Levon pergi dari ruangan Rose dan langsung menyuruh beberapa petugas lapas untuk memberi makan kepada istrinya.
“Dan jangan lupa sesuai dengan rencana,” titah Levon mengulas senyuman licik, dan petugas itu pun mengangguk paham.
Tak butuh waktu lama, dua orang petugas lapas mengantarkan beberapa hidangan ke ruangan Rose.
“Silahkan makan,” ucap salah satu petugas lapas dengan ekspresi sangat dingin sambil meletakkan hidangan di atas meja.
“Terima kasih, Tuan,” balas Rose mengulas senyuman terbaiknya, dan dua petugas lapas itu pergi ke luar tanpa berpamitan.
Rose memulai menyantap hidangan dengan sangat cepat. Ia sudah tidak sabar ingin segera bercinta dengan Levon.
“Aku harus berusaha,” gumam Rose tersenyum penuh arti, setelah makan.
Di menit selanjutnya, dua petugas lapas datang kembali. Mereka langsung membereskan piring kotor.
“Terima kasih, Tuan.” ujar Rose dengan ramah, tetapi dua petugas itu tidak merespon dan
Setelah Rose dan Frankie dinyatakan sudah meninggal, Levon masuk ke dalam untuk melihat raga istri dan mertuanya. “Selamat jalan, Rose. Selamat jalan, Papa. Aku sudah memaafkan semua perbuatan kalian ... Beristirahatlah dengan tenang! Kini kalian sudah tidak merasakan beban hidup lagi. Semoga Tuhan mengampuni dosa kalian.” Levon mengucapkan dengan hati tulus sambil melihat Rose dan Frankie secara bergantian. “Mandikan jenasah mereka. Kita makamkan hari ini juga.” titah Levon, lalu ia pergi meninggalkan ruangan dan menghampiri Pulisic. “Pulisic apakah kau sudah menghubungi semua kerabat mereka?” tanya Levon dengan wajah serius. Pulisic mengangguk, “Sudah, Tuan. Tapi tidak ada satu pun yang ingin mengiri jenasah mereka ke pemakaman. Kerabat mereka sudah memasrahkan urusan ini pada Negara.” “Apakah mereka tidak ingin melihat Rose dan Frankie untuk terakhir kalinya?” tanya Levon memastikan. Hingga saat ini, tidak ada satu pun kerabat Rose dan Fran
Keesokan harinya Levon dengan pakaian bertopeng, pergi bersama Amelia dan Pulisic ke perusahaan industri kimia, Washington. Levon meresmikan secara simbolis, penyerahan kepemilikan perusahaan industri kimia kepada Katerine, pewaris sah yang sebenarnya. Setelah menerima penyerahan perusahaan, Katerine tak kuasa menahan tangis. Ia langsung memeluk kedua orang tuanya, “Papa, Mama, maafkan katerine. Bertahun-tahun lamanya keluarga kita menderita karena Katerine. Maafkan Katerine, Pa, Ma.” “Ini sudah takdir Tuhan, nak. Jangan menyalahkan dirimu,” ucap Harry lembut sambil mengelus punggung Katerine. “Jangan bersedih. Lupakan segalanya, masa lalu biarlah berlalu. Sekarang kita menatap masa depan bersama,” imbuh Enola menahan tangis sambil mengelus rambut Katerine. “Terima kasih, Pa. Terima kasih, Ma.” Katerine semakin memeluk erat kedua orang tuanya. Bertahun-tahun Katerine dihantui rasa bersalah, akhirnya penantian itu berakhir. Perusahaan yang dire
Semua orang yang ada di meja makan, terdiam dan kaget melihat kemarahan berlebihan yang ditunjukkan Amelia pada Angelina. Padahal barusan sepupu Tuan Leo itu menerbitkan senyuman, tetapi justru kini tiba-tiba tatapannya sangat menyeramkan. Ada apa? “Amelia?” panggil Levon dengan suara sedikit tegas, tetapi Amelia menghiraukan dan tetap menatap Angelina dengan tatapan mata menyala. “Nona? Mengapa Nona tiba-tiba marah padaku? Apa saya berbuat kesalahan? Apa saya berbuat kesalahan? Jika sikap saya kurang baik dan menyinggung Nona, Saya minta maaf.” Angelina berkata dengan lembut sambil mengatupkan kedua tangan di dada. Lalu ia duduk kembali ke kursi dan menunduk dalam. Ia tidak takut menatap mata menyala milik Amelia, tetapi ia menghormati sepupu Tuan Leo dengan menundukkan kepala dan menunggu jawaban. Mungkin saja sikapnya barusan sudah menyinggung perasaan Amelia. “Kau sudah melewati batasan, Angelina. Kau--” Belum sempat Amelia mendamprat Angeli
Levon dan Amelia kembali ke mansion, New York. Di sepanjang perjalanan, Amelia mulai melancarkan aksinya untuk merebut hati Levon. Ia bergelantungan manja di lengan pujaan hatinya. “Leo,” panggil Amelia melembutkan suaranya sambil membuka topeng Levon yang masih belum dibuka. “Nah sekarang ketampananmu terlihat,” kata Amelia lagi dengan mengerling nakal. “Hemmm dasar ...” “Kau memang tampan,Leo.” Amelia menatap jauh ke dalam mata bermanik gelap lelaki pujaan hatinya yang juga tengah menatapnya tanpa kedip. Namun, di detik berikutnya Levon terkekeh sambil mencubit hidung Amelia, “Kau memang pandai merayu. Jika kau sudah seperti ini, pasti ada maunya. Katakan, adikku menginginkan apa dariku?” Aku mau kau menjadi suamiku, jawab Amelia dalam hatinya sambil menatap Levon penuh arti. “Selama aku ada di Amerika, kau tak pernah mengajakku ke restoran RDO.” Levon terkekeh saat Amelia bergelantungan manja lagi di lengannya.
