"Papa, kenapa kita tidak menemui mama? Aku merindukan mama." James hanya bisa tertunduk dengan tangan tetap menggenggam tangan mungil putranya, Diego, yang berusia 6 tahun. ,Pagi tadi, Diego baru saja menerima rapot kenaikan kelas taman kanak-kanak. Juga, dua minggu yang lalu ia sakit demam karena merindukan Valerie, ibunya. Sebenarnya, Valerie sangat merindukan putranya namun sikap keras James membuat mereka tidak bisa bertemu. Apalagi jika bukan karena hasutan mantan mertuanya yang berkata bahwa Valerie adalah wanita nakal dan suka bermain belakang. Tuduhan itu ternyata tidak terbukti pasca bercerai. Valerie belum menikah lagi, malah ia tengah mengatur strategi diam-diam agar James mau mempertemukan dirinya dengan Diego. Dan hari ini ketika hatinya luluh karena Diego yang terus meminta bertemu Valerie, akhirnya ia bersedia datang ke rumah Valerie setelah berperang dengan hatinya sendiri. Ia masih mencintai Valerie tapi kini tidak bisa abai dengan keberadaan istri barunya. "Pap
Dad Mark, contoh ayah mertua yang baik, penuh kehangatan, dan pengertian. Beliau dewasa dalam segala masalah yang datang menghampiri keluarga besarnya. Termasuk menghadapi Celia yang tiba-tiba datang ke rumah dengan amarah membuncah karena ulah Raleigh yang menurunkan batas limit kartu kreditnya tanpa pemberitahuan.Raleigh lupa untuk memberi tahu dan andai ingat pun pembicaraan tentang penurunan batas limit kartu kredit tidak akan membawa kedamaian setelah membicarakannya dengan Celia. Ia berani jamin pertengkaran kembali tak terelakkan dan Raleigh diusir.Setelah mendapat telfon dari Dad Mark dan beragam petuah bijak dari Valerie, akhirnya Raleigh mendatangi rumah Dad Mark. Disana, Celia menumpahkan segala kemarahan dan kekecewaannya pada Raleigh. Celia malu ketika petugas kasir mengatakan bahwa kartu kreditnya tidak bisa dipakai berbelanja. Sedang antrian mengular hanya karena menunggu Celia yang tidak kunjung menyelesaikan pembayaran. Akhirnya dengan berat hati petugas menahan se
Setelah tuduhan Celia yang memojokkan Raleigh tentang dimana ia tinggal akhirnya tidak ada cara bagi Raleigh selain berterus terang. Yeah, jujur adalah senjata utama yang bisa Raleigh sodorkan pada kedua orang tua Celia, mengapa kehidupan rumah tangga mereka seperti Tom and Jerry. Saling berebut siapa yang paling benar, saling tidak mau mengalah, saling kejar mengejar hingga pukul memukul. Kejujuran itu seperti momok, terlihat menakutkan di awal namun memiliki kekuatan tak terkalahkan sesudahnya. Apapun serangan yang kembali menghadang bisa menjadi gentar karenanya. "Aku terpaksa tinggal di luar, ketika Celia memasukkan semua isi pakaianku ke dalam koper dan melemparnya keluar rumah dad."Dad Mark menatap Raleigh tidak percaya. "Apa yang kalian persoalkan hingga seperti ini?" "Celia mengalami menopause dini."Seisi rumah menjadi hening, emosi Celia yang awalnya meledak kini menurun drastis. Nyawa aslinya telah kembali setelah ditukar dengan nyawa nenek lampir untuk sesaat. Raleigh
"Bagaimana kabar Diego?" Valerie tersenyum sambil mengunyah roti yang tadi ia beli di minimarket. "Baik. Dia juga merindukanku.""Oh... Aku juga merindukan lelaki kecil tampan itu." Ucap Celia. Valerie menceritakan banyak hal tentang perjuangannya untuk bisa bertemu putranya, Diego, secara diam-diam melalui Nathalie, sepupu mantan suaminya. Jika tidak demikian, bisa dipastikan Valerie dan Diego pada suatu saat nanti akan terlihat seperti orang asing walau mereka memiliki hubungan darah. "Kamu ingin bertemu dengannya?" Tanya Valerie kemudian meneguk air putihnya. Kini mereka sudah kembali berada di mobil dalam perjalanan menuju Sydney dengan Raleigh yang bertugas menyupir. "Tentu saja Val. Dia bocah cilik yang ulung. Dia pandai menyembunyikan rahasia diantara kalian. Aku jadi kasihan."Valerie mengangguk dengan raut sedikit khawatir. Dan Raleigh bisa menangkap kegelisahan itu melalui kaca spion tengah."Jujur aku khawatir dengannya belakangan ini Cel.""James bodoh! Dia meninggalk
