Pukulan. Tamparan. Dan Hinaan. Lengkap! Semua bercampur menjadi satu ketika Raleigh berhadapan dengan kedua mertuanya.Dad Mark yang selama ini dianggap paling netral dan bisa memahami dirinya sebagai anak menantu pun nyatanya tidak bisa bersikap seperti yang Raleigh harapkan. Beliau terprovokasi ucapan Celia dan Mom Clarie.Total, Raleigh mendapat beberapa tamparan. Sakit, panas, dan berdarah. Tapi ia tidak melawan sama sekali."Andai aku bisa memutar waktu dad. Aku tidak akan bersikap bodoh.""Pergi kamu! Dasar menantu sialan!" Mom Clarie menatap Raleigh nyalang.Raleigh mengangguk. Mungkin mempertahankan Celia sudah tidak ada gunanya lagi. "Tidak bisa! Raleigh harus menjaga pernikahannya dengan Celia. Apapun yang terjadi. Itu keputusan finalku!" Ucap Dad Mark tanpa mau dibantah.Bukan hal baru jika kedua mertua Raleigh sering ikut campur dalam masalah rumah tangganya. Celia kerap mengatakan masalah rumah tangganya mulai dari yang ringan hingga paling parah."Aku titip Celia. In
"Ayam parmigiana. Kamu mau Ral?" Tawar Valerie ketika melihat Raleigh menuju dapur sambil mengancingkan kancing ujung lengan kemejanya. "Boleh. Tolong kancingkan ini Vale." Valerie sedikit gugup saat mengancingkan kedua kancing lengan kemeja Raleigh. Ditambah wajah Raleigh tampak segar dan tampan pagi ini membuatnya sedikit gemetar saat mengancingkannya. "Hem... Aromanya saja sanggup membuat air liurku menetes." "Duduk lah akan kusiapkan untukmu Ral." "Terima kasih cantik." Valerie terkekeh dengan gombalan Raleigh di pagi hari. Pipinya terasa sedikit hangat karena pujian receh itu. Menu ayam parmigiana dan kari sosis manis dilengkapi teh hangat di pagi hari menjadi sarapan paling memanjakan lidah Raleigh. "Kalau seperti ini mungkin aku akan membujukmu agar setiap hari tinggal disini saja." Ucap Raleigh setelah menandaskan sarapannya. Valerie terkekeh sambil memasukkan sisa ayam parmigiana dan kari sosis manis ke dalam food storage bersusun. "Diego pasti marah karena memi
Seperti pagi kemarin, Valerie dengan cekatan menyiapkan sarapan untuk sesi rumah, termasuk untuk Raleigh dan Celia yang belum turun. Semalam mereka berdua saling berpelukan lalu berciuman mesra di dalam dapur. Setelah wastafel kering, Valerie terduduk sambil menatap pinggiran meja makan dapur. Ingatannya kembali memutar kenangan yang tidak pernah diminta. -flashback- "Kamu sedang apa sayang?" Raleigh memeluk Celia dari belakang saat istrinya tengah di dapur. "Menghangatkan ayam parmigiana buatan Valerie. Kamu sudah makan Ral?" Raleigh menggeleng. "Nanti saja. Aku sedang ingin memelukmu." Celia tahu jika Raleigh bergairah karena bukti keperkasaannya terasa keras di pantatnya. Namun sayang sekali, Celia tidak merasakan apapun untuk membalas rangsangan suaminya. Menopause dini benar-benar telah mematikan gairahnya untuk bercinta dan menjadikannya seperti nenek muda. Jadi lah Celia hanya bisa berpura-pura menikmati sentuhan Raleigh yang sebenarnya terasa hambar untuknya. Sedan
Sudah dua minggu sejak Celia memutuskan menganggunkan rumahnya bersama Raleigh ke sebuah bank. Dan lebih gilanya lagi, Celia bersekongkol dengan orang bank untuk meloloskan hutang itu tanpa harus repot-repot meminta persetujuan Raleigh. Apakah Valerie tidak tahu?Tentu saja dia tahu sekali. Celia menceritakan segalanya karena Valerie yang memaksa. Rasa sayangnya pada Raleigh yang makin hari makin besar membuatnya tidak tega jika suatu saat nanti Raleigh hancur seorang diri. "Sini Ral, biar aku bantu." Tawar Valerie ketika Raleigh tidak bisa mengancingkan ujung lengan kemeja kerjanya."Terima kasih." Ucapnya dengan senyum manis. "Aku sudah siapkan sarapan spesial untukmu."Valerie tidak canggung lagi untuk menunjukkan perhatiannya pada Raleigh selama tidak ada Celia. Toh sahabatnya itu pasti masih bergelung di bawah selimut atau sibuk berbelanja online tanpa sepengetahuan Raleigh.Valerie menggandeng tangan Raleigh ke meja dapur yang telah tersaji menu lezat yang terpampang."Savour
