Di apartemen Katerine dan Angelina bersiap-siap berangkat ke gedung kejagung, penjara terbesar di New York.
Ketika Angelina membuka pintu apartemen, di luar ada dua pria bertopeng yang menunggu.
“Utusan Tuan Leo? Ada apa?” tanya Angelina, yakin dua pria bertopeng itu bukan Tuan Leo karena dilihat dari postur tubuhnya lebih pendek dari Sang Tuan.
“Ya, Nona. Saya disuruh Tuan Leo untuk memberikan ini,” jawab salah satu pria bertopeng sambil memberikan dua pakaian serba hitam beserta topengnya.
“Untuk kami? Untuk apa?” tanya Angelina penasaran, sambil menerima dua pakaian serba hitam beserta topengnya.
“Semua orang yang memiliki hubungan dengan Tuan Leo, harus mengenakan pakaian ini sampai Rose dan Frankie dihukum mati. Karena apapun bisa terjadi. Di luar sana pasti ada orang yang berusaha membebaskan Rose dan Frankie. Dan mungkin saja mereka mengincar nyawa kalian untuk mengalihkan fokus Tuan Leo. Jadi pakail
Rose dan Frankie sudah terlihat tenang dan pasrah menghadapi hukuman yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Mereka juga didampingi oleh seorang rohaniawan untuk menghilangkan rasa takut yang berlebihan. “Apakah Tuhan akan mengampuni semua dosaku?” tanya Frankie dengan air mata yang semakin deras mengalir. Ia sangat menyesali segala kejahatan yang pernah dilakukan. Jika diberi kesempatan, ia ingin menebus dosanya dengan menjadi orang baik. “Tuhan pasti mengampuni semua dosa manusia, jika manusia itu benar-benar menyesali segala dosa-dosa yang pernah ia lakukan,” jawab Rohaniawan dengan suara lembut dan menenangkan. Di tempat berbeda, Rose juga menangis. Ia ingin diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya. “Aku belum siap mati. Aku takut Tuhan akan menghukumku. Katakan pada Tuan Leo untuk menunda hukumanku,” pinta Rose mengatupkan kedua tangan di dada sambil menangis terisak-isak. “Jika hati Nona tulus, menyesali segala dosa-dos
Levon pergi dari ruangan Rose dan langsung menyuruh beberapa petugas lapas untuk memberi makan kepada istrinya. “Dan jangan lupa sesuai dengan rencana,” titah Levon mengulas senyuman licik, dan petugas itu pun mengangguk paham. Tak butuh waktu lama, dua orang petugas lapas mengantarkan beberapa hidangan ke ruangan Rose. “Silahkan makan,” ucap salah satu petugas lapas dengan ekspresi sangat dingin sambil meletakkan hidangan di atas meja. “Terima kasih, Tuan,” balas Rose mengulas senyuman terbaiknya, dan dua petugas lapas itu pergi ke luar tanpa berpamitan. Rose memulai menyantap hidangan dengan sangat cepat. Ia sudah tidak sabar ingin segera bercinta dengan Levon. “Aku harus berusaha,” gumam Rose tersenyum penuh arti, setelah makan. Di menit selanjutnya, dua petugas lapas datang kembali. Mereka langsung membereskan piring kotor. “Terima kasih, Tuan.” ujar Rose dengan ramah, tetapi dua petugas itu tidak merespon dan
Setelah Rose dan Frankie dinyatakan sudah meninggal, Levon masuk ke dalam untuk melihat raga istri dan mertuanya. “Selamat jalan, Rose. Selamat jalan, Papa. Aku sudah memaafkan semua perbuatan kalian ... Beristirahatlah dengan tenang! Kini kalian sudah tidak merasakan beban hidup lagi. Semoga Tuhan mengampuni dosa kalian.” Levon mengucapkan dengan hati tulus sambil melihat Rose dan Frankie secara bergantian. “Mandikan jenasah mereka. Kita makamkan hari ini juga.” titah Levon, lalu ia pergi meninggalkan ruangan dan menghampiri Pulisic. “Pulisic apakah kau sudah menghubungi semua kerabat mereka?” tanya Levon dengan wajah serius. Pulisic mengangguk, “Sudah, Tuan. Tapi tidak ada satu pun yang ingin mengiri jenasah mereka ke pemakaman. Kerabat mereka sudah memasrahkan urusan ini pada Negara.” “Apakah mereka tidak ingin melihat Rose dan Frankie untuk terakhir kalinya?” tanya Levon memastikan. Hingga saat ini, tidak ada satu pun kerabat Rose dan Fran
Keesokan harinya Levon dengan pakaian bertopeng, pergi bersama Amelia dan Pulisic ke perusahaan industri kimia, Washington. Levon meresmikan secara simbolis, penyerahan kepemilikan perusahaan industri kimia kepada Katerine, pewaris sah yang sebenarnya. Setelah menerima penyerahan perusahaan, Katerine tak kuasa menahan tangis. Ia langsung memeluk kedua orang tuanya, “Papa, Mama, maafkan katerine. Bertahun-tahun lamanya keluarga kita menderita karena Katerine. Maafkan Katerine, Pa, Ma.” “Ini sudah takdir Tuhan, nak. Jangan menyalahkan dirimu,” ucap Harry lembut sambil mengelus punggung Katerine. “Jangan bersedih. Lupakan segalanya, masa lalu biarlah berlalu. Sekarang kita menatap masa depan bersama,” imbuh Enola menahan tangis sambil mengelus rambut Katerine. “Terima kasih, Pa. Terima kasih, Ma.” Katerine semakin memeluk erat kedua orang tuanya. Bertahun-tahun Katerine dihantui rasa bersalah, akhirnya penantian itu berakhir. Perusahaan yang dire
