Pembunuhan pertama yang disaksikan oleh Muhan secara langsung ialah eksekusi suatu keluarga cendekiawan yang dituding sebagai pengkhianat negara. Muhan ingat dengan jelas, bagaimana teror yang menghinggapi tiap wajah para anggota keluarga tersebut melaut bersama dengung derita. Mengenakan pakaian berkabung, semuanya terikat di bawah gertakan para algojo yang berada di kedua sisi tubuh masing-masing kepala.
Dipertontonkan di balai kota, senagai bentuk pembelajaran serta penghakiman atas manusia yang melahap kehidupan manusia lainnya. Ratapan demi ratapan memenuhi telinga Muhan bagaikan lagu lama pengingat kehancuran. Tak melebihi banyaknya langkah dari rumah jagal ke balai kota, ratapan tersebut diakhiri oleh tebasan singkat yang mengarah pada leher 'para pengkhianat'.Sebelas anggota keluarga beserta para pelayan dalam keluarga itu telah menghilang dari Tanah Wari dalam sekejap mata. Salah satu kepala menggelinding ke dekat kaki Muhan kecil yang berusia 5 tahun. Diam-diam, ditatapnya sepasang mata kelam kepala seorang wanita yang penutup matanya terangkat itu.Bukannya takut, justru Muhan memandang lekat kepala tersebut. Ada sesuatu yang tidak dimengerti pada detik itu. Kemalangan akan Tanah Wari kian merajalela oleh alam dan Sang Naga, tetapi kini ditambah oleh pemerintahan yang cacat dan tak bermatabat."Oh! Lihatlah bocah itu! Melihat mayat saja ekspresinya datar begitu.""Dia kan cuma bocah pungut, Nyonya. Wajar saja kalau tidak ada takut-takutnya dengan mayat sekali pun."Muhan kecil memilih untuk berlari, membawa kayu bakar yang berada dalam gendongan dan kembali ke Perguruan.Namun pada masa sekarang, Muhan berusia 20 tahun tengah mengamati proses eksekusi di antara rakyat biasa yang suka bergunjing itu dengan telinga yang kebal terhadap berbagai macam cercaan. Eksekusi kali ini sama saja. Pemenggalan terhadap keluarga kecil yang menentang ketentuan baru Raja untuk membayar pajak dua kali lipat lebih besar. Disinyalir kepala keluarga itu berniat memancing rakyat lain untuk turut memberontak—yang tentu saja berakhir buruk.Kepala yang terpisah dari tiap-tiap tubuh itu tercecer, mengundang pekikan beberapa orang di sekitar. Semua masih sama. Ketidakadilan merajalela laksana tabuhan gendang yang mengikat para penari untuk menghibur para petinggi Wari.Eksekusi berakhir dengan mengumpulkan mayat-mayat tersebut di atas gerobak. Entah ke mana para pembersih itu akan membawanya. Bisa saja ke pemakaman umum yang berada di sisi lain Bukit Batu, atau menerjunkan seluruhnya ke laut lepas sebagai makanan alami bagi makhluk hidup di dalam sana.Muhan tak pernah tau bagaimana akhir dari kesengsaraan berupa pencabutan nyawa secara paksa itu. Hidup sebagai dirinya sendiri saja sudah penuh akan cercaan yang datang silih berganti, seolah memang diperuntukkan sebagai tontonan orang banyak. Maka tanpa keraguan sedikit pun, dia mengetahui arti dari pilunya hidup seorang sendiri."Dengar-dengar, anaknya Juragan Sapi yang tinggal di dekat Sungai Dun itu mau mencalonkan diri sebagai bagian dari Pasukan Pemburu Naga kan?""Ah, tapi kalau anaknya cuma setingkat Gyeomsabok, yang ada malah menjadi makanan naga.""Ah, benar juga! Anaknya Nyonya Lee tidak kembali-kembali, sudah hampir genap enam bulan. Padahal anaknya sendiri merupakan Howechung, susah sekali mendapatkan pemuda dengan kemampuan Howechung beberapa tahun ini.""Itu karena ketentuan Raja dua puluh tahun yang lalu, masa kau lupa?""Aduh! Tolong jangan membahasnya! Aku merinding setiap membayangkan insiden mengerikan itu. Lebih baik kita