Butuh setidaknya waktu satu minggu untuk benar-benar menghafal jalur hutan yang kini aku tinggali. Karena rindangnya pepohonan di sekitar pondok yang kini ku tinggali, aku tidak bisa melihat matahari ataupun bulan terbit di manapun.
‘Srrat! Sraat!’ suara ujung pisau yang di gesekkan di antara batang pohon.
Aku harus mengiris kulit pohon untuk menandai mata angin, dengan menjadikan pondokku sebagai pusat, kini aku menghafal jalur manapun sejauh 10 mil dari pondok. Hutan ini menjadi teritoriku sekarang.
“Meskipun menghafal setiap tempat di hutan ini adalah hal yang bagus, tapi hal ini bukanlah prioritasku sekarang.”
“Aku harus pergi lagi ke kota untuk keperluan lain. Mari! Buat persiapannya benar-benar matang!”
Lega rasanya melihat sinar matahari. Sudah terhitung tiga minggu sejak aku berada di dalam hutan. Kegiatanku di sana sangat berguna, menghafal jalan dan juga berburu membuat otot-otot di tubuhku prima.
“Di hutan itu aku memang tidak kekurangan makanan sama sekali, tapi.., tanpa garam dan bumbu dapur lainnya, lidahku benar-benar akan mati rasa.”
Swalayan yang ku masuki sekarang sangat besar, semua barang yang di perlukan untuk menunjang kehidupan sehari-hari di jual di sini. Dan yang membuatku sangat senang adalah.., stok mereka banyak!
“Niat awal aku pergi kemari adalah untuk mencari bumbu dapur, tapi lihat apa yang ku masukkan ke dalam keranjang?”
Mie Instan dan juga Kaleng Sarden, yang istimewa dari barang itu adalah tanggal kadaluarsa yang masih lama. Ini akan menjadi harta tak ternilai ketika kiamat telah terjadi, jadi mari kita timbun untuk hidup mewah di masa depan.
Sudah berapa lama semenjak diriku dapat tersenyum puas seperti ini? “Rasanya sangat menyenangkan.”
“Tuan..., dengan barang sebanyak itu, apa sebenarnya anda hendak membuat toko sendiri?” tanya seorang wanita paruh baya yang kebetulan lewat di sampingku.
Emm.., aku mengerti mengapa dia merasa risih, wanita ini tidak hanya melihat sekeranjang penuh makanan, tapi tiga. Kurasa tidak ada orang yang belanja sebanyak itu dalam sehari.
Baru saja tiba di kota dan aku merasa seperti seorang turis, tidak..., mungkin selebriti lebih tepat untuk menggambarkannya.
Sebab..., entah bagaimana sekarang semua mata tertuju ke arahku.
“Hei, bisakah kalian lihat orang itu? Apa dia berniat mengosongkan swalayan ini?”
“Ya ampun, dia membawa dua keranjang dorong, bukan. Dia sebenarnya membawa tiga dengan yang di ikat pada perutnya.”
“Betapa serakahnya orang itu.”
Semua orang menatap, menyipitkan mata mereka sembari mengerutkan dahi. Walaupun kedengkian itu mengarah padaku, tangan ini tidak mau berhenti untuk mengambil semua yang ada di rak.
“Astaga, dia masih ingin membeli lagi. Benar-benar tidak bisa di percaya.”
Kalian hanya tidak tau apa yang akan terjadi, jika kalian mengulang hidup kalian, maka aku ingin melihat siapa yang lebih serakah.
“Saat ku lihat keramaian di lorong ini, aku memikirkan tentang apa yang terjadi. Tapi lihat apa yang ku temukan.”
“Senang melihatmu kembali, Vin.”
Suara ini? Si Jalang. Aku tidak mengira ada kebetulan seperti ini, mengesampingkan bahwa hari ini adalah libur kantor, melihat si Jalang berada di Swalayan adalah hal yang langka.
“Uhh.., selama tiga minggu ini apa yang kau lakukan? Kenapa kau terlihat sangat berbeda? Aku bahkan hampir tidak mengenalimu,” ucap Bianca, dia tengah meledekku.
Apa yang dia bawa sayuran? Jadi dia tipe orang yang memasak makanannya sendiri, Rumulo bajingan itu pasti senang mendapatkan istri jalang sepertinya.“Wah Vin, belanjaanmu banyak sekali, untuk apa semua itu? Apa itu stok sebulan? Tidak.., dengan makanan sebanyak itu kau bahkan bisa bertahan dalam setengah tahun, haha.”
“Aku tau, kau pasti malu untuk berkeliaran setiap saat jadi kau membeli semua itu agar tidak perlu lagi keluar rumah untuk waktu yang lama.”
