Di dalam ruangan bawah tanah, semua pengunjung memberi hormat dan menyapa Levon. Mereka juga meminta berfoto dengannya.
“Mohon maaf ya, Tuan Leo tidak mungkin berfoto dengan kalian. Sebenarnya Tuan Leo saat ini sedang menenangkan pikiran. Jadi saya mohon pengertiannya. Tapi kalian tidak perlu khawatir, nanti saya akan menyuruh karyawan untuk mengunggah foto kegiatan Tuan Leo saat menikmati pemandangan dunia fantasi di media sosial milik restoran ini. Jadi kalian nanti bisa mendownloadnya.” Tutur bahasa Emma sangat lembut dan ramah pada semua pengnjung. Ia terpaksa berbohong agar rencananya menyatukan Levon dengan Angelina tidak terganggu.
Semua pengunjung mengangguk paham, sedangkan Levon, Angelina, dan Azmir berusaha menahan tawanya.
Berbeda dengan mereka, wajah Angelina terlihat sangat kesal. Ia tahu Emma berbohong pada semua pengunjung agar rencananya menyatukan Levon dan Angelina berjalan lancar, “Kali ini aku biarkan gadis murahan itu menang. Tapi dia ha
Sekitar jam 12, Levon dan keluarganya pulang ke mansion. Mereka sangat senang, tapi tidak dengan Amelia. Ia pulang dengan membawa benci dan dendam. “Jika pertama kalinya aku membunuh seseorang dalam hidupku, maka orang itu adalah Angel!” Angelina hanya bisa meluapkan amarah dalam hatinya. Ia semakin diselimuti aura negatif untuk berbuat jahat. Di tempat berbeda, Brandon tengah tertawa di kamarnya. “Dugaanku benar. Tuan Leo tidak mengenaliku. Itu keuntungan bagiku,” ucap Brandon sambil melepas rambut, kumis, dan jenggot palsunya. “Pekerjaanku pasti lebih mudah kerena Tuan Leo tidak curiga kalau aku pernah berurusan dengan Rose. Cepat atau lambat peluruku pasti bersatu dengan tubuhnya. Aku hanya perlu momen yang tepat untuk menghabisinya.” “Malam ini aku kecewa, ternyata Tuan Leo masih mengenakan pakaian bertopeng. Tapi itu tidak berarti, dia pasti akan mati juga ditanganku,” kata Brandon mengulas senyuman jahat. “Dan percobaanku dimulai besok!”
Setelah mengetahui tempat tinggal anak itu, Levon menyuruh Fred untuk mempercepat laju mobil. Di sana banyak wartawan yang mengkerubungi rumah duka. Tentu berita ini viral karena di samping mayat anak itu ada tulisan yang ditujukan pada Tuan Leo. Levon yang sudah sampai di rumah duka, mobilnya langsung dikelilingi orang-orang kepecayaannya. Keluarganya turun terlebih dahulu, sedangkan Levon masih mengganti pakaian khas pria bertopeng. “Tuan Leo bolehkah kami mewawancarai Tuan?” “Kira-kira siapa yang membunuh anak itu?” “Mengapa orang itu tega membunuh anak kecil? Apa ini ada hubungannya dengan Tuan?” Pertanyaan-pertanyan langsung menyapa Levon saat dirinya turun dari mobil. “Mohon maaf, saya belum tahu siapa yang membunuh anak itu. Saya juga tidak tahu apa motif pembunuhan ini.” Levon menjawab dengan seramah mungkin meski hatinya saat ini tengah marah kepada Kenny Daglish. Lalu ia menggerakkan kepalanya, memberi isyarat pada or
Levon hanya diam, menahan air matanya. Ucapan Brielle itu benar. Penyebab kematian anak Brielle karena dirinya. “Tidak, Nyonya. Bukan Tuan Leo yang membunuh anak Nyonya,” sahut Angelina sambil mengelus punggung Brielle. Emma dan Amelia pun berusaha menenangkan Brielle. “Nyonya tenang saja, pembunuh itu pasti tertangkap. Tuan Leo pasti menghukumnya,” ucap Amelia, meyakinkan Brielle. “Tenangkan dirimu, nak,” imbuh Emma sambil mengusap air mata Brielle. “Tapi secara tidak langsung, Tuan Leo penyebab kematian anak saya. Tuan Leo memiliki musuh. Dan musuhnya membunuh anak saya untuk melawannya.” Brielle masih emosi. Ia menangis histeris. Tubuhnya lemas, bergetar lalu ambruk ke lantai. Angelina dengan cekatan memapah tubuh Brielle dan membawanya duduk ke kursi. Ia tahu perasaan seorang ibu yang baru saja ditinggal anaknya yang mati dibunuh sangat kejam oleh orang biadap, “Tenangkan dirimu, Nyonya.” Levon hanya mematung di tempat mena
