“Aku?” jawab Levon sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan menampakkan wajah pria bodoh. “Aku Le, seorang pengusaha.”
“Siapa yang melatihmu menembak? Tidak mungkin orang biasa tembakannya selalu tepat sasaran. Mustahil keberuntungan datang berulang kali di waktu yang sama.” Brandon mengintrogasi. Ia curiga lawannya itu bukan orang sembarangan.
“Kenapa, Tuan? Apa Tuan takut? Apa Tuan mau menyerah dengan orang biasa sepertiku ini?” tanya Levon dengan sikap konyolnya. Ia mengalihkan perhatian Brandon agar tidak terus mengintrogasinya.
“Mimpi!” pekik Brandon tersenyum sinis. “Brandon tak pernah kalah. Brandon adalah penembak nomor satu di dunia.”
Brandon begitu emosi, ia tidak menyadari sudah menyebutkan nama aslinya pada orang asing. Namun, Levon memilih diam dengan sikap konyolnya.
“Hemmm baiklah, kita lanjutkan pertandingan ini.”
Tantangan berikutnya, membidik papan tembak berjarak 100 meter dengan senjata laras panjang. Kali ini,
Yang tadinya begitu semringah, kini Brandon menganga tak percaya. Ia berulang kali menggeleng-gelengkan kepalanya. “Mustahil.”“Lebih sempurna dari bidikanmu, Tuan. Itu artinya aku yang menang.” Levon memanas-manasi Brandon.Brandon menoleh ke arah Levon. Ia masih belum percaya bahwa lawannya itu lebih hebat darinya, “Kebetulan ... Itu hanya kebetulan. Kita ulang sekali lagi.”“Hah?” Levon berpura-pura terkejut. “Sekali lagi? Mana bisa, perjanjiannya hanya sekali.”Brandon menatap tajam sambil menodongkan senjata laras panjang pada Levon, “Aku bilang sekali lagi atau aku terpaksa mengeluarkan isi otak dari kepalamu!”Levon berpura-pura ketakutan, meski hatinya tengah tertawa iblis. Saat ini ia memilih menuruti kemauan Brandon dengan isyarat mengangguk.“Bagus!” Brandon berputar arah dan bersiap membidik sasaran.Levon juga fokus menat
Brandon tidak melihat sedikitpun sikap konyol yang biasa Levon tunjukkan. Justru aura mantan suami Rose itu terlihat sangat istimewa, wibawa, dan menakutkan.Bahkan bulu kulit Brandon ikut bereaksi. Tubuhnya juga bergetar hebat dengan keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuh.“Si-siapa, kau?” tanya Brandon dengan napas tak beraturan, apalagi rasa sakit di perutnya semakin terasa.“Sudah aku bilang padamu, Brandon. Aku orang yang kau cari. Aku Leo, Tuan Leonardo dari Turki.” Levon mengeluarkan suara khas sebagai seorang penguasa.Dengan suara khas itu, Brandon kebingungan. Bukankah Levon adalah mantan suami Rose? Hatinya bertanya-tanya. Tidak mungkin pria tampan itu adalah Tuan Leo, tetapi disisi lain dilihat dari sikap dan suaranya sudah mencerminkan sang penguasa.“Kau mantan suami Rose. Kau hanya bekerja pada Tuan Leo. Kau hanya berpura-pura menjadi Tuan Leo untuk menakut-nakuti. Aku tau itu hanyal akal-akalan
Hari ini Levon bekerja sebagai supervisor cleaning service kembali setelah dua hari absen. Menggunakan mobil Chevrolet, Levon berangkat sendirian ke perusahaan.Sementara itu Amelia dan Angelina berangkat bersama menggunakan mobil bugatti.“Angel, aku meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah aku lakukan padamu.” Amelia berpura-pura menyesal, tetapi sebenarnya ini adalah bagian rencana. Ia sudah mempersiapkan sesuatu untuk menjauhkan sang pengacara dari Levon.“Ya, Nona. Tidak apa-apa. Aku juga meminta maaf pada Nona atas semua sikap yang mungkin menyakiti hati Nona.” Angelina senang.Setiba di perusahaan, Angelina dan Amelia langsung menuju ke ruangan CEO sesuai janji dengan Levon.Levon senang melihat keakraban antara Angelina dan Amelia.“Aku harap kalian bisa saling bekerjasama, membagi tugas satu sama lain. Mulai hari ini kalian satu team,” terang Levon pada mereka berdua yang saling berpegangan t
Levon hanya mengalami luka ringan. Ia cepat tanggap menghubungi orang-orang kepercayaannya untuk membantu musibah itu.Levon turun dari mobil, mengecek keadaan sekitar. Banyak sekali darah berceceran, bahkan sebagian orang ditemukan meninggal di tempat.Orang-orang bekerumun. Mereka menjerit histeris, tak menduga kecelakaan beruntun itu terjadi dalam sekejap dan menewaskan beberapa orang dan juga anggota keluarganya.Levon menghampiri anak kecil usia sepuluh tahunan yang selamat atas insiden itu, “Tenanglah, nak.” Levon menggendong anak kecil itu yang menangis melihat kedua orang tuanya yang kejang-kejang bersimpuh darah, kemungkinan besar nyawanya tak akan tertolong.“Papa .... Mama ....” Anak itu berteriak berulang kali.“Papa dan Mamamu selamat. Sebentar lagi mereka akan dibawa ke rumah sakit.” Levon menenggelamkan kepala anak kecil itu ke dadanya agar tidak melihat kondisi orang tuanya yang sangat menge