segera mengirimkan kain-kain untuk Selir Seo ini secepat mungkin."Percakapan dua lelaki yang membawa dorongan berisikan tumpukan kain mahal tersebut mencuri fokus Muhan untuk sesaat. Keramaian di sekeliling telah meredup. Eksekusi yang sempat terjadi tadi seakan tak terendus. Berusaha mengabaikan keganjilan dunia yang dipijakinya ini, Muhan memutuskan untuk menuai langkah ke hutan seperti biasanya.Pasukan Pemburu Naga. Betapa besar keinginan Muhan untuk turut berada dalam pasukan tersebut. Namun dia bisa apa? Dibuang saat dilahirkan, tak mempunyai asal-usul yang jelas, serta tak menguasai Him apa pun, sehingga orang-orang selalu memandang rendah dirinya tanpa henti.Meniti jalanan terjal menuju kedalaman hutan, Muhan memikirkan akan nasibnya yang tidak mempunyai secercah harapan barang sekali ini. Di saat pemuda seusianya mulai menggapai cita-cita sebagai cendekiawan atau personil Pasukan Pemburu Naga, dia harus bergelut dengan pekerjaan bersih-bersih dan menuruti semua perintah yang dilayangkan.Dibesarkan di Perguruan dan bekerja sebagai kacung sejuta umat—untuk penebusan atas kehidupan yang terjamah hingga detik ini, membuat Muhan melunturkan segala harapan dan keinginan terpendam yang selamanya tak bertuan.Pagi tadi saja, beberapa anak yang tinggal di Perguruan sengaja menjailinya. Mulai dari mengganjal pintu kamarnya dengan meja dan kursi, lalu membawa pergi pakaian kumalnya yang masih dipakai itu di tempat sampah. Tentu saja, Muhan tidak bisa melawan. Dia lemah. Muhan menyadari kekurangannya yang satu. Sangat ingin melawan, tetapi semesta menjatuhkan kehampaan terhadap kehidupannya yang penuh derita ini.Bila Muhan memberontak, dapat dipastikan mereka akan membalas dua kali lipat dengan kekuatan masing-masing. Entah itu dengan fisik yang kelewat kuat, atau sihir tiada banding, Muhan tetap kalah—seakan-akan kata tersebut terpatri dengan jelas pada keningnya sejak lahir.Setelah membersihkan sepenjuru Perguruan, Muhan ditugaskan untuk mencari beberapa akar tanaman yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Tabib Shu di Perguruan memerintahkan tugas semacam itu sejak Muhan menguasai berbagai jenis tanaman yang diajarkan oleh pria tua tersebut.Sekarang adalah waktunya. Ketika matahari meninggi tepat di atas kepala, itulah saat yang cocok untuk berburu ke hutan—dengan catatan; semua pekerjaannya sudah selesai.Melewati lembah yang berhadapan dengan sisi lain bukit, Muhan berhenti sejenak. Dipandanginya keindahan alam yang menakjubkan itu selama lima degup jantung. Begitu indah dan menenangkan. Satu-satunya hal yang Muhan sukai saat harus pergi keluar Perguruan ialah memintal sedikit ketenangan di atas lembah. Jiwanya seperti mendapat amunisi bertajuk; lari dari dunia walau sekejap saja.Duduk bersila, embusan angin mengangsir permukaan kulitnya. Jika ada yang mengatakan bahwa bumi merupakan perwujudan seorang Ibu para dewa bernama Gaia, maka dia akan memercayai. Sebab alam benar-benar membelainya seolah seorang ibu tengah membersamainya pada detik yang sama.Di tengah ketenangan tersebut, Muhan mendengar derap langkah bercampur erangan tertahan dalam jarak seratus meter. Pemuda itu refleks menoleh, mulai sigap dengan mengambil pisau dapur kecil yang menjadi senjata satu-satunya."To-tolong ...."Terkesiap, Muhan mencari sumber suara. Pemilik napas berat penuh beban itu bertemu dengan Muhan pada sisi lain hutan. Bersimbahkan darah, Muhan terkejut lalu menghampiri seorang pria muda berpakaian serba biru dengan salur keperakan bersimbolkan Pasukan Pemburu Naga."Tuan? Apa