Levon hanya diam, menahan air matanya. Ucapan Brielle itu benar. Penyebab kematian anak Brielle karena dirinya.
“Tidak, Nyonya. Bukan Tuan Leo yang membunuh anak Nyonya,” sahut Angelina sambil mengelus punggung Brielle.
Emma dan Amelia pun berusaha menenangkan Brielle.
“Nyonya tenang saja, pembunuh itu pasti tertangkap. Tuan Leo pasti menghukumnya,” ucap Amelia, meyakinkan Brielle.
“Tenangkan dirimu, nak,” imbuh Emma sambil mengusap air mata Brielle.
“Tapi secara tidak langsung, Tuan Leo penyebab kematian anak saya. Tuan Leo memiliki musuh. Dan musuhnya membunuh anak saya untuk melawannya.” Brielle masih emosi. Ia menangis histeris. Tubuhnya lemas, bergetar lalu ambruk ke lantai.
Angelina dengan cekatan memapah tubuh Brielle dan membawanya duduk ke kursi. Ia tahu perasaan seorang ibu yang baru saja ditinggal anaknya yang mati dibunuh sangat kejam oleh orang biadap, “Tenangkan dirimu, Nyonya.”
Levon hanya mematung di tempat mena
Kenny langsung meninggalkan kota New York. Ia yakin saat ini anak buah Levon pasti melacak keberadaannya. “Los Angeles ... Ya aku harus pergi kesana. Saat ini Kota New York tidak aman bagiku,” ucap Kenny sambil fokus menyetir. Kenny masih terlihat sangat tenang. Tidak ada rasa panik dalam dirinya. Ia yakin Tuan Leo tidak akan tahu wajahnya, karena selama ada di New York dirinya memakai topeng. Ia membayar sewa apartemen tiga kali lipat, sehingga pemilik apartemen tidak meminta untuk membuka topengnya. Namun, ia tetap waspada. Misi balas dendamnya harus berjalan sempurna. “Setelah sampai di Los Angeles, aku akan membuat pakaian pria bertopeng yang biasa Tuan Leo pakai untuk mengelabuhi orang. Setelah itu ....” Kenny tersenyum licik. “setelah itu, malam ini juga aku akan membunuh lagi.” *** Jack menemui Levon di kediaman Brielle. “Tuan, kami sudah melacak keberadaan Ke--” “Benar kalian sudah menemukan keberadaan pen
Levon berbisik pada Azmir yang ada di sampingnya, “Baba, aku mau menangkap Kenny di Los Angeles. Baba dan lainnya hadiri pemakaman Kane saja.”Azmir menepuk pundak Levon sembari berkata, “Hukumlah penjahat itu.”Levon mengangguk dan pamit pergi. Di luar semua orang kepercayaannya sudah membentuk dua baris memanjang, menghalang wartawan untuk memuluskan jalan Sang Tuan masuk ke dalam mobil.Emma, Angelina, dan Amelia yang menyadari Levon baru saja pergi, mereka menghampiri Azmir.“Levon mau kemana?” tanya Emma sambil melongok ke arah Levon yang sudah masuk ke mobil.“Los Angeles. Leo mau mengejar penjahat itu,” jawab Azmir. “Leo meminta kita tetap berada disini sampai Kane dimakamkan.”“Penjahat itu tidak akan bisa kabur dan bersembunyi dari anakku,” ucap Emma penuh keyakinan, saat melihat mobil yang ditumpangi Levon berangkat.Di luar,Levon memberikan tita
Levon melepas jabatan tangan. Lalu tangan kanannya digerakkan ke samping mulutnya dengan maksud agar ucapannya tidak di dengar oleh orang lain, “Maaf, Lish. Aku tidak bisa menceritakannya di tempat umum. Nanti semua orang mendengarnya.” “Hem baiklah, habiskan makanan kita dulu. Setelah ini kita mencari tempat yang sepi. Aku siap mendengarkan keluh kesahmu karena aku juga pernah mengalaminya,” respon Kenny lirih sambil mulai menyantap makananan. Kenny tentu saja tertarik mendengarkan cerita Levon, karena ceritanya pasti berkaitan dengan dua orang yang dirinya sangat sayangi. *** Setelah selesai makan, Kenny membawa Levon ke apartemen terdekat. “Aku menyewanya khusus untuk mendengarkan semua curahan hatimu,” kilah Kenny. Apartemen ini nyatanya disewa untuk beberapa hari ke depan untuk melancarkan aksinya. “Terima kasih, kau sangat baik sekali. Padahal kita baru saja bertemu.” Levon mendaratkan tubuhnya di permukaan sofa, di depan Kenny. Mereka k
“Ke-nny Daglish? Siapa ka--” “Aku musuh Tuan Leo. Aku datang membalaskan dendam kematian kak Rose dan Papa!” Kenny menyela dengan wajah yang begitu dekat dengan Levon. Di titik ini, Levon sudah jijik meladeni Kenny. Berulang kali air liur musuhnya muncrat di wajahnya. “Ja-di kau yang membunuh anak kecil di New York?” tanya Levon memancing. Kenny yang mendengar, spontan tertawa renyah. Lalu ia menepuk-nepuk pipi kanan Levon, “Tebakanmu benar. Aku yang membunuh anak kecil itu.” “Kau kejam, Kenny. Kau tak punya hati! Kau telah membunuh anak yang tak berdosa!” Suara Levon sedikit meninggi, tetapi ia masih memperlihatkan wajah takutnya. “Kejam? Tuan Leo jauh lebih kejam dariku. Dia sudah memisahkan adik dari kakaknya. Dia sudah memisahkan anak dari Papanya! Dan aku ... Kenny Daghlish! Akan membalasnya. Aku akan membunuh Tuan Leo dengan cara mengirim berita kematian orang lain padanya. Bukan sekali, tapi berulang kali!” raung Kenny dengan pe
