Levon pergi ke perusahaan dengan masih tetap mengenakan pakaian khas pria bertopeng. Setiba di sana, ia disambut dengan penuh hormat oleh semua karyawan.
“Selamat siang, Tuan.”
“Siang,” balas Levon dengan senyuman ramah sambil terus berjalan menuju ruangan CEO.
Di dalam ruangan CEO, Levon melepas topeng dan mendaratkan tubuhnya di sofa, sedangkan Pulisic berdiri tak jauh dari sana.
“Duduklah, Pulisic,” ucap Levon sambil menepuk sofa.
“Baik, Tuan.” Pulisic menurut. Ia duduk di samping Levon.
“Bagaimana kabarmu, Pulisic?” tanya Levon.
“Saya dalam keadaan sehat, Tuan.”
“Syukurklah ... ow ya bagaimana kinerja karyawan baru?”
“Mereka semangat dan benar-benar profesional dalam bekerja.”
“Itu sudah wajar karena masih awal-awal masuk kerja. Terus awasi kinerja mereka secara diam-diam.”
“Siap, Tuan
Levon kembali menembak asal, membuat Brandon tertawa keras.“Kenapa kau tertawa?” tanya Levon bersikap konyol menatap ke arah Brandon yang terlihat memegangi perutnya.“Apakah kau bisa menembak?” tanya Levon lagi.Mendengar pertanyaan itu, Brandon berhenti tertawa. Ia mengarahkan pistol ke arah papan tembak tanpa melihat. Tatapan tajamnya justru tertuju pada Levon yang ada di sampingnya.Doorr! Peluru nyaris sempurna bersarang di tengah papan tembak.“Wow. kau sangat hebat, Tuan.” Levon berpura-pura terpana melihat kehebatan Brandon.“Tembakanku tidak pernah meleset,” ucap Brandon dengan membusungkan dada. “Aku penembak nomor satu di dunia. Tidak ada yang bisa mengalahkanku.”“Apakah Tuan seorang atlet menembak yang memenangkan banyak kejuaraan dunia?” tanya Levon mulai memancing Brandon untuk menceritakan tentang pekerjaan jahatnya.Brandon tersenyum tipis
“Baru pulang, Leo?” tanya Emma.“Iya, Anne,” jawab singkat Levon sambil menghampiri Emma yang bersantai di sofa ruang tengah, mansion.“Terus Angelina masih ada di rumah temannya?” tanya Emma.“Ow Angel belum pulang, Anne?” tanya balik Levon sambil mendaratkan tubuhnya di samping kiri Emma.“Belum, Leo,” jawab Emma sedikit cemas meskipun ia tahu orang-orang kepercayaan Levon menjaganya.“Berarti dia masih punya banyak urusan dengan temannya. Maklum dia seorang pengacara.”Amelia yang duduk di samping kanan Emma sekilas tersenyum miring. Ia seolah menemukan cara untuk menjauhkan Angelina dari Levon, “Setelah menangani kasus temannya, aku akan memberikan kasus baru untuknya,” batinnya.Di titik ini, Angelina pulang. Levon dan Emma pun tersenyum menatap sang pengacara muda melangkah mendekat ke sofa ruang tengah, sedangkan Amelia langsung memasang wajah k
“Buka pintunya, Angel!” Emosi Amelia tak terkendali, suaranya semakin keras. Jika terus dibiarkan bisa saja di dengar oleh penghuni mansion lainnya.“Huhh ....” Levon menghela napas dalam. Lalu perlahan ia membuka pintu.“Kenapa kau lama sekali membuka pintu, Angel--” Amelia terdiam. “Leo?” Amelia sangat kaget. Ia mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. Tidak ada siapa-siapa.“Kenapa kau ada disini?” tanya Amelia heran dengan suara pelan. “Ini 'kan kamar Angel? Dimana dia sekarang?”“Aku bertukar kamar dengan Angel,” jawab Levon menatap kecewa pada Amelia. “Angelina tidur di kamarku.”“Kenapa?” tanya Amelia kaku. “Apa dia yang meminta?”“Bukan,” jawab Levon menggelengkan kepala. “Aku yang memintanya.”“Kenapa?” tanya Amelia sekali lagi. Ia curiga semua ini pasti ada kait
Di pagi buta, Angelina bangun dan langsung pergi ke kamarnya sendiri untuk membangunkan Levon.TOK! TOK!Sambil mengetok pintu pelan, Angelina menghubungi nomor ponselnya sendiri dengan ponsel Levon.Tak menunggu lama, Levon membuka pintu. Angelina pun semakin kagum dengan sosok pria tampan di hadapannya itu. Ia pikir akan sulit membangunkan Sang Tuan.“Selamat pagi, Angelina.”Suara khas Levon ditambah ketampanannya, membuat Angelina menatapnya dalam-dalam. Sempurna!“Angel?” panggil Levon pada Angelina yang menatapnya penuh arti.“Ah ya, Tuan ... Maaf-maaf.” Angelina menunduk dalam, malu.“Ini ponselmu. Terima kasih sudah membangunkanku,” ucap Levon sambil menyodorkan sebuah ponsel.Angelina mendongak dan mengambil ponselnya. Lalu ia juga menyerahkan ponsel milik Levon, “Terima kasih juga.”***Senyum miring terukir di bibir Levon saat mena