yang terjadi? Kenapa Tuan bisa seperti ini?" tanya Muhan, khawatir dan panik menjadi satu.Pria muda itu berwajah pucat dengan kening yang dibanjiri oleh keringat dingin. Menggelengkan kepala secara perlahan, tangan kanan pria muda itu mengambil sesuatu dari balik bukaan pakaiannya.Saat itu pula, Muhan memergoki tiga luka tusukan yang terlihat dalam dan menyakitkan bersarang pada perut si pria muda. "Tuan? Anda harus segera diobati. Mari! Biar saya bawa Anda menemui Tabib Shu.""Ti ... dak ....""Apa? Kenapa?""Ini ...." pria muda itu mengulurkan sebuah belati dan pecahan permata berkilauan yang sejernih air mata seorang Dewi Air. "Jagalah benda ini, Nak! Kelak kau akan membutuhkannya."Belum genap membuka suara untuk bertanya, si pria muda mengembuskan napas terakhirnya serta menanggalkan balutan tanda tanya besar.•••••Tingkatan sihir yang menjadi kualifikasi atas seberapa berharganya seseorang untuk Tanah Wari dibagi menjadi 6 kelas. Antara lain;Naegeumwi—mewakili warna merah. Memiliki akses paling besar dengan Raja dan petinggi Istana lainnya. Mempunyai kemampuan sihir, serta fisik yang lebih besar ketimbang orang-orang dari tingkatan lain. Mahir berpedang dan mampu memanipulasi serangkaian tali tambang yang bersembunyi pada beberapa bagian tubuh untuk menjerat lawan.Howechung—mewakili warna kuning. Memiliki fisik yang dua kali lebih kuat dari manusia dengan kelas lain. Bila dibandingkan dengan manusia biasa, mampu ditakar sebagai empat kalinya. Fisik mereka luar biasa terbilang langka, dan tak mudah mendapatkan seseorang dengan Him yang mampu berkembang menjadi Howechung sejati. Serta, fisik mereka merupakan senjata terbaik yang dapat dikuasai.Gyeonggukdae—mewakili warna biru. Mahir berpedang, dikenal sebagai pelindung Raja namun tak memiliki kekuasaan lebih untuk bertemu secara empat mata. Da
Muhan berjalan mondar-mandir dengan kegelisahan yang merayap. Dia tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi kehadiran para pengawal yang mengawasi dirinya bagaikan tahanan perang itu berhasil memberdirikan bulu kuduknya. Genap setengah jam pemuda itu dibiarkan menunggu tanpa kepastian selepas menyerahkan mayat Kim Joon, dan dia tak mampu menduga apa yang akan dihadapi setelah ini.Sebetulnya, nama itu tak terdengar asing dalam pendengaran Muhan. Tadinya dia mengira bahwa seorang Gyeonggukdae yang dibawa merupakan pasukan biasa. Namun setelah penjaga gerbang memberitahu pangkat yang dimiliki oleh mayat yang dibawanya tadi, Muhan dilanda kekalutan yang tak mampu dijabarkan dengan baik.Dia menemukan Panglima Divisi Gyeonggukdae dalam keadaan sekarat. Muhan takkan melupakan rupa genangan darah yang masih membekas di hutan sana. Dari yang terlihat, Muhan mendapati beberapa tusukan pada perut dan paha yang tidak sedikit. Entah pertempuran macam apa yang baru dilakoni oleh Kim Joon, dia mer
Muhan kembali bergelut dalam dunianya yang menyedihkan. Ketika pemuda-pemudi seusianya sibuk mengasah kemampuan bela diri dan sihir masing-masing agar dapat menjadi bagian dari Pasukan Pemburu Naga, Muhan hanya mampu memandang keseharian yang menyesakkan itu dengan segudang kehampaan. Sudut matanya menangkap dua baris orang yang duduk bersila seraya mengeluarkan aura berwarna-warni dari tubuh mereka. Dipimpin oleh Guru Yeom, sesi tersebut dinamakan Peningkatan Him. Andai saja Muhan memiliki Him, dapat dipastikan dia akan melakukannya seorang diri.Sayangnya, Guru Yeom telah memberitahu bahwa tubuhnya tak memiliki Him Kera sekali pun—Him dari rakyat biasa yang masih bisa diasah dan ditingkatkan. Him Kera dapat menjangkau kelas Gyeomsabok hingga Jungrowi. Semisal Muhan memiliki sedikit Him saja, dia sudah sangat bersyukur. Asalkan tak hidup terus menerus dalam lubang yang sama seperti ini.Dukk!"Aw!" Muhan mengusap-usap kepalanya seraya mendongak, mencari asal atas sesuatu yang mengha