“Lagipula orang mana yang tahan untuk keluar rumah, sedangkan dirinya di Cap sebagai seorang Pria Mesum yang hendak melakukan tindakan asusila terhadap Bosnya.”
Untuk seekor ular derik licik sepertinya, Bianca cukup banyak bicara. Membawa banyak barang di keranjang ini sudah membuat orang-orang merasa dengki terhadapku, di tambah dengan omongan Bianca, bukankah kedengkian itu akan semakin besar?
“Orang mesum? Jadi pria itu adalah pria mesum? Ku pikir dia hanya sekedar pria aneh.”
“Apa kalian dengar kalau dia hendak mencabuli bosnya? Dia pria yang tidak bermoral.”
Mendengar semua makian yang mengarah kepadaku membuat Bianca sumringah. Orang yang bahagia di atas penderitaan orang lain itu sebenarnya memang ada ya.
“Ya Tuhan, dia sedang menatap ke arahku dengan pandangan mesumnya. Apa dia juga berniat melecehkanku?”
Hal terpenting yang harus di perhatikan saat dirimu terprovokasi adalah mengabaikan. Jangan memasukkan ke dalam hati jika kalimat yang di ucapkan hanya sebuah omong kosong, melakukannya hanya akan menyebabkan penyakit hati.
“Wah! Bukankah ini Ramen Edisi Spesial? Betapa beruntungnya aku dapat menemukannya di tempat ini. Haha, harus ku borong semua!”
“Di sini juga ada buah kalengan, sangat praktis karena tidak akan membusuk. Ambil juga!”
Pada akhirnya Bianca kesal sendiri, dia terlihat mengerang seperti seekor anjing yang sedang kesal.
“Cihh!”
Apa aku tidak salah dengar? Bianca baru saja berdecih kepadaku?
“Dengar ini Vin, di kota ini sudah tidak ada lagi tempat untuk orang sepertimu.”
Perempuan itu berlalu begitu saja setelah mengucapkan kalimat itu. Apa yang membuatnya begitu membenciku? Aku tidak pernah menyinggung dirinya sebelumnya.
Tapi..., karena kebencian di antara kita sudah terlanjur terbentuk, bukankah wajar jika aku tidak akan melepaskanmu begitu saja?
Bianca.., satu bulan dari sekarang bahkan tidak akan ada tempat untuk semua orang. Jadi..., di mana dirimu akan bersembunyi?
Setelah meninggalkan swalayan aku baru tersadar.
“Apa-apaan ini sebenarnya?!”
Kantong plastik besar tumpang tindih membentuk tembok tinggi, di bandingkan dengan tinggi mobil, sudah jelas kalau barang-barangku lebih dari itu.
“Ini adalah belanjaan terbanyak dalam hidup dan untuk hidup.”
Tindakanku tidak terlalu berlebihan, kan? Kalau sudah begini tidak akan ada taksi yang mau mengantarkanku pergi.
“Haruskah aku memiliki kendaraanku sendiri?”
Jika dalam keadaan normal, mungkin aku akan memikirkannya berulang kali sebelum melakukan pemborosan. Tapi karena aku tau apa yang akan terjadi di masa depan, sudah jelas keadaannya tidak normal lagi.
“Terimakasih atas pembeliannya, Pelanggan yang terhormat!”
Tidak ada yang lebih baik dari pada motor roda tiga, bentuknya yang lebih kecil dari pada mobil serta kemampuan meliuknya yang juga fleksibel bisa membuatnya masuk sampai ke pondok.
“Kendaraan ini juga memiliki sebuah bak besar yang mampu menampung banyak barangku, jika aku mengosongkan semuanya, setidaknya kendaraan ini muat di tumpangi oleh tujuh orang.”
“Tidak ada yang lebih sempurna di bandingkan kendaraan ini.”
Kurasa cukup untuk hari ini, uangku sudah terpangkas tiga per-empatnya. Jika ingin menghabiskannya langsung, setidaknya aku butuh rencana.
“Rencana yang membuat semua uang ini tidak berakhir sia-sia.”