"Melalui bayi tabung, itu pun jika ovarium masih bisa menghasilkan sel telur.""Lalu apakah ovariumku masih bisa menghasilkan sel telur?" Tanya Celia penuh harap. Saat ini harapan besarnya tidak boleh lepas begitu saja atau ia benar-benar akan menjadi wanita tua menyedihkan tanpa anak kandung. "Bisa tidaknya setelah kalian menyetujui lembar persetujuan menjalani proses bayi tabung. Ada obat-obatan yang harus anda minum untuk membantu ovarium memproduksi sel telur dalam jumlah lebih banyak."Celia berbinar seakan ada harapan yang tersisa dan ia bisa mengejarnya. "Kapan kira-kira saya bisa menandatangani lembar persetujuan bayi tabung itu dok?""Perawat akan membantu kalian untuk mengurusnya. Dan saya sarankan untuk mengambil paket bayi tabung dengan bea asuransi negara karena biayanya tidak murah jika dilakukan secara pribadi." Celia mengangguk mantap. "Apakah istri saya bisa hamil setelah menjalani proses bayi tabung itu dokter?" Kini giliran Raleigh yang bertanya penuh harap."Be
Setibanya di Armidale, Raleigh tidak memulangkan Valerie dengan alasan ia membutuhkan bantuannya untuk menghibur Celia. Untuk sementara ia tidak bisa mengatasi amukan serta kemarahan Celia yang bisa kembali meledak-ledak pasca putusan dokter. "Apa semua sudah kamu masukkan?""Hey Ral, aku hanya akan menginap tiga hari saja.""Ayolah Vale, aku bisa seperti pria bodoh jika diamuk Celia.""Tapi aku sudah berjanji akan menemui Diego. Dia pasti merindukan ayam parmigiana buatanku.""Aku akan membantumu membuatnya untuk Diego. Aku janji." Raleigh menunjukkan jari angka dua. Valerie terkekeh lalu menutup resleting tasnya. Tapi tiba-tiba tangan Raleigh menyentuhnya. "Lima hari. Tolong lah Vale.""Tiga hari Ral."Raleigh mendesah kasar. Valerie membawa tangan Raleigh untuk digenggam penuh hangat. "Kamu bisa menelfonku jika perlu bantuan. Jangan khawatir."Tanpa aba-aba Raleigh menarik tangannya lalu membawa tubuh Valerie ke dalam pelukannya. "Aku bisa apa jika tanpamu Vale?"Bukannya mend
Valerie melangkah mendekati Celia dengan ekspresi tenang. Ia sadar jika baik Celia atau pun Raleigh sama-sama emosi dan stres akibat menopause dini yang diderita Celia. Keinginan mereka untuk menimang buah hati pun hampir bisa dipastikan kandas atau berpeluang kecil. Tapi Valerie sadar, bukankah tujuannya menginap di rumah ini adalah untuk menemani Raleigh menenangkan Celia yang bisa berubah marah seperti ini? "Dia menceritakan segalanya padaku. Bukan berarti kami memiliki hubungan serius. Dia mengatakannya agar aku bisa membantu mencairkan hubungan kalian yang kaku seperti ini." Celia membuang muka. "Dia cerita apa saja?" "Segalanya, kecuali hubungan suami istri yang kalian lakukan di ranjang. Jangan bersikap kaku seperti ini Cel. Kasihan Raleigh." "Kamu kasihan padanya tapi tidak kasihan padaku? Rela melihatku mengasuh anaknya dengan wanita pendonor sel telur itu?" Nada suara Celia meninggi. "Raleigh setuju mengadopsi anak Cel." Celia menyingkirkan tangan Valerie di pundakn
