Suara pedang terdengar nyaring membelah angin, tapi sang pemilik serangan malah terpana melebarkan mata.Begitu juga dengan 8 pria lain, mereka terkejut tidak percaya mendapati Lintang mampu menghindari serangan telak dari seorang pendekar tingkat 3.Gerakan Lintang tidak cepat, tapi dia bisa bergerak tepat menghindari arah tebasan lawan.“Ti-tidak mungkin! Ke-kemana bocah it .... Buk Aaaaaa!” belum sempat pria yang menyerang Lintang selesai berbicara, dia telah lebih dulu terkapar memuntahkan darah terkena pukulan mematikan dari lawannya.Pria itu langsung mengerang meregang nyawa padahal hanya dipukul dengan sebilah batang jagung membuat semua temannya kembali mematung tidak percaya.“Hihihi, mau membunuhku? Bodoh! Itu mustahil, sialan,” Lintang terkekeh puas.Melihat ke 8 pria tersisa sedang menganga melebarkan mata, Lintang lantas segera maju memanfaatkan situasi.Dia bergerak menggunakan langkah petapa naga, kemudian mengayunkan batang jagung menuju titik-titik vital saraf energi
Seorang gadis muda berparas cantik berlari tergopoh-gopoh melewati gerbang kota.Rambutnya panjang terurai, berbadan tinggi semempai dengan kulit putih mulus bagaikan susu.Dia mengenakan pakaian berwarna hijau cerah dengan selendang putih melingkar dari sutra mewah.Berhidung mancung, wajah tirus, serta mata sedikit sipit membuat gadis itu tampak mempesona. Apalagi dengan bibir mungil bergelombang membuat para lelaki tidak tidak bisa memalingkan pandangan.Namun saat ini gadis itu sepertinya sedang dilanda kesedihan yang mendalam di mana dia berlari sembari bercucuran air mata.Wajahnya pucat dipenuhi ketakutan, dengan pakaian sedikit compang-camping belumuran debu tanah.Brak!Pintu gerbang sebuah paviliun besar terbuka, membuat semua orang yang ada di dalamnya terkaget melebarkan mata.Bruk!Gadis muda tadi menjatuhkan diri berlutut di atas permukaan tanah, napasnya memburu terengah-engah dengan air mata masih berjatuhan membasai pipinya yang memerah.“Inggit!” seorang pria tua seg
Inggit adalah cucu dari seorang Adipati besar kerajaan Manggala. Dia melakukan perjalanan jauh untuk mencari keberadaan putra Mahkota yang sudah bertahun-tahun menghilang.Inggit melakukan itu karena dirinya telah dijodohkan sedari kecil. Dia mencari sang Putra Mahkota untuk menunjukan bahwa dirinya benar-benar layak menjadi permaisuri.Sudah menjadi adat kebiasaan kerajaan Manggala di mana calon mempelai perempuan harus menyambut kepulangan pangeran selepas dia mengasingkan diri.Dan ini adalah tahun terakhir putra mahkota mengasingkan diri sehingga Inggit bersama kakeknya melakukan perjalanan jauh hanya untuk menyambut dan mendampingi sang pangeran pulang.Sudah banyak kerajaan yang mereka sambangi dalam pencariannya. Namun sampai sekarang, kabar keberadaan Putra Mahkota tetap tidak pernah ditemukan.Merasa lelah dengan pencarian itu, Inggit bersama kakeknya memutuskan untuk menunggu saja di kerajaan Suralaksa di mana kerajaan itu adalah arah pulang sang Putra Mahkota.Sudah 4 bulan
Rombongan Lintang berhasil melewati gerbang kota dengan sangat mudah.Mereka terus masuk menyusuri jalanan besar menuju pusat kota untuk mencari penginapan.Sepanjang jalan, Lintang tidak berhenti bertanya tentang siapa dan seperti apa pemimpin Katumenggungan kepada kakaknya.Namun Balada tidak bisa menjawab secara menyeluruh karena dia juga tidak terlalu kenal dengan pemimpin Katumenggungan tersebut.Begitu juga dengan Mbo Tarmi, mendapat banyak pertanyaan dari tuan mudanya, dia hanya mampu menggeleng sembari tersenyum bingung.Mbo Tarmi semakin merasa heran karena Kusha yang sekarang tiba-tiba saja menjadi cerewet. Anak kecil itu bahkan kerap menanyakan hal yang seharusnya menjadi urusan orang dewasa.Tapi bagaimana pun, Mbo Tarmi merasa senang karena Kusha terlihat lebih ceria dari pada saat di kediamannya.Tidak membutuhkan waktu lama untuk rombongan Lintang tiba di pusat kota.Mereka berhenti disebuah bangunan megah yang merupakan penginapan terkenal di Katumenggungan Surajaya.“