Kenny langsung meninggalkan kota New York. Ia yakin saat ini anak buah Levon pasti melacak keberadaannya. “Los Angeles ... Ya aku harus pergi kesana. Saat ini Kota New York tidak aman bagiku,” ucap Kenny sambil fokus menyetir. Kenny masih terlihat sangat tenang. Tidak ada rasa panik dalam dirinya. Ia yakin Tuan Leo tidak akan tahu wajahnya, karena selama ada di New York dirinya memakai topeng. Ia membayar sewa apartemen tiga kali lipat, sehingga pemilik apartemen tidak meminta untuk membuka topengnya. Namun, ia tetap waspada. Misi balas dendamnya harus berjalan sempurna. “Setelah sampai di Los Angeles, aku akan membuat pakaian pria bertopeng yang biasa Tuan Leo pakai untuk mengelabuhi orang. Setelah itu ....” Kenny tersenyum licik. “setelah itu, malam ini juga aku akan membunuh lagi.” *** Jack menemui Levon di kediaman Brielle. “Tuan, kami sudah melacak keberadaan Ke--” “Benar kalian sudah menemukan keberadaan pen
Levon berbisik pada Azmir yang ada di sampingnya, “Baba, aku mau menangkap Kenny di Los Angeles. Baba dan lainnya hadiri pemakaman Kane saja.”Azmir menepuk pundak Levon sembari berkata, “Hukumlah penjahat itu.”Levon mengangguk dan pamit pergi. Di luar semua orang kepercayaannya sudah membentuk dua baris memanjang, menghalang wartawan untuk memuluskan jalan Sang Tuan masuk ke dalam mobil.Emma, Angelina, dan Amelia yang menyadari Levon baru saja pergi, mereka menghampiri Azmir.“Levon mau kemana?” tanya Emma sambil melongok ke arah Levon yang sudah masuk ke mobil.“Los Angeles. Leo mau mengejar penjahat itu,” jawab Azmir. “Leo meminta kita tetap berada disini sampai Kane dimakamkan.”“Penjahat itu tidak akan bisa kabur dan bersembunyi dari anakku,” ucap Emma penuh keyakinan, saat melihat mobil yang ditumpangi Levon berangkat.Di luar,Levon memberikan tita
Levon melepas jabatan tangan. Lalu tangan kanannya digerakkan ke samping mulutnya dengan maksud agar ucapannya tidak di dengar oleh orang lain, “Maaf, Lish. Aku tidak bisa menceritakannya di tempat umum. Nanti semua orang mendengarnya.” “Hem baiklah, habiskan makanan kita dulu. Setelah ini kita mencari tempat yang sepi. Aku siap mendengarkan keluh kesahmu karena aku juga pernah mengalaminya,” respon Kenny lirih sambil mulai menyantap makananan. Kenny tentu saja tertarik mendengarkan cerita Levon, karena ceritanya pasti berkaitan dengan dua orang yang dirinya sangat sayangi. *** Setelah selesai makan, Kenny membawa Levon ke apartemen terdekat. “Aku menyewanya khusus untuk mendengarkan semua curahan hatimu,” kilah Kenny. Apartemen ini nyatanya disewa untuk beberapa hari ke depan untuk melancarkan aksinya. “Terima kasih, kau sangat baik sekali. Padahal kita baru saja bertemu.” Levon mendaratkan tubuhnya di permukaan sofa, di depan Kenny. Mereka k
“Ke-nny Daglish? Siapa ka--” “Aku musuh Tuan Leo. Aku datang membalaskan dendam kematian kak Rose dan Papa!” Kenny menyela dengan wajah yang begitu dekat dengan Levon. Di titik ini, Levon sudah jijik meladeni Kenny. Berulang kali air liur musuhnya muncrat di wajahnya. “Ja-di kau yang membunuh anak kecil di New York?” tanya Levon memancing. Kenny yang mendengar, spontan tertawa renyah. Lalu ia menepuk-nepuk pipi kanan Levon, “Tebakanmu benar. Aku yang membunuh anak kecil itu.” “Kau kejam, Kenny. Kau tak punya hati! Kau telah membunuh anak yang tak berdosa!” Suara Levon sedikit meninggi, tetapi ia masih memperlihatkan wajah takutnya. “Kejam? Tuan Leo jauh lebih kejam dariku. Dia sudah memisahkan adik dari kakaknya. Dia sudah memisahkan anak dari Papanya! Dan aku ... Kenny Daghlish! Akan membalasnya. Aku akan membunuh Tuan Leo dengan cara mengirim berita kematian orang lain padanya. Bukan sekali, tapi berulang kali!” raung Kenny dengan pe
Kenny memaksa merangkak menuju pintu apartemennya. Ia tidak mungkin berteriak dari dalam meminta pertolongan karena ruangan ini kedap suara. “Balas dendamku belum selesai. Aku harus tetap hidup,” batinnya. Saat ini nyawanya tengah terancam, ia tidak mungkin meladeni Tuan Leo. Kekuatannya kalah telak! Dia bukan tandingan Tuan Leo. “Kenny? Mau kemana?” tanya Levon terkekeh. Kenny terus merangkak meski perutnya terasa sangat sakit. Bahkan ketika ia mencoba berdiri, sakitnya bertambah dua kali lipat. “Apakah kau mau mencoba lari, Kenny? Apakah kau bisa lari dariku?” tanya Levon yang tetap mematung di tempat. Akhirnya Kenny sampai di depan pintu, “Akkkhhh ....” Kenny meringis kesakitan ketika mencoba berdiri untuk meraih gagang pintu. Click ... “Tolong!” Kenny langsung berteriak ketika berhasil membuka pintu. Namun, di luar sudah ada beberapa orang bertubuh besar yang menunggu. Mereka menyeringai dengan tatapan bak binatang