"Kamu punya ide apa Vale?" Tanya Raleigh sembari menikmati pijatan dari tangan Valerie.Nyatanya berduaan bersama Raleigh sungguh sangat spesial dan membahagiakan. Valerie tidak peduli dengan setan yang menggodanya untuk lebih dalam lagi menggoda Raleigh agar segera masuk dalam rayuannya."Mencari wanita pendonor sel telur secara diam-diam mungkin.""Sejak kapan kamu tidak sejalan lagi dengan pemikiran Celia?" Pertanyaan Raleigh bukan tanpa alasan. Pasalnya ia tahu sekali jika Valerie adalah sahabat istrinya. Dia kerap mendukung segala keputusan Celia meski kebanyakan keputusan itu memberatkan Raleigh.Valerie sedikit gelagapan namun segera membuatnya seperti biasa saja. "Ehm...aku pikir Celia mulai semena-mena dengan hubungan kalian. Mungkin dulu aku terkesan mendukung dia tapi melihat kebaikanmu aku memiliki pendapat lain."Raleigh terkekeh lalu menggenggam tangan Valerie yang masih memijat kepalanya. Kemudian mengarahkannya agar memijat pundaknya."Kamu baru menyadarinya Vale? Ter
Di dalam kamar, Valerie menangis dalam diam. Ia menyesal telah mengatakan perasaannya pada Raleigh. "Celia, maafkan aku." Racaunya.Tanpa ada Celia di hadapannya, Valerie berucap maaf berharap sahabatnya itu memaafkan perbuatannya karena menggoda suaminya. "Aku juga tidak mau begini Cel. Tapi aku sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba mencintai Raleigh. Andai aku bisa mencegahnya."Penyesalan selalu datang di akhir namun bukan berarti itu buruk. Karena dari kesalahan itu lah Valerie belajar satu hal besar bahwa apapun kondisinya, mencintai suami wanita lain adalah hal yang tidak terpuji. "Ya Tuhan, tolong hilangkan perasaan ini. Tolong bantu aku keluar dari rasa tidak benar ini."Valerie menyugar rambutnya lalu menyeka air mata yang tidak seharusnya leleh membasahi pipi. Menangisi suami orang adalah kekeliruan bodoh yang harus segera ia tinggalkan."Pergi?" Tanyanya pada diri sendiri.Untuk apa Valerie tetap berada di rumah Celia dan Raleigh kalau itu makin menjebak perasaannya sendi
Valerie mengaktifkan kembali ponselnya sejak semalam dimatikan karena Celia terus menghubungi. Ia tidak tahu apa yang diinginkan Celia, tapi yang pasti ia tidak mau terlibat lagi dalam masalah rumah tangga sahabatnya itu. Pertama, ia memilih bungkam karena Raleigh tanpa sadar hampir mencumbunya. Kedua, ia menyembunyikan fakta bahwa Raleigh kerap bermalam di rumahnya. Dan ketiga, tentang hutang piutang yang diambil Celia dengan menganggunkan rumahnya sebagai jaminan tanpa sepengetahuan Raleigh dan keluarga besar. Celia : Val, kamu dimana? Kenapa tidak membalas pesanku sejak semalam. Aku membutuhkan bantuanmu!!! Celia : Val, balas pesanku!! Celia : Valerie!!!! Kamu seperti perempuan mati karena tidak bisa dihubungi!! Dan banyak lagi pesan dari Celia yang baru Valerie baca di pagi ini. Ia mengambil duduk di kursi dapur lalu membalasnya dengan berat hati. Valerie : Aku bersama Diego jadi aku tidak tahu ada pesan darimu. Ada apa Cel? Valerie terpaksa berbohong pada Celia tentan