Beberapa orang kepercayaannya segera membawa Levon ke mobil dan bergegas menuju rumah sakit. Mereka terlihat sedih bercampur panik melihat darah segar mengucur dari punggung sang Tuan. Sebagian orang kepercayaan Levon yang lain mengabari keluarganya. Tentu saja Azmir, Emma, Amelia, dan Angelina sangat syock mendengar kabar penusukan pada Levon. Mereka panik menyusul ke rumah sakit. Jack, Pulisic, dan orang-orang terdekat lainnya juga tak kalah syock mendengar kabar itu. Mereka bergegas menuju rumah sakit. Di rumah sakit, Levon langsung di tangani oleh dokter khusus. Beberapa orang kepercayaannya menjaga ketat tempat itu. “Levon? Levon dimana?” Setiba di rumah sakit, Amelia langsung berteriak mencari keberadaan Levon. “Tuan sedang ditangani oleh dokter.” Beberapa orang kepercayaan Levon mendekat dan berusaha menenangkan Amelia. Di saat bersamaan Angelina tiba di rumah sakit dengan tangisan. Hanya berjarak beberapa menit, Emma dan Azmir
Orang itu tertawa keras, wajahnya tampak diselimuti rasa dendam yang amat begitu dalam.“Sudah lama aku menyimpan rasa dendam ini padamu, Tuan Leo. Bertahun-tahun aku sabar mencari identitasmu ... Akhirnya aku tahu wajahmu. Gadis itu mudah sekali dibodohi. Darinya aku bisa tahu wajah Tuan Leo.”Namun, perlahan wajah orang itu berubah kesal. Bahkan ia menendang meja yang ada di depannya, “Kau sepertinya mempunyai seribu nyawa, Tuan Leo ... Seharusnya kau sudah mati.”Di detik berikutnya, wajahnya kembali semringah dan perlahan tertawa keras penuh kemenangan, “Tapi aku pastikan kau tidak akan selamat. Pisau itu sudah dilumuri racun yang sangat mematikan.”Emosi orang itu berubah-ubah. Di detik berikutnya, wajahnya tampak kesal kembali. Ia seolah-olah tidak percaya Tuan Leo masih hidup. Mustahil orang bisa selamat dari penusukan dua pisau sekaligus yang dilumuri racun mematikan.Di titik ini, orang itu mengambil pon
“Baiklah. Jika kau tidak mau mengaku, aku terpaksa akan menggunakan cara lain,” ancam Jack tersenyum miring dengan sorot mata tajam.“Silahkan, aku tidak takut. Lebih baik aku disiksa daripada aku mengakui perbuatan yang tak pernah aku lakukan.” Seseorang itu tampak masih terlihat santai. Senyuman masih terukir meski rasa sakit di seluruh tubuhnya semakin terasa.Jack tersenyum licik. Ia mengangkat tangan untuk memberi isyarat pada teman-temannya untuk menjalankan rencana cadangan.Dua orang melangkah mendekat dengan tatapan yang begitu menyeramkan. Mereka memegang tangan seseorang itu.“Sebentar lagi kau pasti tidak akan bisa berbohong lagi, biadap,” ancam Jack, tetapi seaeorang itu masih menerbitkan senyuman tanpa rasa takut.Namun, tanpa disadari seseorang itu, ada satu orang kepercayaan Levon yang melangkah mendekat dengan membawa sebuah suntikan di sebelah tangan.“Kalian mau apakan aku?&r
“Namanya Rhea Ogechi ... wanita jepang,” bisik Gerald. “Sekarang tepati janjimu. Dimana kamarnya? Aku ingin tidur.”“Disana kamarmu,” ucap Jack sambil menunjuk pintu luar, Gerald pun berjalan sempoyongan.Jack menghela napas, “Sekarang kita harus mencari wanita itu. Kita harus mencari tahu siapa yang membongkar identitas Tuan Leo,” kata Jack pada teman-temannya.Malam penuh kesedihan, Levon masih belum sadar dari koma. Pihak keluarga sudah diperbolehkan masuk ke ke dalam dengan syarat maksimal dua orang yang masuk.“Anne tau banyak orang yang tidak menyukaimu. Banyak yang iri dan dendam padamu ... Cepat sadar, Leoku kuat. Bangun dan hukum semua penjahat itu. Jangan biarkan kejahatan menang dari kebaikan ... Kebaikan tidak pernah kalah.” Emma berusaha menahan kesedihan. Ia memegang tangan Levon yang terbaring koma. “Anne tau Leo mendengar Anne ... Azmir Levon Leonardo tak pernah kalah. Bangu
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me