Muhan yakin seratus persen, dia tidak berbuat salah apa pun sampai harus dipanggil ke Istana lagi. Apa dikarenakan oleh belati yang masih dibawanya itu? Astaga bisa saja! Tetapi mau kembali ke Perguruan untuk mengambil belati itu pun tidak mungkin. Dia sudah melewati gerbang utama, diikuti oleh Guru Yeom yang mendampingi, barangkali Muhan mau disembelih—kelakar Roah yang tidak masuk akal pun mulai menyambangi.Melewati gerbang utama, Guru Yeom dan Muhan menuju salah satu ruangan di paviliun tamu. Tiap langkah yang tertuai, Muhan takut apabila setelah ini akan diseret ke depan Rumah Penghakiman dan berakhir mendekam di balik penjara bawah tanah. Diam-diam merutuki diri sendiri pula, lantaran tak membawa belati yang dapat bersinar di kamarnya itu secara sadar."Selamat Pagi, Guru Yeom!"Muhan mengerjap-ngerjapkan mata, lantas menunduk hormat setelah menyadari kedatangan Raja dan para Panglima dari Pasukan Pemburu Naga yang lain. Sepertinya mereka baru saja datang, sebab kemarin para pen
"AKAN KUBUNUH KAU, BUDAK RENDAHAN!!!"Clang!Entah mendapat keberanian dari mana, Muhan menahan kepala anjing paling tengah menggunakan pedang bercahaya dalam genggamannya itu. Dengan napas tersengal-sengal, Muhan berusaha mendorong si kepala anjing yang berada dalam jangkuannya sejauh mungkin agar dapat dikalahkan oleh Guru Yeom.Selagi terpusat pada si tengah, dua kepala anjing lainnya disibukkan oleh sodoran pedang dan tali dari Panglima Naegeumwi yang sadar lebih dulu. Muhan terhenyak, terkejut sendiri atas sejumput kekuatan yang mendorongnya untuk tetap bertahan. Guru Yeom bergegas mencari belati hitam yang bersembunyi di balik jubah abu-abu kebanggaannya, lantas melemparkan belati tersebut hingga mengenai jantung si Cerberus yang terlihat oleh pandangan.Cerberus tersebut masih mengenakan pakaian yang dikenakan oleh Panglima Howechung tadi. Dengan tiga kepala masih berhadapkan kesibukan masing-masing, sosoknya menggelinjang seperti terkena kejut listrik bertegangan tinggi. Peda
"Cerberus itu berasal dari dataran Yunhan, tetapi bagaimana caranya roh siluman itu bisa menetap pada tubuh Panglima Howechung?" tanya Guru Yeom kepada dua panglima yang menaruh kebingungan sama besar. Sekembalinya Raja ke Geumjung—kediaman utama Raja, Guru Yeom beserta kedua pangilma tersebut tetap berada di paviliun tamu di tengah sisa kekacauan yang masih terpampang nyata. Mereka bertiga membentuk suatu lingkaran yang menutupi meja sepinggang dari pandangan Muhan. Muhan mengembuskan napas perlahan. Selepas keterkejutan yang menghampirinya berangsur merendah, pemuda itu berdiri di ambang pintu sembari memandang sepasang telapak tangannya. Siapa yang mengira bila dia memiliki kemampuan seorang Gyeonggukdae?Belum lagi, Raja langsung menyuruh Kasim Heo untuk mengikutsertakan namanya sebagai calon peserta Pasukan Pemburu Naga yang akan diseleksi sebentar lagi. Mengetahui dirinya diperbolehkan memegang salah satu pedang saja sudah sangat membahagiakan. Lalu menjadi calon peserta? Enta