Kenny memaksa merangkak menuju pintu apartemennya. Ia tidak mungkin berteriak dari dalam meminta pertolongan karena ruangan ini kedap suara. “Balas dendamku belum selesai. Aku harus tetap hidup,” batinnya. Saat ini nyawanya tengah terancam, ia tidak mungkin meladeni Tuan Leo. Kekuatannya kalah telak! Dia bukan tandingan Tuan Leo. “Kenny? Mau kemana?” tanya Levon terkekeh. Kenny terus merangkak meski perutnya terasa sangat sakit. Bahkan ketika ia mencoba berdiri, sakitnya bertambah dua kali lipat. “Apakah kau mau mencoba lari, Kenny? Apakah kau bisa lari dariku?” tanya Levon yang tetap mematung di tempat. Akhirnya Kenny sampai di depan pintu, “Akkkhhh ....” Kenny meringis kesakitan ketika mencoba berdiri untuk meraih gagang pintu. Click ... “Tolong!” Kenny langsung berteriak ketika berhasil membuka pintu. Namun, di luar sudah ada beberapa orang bertubuh besar yang menunggu. Mereka menyeringai dengan tatapan bak binatang
“Oh sial!” umpat Levon setelah mengetahui fakta bahwa bukan hanya Kenny yang membalaskan dendam atas kematian Rose dan Frankie. Kenny lebih mengeraskan tawanya, wajahnya begitu semringah, “Ada apa, Tuan Leo? Apa sekarang kau mulai takut? Lebih baik kau nikmati hidupmu sebelum kematian menjemputmu.” Mendadak Levon tertawa renyah, keterkejutannya berganti dengan tatapan geli, “Terima kasih, Kenny.” Kenny menutup mulutnya rapat-rapat. Matanya memicing tajam, “Apa maksudmu, Tuan Leo?” “Kau benar, Kenny. Kau memang bodoh dan terlalu gampang terbawa perasaan. Emosimu mudah meledak, duaaarrr ...” sindir Levon terkekeh geli, Jack dan teman-temannya pun menertawakan Kenny. Kenny mencoba mencerna maksud dari ucapan Levon, tetapi ia tak mengerti sama sekali, “Apa maksudmu, Tuan Leo. Apakah kau berusaha mengelabuhiku?!” tanya Kenny sekali lagi dengan meraung keras. “Mengelabuhimu? Justru aku ingin mengucapkan terima kasih padamu. Kau sudah memberi
Kejadian sebelumnya, di New York. Air mata Brielle terus mengalir sepanjang acara pemakaman berlangsung. Tubuh Brielle merosot, kakinya tak sanggup lagi menahan tubuhnya ketika anaknya mulai ditimbun tanah. “Kane ... anakku,” lirih Brielle ditengah isak tangisnya. “Sudahlah, sayang. Jangan menangis. Biarkan Kane pergi dengan tenang.” Scholes mengelus punggung Brielle, kemudian membantunya berdiri. Satu persatu pelayat berpamitan pulang. Kini tinggal keluarga Levon yang setia menemani Brielle dan suaminya. Brielle menangis sambil menciumi nissan Kane. Ia masih belum merelakan kepergian anaknya, “Kemarin malam kita masih bermain petak umpet, Kane.” “Relakan kepergian Kane, Nyonya. Jika Nyonya terus menangis, Kane tidak akan pergi dengan tenang,” sahut Angelina. Brielle menangis sambil mencium nissan Kane lagi, “Maafkan Mama, Kane. Sekarang tidurlah dengan tenang.” Brielle perlahan sudah merelakan Kane. Ia mengusap a
Semua orang yang ada di dalam apartemen itu memperhatikan ekspresi Levon. Mereka mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tak terkecuali Kenny. Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang ditembak? “Ada apa, Tuan?” tanya Jack yang melihat raut wajah Levon tampak cemas. Levon yang baru saja memutus sambungan, memasukkan ponsel ke dalam saku bajunya. Ia menghembus napas berat sebelum menjawab pertanyaan dari Jack. “Baba ditembak oleh orang yang tak dikenal. Sekarang Baba dibawa ke rumah sakit.” jawab Levon. Semua orang merasakan kesedihan Levon, tetapi Kenny justru tertawa puas mendengar berita ini. “Salah satu di antara mereka sudah datang, Tuan Leo,” ungkap Kenny di tengah tawanya. “Lihatlah! Perkataanku terbukti. Mereka sangat cerdas. Bayangkan saja, Tuan Leo. Mereka bisa melukai keluargamu meskipun dijaga ketat oleh anak buahmu. Benteng kokohmu tidak berguna, Tuan Leo!” Levon sangat geram mendengar ucapan Kenny, tetapi ia tetap mengont