Tangan kanan Mateo bergerak ke arah gunung kembar Pervita yang masih terbungkus rapat, “Sangat indah sekali.”
“Angelina!!!” Pervita berteriak sekeras mungkin, ia tidak ingin tangan kotor Mateo menjamah tubuhnya kembali.
BRAK!
Bersamaan dengan teriakan Pervita, dua orang kepercayaan Levon menendang pintu itu sampai roboh.
Mateo spontan berdiri. Ia terkejut bukan main, sedangkan Pervita berlari menghampiri Angelina dan memeluknya.
“Siapa kalian?” tanya Mateo dengan wajah ketakutan melihat beberapa orang bertubuh kekar menatapnya dengan tatapan iblis.
Levon melangkah mendekati Mateo yang diikuti lima orang kepercayaannya dari belakang.
“Lelaki biadap sepertimu enaknya diapakan ya?” tanya Levon santai, tetapi matanya menyorot tajam pada Mateo yang mulai berkeringat dingin.
Mateo berusaha bersikap tenang. Ia tersenyum sinis menatap Levon dan orang-orang kepercayaannya, “Siapa kal
“Kita mulai sekarang juga!” seru Brandon tidak sabar. “Persiapkan mentalmu. Sebentar lagi emas-emas itu akan menjadi milikku.”“Dan persiapkan nyawamu, Tuan. Aku yakin bisa mengalahkanmu,” balas Levon masih dengan sikap konyolnya.Brandon tertawa keras, “Keyakinanmu sangat tinggi, Le. Aku suka.”“Seseorang harus percaya diri, Tuan,” celetuk Levon sambil mengambil pistol dan berdiri sejauh sepuluh meter dari papan tembak.“Dan sebentar lagi kepercayaanmu itu akan lenyap dari dirimu,” sahut Brandon tersenyum meremehkan melihat posisi berdiri Levon sudah mencerminkan bukan orang yang ahli dalam menembak.Brandon mengambil pistol dan berdiri di posisinya, sebelah Levon, “Pistol ini ada lima peluru. Tapi aku cukup membutuhkan satu peluru untuk menyarangkan ke titik tengah papan itu. Menembak adalah makananku sehari-hari,” ucapnya dengan wajah sombong.“Janga
“Aku?” jawab Levon sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan menampakkan wajah pria bodoh. “Aku Le, seorang pengusaha.” “Siapa yang melatihmu menembak? Tidak mungkin orang biasa tembakannya selalu tepat sasaran. Mustahil keberuntungan datang berulang kali di waktu yang sama.” Brandon mengintrogasi. Ia curiga lawannya itu bukan orang sembarangan. “Kenapa, Tuan? Apa Tuan takut? Apa Tuan mau menyerah dengan orang biasa sepertiku ini?” tanya Levon dengan sikap konyolnya. Ia mengalihkan perhatian Brandon agar tidak terus mengintrogasinya. “Mimpi!” pekik Brandon tersenyum sinis. “Brandon tak pernah kalah. Brandon adalah penembak nomor satu di dunia.” Brandon begitu emosi, ia tidak menyadari sudah menyebutkan nama aslinya pada orang asing. Namun, Levon memilih diam dengan sikap konyolnya. “Hemmm baiklah, kita lanjutkan pertandingan ini.” Tantangan berikutnya, membidik papan tembak berjarak 100 meter dengan senjata laras panjang. Kali ini,
Yang tadinya begitu semringah, kini Brandon menganga tak percaya. Ia berulang kali menggeleng-gelengkan kepalanya. “Mustahil.”“Lebih sempurna dari bidikanmu, Tuan. Itu artinya aku yang menang.” Levon memanas-manasi Brandon.Brandon menoleh ke arah Levon. Ia masih belum percaya bahwa lawannya itu lebih hebat darinya, “Kebetulan ... Itu hanya kebetulan. Kita ulang sekali lagi.”“Hah?” Levon berpura-pura terkejut. “Sekali lagi? Mana bisa, perjanjiannya hanya sekali.”Brandon menatap tajam sambil menodongkan senjata laras panjang pada Levon, “Aku bilang sekali lagi atau aku terpaksa mengeluarkan isi otak dari kepalamu!”Levon berpura-pura ketakutan, meski hatinya tengah tertawa iblis. Saat ini ia memilih menuruti kemauan Brandon dengan isyarat mengangguk.“Bagus!” Brandon berputar arah dan bersiap membidik sasaran.Levon juga fokus menat
Brandon tidak melihat sedikitpun sikap konyol yang biasa Levon tunjukkan. Justru aura mantan suami Rose itu terlihat sangat istimewa, wibawa, dan menakutkan.Bahkan bulu kulit Brandon ikut bereaksi. Tubuhnya juga bergetar hebat dengan keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuh.“Si-siapa, kau?” tanya Brandon dengan napas tak beraturan, apalagi rasa sakit di perutnya semakin terasa.“Sudah aku bilang padamu, Brandon. Aku orang yang kau cari. Aku Leo, Tuan Leonardo dari Turki.” Levon mengeluarkan suara khas sebagai seorang penguasa.Dengan suara khas itu, Brandon kebingungan. Bukankah Levon adalah mantan suami Rose? Hatinya bertanya-tanya. Tidak mungkin pria tampan itu adalah Tuan Leo, tetapi disisi lain dilihat dari sikap dan suaranya sudah mencerminkan sang penguasa.“Kau mantan suami Rose. Kau hanya bekerja pada Tuan Leo. Kau hanya berpura-pura menjadi Tuan Leo untuk menakut-nakuti. Aku tau itu hanyal akal-akalan
