Amelia dan Pulisic bergerak dengan cepat setelah menerima pesan dari Levon. Mereka menyuruh orang kepercayaan Levon lebih memperketat dan mengawasi pabrik yang ada di New York.
Mereka juga datang untuk memantau secara langsung pabrik itu. Saat tiba di pabrik, karyawan yang bekerja shift malam terkejut. Bahkan di antaranya terlihat gelisah.
“Bukankah dia kerjanya sift pagi?” tanya Amelia pada Pulisic dengan memberi kode lewat matanya menunjuk salah satu karyawan yang terlihat jelas gerak-geriknya tidak tenang.
“Nona benar. Dia pasti anak buahnya Rose,” jawab Pulisic dengan tatapan geram ke arah karyawan itu.
Rose mendekati karyawan itu dengan berusaha tetap bersikap santai, Pulisic pun mengikuti dari belakang.
“Hei siapa namamu?” sapa Amelia pada karyawan itu.
Karyawan itu sedikit gugup, “Brandon ... Nama saya Brandon, Nona.”
“Bukankah kau bekerja di pagi hari?” tanya Amelia penuh selidik.
“Itu ...S-saya gantian de
“Apakah kau ingin mengatakan sesuatu, Hubert?” Yang tadinya Amelia menatap tajam pada Hubert, kini ia menatapnya dengan tatapan biasa. Amelia berharap Hubert mengakui semua kejahatan Rose. “Saya kecewa ...” Hubert menghentikan ucapannya, ia bagai masih berpikir kalimat selanjutnya yang harus diutarakan. Amelia tersenyum tipis, ia yakin Hubert akan mengungkapkan kejatahan Rose. Pulisic juga memasang telinga lebar-lebar, meski ia masih sibuk menghahajar karyawan itu. “Saya kecewa padanya karena dia sudah berniat ingin memotong salah satu pipa kondensat. Di harus dihukum!” Hubert berteriak menunjuk karyawan itu. Amelia kecewa dengan jawaban yang diberikan oleh Hubert. Amelia melihat mata Hubert penuh kebohongan. “Bukankah itu tugasmu mengawasi karyawan yang ada di pabrik?” tanya Amelia dengan tatapan tajam pada Hubert. Amelia benar-benar kecewa karena Hubert tidak berterus terang. Hubert menoleh dan detik berikutnya menunduk dengan
Levon tersenyum licik saat melihat meja yang ditempati mereka masih tersisa satu kursi kosong. Levon menoleh pada Jack yang ada di sampingnya.“Jack! Bawakan segelas whisky nomor satu untukku. Di meja itu masih ada satu kursi yang kosong. Aku akan berpura-pura mabuk dan duduk di tempat itu. Kau juga harus berakting agar mereka percaya,” kata Levon dengan suara lirih.“Tuan tenang saja, itu keahlianku,” respon Jack. Lalu, ia berjalan memesan segelas whisky dengan dosis alkohol yang paling tinggi.Tak butuh waktu lama, Jack datang membawa segelas whisky dan menyodorkan pada Levon, “Ini, Tuan.”“Terima kasih, Jack.” Levon tidak meminum segelas whisky itu, melainkan hanya berkumur-kumur dan membuangnya kembali ke gelas.Jack mengembalikan gelas itu, lalu mengikuti Sang Tuan dari belakang. Levon mulai berakting dengan berjalan gontai ke arah meja dimana Rose berada.“Halo Tuan dan Nona,&
Rose yang tepat berada di samping Levon, mundur ke sisi meja lainnya karena ketakutan. Ketiga anak buahnya tanpa disuruh mendekat dan siap menghajar pria bertopeng. Rose dan Frankie tidak sadar bahwa pria bertopeng itu adalah Levon. Meskipun terlihat marah, Levon tetap menyamarkan suaranya dengan suara besar sedikit serak. Melihat ketiga orang suruhan Rose mendekat, tatapan mata Levon semakin menyala dengan menggertakkan giginya pada mereka. Namun, itu tak bertahan lama. Di detik berikutmya ia langsung menangis dan meracau kembali. “Aku akan bunuh anjingku karena mereka mengejekku.” Levon meracau dengan menangis sejadi-jadinya, membuat semua orang yang tadinya ketakutan, kini menertawakan Levon. Ketiga orang suruhan Rose pun juga menghentikan langkahnya dan tertawa lepas. Levon langsung duduk kembali dengan kepala ambruk di atas meja. “Dasar, pria gila,” kata Rose dengan senyuman sinis sambil duduk kembali di samping pria bertopeng. Le
Tiga puluh menit kemudian, Levon berpura-pura sudah sadar sepenuhnya. Ia mengangkat kepala dan merentangkan kedua tangannya. Levon juga berpura-pura terkejut, mendapati dirinya duduk di meja bersama dengan orang yang tidak dikenalnya. Ia mengedarkan pandangan ke setiap arah club malam, tidak melihat satu pun pengunjung selain mereka. “Maaf, Tuan, Nona. Pasti aku mabuk.” Levon berdiri dan hendak ingin pergi, tetapi Rose langsung memegang tangannya. “Tunggu, jangan keburu-buru. Duduklah,” pinta Rose dengan senyuman terbaiknya. “Ya, duduklah dulu anak muda,” sambung Frankie menerbitkan senyuman kepura-puraan. Levon menurut, ia duduk kembali dengan memasang wajah cemas, “Apakah aku berbuat masalah saat aku mabuk?” tanya Levon ragu-ragu. “Ow tidak-tidak! Justru kami merasa kasihan dengan hidupmu. Kami sudah mendengar masalahmu. Jadi kami menyuruh pengunjung lainnya pulang hanya demi dirimu,” respon cepat Rose sambil mengusap tangan Le