Jennie mendengar segala pembicaraan Mike dengan Levon. Ia pun menghampiri Sang Tuan. “Tuan,” panggil Jennie lirih. “Duduklah, Jennie,” kata Levon sambil menunjuk sofa di sebelahnya. “Saya sudah mendengar semuanya. Saya turut senang Tuan mendapat warisan dari Nona Rose,” ucap Jennie dengan mengulas senyum paksa, tetapi raut wajahnya tidak bisa berbohong. Ia tampak sedih. Levon menagkap kesedihan dibalik senyuman Jennie, “Ada apa, Jennie? Kau tampaknya menyimpan kesedihan.” “Iya, Tuan. Saya sedih, saya tidak tahu harus kemana setelah pergi dari rumah ini. Saya sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi,” jawab Jennie jujur. “Seharusnya kau senang Jennie. Sekarang kau sudah terbebas dari belenggu Rose. Kau sudah tidak lagi mengabdi hidupmu pada orang jahat. Sekarang saatnya kau menikmati hidup yang sesungguhnya.” Ucapan Levon membuat Jennie terkejut. Ia mendongak dan menatap Sang Tuan. Tatapan Tuannya berbeda, tidak ada ke
“Setahuku Tuan Kenny Daglish adalah sepupu Nona Rose yang sudah dianggap anak sendiri oleh Tuan Frankie.” “Ow begitu. Lalu sekarang Tuan Kenny ada dimana?” tanya Levon santai, seolah hanya ingin sekedar tahu. “Saya tidak tahu. Terakhir kali Tuan Kenny datang kesini setahun yang lalu,” jawab Jennie mengingat-ingat. “Itu pun saya hanya sekali melihatnya. Saya tahu namanya karena saya tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka di ruang tamu rumah Nona Rose yang lama. Mereka terlihat sangat dekat sekali. Dan Nona Rose memanggilnya Kenny Daglish. Lalu saya mendengar kalau Tuan Kenny adalah sepupu Nona Rose yang sudah dianggap anak sendiri oleh Tuan Frankie.” “Pasti Tuan Kennie sangat tampan, ya?” tanya Levon memancing Jennie untuk bercerita lebih lanjut mengenai Kenny. “Menurut saya Tuan Kenny sangat tampan. Di juga masih muda. Saya yakin umurnya lebih muda dari Nona Rose. Tinggi badannya mungkin setera dengan Tuan.” “Hem...” “Ow ya, Tuan.
Jennie sudah mengemas semua barang miliknya tanpa tersisa, tetapi ia kebingungan. Apakah tempat penitipan barang di perusahaan LEO Group muat untuk tiga koper barang bawaannya? “Aku harus menemui Tuan Levon.” Jennie bergegas ke luar dari kamarnya, menghampiri Levon yang sedang duduk di sofa ruang tamu. “Tuan,” sapa Jennie. “Ya, Jennie? Dimana barang bawaanmu?” tanya Levon sambil menyesapi teh buatan Jennie. “Tuan ternyata barang bawaanku sangat banyak. Tiga koper penuh,” jawab Jennie sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Levon terkekeh pelan, “Lalu?” “Apakah tempat penitipan barang di perusahaan mau menampung barang sebanyak itu?” tanya Jennie ragu. “Bisa. Tapi sepertinya semua barangmu tidak perlu diletakkan disana.” “Lalu dimana, Tuan?” “Di apartemen dekat perusahaan. Tadi malam aku sudah menyewanya untukmu.” “Hah?” Jennie terkejut. “Apartemen, Tuan?” “Iya, di apartemen. Kau
“Apakah Tuan sudah bisa menyetir?” tanya Jennie ragu lebih ke arah takut saat Levon duduk di kursi kemudi. Jenni tahu, Sang Tuan tidak bisa mengemudi. Levon terkekeh pelan, “Doakan saja semoga kita sampai tujuan dengan selamat. Aku baru tiga kali latihan mengemudi. Dan ini yang keempat kalinya.” Wajah Jennie semakin cemas mendengar jawaban Levon. Belajar tiga kali belum cukup untuk mengemudikan mobil tanpa pengawasan. “Mengapa kita tidak membayar orang saja untuk menyetir mobil ini. Saya yang akan membayarnya. Tuan harus lebih banyak belajar lagi dengan didampingi orang yang sudah mahir mengemudi,” saran Jennie mengulas senyum paksa, berharap Levon mendengarkan masukannya. “Kau tidak perlu takut. Aku sudah lumayan bisa menyetir mobil,” ucap Levon dengan penuh kepercayaan diri, meski hatinya saat ini tengah terbahak-bahak melihat Jennie begitu cemas berlebihan. “Lumayan?” tanya Jennie mengerutkan kening. Jantungnya mulai berdetak. “Iya,
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me