Raleigh bingung dengan perasaannya. Satu sisi ia ingin datang meminta maaf pada Valerie namun ia tidak memiliki nyali untuk mengatakannya. Tapi jika ia tidak meminta maaf lalu pada siapa ia akan mengatakan kegundahan hatinya jika Celia kembali melukai hatinya. "Datang lah untuk meminta maaf pak." Saran Gerard. "Tapi aku malu Ger." "Jangan menimbun masalah, atau itu akan menjadi bom waktu." "Aku tidak tega menyakiti hatinya kembali." "Katakan padanya jika kalian hanya bisa berteman, tidak lebih dari itu. Siapa tahu seiring berjalannya waktu ia akhirnya sadar jika perasaannya pada anda salah. Dan mau membuka hati untuk lelaki lain yang lebih pantas untuk dicintai." Saran Gerard tidak salah namun mengapa Raleigh merasa tidak rela jika perhatian Valerie tercurah untuk lelaki lain. Ia seakan-akan kehilangan sesuatu yang menentramkan hatinya selama ini. "Entah lah Ger." "Atau jangan-jangan Pak Raleigh sudah merasakan sesuatu yang berbeda pada Valerie?" "Itu tidak mungkin Ger. Aku
'Apa yang harus kulakukan?' batin Celia. Celia tidak bisa berbuat banyak jika Raleigh meminta sertifikat rumah yang terlanjur ia gadaikan untuk kepentingan foya-foyanya. Demi melupakan kenyataan bahwa dia mengalami menopause dini, Celia berani bertindak sejauh itu. "Ehm ... nanti aku akan mencari sertifikat rumah kita, Ral. Sepertinya aku menaruhnya jadi satu dengan tumpukan ijazahku," Celia berkilah. "Oke, tolong kamu cari. Biar aku bisa segera membawanya ke bank untuk tambahan biaya bayi tabung kita." Usai bicara demikian, Raleigh menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Meninggalkan Celia yang mematung penuh kebingungan. Dari mana ia akan mendapatkan uang yang banyak untuk melunasi hutang bank yang tidak sedikit itu? Meminta pada kedua orang tuanya? Tidak! Celia tidak seberani itu apalagi pada Daddy-nya. Lalu, apa yang bisa ia lakukan? *** Hampir dua malam ini Celia tidak bisa tidur memikirkan bagaimana cara melunasi hutang diam-diam itu agar sertifikat tanahnya bi
Valerie tidak bahagia sama sekali saat mendengar ucapan Celia tentang rencana bayi tabungnya bersama Raleigh. Bukankah itu artinya jika seharian ini Raleigh melupakan dirinya itu karena dia berniat akan meninggalkannya lalu kembali ke pelukan istrinya. "Ah... ya, Cel. Aku dengar dan bahagia sekali mendengar kabar baik ini." Kilah Valerie. Padahal hatinya bagai ditikam sebilah pisau hingga menembus ke punggung. "Doakan semua lancar ya, Val." "Kapan kalian akan melakukan bayi tabung itu?" "Secepatnya. Tapi, ada satu masalah yang aku tidak siap jika Raleigh tahu, Val." "Apa?" "Tentang keuangan yang diperlukan untuk bayi tabung." Ucap Celia lirih bernada gelisah. "Maksudmu, kamu tidak memiliki cukup uang untuk melakukan bayi tabung?" Tebak Valerie. Sembari menggeleng pelan, Celia berucap melalui sambungan telfon, "Kamu masih ingat dengan para petugas bank yang datang ke rumah kan?!" "Iya. Kenapa?" Mata Celia tidak lepas dari pintu kamar, dia tidak siap jika Raleigh mengetahui
Saat jam makan siang, Raleigh memilih berdiam diri di ruangannya. Hatinya bimbang saat Celia tiba-tiba ingin kembali dalam pelukannya dan Valerie yang sudah terlanjur dekat dengannya.Perasaan cintanya masih ada untuk Celia, dan mulai berkembang untuk Valerie."Apa yang harus kulakukan?" Gumamnya.Ucapan Celia tadi pagi juga makin menambah kebingungannya. Haruskah ia pergi ke bagian kesehatan Kota Armidale untuk bertanya tentang proses bayi tabung?Jika ia melakukannya maka ia harus melepas Valerie demi istrinya. Lebih tepatnya demi kebahagiaan rumah tangganya.Baru saja berbahagia karena Valerie menerima cintanya bahkan mau menunggunya berpisah dengan cara baik-baik dari istrinya, tapi air mata Celia membuat Raleigh tidak tega. Karena bagaimanapun janji sehidup semati yang telah ia gaungkan di hadapan orang tua, Tuhan, dan para saksi adalah janji yang seharusnya dijalani hingga mati. Tapi satu lagi, mau sampai kapan Raleigh bisa menahan gairahnya ketika Celia tidak bisa melayaninya?