Sadar jika tindakannya terlalu mencolok, Valerie pun meminta maaf lalu mengikuti Raleigh menuju restauran di dalam plaza. "Apa Celia membuatmu kerepotan?" Valerie menggeleng karena sebenarnya yang membuat ia kerepotan adalah perasaannya sendiri."Dia kecewa karena kamu tidak bisa menahan diri untuk mencari wanita pendonor sel telur. Sudah berapa kali kukatakan sabar lah Ral. Bermain cantik di depan Celia.""Aku berhak mendapatkan kebahagiaanku Vale. Aku lelah selalu mengalah dengan semua permintaan Celia.""Lalu apa kamu lupa dengan janji pernikahan kalian untuk saling melengkapi dan melipur lara?" "Kalau begitu jadilah aku sebentar saja. Tinggallah bersama Celia. Kamu akan mengerti mengapa aku memilih menjauh. Aku tidak ingin bercerai tapi aku ingin menjauh. Segalanya menjadi kompleks. Aku mencintainya tapi aku lebih nyaman bersamamu." Ucap Raleigh sungguh-sungguh.Valerie terkejut dengan penuturan Raleigh yang berkata lebih nyaman dengannya. Hatinya mulai membunga seperti tanaman
'Apa yang harus kulakukan?' batin Celia. Celia tidak bisa berbuat banyak jika Raleigh meminta sertifikat rumah yang terlanjur ia gadaikan untuk kepentingan foya-foyanya. Demi melupakan kenyataan bahwa dia mengalami menopause dini, Celia berani bertindak sejauh itu. "Ehm ... nanti aku akan mencari sertifikat rumah kita, Ral. Sepertinya aku menaruhnya jadi satu dengan tumpukan ijazahku," Celia berkilah. "Oke, tolong kamu cari. Biar aku bisa segera membawanya ke bank untuk tambahan biaya bayi tabung kita." Usai bicara demikian, Raleigh menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Meninggalkan Celia yang mematung penuh kebingungan. Dari mana ia akan mendapatkan uang yang banyak untuk melunasi hutang bank yang tidak sedikit itu? Meminta pada kedua orang tuanya? Tidak! Celia tidak seberani itu apalagi pada Daddy-nya. Lalu, apa yang bisa ia lakukan? *** Hampir dua malam ini Celia tidak bisa tidur memikirkan bagaimana cara melunasi hutang diam-diam itu agar sertifikat tanahnya bi
Valerie tidak bahagia sama sekali saat mendengar ucapan Celia tentang rencana bayi tabungnya bersama Raleigh. Bukankah itu artinya jika seharian ini Raleigh melupakan dirinya itu karena dia berniat akan meninggalkannya lalu kembali ke pelukan istrinya. "Ah... ya, Cel. Aku dengar dan bahagia sekali mendengar kabar baik ini." Kilah Valerie. Padahal hatinya bagai ditikam sebilah pisau hingga menembus ke punggung. "Doakan semua lancar ya, Val." "Kapan kalian akan melakukan bayi tabung itu?" "Secepatnya. Tapi, ada satu masalah yang aku tidak siap jika Raleigh tahu, Val." "Apa?" "Tentang keuangan yang diperlukan untuk bayi tabung." Ucap Celia lirih bernada gelisah. "Maksudmu, kamu tidak memiliki cukup uang untuk melakukan bayi tabung?" Tebak Valerie. Sembari menggeleng pelan, Celia berucap melalui sambungan telfon, "Kamu masih ingat dengan para petugas bank yang datang ke rumah kan?!" "Iya. Kenapa?" Mata Celia tidak lepas dari pintu kamar, dia tidak siap jika Raleigh mengetahui
Saat jam makan siang, Raleigh memilih berdiam diri di ruangannya. Hatinya bimbang saat Celia tiba-tiba ingin kembali dalam pelukannya dan Valerie yang sudah terlanjur dekat dengannya.Perasaan cintanya masih ada untuk Celia, dan mulai berkembang untuk Valerie."Apa yang harus kulakukan?" Gumamnya.Ucapan Celia tadi pagi juga makin menambah kebingungannya. Haruskah ia pergi ke bagian kesehatan Kota Armidale untuk bertanya tentang proses bayi tabung?Jika ia melakukannya maka ia harus melepas Valerie demi istrinya. Lebih tepatnya demi kebahagiaan rumah tangganya.Baru saja berbahagia karena Valerie menerima cintanya bahkan mau menunggunya berpisah dengan cara baik-baik dari istrinya, tapi air mata Celia membuat Raleigh tidak tega. Karena bagaimanapun janji sehidup semati yang telah ia gaungkan di hadapan orang tua, Tuhan, dan para saksi adalah janji yang seharusnya dijalani hingga mati. Tapi satu lagi, mau sampai kapan Raleigh bisa menahan gairahnya ketika Celia tidak bisa melayaninya?