***Waktunya semakin dekat, kehancuran dunia akan segera di mulai. Aku telah memanggil kembali semua memoriku di kehidupan yang pertama. Awal kemunculan para Zombie pasti ada kaitannya dengan insiden pesawat jatuh.“Setidaknya ini yang bisa ku simpulkan, sebab..., tepat setelah berita tentang jatuhnya pesawat itu, teror zombie pun terjadi.”“Tempat jatuhnya pesawat adalah taman di dekat bandara, saat hari itu terjadi..., aku akan berada di sana. Mungkin aku bisa mencegah hal yang terburuk dengan melakukan itu.”Mari ke kota lagi untuk menghabiskan sisa uangnya. Kali ini..., untuk persiapan yang terakhir.“Toko di depan sana adalah tempat penjualan senjata api yang paling dekat di kota ini, meskipun bukan yang terbesar, seharusnya mereka menjual apa yang aku cari.”Bunyi gemerincing terdengar ketika aku masuk ke dalam toko ini, seorang pria paruh baya bertubuh tambun berdiri di balik counter desk.“Selamat datang,” sambutnya tanpa memperhatikanku. Pria itu terus membalikan lembar majalah y
12 November 2040Hari yang di nanti-nanti akhirnya tiba. Darahku mendidih, seluruh tubuhku gemetar mengingat apa yang akan terjadi. Sejak tadi malam jantungku berdetak tidak karuan, aku terbangun demi hari ini.“Matahari bersinar terang, langit biru dengan sedikit awan. Bukankah hari ini adalah hari yang cerah untuk sebuah bencana?”Sejak tadi aku sudah bersiaga di taman tempat pesawat itu akan mendarat secara darurat, orang-orang di sekitar sini begitu riang menikmati keseharian mereka. Aku yakin tak satupun dari mereka akan mengira, bahwa kiamat akan datang.“Ibu aku ingin balon yang besar itu, tolong belikan aku itu, Bu!”“Baiklah, tapi berjanjilah pada ibu, kalau kau akan makan semua sayuranmu pada sarapan berikutnya.”“Emm! Janji!”Anak itu.., apa dia akan menangis kalau aku bilang tidak akan ada sarapan yang berikutnya? Yah.., bukan berarti akan ada seseorang yang percaya pada omonganku. Kalaupun aku menjelaskannya, sudah pasti aku akan di cap gila.Untuk saat ini aku hanya bisa
Rasa penasaran orang-orang membawa mereka mendekati pesawat, sesuatu yang sebenarnya ingin mereka tolong, adalah apa yang akan membahayakan mereka.“Bung, mereka di sini.., maksudmu?”“Sesuatu yang datang dari mimpi terburukmu. Semua orang akan terbunuh, suruh mereka menjauh dari sana, cepat!”“Apa?” sahut pria yang menindihku dengan sangat kebingungan.Tentu saja dia tidak akan percaya dengan kalimat yang terdengar seperti sebuah omong kosong itu. Aku hanya bisa membiarkan dia melihat situasi agar dia percaya. Lagipula aku tidak dapat bergerak karena kunciannya.“Tubuh mereka berwarna hitam, apa itu luka bakar?”Itu bukan luka bakar, tubuh mereka tampak berwarna hitam karena pembusukan yang terjadi. Mereka sudah menjadi zombie.“Tuan, apa kau baik-baik saja?”Mereka tidak akan menjawab, indra mereka sudah mati. Cihh, aku kasihan pada orang yang mendekat tanpa tau apapun. Dia menjadi korban pertama, kah?“Arrgh! Orang ini menggigitku! Tolong!”“Tidak! Aku juga tergigit!”“Apa-apaan in
Setelah cukup puas berlari, aku dan Andrew bersembunyi di sebuah kantor kecil, ukurannya 4 x 4 dengan hanya satu lantai pada bangunannya. Tidak ada benda lain selain komputer, printer dan setumpuk kertas.“Vin, dari semua tempat..., kenapa kita harus bersembunyi disini?”Andrew memanggil nama depanku karena setelah semua yang terjadi pada kami, kami merasa cukup dekat sebagai kawan.“Aku ingin tahu pendapatmu, Andrew.”Pria itu menghela nafas, itu karena aku sering membuat dia menjawab pertanyaannya sendiri. Ku rasa dia cukup paham dengan sikapku.“Aku hanya berpikir akan lebih baik untuk kita bersembunyi di toserba atau tempat lain yang menyimpan bahan makanan. Setidaknya peluang kita untuk bertahan dari krisis ini akan lebih besar.”“Kau salah, peluang kita untuk selamat menjadi semakin kecil jika kita melakukannya.”“Andrew.., semua orang pasti akan berpikiran sama sepertimu, dan mereka akan berkumpul di sana,” ujarku.“Vin, apa kau berpikir kalau perselisihan akan terjadi? Memang