Semua orang yang ada di meja makan, terdiam dan kaget melihat kemarahan berlebihan yang ditunjukkan Amelia pada Angelina. Padahal barusan sepupu Tuan Leo itu menerbitkan senyuman, tetapi justru kini tiba-tiba tatapannya sangat menyeramkan. Ada apa? “Amelia?” panggil Levon dengan suara sedikit tegas, tetapi Amelia menghiraukan dan tetap menatap Angelina dengan tatapan mata menyala. “Nona? Mengapa Nona tiba-tiba marah padaku? Apa saya berbuat kesalahan? Apa saya berbuat kesalahan? Jika sikap saya kurang baik dan menyinggung Nona, Saya minta maaf.” Angelina berkata dengan lembut sambil mengatupkan kedua tangan di dada. Lalu ia duduk kembali ke kursi dan menunduk dalam. Ia tidak takut menatap mata menyala milik Amelia, tetapi ia menghormati sepupu Tuan Leo dengan menundukkan kepala dan menunggu jawaban. Mungkin saja sikapnya barusan sudah menyinggung perasaan Amelia. “Kau sudah melewati batasan, Angelina. Kau--” Belum sempat Amelia mendamprat Angeli
Levon dan Amelia kembali ke mansion, New York. Di sepanjang perjalanan, Amelia mulai melancarkan aksinya untuk merebut hati Levon. Ia bergelantungan manja di lengan pujaan hatinya. “Leo,” panggil Amelia melembutkan suaranya sambil membuka topeng Levon yang masih belum dibuka. “Nah sekarang ketampananmu terlihat,” kata Amelia lagi dengan mengerling nakal. “Hemmm dasar ...” “Kau memang tampan,Leo.” Amelia menatap jauh ke dalam mata bermanik gelap lelaki pujaan hatinya yang juga tengah menatapnya tanpa kedip. Namun, di detik berikutnya Levon terkekeh sambil mencubit hidung Amelia, “Kau memang pandai merayu. Jika kau sudah seperti ini, pasti ada maunya. Katakan, adikku menginginkan apa dariku?” Aku mau kau menjadi suamiku, jawab Amelia dalam hatinya sambil menatap Levon penuh arti. “Selama aku ada di Amerika, kau tak pernah mengajakku ke restoran RDO.” Levon terkekeh saat Amelia bergelantungan manja lagi di lengannya.
Jennie mendengar segala pembicaraan Mike dengan Levon. Ia pun menghampiri Sang Tuan. “Tuan,” panggil Jennie lirih. “Duduklah, Jennie,” kata Levon sambil menunjuk sofa di sebelahnya. “Saya sudah mendengar semuanya. Saya turut senang Tuan mendapat warisan dari Nona Rose,” ucap Jennie dengan mengulas senyum paksa, tetapi raut wajahnya tidak bisa berbohong. Ia tampak sedih. Levon menagkap kesedihan dibalik senyuman Jennie, “Ada apa, Jennie? Kau tampaknya menyimpan kesedihan.” “Iya, Tuan. Saya sedih, saya tidak tahu harus kemana setelah pergi dari rumah ini. Saya sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi,” jawab Jennie jujur. “Seharusnya kau senang Jennie. Sekarang kau sudah terbebas dari belenggu Rose. Kau sudah tidak lagi mengabdi hidupmu pada orang jahat. Sekarang saatnya kau menikmati hidup yang sesungguhnya.” Ucapan Levon membuat Jennie terkejut. Ia mendongak dan menatap Sang Tuan. Tatapan Tuannya berbeda, tidak ada ke
“Setahuku Tuan Kenny Daglish adalah sepupu Nona Rose yang sudah dianggap anak sendiri oleh Tuan Frankie.” “Ow begitu. Lalu sekarang Tuan Kenny ada dimana?” tanya Levon santai, seolah hanya ingin sekedar tahu. “Saya tidak tahu. Terakhir kali Tuan Kenny datang kesini setahun yang lalu,” jawab Jennie mengingat-ingat. “Itu pun saya hanya sekali melihatnya. Saya tahu namanya karena saya tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka di ruang tamu rumah Nona Rose yang lama. Mereka terlihat sangat dekat sekali. Dan Nona Rose memanggilnya Kenny Daglish. Lalu saya mendengar kalau Tuan Kenny adalah sepupu Nona Rose yang sudah dianggap anak sendiri oleh Tuan Frankie.” “Pasti Tuan Kennie sangat tampan, ya?” tanya Levon memancing Jennie untuk bercerita lebih lanjut mengenai Kenny. “Menurut saya Tuan Kenny sangat tampan. Di juga masih muda. Saya yakin umurnya lebih muda dari Nona Rose. Tinggi badannya mungkin setera dengan Tuan.” “Hem...” “Ow ya, Tuan.