Mengitari lembah dari barat ke timur maupun sebaliknya, ternyata tidak semudah itu. Terdapat alasan mengapa hutan yang dijejakinya itu rawan saat malam. Di dalamnya dihuni begitu banyak binatang buas yang bertugas menjaga hutan dari terkaman musuh. Kabarnya para penjaga hutan itu mampu mengenali para kesatria yang berperan besar bagi kerajaan.Mereka tidak akan menyerang Pasukan Pemburu Naga, lantaran mengenali aura hanya berdasarkan derap langkah yang terdengar. Muhan bukanlah salah satu anggota Pasukan Pemburu Naga. Kebetulan yang membuatnya dapat mengeluarkan kemampuan seorang Gyeonggukdae saja masih dipertanyakan. Itulah mengapa, para penjaga hutan masih menganggap Muhan sebagai gangguan atau mangsa empuk.Hari pertama tidak berjalan baik. Muhan kembali ke titik di mana Guru Yeom duduk bersila sesaat setelah terbenamnya matahari. Penjaga hutan yang ganas-ganas itu tidak akan melepaskan satu target yang sudah mereka putuskan. Maka saat matahari telah memperlihatkan diri sepenuhnya,
"SIALAN KAUUU!!!!"Brakk!!Seisi kantin yang tadinya mulai berdengung untuk mengata-ngatai kehadiran Muhan di aula makan, langsung terpaku setelah seruan penuh keterkejutan mengudara.Bukan—bukan disebabkan oleh Muhan yang terlempar ke salah satu meja dengan wajah sebagai tumpuan, tetapi sebaliknya. Muhan yang melempar Woon begitu mudah, seolah-olah perundungnya itu seringan kapas.Muhan berdiri dengan napas terengah-engah, memindai sekeliling yang menganga. Bahkan dia mendapati Shim Gyeong yang mengerutkan kening, tak menduga akan keberanian serta kekuatan yang Muhan miliki.Semua orang mengetahui betapa lemahnya Muhan. Disenggol sedikit saja oleh anak yang memiliki Him, pemuda itu bisa oleng sampai berciuman dengan tanah. Tetapi sekarang, Muhan mampu melempar Woon yang tentunya skenario semacam itu tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun."Sial! Apa yang baru saja kaulakukan, hah?!" Salah satu anggota perundung melontarkan sepasang sumpit yang tiba-tiba saja berubah menjadi dua
Muhan dan Kihong tersentak. Dari sudut lain gua, mereka mendapati sosok yang berdiri di tengah kegelapan. Sosok tersebut mengambang, bagai hologram berwarna merah pudar yang siap menguap sewaktu-waktu. Muhan mendekat, sementara Kihong mematung di tempatnya. Sosok tersebut mengenakan pakaian lusuh, seperti penduduk pada umumnya. Berambut panjang, yang terlihat ujungnya dipotong tak beraturan. Memindai dari atas sampai bawah, Muhan menyadari bahwa sosok tersebut merupakan wanita yang tampak seperti korban dari sebuah peperangan memilukan."Hei? Apakah kau yang meminta tolong kepada kami sedari tadi?" tanya Muhan, berusaha ramah meskipun terlihat menggelikan di mata Kihong."Muhan! Apa yang kaulakukan? Dia itu hantu! Mau apa kau menolong sesosok hantu?" bisik Kihong setengah putus asa.Muhan memberi tanda bagi Kihong untuk diam, sedangkan langkahnya kian dekat pada sosok tersebut. Sosok itu tersenyum tipis, yang mana memperlihatkan sudut pipinya yang berdarah, seperti hendak disobek."K
Teriakan seorang pemuda yang berhasil menyentakkan kesadaran Panglima Naegeumwi itu turut mengejutkan Roah. Keduanya mematung, saling melempar tatapan ngeri."Apakah kau mendengarnya, Panglima?" tanya Roah. Pertanyaan tersebut masih bercampur aduk dalam pendengaran Panglima Naegeumwi sebab nyanyian pada isi kepalanya masih menguasai."Aku mendengarnya—tapi ... kenapa rasanya aneh sekali? Kenapa hanya terdengar satu jeritan saja? Kenapa yang lain ... ah? Apakah karena nyanyian yang berbunyi di dalam kepala kita ini?" terka Panglima Naegeumwi."Benar, Panglima. Sejak tadi, saya kesusahan untuk memghilangkan nyanyiannya." Balas Roah."Mari kita sumpal sebentar menggunakan kain atau apa pun itu!" Panglima Naegeumwi mengedar pandang, mencari selembar kain yang bisa disobek untuk dibagi dua dengan Roah. "Dengan begini, paling tidak kita suara nyanyiannya sedikit tidak jelas. Sekarang, kita harus mencari siapa dalangnya."Berusaha tetap tegar dan baik-baik saja, keduanya keluar dari tenda. J