Malam begitu hening di kota Katumenggungan Surajaya membuat Lintang dan Balada tidur nyenyak tanpa terganggu.Sementara Ki Jara, Bakung, dan 20 pendekar lain berjaga di depan pintu. Sedangkan Mbo Tarmi tidur di ruangan lain bersebelahan dengan kamar Lintang dan Balada.Kokok ayam jantan membangunkan Lintang pertanda waktu telah memasuki pagi.Anak kecil tersebut mengucek mata memastikan bahwa dia benar-benar masih dalam keadaan hidup.Setiap tidur, Lintang terlihat begitu nyenyak terlelap. Padahal sejatinya dia selalu dihantui mimpi buruk akan kenangan masa lalunya.Lintang akan selalu menangis di dalam mimpi, meratapi dosa karena telah meninggalkan ke 4 istrinya.Dia tidak tahu entah apa yang terjadi dengan Kelenting Sari, Anantari, Atmarani, dan Putri Asmara. Yang pasti setiap waktu Lintang sangat merindukannya.Andai dia dapat berteriak, Lintang ingin sekali berteriak keras mengutuk langit karena telah memberikan takdir pahit seperti ini.Dia baru menyadari bahwa kematian ternyata
Lintang terus berjalan menuruni tangga, dia berjalan sedikit tergesa-gesa karena khawatir sang kakek tua akan mengejarnya.Meski Lintang tidak memiliki energi untuk mengukur seberapa jauh kanuragan kakek tersebut, tapi Lintang sadar bahwa pak tua itu bukan pendekar biasa.Dia akan mati dengan mudah jika berani berurusan dengannya, membuat Lintang lebih memilih menghindar dari pada harus mati konyol sebelum bisa pulang ke Madyapada.“Sial! Ternyata di sini juga terdapat pendekar ilusi,” umpat Lintang.Terlebih dia terkejut dengan kemampuan gadis kecil tadi. Di usianya yang masih begitu sangat muda, gadis itu sudah memiliki energi sihir yang sangat pekat.Andai Lintang tidak memiliki mantera Naga, maka sudah pasti dia tadi akan tewas dalam hitungan detik.Beruntung pengetahuannya tidak hilang sehingga dia bisa mempertahankan nyawanya.“Ki Jara sekali pun pasti akan tewas jika berhadapan dengan gadis itu. Dasar monster, dia hampir saja merenggut nyawaku,” maki Lintang.Dia terus meracau
Pendekar muda yang memiliki paras tampan di atas rata-rata itu terus mendongak seraya membelalakkan mata dan membuka mulutnya lebar-lebar. Sungguh kejadian yang aneh menurutnya ada sebuah batu mengambang di udara tanpa ada penyangga sedikitpun. Pastilah sosok yang tadi bersuara kepadanya itu memiliki tenaga dalam yang tinggi, menurutnya. "Jangan bengong saja, Anak muda, apa kau bisa membantuku?" Jalu mengernyit seraya menelan ludah. Kenapa suara lelaki yang diduganya sudah tua itu meminta pertolongan kepadanya? Bukankah dengan kemampuan yang tinggi sosok tersebut tidak membutuhkan pertolongan siapapun?Untuk mengobati rasa penasarannya, Jalu pun memberi pertanyaan balik, "Pertolongan seperti apa yang Kisanak inginkan?" "Fokuskan pikiran dan penglihatanmu, lihatlah rantai energi yang mengikat batu sialan ini." "Rantai energi?"Jalu menggumam pelan. Dicobanya untuk memfokuskan panca inderanya pada batu yang sedang melayang di atasnya.Semakin Jalu memfokuskan pikiran dan penglihatan
Selepas Lintang pergi, Ki Jara, Bakung, dan 20 pendekar penjaga tiba-tiba berdatangan dari arah tangga belakang.Seperti kata pelayan, Ki Jara dan para pendekarnya ternyata sungguh pergi ke taman belakang penginapan.Mereka sedikit minum-minum untuk menghangatkan tubuh setelah semalaman bergadang.Dan selepas merasa cukup, Ki Jara kembali ke kamar Lintang berniat melanjutkan penjagaan.Namun kejadian seperti di padang rumput kembali terulang di mana Lintang lagi-lagi menghilang membuat Balada sangat panik hingga memarahi Ki Jara dan para pendekar lain.Terlebih setelah mendengar pengakuan Ki Jara bahwa mereka baru saja pulang dari warung tuak membuat