POV RALEIGHEntah sudah berapa minggu aku dan Celia tidak melakukan hubungan suami istri. Malam ini, setelah dia mencurahkan segala kesedihannya karena menopause dini yang dialami, berikut dengan ketakutannya akan kehilangan diriku, aku makin tidak berkutik lagi.Mengapa dia tidak mencoba mencintai dan melayaniku dengan baik sejak dulu? Sejak awal kami menikah?Aku tidak menuntut banyak dari pernikahan kami selain saling memahami, mengisi, dan membalut luka masing-masing. Tapi Celia yang saat itu enggan melepas cinta sejatinya pada William, mantan kekasihnya, membuatku terlunta-lunta sebagai seorang suami yang tidak diinginkan. Tapi kini, semua berbalik arah. Celia memujaku di saat yang kurang tepat. Saat hatiku tidak hanya ada dirinya yang bersemayam."Ral, aku mencintaimu. Tolong jangan tinggalkan aku."Setelah mengatakan itu ia melepas pelukan lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah cairan bening yang aku sendiri tidak tahu apa kegunaannya. Dia meneguknya sedikit lalu me
Setelah memastikan stok sayuran di etalase supermarket tempatku bekerja tersaji dengan tepat, langkahku kembali ke ruangan kerja untuk mengambil tas dan merapikan berkas yang sedikit berserakan di atas meja. Ketika tanganku hendak meraih tas, Valerie menghubungiku."Apa Vale?" "Ral, kamu sudah pulang?" "Sebentar lagi. Kenapa?" Mendengar suaranya yang kalem dan lembut saat berbicara denganku membuat senyum tipis tercetak di bibirku."Aku merindukanmu Ral."Aku tertawa lalu membayangkan wajahnya yang cantik saat duduk di pangkuanku."Tapi sekarang sudah tidak rindu lagi."Senyumku luntur seketika mendengar pengakuannya. "Kenapa? Apa aku berbuat salah?" "Karena aku lebih merindukan Diego dari pada kamu."Aku menghela nafas lega lalu kembali duduk di kursi kerja. "Aku cemburu pada lelaki kecil itu. Andai aku bisa mengajaknya bergulat."Valerie terkekeh sejenak lalu kembali bertanya. "Ral, apa Celia akan pulang sore ini?" Tadi, aku mengatakan pada Valerie perihal kepulangan istriku itu
POV RALEIGH Akhirnya aku memutuskan untuk mematikan nada dering panggilan dari istriku, Celia. Hatiku berbisik lembut agar tidak menambah luka yang Valerie terima setelah hubungan kami membaik beberapa hari ini. Walau kami tidak resmi berkencan sebagai sepasang kekasih, tapi melihatnya terluka karena ulahku apalagi menjauh dari jangkauanku, semua terasa tidak rela. Aku ingin menjaga hatinya yang sedang bersedih karena tidak bisa menemui putranya karena ulah sang mantan suami. Aku berani jamin jika James masih mencintai Valerie dengan menggunakan Diego sebagai alat untuk memperumit jadwal bertemu mereka. Ah, mengapa dua malam lalu saay kami bertemu aku tidak segera menghantam wajah sialannya itu. "Siapa yang menelfon Ral?" Tanyanya dengan hidung memerah sedang matanya masih sembab.Jemariku terulur menghapus bulir kristal kesedihan itu. "Gerard. Sepertinya dia sudah mantap untuk mengambil cuti agar bisa berlibur dengan keluarganya."Tidak ada cara terbaik selain berbohong pada Vale