Berdasarkan pergerakan Ha-rang yang menunjuk ke bagian lain hutan, Muhan dan Kihong berhenti di depan sebuah gua misterius yang berada di pinggir sungai. Entah bagaimana caranya mereka bisa menjejaki tempat tersebut, Muhan berjalan begitu saja tanpa berpikir lebih."Kenapa kita bisa ada di sini?" tanya Kihong kebingungan. "Ini gua yang aneh. Kau mau masuk untuk memeriksanya?""Kau sedang menawarkan atau memang bertanya?" timpal Muhan."Aku menawarkanmu untuk masuk saja, Muhan. Sementara itu, aku akan menunggu di luar sini untuk berjaga-jaga. Oh iya, omong-omong, sejak kita menjauh dari perkemahan, nyanyian itu sudah tidak terdengar lagi." Ungkap Kihong.Muhan mengangguk mengiyakan. Memang benar, sekarang dia sudah tak mendengar nyanyian yang secara ajaib menghuni isi kepalanya itu.Menyadari bila dia harus mengecek gua tersebut secepat mungkin, Muhan memberi tanda bagi Kihong untuk menunggu selama beberapa saat. Berbekalkan pencahayaan minim dari belati istimewanya, Muhan juga mendapa
Muhan memiringkan kepala selepas mendudukkan dirinya di samping Yidan. Malam kian larut. Dia baru saja membantu berburu rusa, lalu menguliti mereka agar bisa segera disantap. Begitu menuju ke tengah api unggun, Muhan memandangi sebongkah kayu yang berangsur menghilang menjadi sekumpulan abu tak berharga."Seharusnya ... menjadi seperti itu kan?""Apanya?" bingung Yidan sembari melahap dua butir anggur yang dengan ajaibnya menjulur di salah satu rumah. Namun pemuda itu dengan cepat mengeluarkannya lagi, sebab buahnya belum benar-benar masak.Muhan mendengus, menggelengkan kepala. "Paling cuma firasatku saja. Kau makan apa itu?""Jangan! Tidak enak! Kau tidak akan menyukainya—asam sekali." Timpal Yidan.Bertepatan saat itu, Roah lewat bersama Shim Gyeong. Mereka akan melakukan penjagaan di sisi timur perkemahan pada sesi kedua itu. "Hai, Muhan! Yidan! Ah, aku ingin mengbrol dengan kalian, tapi aku harus berjaga." Kata Roah, kemudi
Rombongan Pasukan Pemburu Naga menuju sisi barat daya sejak melepaskan diri dari Hutan Perbatasan. Sepanjang perjalanan awal itu, Muhan tak bisa menemukan Moque—serigala bersayap yang pernah membantunya saat latihan berburu tempo hari.Ketika Muhan benar-benar melewati garis perbatasan, pemuda itu mengulum senyum. Dia masih tidak menyangka akan kesempatan luar biasa ini. Sedari dulu, dia hanya akan berada di sisi hutan yang aman, mencari tanaman yang mampu digunakan sebagai obat-obatan, lalu membersihkan Perguruan sampai benar-benar bersih.Sekarang, dia telah menjadi Pasukan Pemburu Naga yang tersohor dan mengemban tugas besar. Kalau boleh jujur, dia sendiri tidak sabar untuk melihat Naga Neraka yang lain."Omong-omong," Muhan membuka suara, mendekatkan diri ke arah Panglima Gyeonggukdae yang baru itu. "Berarti kita akan melewati Mansil?""Hm, betul! Kau pasti sudah menghafal wilayah lainnya saat berlatih dengan Panglima Naegeumwi kan? Kita meman