POV RALEIGHEntah sudah berapa minggu aku dan Celia tidak melakukan hubungan suami istri. Malam ini, setelah dia mencurahkan segala kesedihannya karena menopause dini yang dialami, berikut dengan ketakutannya akan kehilangan diriku, aku makin tidak berkutik lagi.Mengapa dia tidak mencoba mencintai dan melayaniku dengan baik sejak dulu? Sejak awal kami menikah?Aku tidak menuntut banyak dari pernikahan kami selain saling memahami, mengisi, dan membalut luka masing-masing. Tapi Celia yang saat itu enggan melepas cinta sejatinya pada William, mantan kekasihnya, membuatku terlunta-lunta sebagai seorang suami yang tidak diinginkan. Tapi kini, semua berbalik arah. Celia memujaku di saat yang kurang tepat. Saat hatiku tidak hanya ada dirinya yang bersemayam."Ral, aku mencintaimu. Tolong jangan tinggalkan aku."Setelah mengatakan itu ia melepas pelukan lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah cairan bening yang aku sendiri tidak tahu apa kegunaannya. Dia meneguknya sedikit lalu me
Setelah memastikan stok sayuran di etalase supermarket tempatku bekerja tersaji dengan tepat, langkahku kembali ke ruangan kerja untuk mengambil tas dan merapikan berkas yang sedikit berserakan di atas meja. Ketika tanganku hendak meraih tas, Valerie menghubungiku."Apa Vale?" "Ral, kamu sudah pulang?" "Sebentar lagi. Kenapa?" Mendengar suaranya yang kalem dan lembut saat berbicara denganku membuat senyum tipis tercetak di bibirku."Aku merindukanmu Ral."Aku tertawa lalu membayangkan wajahnya yang cantik saat duduk di pangkuanku."Tapi sekarang sudah tidak rindu lagi."Senyumku luntur seketika mendengar pengakuannya. "Kenapa? Apa aku berbuat salah?" "Karena aku lebih merindukan Diego dari pada kamu."Aku menghela nafas lega lalu kembali duduk di kursi kerja. "Aku cemburu pada lelaki kecil itu. Andai aku bisa mengajaknya bergulat."Valerie terkekeh sejenak lalu kembali bertanya. "Ral, apa Celia akan pulang sore ini?" Tadi, aku mengatakan pada Valerie perihal kepulangan istriku itu
POV RALEIGH Akhirnya aku memutuskan untuk mematikan nada dering panggilan dari istriku, Celia. Hatiku berbisik lembut agar tidak menambah luka yang Valerie terima setelah hubungan kami membaik beberapa hari ini. Walau kami tidak resmi berkencan sebagai sepasang kekasih, tapi melihatnya terluka karena ulahku apalagi menjauh dari jangkauanku, semua terasa tidak rela. Aku ingin menjaga hatinya yang sedang bersedih karena tidak bisa menemui putranya karena ulah sang mantan suami. Aku berani jamin jika James masih mencintai Valerie dengan menggunakan Diego sebagai alat untuk memperumit jadwal bertemu mereka. Ah, mengapa dua malam lalu saay kami bertemu aku tidak segera menghantam wajah sialannya itu. "Siapa yang menelfon Ral?" Tanyanya dengan hidung memerah sedang matanya masih sembab.Jemariku terulur menghapus bulir kristal kesedihan itu. "Gerard. Sepertinya dia sudah mantap untuk mengambil cuti agar bisa berlibur dengan keluarganya."Tidak ada cara terbaik selain berbohong pada Vale