Bangunan tempat aku dan Andrew bersembunyi terhubung pada sebuah gang sempit di belakang, para zombie tidak melalui lorong ini untungnya.Andrew mengeluarkan sebuah pistol dari balik celana dan dia bersiaga sambil mengendap di dekat dinding.“Andrew, kau seperti sedang berada di dalam misi. Tidak perlu setegang itu kawan, kau tidak ingin pikiranmu kacau kan, dalam situasi ini.”“Letakkan kembali pistolmu, kita hanya akan menggunakan pistol saat keadaannya sudah genting,” imbuhku.“Vin, jadi menurutmu keadaan saat ini masih belum genting? Haa..., jika bukan karenamu yang bersikap tenang, aku pasti sudah kacau, bung.”Andrew tidak lagi menanyakan tindakanku, dia dapat mengikutiku dengan tenang. Saat aku menggoyang-goyangkan pipa pembuangan air hujan, dia juga hanya memperhatikan saja.“Kau juga ambil,” ujarku sambil menggenggam pipa yang berhasil ku patahkan.Andrew segera melihat sekeliling untuk mencari pipa, “Aku sudah dapat.”“Bagus! Kita akan gunakan ini untuk membunuh mereka.”And
Dengan rasa percaya diri Andrew yang semakin kuat, kekhawatiranku pun berkurang. Kerja sama kami cukup baik, kami berhasil melangkah cukup jauh dari titik persembunyian awal. Andrew makin terbiasa mengatasi zombie yang berdatangan.“Maaf!” seru Andrew sebelum pukulan yang di ayunkannya memecahkan kepala zombie yang datang menghampiri.“Kawan, kau tidak perlu meminta maaf tiap kali kau membunuh mereka.”“Sebagai seorang tentara aku memiliki kewajiban untuk melindungi orang-orang di negaraku, permintaan maaf tadi aku ucapkan karena gagal memenuhi tugasku.”“Tapi bisakah kau kecilkan sedikit suaramu? Aku pikir kau sengaja memancing mereka,” gurauku.Andrew seketika gugup dan segera meminta maaf kepadaku, “Maafkan aku Vin, aku sungguh tidak bermaksud seperti itu.”“Haha, aku hanya bergurau kawan. Tidak perlu secemas itu.”“Ya ampun.., di saat seperti ini kau masih sempat bergurau.”“Apa salahnya? Karena ada orang yang menemani perjalananku kali ini, bergurau dengannya bukanlah hal yang bu
Kebohongan itu terus aku katakan hingga terdengar cukup meyakinkan, ada alasan yang membuatku tidak bisa mengatakan kebenarannya pada Andrew, ini bukan tentang kepercayaan, tapi tentang sesuatu yang lain.“Dia bukan seorang penulis dan tak pernah menulis apapun. Namun cerita yang dia bagikan padaku terdengar sangat bagus, dengan caranya menyampaikan hal itu..., bahkan terasa meyakinkan.”“Dan kau..., percaya hanya karena cerita bagus yang asalnya bukan dari seorang penulis?”“Ya, tapi dia membuatku lebih yakin dengan tindakannya. Pria bernama Gale itu bunuh diri setelah menceritakan semuanya.”“Bunuh diri? Kenapa dia melakukan hal gila seperti itu?”“Aku tidak menanyakannya karena dia sudah menjadi potongan daging. Dia meledakkan diri dengan mengempit sebuah granat di lehernya.”“Pernah melihat orang bunuh diri dengan cara seperti itu?” imbuhku.Andrew terhenyak, dia menopang dagu untuk mencerna apa yang aku ceritakan. Jantungku cukup stabil, dan aku juga tidak gugup ketika mengatakan
Sekarang lantai tempat aku dan Andrew berdiri telah di pastikan aman, aku yakin satu lantai di bawah kami juga sudah bersih.“Kerja bagus karena menarik mereka kemari, di lantai berikutnya aku ingin kau memelankan suaramu.”“Tentu, aku juga tidak ingin mereka yang berkeliaran di jalan raya naik kemari,” sahut Andrew.Beberapa pintu dalam lantai ini terbuka dan sebagian tertutup rapat. Aku melangkah memeriksa semuanya memastikan apakah ada yang terkunci.“Vin, kalau hanya untuk mencari persediaan, apartemen manapun juga tidak masalah, kan?”“Ya, tapi kau harus pastikan apakah ada ruangan yang terkunci. Takutnya ada orang yang masih hidup dalam bangunan ini.”“Ku pikir kau sudah sepenuhnya gila, Vin.”Ada, apartemen di depanku terkunci. Sekarang harus di buka secara perlahan atau di dobrak seperti tadi? Kalau benar di dalam ada orang, alangkah baiknya tidak membuat mereka semakin ketakutan.“Andrew, lakukan dengan perlahan!” ujarku.Berbeda dengan di atap, kali ini Andrew menggenggam ga