Pyaaarrrr, pyarrrr, pyaaarrrrr ... Ketiga peluru itu hanya mengenai botol minuman karena secepat kilat Levon menunduk dan berlindung di bawah kolong meja bartender. “Cepat, habisi dia!” titah Rose kepada ketiga anak buahnya sambil menggebrak meja. “Kau akan mati, Gerald!” teriak Rose menakut-nakuti Levon. Ketiga orang itu pun mendekati meja bartender. “Itu akibat jika kau menolak tawaran kami, Bodoh!” teriak Frankie dengan wajah begitu semringah. Dengan kecerdikannya, Levon merangkak menuju sudut meja bartender dan menerjang ke salah satu di antara mereka yang terdekat darinya. Dengan keahlian bela dirinya, Levon berhasil mengecoh satu orang dan mengambil pistol dari tangannya. Ia juga menempatkan orang itu di depan tubuhnya sebagai perlindungan. Dan benar saja, Saat kedua orang lainnya bersamaan menarik pelatuk pistol, peluru itu melesat sempurna di dada temannya. Tak mau membuang kesempatan, Levon memuntahkan peluru ke arah kedua orang itu d
Ahhhh ....” Rose meraung saat pria bertopeng sudah pergi. Ia mengibas gelas yang ada di atas meja hingga berjatuhan ke lantai. “Sial, sial. Malam ini sungguh sial. Pria bertopeng itu sudah mengacaukan semuanya. Dia juga sudah membunuh Aron.”Sementara itu Frankie terengah dengan wajah memerah, giginya bergemelatuk menahan rasa sakit. Peluru yang masih menancap di lengannya menjalur ke seluruh tubuh. “Lupakan pria bertopeng itu sejenak, bawa aku ke rumah sakit.”Pemilik club malam ini juga meringis kesakitan, ia menyelonjorkan kakinya di lantai, “Aku juga tidak kuat menahan rasa sakit ini.”“Sebentar, Pa. Aku harus membereskan ini dulu. Malam ini kita terpaksa mengalah, kita tidak boleh melaporkan peristiwa pembunuhan ini kepada polisi. Pria bertopeng itu mempunyai rekaman cctv yang memperlihatkan kejahatan kita.” Rose begitu geram karena pertama kalinya ia kalah dengan seseorang. Lalu di detik berikutnya ia m
Berita tentang peristiwa yang terjadi di pabrik perusahaan LEO Group menjadi trending topic di seluruh Negara. Banyak yang menunggu jawaban mengapa itu bisa terjadi? Apakah banyak para pengkhianat yang berkeliaran disana? Hubert dan beberapa karyawan lainnya sedang di interogasi di ruangan khusus penjara. Dan pada akhirnya ada tiga orang yang mengakui kejahatannya. Mereka adalah petugas pengecekan karyawan pabrik sebelum masuk, petugas pengawas cctv, dan karyawan yang hendak menjalankan aksi memotong pipa kondensat. Ketika ditanya siapa yang menyuruh mereka? Jawabannya adalah mereka sendiri yang ingin menghancurkan pabrik yang berada di New York. Alasan dibalik itu, karena mereka tidak puas dengan jabatan yang sekarang. Berhubung sudah ada tiga orang sudah mengakui kejahatan, karyawan lainnya yang ditangkap dibebaskan sementara. Petugas kepolisian terus menyelidiki kasus ini sampai benar-benar ditemukan bukti yang akurat. ****Hari ini Le
Mendengar jawaban dari Levon, membuat Amelia dan Pulisic terkejut.“Apakah kau tidak bercanda Leo? Sadarlah tujuan awalmu menikahi Rose. Kau Azmir Levon Leonardo, Sang Penguasa yang disegani seluruh dunia. Kau tidak mungkin terpengaruh oleh wanita iblis seperti Rose.” Amelia menggeleng-gelengkan kepala. Ia tak percaya Levon mengatakan itu. Apakah sepupunya itu sudah dikuasai Rose?Tapi itu tidak mungkin! Amelia menjawabnya sendiri dalam hatinya. Levon pasti bercanda dan mengerjai dirinya.“Kau orangnya tidak sabaran, Amelia.” Tatapan serius dari Levon berubah menjadi senyuman indah dan tatapan gemas pada Amelia. “Dengarkan dulu, baru mengocehlah.”“Aku takut saja kau telah ... ah lupakan saja. Aku akan mendengar penjelasanmu, katakanlah,” respon Amelia tidak sabar dan mempertahankan kontak mata drngan Levon.“Aku tidak ingin mereka tamat. Sebelum mereka tersiksa di dalam penjara, aku ingin membe