Hari ini Levon bekerja sebagai supervisor cleaning service kembali setelah dua hari absen. Menggunakan mobil Chevrolet, Levon berangkat sendirian ke perusahaan.Sementara itu Amelia dan Angelina berangkat bersama menggunakan mobil bugatti.“Angel, aku meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah aku lakukan padamu.” Amelia berpura-pura menyesal, tetapi sebenarnya ini adalah bagian rencana. Ia sudah mempersiapkan sesuatu untuk menjauhkan sang pengacara dari Levon.“Ya, Nona. Tidak apa-apa. Aku juga meminta maaf pada Nona atas semua sikap yang mungkin menyakiti hati Nona.” Angelina senang.Setiba di perusahaan, Angelina dan Amelia langsung menuju ke ruangan CEO sesuai janji dengan Levon.Levon senang melihat keakraban antara Angelina dan Amelia.“Aku harap kalian bisa saling bekerjasama, membagi tugas satu sama lain. Mulai hari ini kalian satu team,” terang Levon pada mereka berdua yang saling berpegangan t
Levon hanya mengalami luka ringan. Ia cepat tanggap menghubungi orang-orang kepercayaannya untuk membantu musibah itu.Levon turun dari mobil, mengecek keadaan sekitar. Banyak sekali darah berceceran, bahkan sebagian orang ditemukan meninggal di tempat.Orang-orang bekerumun. Mereka menjerit histeris, tak menduga kecelakaan beruntun itu terjadi dalam sekejap dan menewaskan beberapa orang dan juga anggota keluarganya.Levon menghampiri anak kecil usia sepuluh tahunan yang selamat atas insiden itu, “Tenanglah, nak.” Levon menggendong anak kecil itu yang menangis melihat kedua orang tuanya yang kejang-kejang bersimpuh darah, kemungkinan besar nyawanya tak akan tertolong.“Papa .... Mama ....” Anak itu berteriak berulang kali.“Papa dan Mamamu selamat. Sebentar lagi mereka akan dibawa ke rumah sakit.” Levon menenggelamkan kepala anak kecil itu ke dadanya agar tidak melihat kondisi orang tuanya yang sangat menge
Beberapa orang kepercayaannya segera membawa Levon ke mobil dan bergegas menuju rumah sakit. Mereka terlihat sedih bercampur panik melihat darah segar mengucur dari punggung sang Tuan. Sebagian orang kepercayaan Levon yang lain mengabari keluarganya. Tentu saja Azmir, Emma, Amelia, dan Angelina sangat syock mendengar kabar penusukan pada Levon. Mereka panik menyusul ke rumah sakit. Jack, Pulisic, dan orang-orang terdekat lainnya juga tak kalah syock mendengar kabar itu. Mereka bergegas menuju rumah sakit. Di rumah sakit, Levon langsung di tangani oleh dokter khusus. Beberapa orang kepercayaannya menjaga ketat tempat itu. “Levon? Levon dimana?” Setiba di rumah sakit, Amelia langsung berteriak mencari keberadaan Levon. “Tuan sedang ditangani oleh dokter.” Beberapa orang kepercayaan Levon mendekat dan berusaha menenangkan Amelia. Di saat bersamaan Angelina tiba di rumah sakit dengan tangisan. Hanya berjarak beberapa menit, Emma dan Azmir
Orang itu tertawa keras, wajahnya tampak diselimuti rasa dendam yang amat begitu dalam.“Sudah lama aku menyimpan rasa dendam ini padamu, Tuan Leo. Bertahun-tahun aku sabar mencari identitasmu ... Akhirnya aku tahu wajahmu. Gadis itu mudah sekali dibodohi. Darinya aku bisa tahu wajah Tuan Leo.”Namun, perlahan wajah orang itu berubah kesal. Bahkan ia menendang meja yang ada di depannya, “Kau sepertinya mempunyai seribu nyawa, Tuan Leo ... Seharusnya kau sudah mati.”Di detik berikutnya, wajahnya kembali semringah dan perlahan tertawa keras penuh kemenangan, “Tapi aku pastikan kau tidak akan selamat. Pisau itu sudah dilumuri racun yang sangat mematikan.”Emosi orang itu berubah-ubah. Di detik berikutnya, wajahnya tampak kesal kembali. Ia seolah-olah tidak percaya Tuan Leo masih hidup. Mustahil orang bisa selamat dari penusukan dua pisau sekaligus yang dilumuri racun mematikan.Di titik ini, orang itu mengambil pon