POV RALEIGHValerie menggeleng lalu tersenyum hangat sembari menatap kedua bola mataku. "Aku hanya terkejut dengan perhatian yang kamu berikan Ral. Semuanya merasa mimpi bagiku.""Mimpi?" "Sejak bercerai dari James, aku tidak pernah jatuh cinta seperti ini. Aku hanya fokus pada putraku.""Oh ya, kapan kita akan menemui putramu lagi?" Valerie tersenyum lebar seraya memeluk erat tubuhku. "Apa kamu ingin mengambil hati Diego agar diterima sebagai ayah tirinya? Atau ingin tahu bagaimana rasanya memiliki anak?"Aku membiarkan Valerie nyaman dalam pelukanku lalu tanganku bergerak mengusap punggungnya. "Dua-duanya."Kemudian mengurai pelukan lalu menatapnya lekat. "Vale, jika di kemudian hari ada batu sandungan yang membuat kita harus mengalah demi hubungan terlarang ini, tolong jangan bersedih."Valerie menggenggam tanganku erat dengan senyum sendu. "Aku tidak tahu bagaimana hubungan kita ke depannya Ral, tapi aku akan selalu berusaha jadi yang terbaik demi kita. Aku tidak akan merebut ka
POV RALEIGH Malam ini aku meminta izin Valerie untuk menginap di rumahnya. Alasannya sederhana, aku enggan pulang ke rumahku sendiri yang kosong dan dingin. Seperti tidak ada kehidupan disana, karena sang pemilik rumah, Celia alias istriku, tengah menikmati liburan bersama-sama sahabatnya. Tanpa aku, suaminya. Hebat bukan?! Sejak mengidap menopause dini, Celia berubah dingin seperti awal kami menikah. Meski aku berusaha untuk tetap menghidupkan api rumah tangga agar tetap hangat, nyatanya itu tidak berjalan dengan baik. Dia berubah menjadi lebih sensitif dan semaunya sendiri. Alhasil, usahaku kerap menjadi abu gosok yang berakhir sia-sia. Apakah aku tidak hilang kesabaran? Hampir saja! Namun aku kembali teringat akan sumpahku di hadapan Tuhan, Dad Mark, dan Mom Clarie akan menemani putrinya itu seumur hidup dalam suka maupun duka. Jelas bukan sumpah yang kukatakan? Seumur hidup! Jika aku berkhianat maka apa bedanya Raleigh yang dulu dengan Raleigh yang sekarang? Andai saja
"Apapun keputusanmu, aku akan menerima dan mengikutinya, Ral."Dengan jarak sedekat ini aku berusaha mengabadikan dan membingkai lekat-lekat wajahnya ke dalam otakku. Dia tersenyum tipis namun itu bisa memberi efek mendebarkan yang luar biasa pada jantungku. Meski sudah lama tidak jatuh cinta, namun di sisi Raleigh aku menjadi sangat luar biasa. Aku merasa kembali muda dan layak mengejar cinta sejatiku. Meski pada kenyataannya Raleigh adalah suami sahabatku."Terima kasih selalu mau ada disisiku. Termasuk menjadi seseorang yang lain dalam hatiku." Aku mengangguk lalu menghamburkan diri dalam pelukannya. Raleigh merengkuh tubuhku dengan hangatnya sembari mengusap pucuk kepalaku. "Ral?""Apa?""Kita harus menyembunyikan ini semua dari Celia dan siapapun yang mengenal kita.""Iya. Maaf jika aku belum bisa menjadikan kamu satu-satunya, Vale.""Aku tidak masalah, Ral. Aku yakin suatu saat nanti kita akan memiliki waktu yang tepat untuk mengumumkannya."Raleigh terdiam sesaat seperti mem