Kebetulan sekali! Hari ini juga pada Jam tujuh malam, Levon dan Angelina sedang duduk di kursi jok mobil menghadap layar laptop. Saat ini mereka berada tak terlalu jauh dari rumah Pervita untuk memantau Mateo. Menurut informasi orang kepercayaan Levon, saat ini Mateo dalam perjalanan menuju ke arah rumah Pervita. Dan benar saja, lelaki brengsek itu datang menggunakan mobil chevrolet spark berwarna abu-abu. Matoe turun dari mobil itu dan berjalan ke arah pintu dengan sebelah tangan membawa setangkai bunga mawar. Tok! Tok! Sesuai rencana, Pervita tidak langsung membukakan pintu. “Siapa?” tanya Pervita dari dalam. Mateo diam. Jika ia menjawab, maka mantan istrinya itu tidak akan membukakan pintu. Setelah menunggu lama tak ada jawaban, Pervita berpura-pura penasaran. Ia pun membuka pintu. “Kau--” Pervita berpura-pura kaget dan takut melihat Mateo berdiri di depan pintu. “Ngapain kau datang ke rumahku lagi, brengsek?” “Kau l
Tangan kanan Mateo bergerak ke arah gunung kembar Pervita yang masih terbungkus rapat, “Sangat indah sekali.”“Angelina!!!” Pervita berteriak sekeras mungkin, ia tidak ingin tangan kotor Mateo menjamah tubuhnya kembali.BRAK!Bersamaan dengan teriakan Pervita, dua orang kepercayaan Levon menendang pintu itu sampai roboh.Mateo spontan berdiri. Ia terkejut bukan main, sedangkan Pervita berlari menghampiri Angelina dan memeluknya.“Siapa kalian?” tanya Mateo dengan wajah ketakutan melihat beberapa orang bertubuh kekar menatapnya dengan tatapan iblis.Levon melangkah mendekati Mateo yang diikuti lima orang kepercayaannya dari belakang.“Lelaki biadap sepertimu enaknya diapakan ya?” tanya Levon santai, tetapi matanya menyorot tajam pada Mateo yang mulai berkeringat dingin.Mateo berusaha bersikap tenang. Ia tersenyum sinis menatap Levon dan orang-orang kepercayaannya, “Siapa kal
“Kita mulai sekarang juga!” seru Brandon tidak sabar. “Persiapkan mentalmu. Sebentar lagi emas-emas itu akan menjadi milikku.”“Dan persiapkan nyawamu, Tuan. Aku yakin bisa mengalahkanmu,” balas Levon masih dengan sikap konyolnya.Brandon tertawa keras, “Keyakinanmu sangat tinggi, Le. Aku suka.”“Seseorang harus percaya diri, Tuan,” celetuk Levon sambil mengambil pistol dan berdiri sejauh sepuluh meter dari papan tembak.“Dan sebentar lagi kepercayaanmu itu akan lenyap dari dirimu,” sahut Brandon tersenyum meremehkan melihat posisi berdiri Levon sudah mencerminkan bukan orang yang ahli dalam menembak.Brandon mengambil pistol dan berdiri di posisinya, sebelah Levon, “Pistol ini ada lima peluru. Tapi aku cukup membutuhkan satu peluru untuk menyarangkan ke titik tengah papan itu. Menembak adalah makananku sehari-hari,” ucapnya dengan wajah sombong.“Janga
“Aku?” jawab Levon sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan menampakkan wajah pria bodoh. “Aku Le, seorang pengusaha.” “Siapa yang melatihmu menembak? Tidak mungkin orang biasa tembakannya selalu tepat sasaran. Mustahil keberuntungan datang berulang kali di waktu yang sama.” Brandon mengintrogasi. Ia curiga lawannya itu bukan orang sembarangan. “Kenapa, Tuan? Apa Tuan takut? Apa Tuan mau menyerah dengan orang biasa sepertiku ini?” tanya Levon dengan sikap konyolnya. Ia mengalihkan perhatian Brandon agar tidak terus mengintrogasinya. “Mimpi!” pekik Brandon tersenyum sinis. “Brandon tak pernah kalah. Brandon adalah penembak nomor satu di dunia.” Brandon begitu emosi, ia tidak menyadari sudah menyebutkan nama aslinya pada orang asing. Namun, Levon memilih diam dengan sikap konyolnya. “Hemmm baiklah, kita lanjutkan pertandingan ini.” Tantangan berikutnya, membidik papan tembak berjarak 100 meter dengan senjata laras panjang. Kali ini,
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me