POV RALEIGHValerie menggeleng lalu tersenyum hangat sembari menatap kedua bola mataku. "Aku hanya terkejut dengan perhatian yang kamu berikan Ral. Semuanya merasa mimpi bagiku.""Mimpi?" "Sejak bercerai dari James, aku tidak pernah jatuh cinta seperti ini. Aku hanya fokus pada putraku.""Oh ya, kapan kita akan menemui putramu lagi?" Valerie tersenyum lebar seraya memeluk erat tubuhku. "Apa kamu ingin mengambil hati Diego agar diterima sebagai ayah tirinya? Atau ingin tahu bagaimana rasanya memiliki anak?"Aku membiarkan Valerie nyaman dalam pelukanku lalu tanganku bergerak mengusap punggungnya. "Dua-duanya."Kemudian mengurai pelukan lalu menatapnya lekat. "Vale, jika di kemudian hari ada batu sandungan yang membuat kita harus mengalah demi hubungan terlarang ini, tolong jangan bersedih."Valerie menggenggam tanganku erat dengan senyum sendu. "Aku tidak tahu bagaimana hubungan kita ke depannya Ral, tapi aku akan selalu berusaha jadi yang terbaik demi kita. Aku tidak akan merebut ka
POV RALEIGH Malam ini aku meminta izin Valerie untuk menginap di rumahnya. Alasannya sederhana, aku enggan pulang ke rumahku sendiri yang kosong dan dingin. Seperti tidak ada kehidupan disana, karena sang pemilik rumah, Celia alias istriku, tengah menikmati liburan bersama-sama sahabatnya. Tanpa aku, suaminya. Hebat bukan?! Sejak mengidap menopause dini, Celia berubah dingin seperti awal kami menikah. Meski aku berusaha untuk tetap menghidupkan api rumah tangga agar tetap hangat, nyatanya itu tidak berjalan dengan baik. Dia berubah menjadi lebih sensitif dan semaunya sendiri. Alhasil, usahaku kerap menjadi abu gosok yang berakhir sia-sia. Apakah aku tidak hilang kesabaran? Hampir saja! Namun aku kembali teringat akan sumpahku di hadapan Tuhan, Dad Mark, dan Mom Clarie akan menemani putrinya itu seumur hidup dalam suka maupun duka. Jelas bukan sumpah yang kukatakan? Seumur hidup! Jika aku berkhianat maka apa bedanya Raleigh yang dulu dengan Raleigh yang sekarang? Andai saja
"Apapun keputusanmu, aku akan menerima dan mengikutinya, Ral."Dengan jarak sedekat ini aku berusaha mengabadikan dan membingkai lekat-lekat wajahnya ke dalam otakku. Dia tersenyum tipis namun itu bisa memberi efek mendebarkan yang luar biasa pada jantungku. Meski sudah lama tidak jatuh cinta, namun di sisi Raleigh aku menjadi sangat luar biasa. Aku merasa kembali muda dan layak mengejar cinta sejatiku. Meski pada kenyataannya Raleigh adalah suami sahabatku."Terima kasih selalu mau ada disisiku. Termasuk menjadi seseorang yang lain dalam hatiku." Aku mengangguk lalu menghamburkan diri dalam pelukannya. Raleigh merengkuh tubuhku dengan hangatnya sembari mengusap pucuk kepalaku. "Ral?""Apa?""Kita harus menyembunyikan ini semua dari Celia dan siapapun yang mengenal kita.""Iya. Maaf jika aku belum bisa menjadikan kamu satu-satunya, Vale.""Aku tidak masalah, Ral. Aku yakin suatu saat nanti kita akan memiliki waktu yang tepat untuk mengumumkannya."Raleigh terdiam sesaat seperti mem