Muhan keluar sebagai peringkat pertama.Kenyataan tersebut menghantam dada Shim Gyeong dengan begitu kuat dan memilukan. Sebab bagaimana bisa? Seorang pemuda yang kebetulan mempunyai Him setelah sekian lamanya dirundung, lalu dengan keberuntungan besar mampu memusnahkan Naga Neraka tanpa latihan bertahun-tahun lamanya, justru mendulang peringkat pertama? Hal yang selama ini sangat Shim Gyeong inginkan?Masih dikuasai oleh keterkejukan, Muhan menaiki panggung. Pemuda itu sendiri bisa merasakan tatapan tajam bercampur protes yang tertambat padanya tanpa ampun."Selamat, Muhan!" Raja memejamkan mata sejenak untuk menyalurkan doa kemakmuran atas pencapaian pemuda itu. "Kau adalah peringkat pertama yang lulus dengan evaluasi khusus.""Ka-kalau hamba boleh tau, apa itu evaluasi khusus, Yang Mulia?" tanya Muhan setengah berbisik selepas menerima Hopae miliknya.Raja tersenyum samar. "Kau mengalahkan satu Naga Neraka dan berhasil mendapatkan permatanya yang berguna untuk melindungi Wari, Muha
Genap dua pekan seleksi Pasukan Pemburu naga terbaru berlangsung. Pada malam hari terakhir, para peserta berkemah di sisi lembah Hutan Perbatasan yang aman dari jangkauan penjaga hutan, tengah menyelesaikan upacara penutup.Raja beserta para petinggi kerajaan baru saja mengumumkan bahwa seluruhnya berhasil melewati seleksi dengan baik. Tidak mengherankan, sebab mereka yang mampu menjalani seleksi adalah sekumpulan anak didik yang telah melewati dua peristiwa berdarah penting.Guru Yeom yang selama berhari-hari mendekam di kuil Distrik Dua, berdiri sepuluh langkah dari keberadaan Raja. Pria itu mengedar pandang, menyadari senyum yang tercetak pada wajah anak didiknya."Siapa yang mengira jika mereka hanya bisa tersenyum sekarang? Mereka pasti berpikir sudah sangat hebat setelah berhasil melalui seleksi yang tidak seberapa itu." Gumam Guru Yeom yang terdengar oleh Panglima Gyeomsabok."Memang saat keluar dari Wari, kenyataan mengerikan tentang dunia
Istana sedang dilanda kesibukan terkait Seleksi Pasukan Pemburu Naga yang akan dimulai pada pagi hari ini. Para penduduk berbaris di gerbang terluar Istana untuk menyambut seluruh peserta yang akan melakukan perjalanan panjang selama dua hari hanya dengan berjalan kaki, entah dalam badai ataupun hujan petir.Garis finish berada di Hutan Perbatasan yang telah dijejaki oleh beberapa anggota kerajaan serta Menteri Pertahanan. Dalam perjalanan yang mengiringi pergerakan kereta kuda Raja, mereka diharuskan untuk melindungi Raja dalam situasi apa pun.Di dalam kereta kuda sendiri berisikan; Raja, Kasim Heo, dan Panglima Gyeomsabok yang bertugas mengawal sang Raja. Selebihnya terdapat tambahan kusir dan sepasang kuda yang menarik kereta tersebut sebagai objek yang patut dilindungi dengan nyawa sekali pun.Selesai melangsungkan upacara pembukaan yang bertujuan untuk mendapatkan restu serta keselamatan yang mengiringi tiap langkah sang raja beserta para peserta, Raja percaya diri akan seleksi
Sementara Muhan memulai pelatihan khusus bersama Panglima Naegeumwi dengan keanggotan sebagai Pasukan Pemburu Naga yang telah terverifikasi, asrama baru yang berjarak beberapa kilometer dari Istana mulai disambangi kegaduhan yang merajelala. Bukan disebabkan oleh kerusuhan para anak didik, melainkan tekad yang mereka miliki agar dapat menyusul Muhan. Tidak bisa menipu penglihatan Guru Yeom, jelas terlihat bila sebagian besar dari mereka tidak terima dengan kemajuan yang dialami oleh Muhan.Mendapatkan kemampuan Gyeonggukdae setelah sekian lama, padahal selama ini bekerja sebagai babu. Kemudian hanya berbekalkan sedikit keberanian serta keberuntungan belaka, Muhan mampu memusnahkan Naga Neraka.Akhirnya, seperti yang didengar oleh banyak orang; Muhan telah ditetapkan sebagai anggota Pasukan Pemburu Naga yang terbaru. Tanpa perlu mengikuti seleksi lagi, seolah-olah takdir baru Muhan telah tertulis dengan indahnya.Selepas berlatih dengan anak didik yang berada dalam klasifikasi yang sa