ketika kembali terbentur kekecewaan saat yang datang ternyata hanya sebuah kegagalan untuk kesekian kali.Tondo mengedipkan matanya, membuat isyarat pada Wildan, dan
Bab 75: Berdialog Dengan Penduduk Alam JinJalur menuju Pos terlewati satu demi satu tanpa halangan yang berat dan tampaknya mereka benar-benar sangat fokus saat ini. Tak banyak drama yang terjadi meski sesekali mereka mengabadikan momen dengan ponsel yang mereka bawa.Situasi sangat kondusif, tapi meski begitu Tondo tetap ingin menuntaskan rasa penasarannya dengan pertanyaan yang membuatnya seperti ingin mencoba menguji nyali dengan Kang Arya yang berada tak jauh darinya itu.Kaki mereka mulai sedikit merasakan penat, dan yang mereka butuhkan adalah sekedar mengalihkannya adalah dengan hal-hal ringan seperti ini."Setelah ini akan ada apa lagi, Kang?" ucapnya. Tondo menoleh dan berusaha mendekat tanpa takut membuat sedikit kontroversi, apalagi yang diajak bicara sedang dalam kondisi tidak mood sama sekali untuk mengobrol."Apanya? Kamu kalau ngomong yang lengkap sedikit kenapa sih?!" cela Kang Arya dengan wajah masam yang sudah familier dimatanya.Ia mengambil sesuatu dari kantong ran
Bab 74: Tugas Yang Diemban Kang AryaMalam itu dalam penginapan, mereka tertidur pulas. Hari yang dirasa singkat bagi jiwa-jiwa yang teramat lelah sedang mencari jawaban atas harapan yang tersisa, dan ribuan pertanyaan dalam benak mereka saat ini.Kang Arya masih belum bisa mengistirahatkan diri sepenuhnya ditambah suara dengkuran dua kawannya yang lainnya.Tersembul segala pemikiran dalam benak Kang Arya saat ini. Apakah ia sanggup mengembalikan semuanya? dan bagaimana harusnya ia menghadapi pertanyaan dari pihak keluarga mereka nantinya?Atau, bagaimana jika ia tidak pernah lagi bisa membawa mereka dalam keadaan utuh? Atau lebih parahnya lagi, jika mereka kehilangan sahabatnya untuk selama-lamanya tanpa ada penjelasan pasti.Seribu pertanyaan kian santer mendera diri Kang Arya sampai tak sadar iapun akhirnya terlelap. Hingga beberapa menit berlalu, belum juga lepas dari pikiran buruk, ia mengalami kejadian aneh yang datang lewat mimpinya.Dalam mimpinya, ia melihat bayangan putih men
Bab 73: Kekuatan Yang Hampir SempurnaKang Arya dengan kekuatan barunya yang kini mulai terbakar dengan api amarah, semakin keras memberikan perlawanan. Dengan lantang, ia terus meneriakkan satu nama untuk menantang duel dengan sosok pembawa petaka itu.Kata-katanya bagai menembakkan peluru angin yang menyasar ke segala penjuru, ditambah kekuatan suaranya yang terdengar gahar dan mengerikan."Kau makhluk terkutuk bernama Argadhana!! Keluar kau sekarang! Dasar pengecut!!" pekiknya dengan suara bergema sampai beberapa meter jauhnya. Membuat anginpun enggan bertiup. Keadaan hening, langitpun semakin gelap.Seperti sebuah skema di alam semesta yang mengikuti perputaran Matahari, begitupun saat ia berteriak, menggelegar, hingga bagi siapapun yang mendengar pasti ciut nyalinya.Karena ia benar-benar yakin semua ini adalah ulahnya. Tanpa berpikir panjang lagi, berdasarkan hasil penerawangannya dan ditambah hipotesanya. Ia mulai mencari wujud sosok yang dianggap bertanggung jawab atas hilang
Bab 72: Perubahan Rencana Barisan kerikil tajam yang menghadang, tak lagi mereka rasakan. Akan terus mereka terjang dengan berjalan diantara lintasan menanjak yang melelahkan yang tak lagi mereka risaukan. Yang terpenting saat ini adalah segera menemukan kemana hilangnya rekan mereka dalam team PURADEMO.Kini saat mereka sedang berada di antara kebimbangan, tak terlihat ujungnya sampai seseorang dari mereka bertutur, "Terpaksa kita meminta bantuan mereka sekarang. Bagaimana, kalian setuju kan?" usul Kang Arya agar segera meminta bantuan team SAR sebagai upaya mempersingkat waktu.Tondopun menegaskan dengan menjawab, "Loh, ya memang harus. Jangan sampai kita terlambat meminta bantun team SAR secepatnya, Kang!""Setuju, kita mestinya gerak lebih cepat mengeksekusinya. Jangan sampai kita gagal dalam misi ini!"sambung Wildan yang mulai terkuras tenaganya."Baik, kalau begitu biar aku hubungi sekarang," sahut Kang Arya mengakhiri keputusannya. Ia mengirimkan pesan teks ke kode nomor team S