"Cerberus itu berasal dari dataran Yunhan, tetapi bagaimana caranya roh siluman itu bisa menetap pada tubuh Panglima Howechung?" tanya Guru Yeom kepada dua panglima yang menaruh kebingungan sama besar.
Sekembalinya Raja ke Geumjung—kediaman utama Raja, Guru Yeom beserta kedua pangilma tersebut tetap berada di paviliun tamu di tengah sisa kekacauan yang masih terpampang nyata. Mereka bertiga membentuk suatu lingkaran yang menutupi meja sepinggang dari pandangan Muhan.Muhan mengembuskan napas perlahan. Selepas keterkejutan yang menghampirinya berangsur merendah, pemuda itu berdiri di ambang pintu sembari memandang sepasang telapak tangannya. Siapa yang mengira bila dia memiliki kemampuan seorang Gyeonggukdae?Belum lagi, Raja langsung menyuruh Kasim Heo untuk mengikutsertakan namanya sebagai calon peserta Pasukan Pemburu Naga yang akan diseleksi sebentar lagi. Mengetahui dirinya diperbolehkan memegang salah satu pedang saja sudah sangat membahagiakan. Lalu menjadi calon peserta? Entah kepada siapa Muhan harus bersyukur.Kenyataan yang setara mimpi indah ini menyergapnya tanpa pemberitahuan. Melampaui logikanya sendiri yang sedari dulu ditandai sebagai manusia biasa dengan jiwa yang tak mengikat kekuatan sedikit pun."Tapi, kenapa aku langsung memuntahkan cairan kehitaman lagi setelah memegang pedang tadi ya?" Muhan melangkah keluar, berderap pelan menuju sisi lain paviliun tamu tempatnya muntah tadi. Dan benar saja, bekasnya yang kehitaman itu mulai memudar seakan turut tersapu angin."Memudar?" Muhan memiringkan kepala. "Kenapa bisa berwarna hitam, tapi sekarang ... memudar?"Baru saja larut dalam kebingungan baru, tiba-tiba saja Guru Yeom keluar dari paviliun tamu. Muhan cepat-cepat mengekori, tetapi dia menyadari sebuah kecanggugan yang terpancar. Teringat pula bahwa Guru Yeom merupakan orang pertama yang menolak keikutsertaan Muhan untuk menjadi bagian dari calon peserta Pasukan Pemburu Naga.Sepanjang perjalanan dari Istana hingga ke Perguruan, Guru Yeom tak membuka suara sekecap pun. Namun anehnya, Guru Yeom membiarkan tandu yang membawanya melangkah jauh di belakang. Sedangkan Guru Yeom berjalan di depan Muhan yang tidak paham akan situasi saat ini.Begitu memasuki Perguruan, Guru Yeom menarik ujung baju lusuh Muhan dan membawa pemuda itu ke ruangannya. Bukan pertama kali Muhan memasuki ruangan tersebut. Dia sudah memasuki berbagai ruangan di Perguruan guna membersihkan tiap debu yang ada. Namun Muhan tak diperbolehkan melangkah lebih jauh ke pintu lainnya yang berada di ruangan Guru Yeom.Secara mengejutkan, Guru Yeom membuka pintu tersebut tanpa mengatakan sepatah kata pun. Muhan terhenyak, apakah pantas baginya untuk diam di tempat dan melihat isi dari ruangan tersebut?Guru Yeom menyerahkan sebuah pedang yang terbungkus rapi dalam gulungan kain hitam. "Gunakan pedang ini dulu, Muhan.""Sa-saya?""Aku tidak tau bagaimana kau bisa mendapatkan kekuatan baru yang cukup mengejutkan itu, Muhan." Ucap Guru Yeom. "Sejak bayi, baik aku ataupun pengajar lain di Perguruan ini bisa mengatakan seyakin-yakinnya jika kau tidak mempunyai Him apa pun. Tetapi yang terjadi di Istana tadi, aku tidak bisa menampiknya begitu saja. Ada keanehan dalam dirimu yang tidak bisa kujabarkan detik ini juga."Jangankan Guru Yeom, Muhan sendiri saja tidak mengerti mengapa dia bisa membuat pedang Gyeonggukdae milik mendiang Kim Joon bercahaya."Satu-satunya cara untuk mencari tau jawabannya ialah dengan berlatih." Guru Yeom mengarahkan dagunya ke luar. "Aku akan melatihmu secara langsung, tapi tidak di sini.""Ha? Lalu di mana, Guru?""Sebelum matahari menampakkan diri, aku tunggu di depan gerbang, Muhan. Tidak ada keterlambatan, atau kau tidak akan berlatih sama sekali.""Eh? Sepagi itu? Bukankah saya harus membersihkan—""Tidak ada alasan, Muhan. Sekarang, keluar dan bawa pergi pedangmu itu. Oh iya, jangan sampai terlihat oleh siapa pun."•••••Pagi-pagi buta, Muhan menuruti perkataan Guru Yeom untuk bergegas pergi ke gerbang utama sembari membawa pedang pemberian pria itu. Semalam, Muhan tidak bisa berhenti tersenyum. Kenyataan bahwa dia akan dilatih oleh Guru Yeom membangkitkan semangat hidup yang tak pernah bertandang.Ketika Muhan melewati asrama laki-laki, dia tidak menyadari jika seseorang telah berada di paviliun asrama untuk mencari udara segar. Melihat sosok Muhan yang berlari kecil seolah pergi secara diam-diam, mengundang segurat keheranan pada kening orang tersebut.Tetapi dikarenakan orang itu tidak terlalu peduli, maka diabaikannya kepergian Muhan lantaran tak penting sama sekali.Muhan tidak kesusahan sedikit pun saat harus melewati medan berbahaya yang kerap dilaluinya setiap hari. Berbeda dengan Guru Yeom, dikarenakan usia dan ketangguhan tubuh yang sudah tidak seperti dulu, pria itu agak kepayahan.Mereka tiba di atas lembah yang senantiasa menjadi titik peristirahatan Muhan. "Wah! Indah sekali pemandangannya!"Guru Yeom mendongakkan kepala, turut memandang matahari terbit yang berkilauan di ufuk timur sana. "Ya, indah. Tapi tidak ada waktu bagimu untuk terus-terusan menikmati keindahan ini, Muhan. Ingat apa yang akan kita lakukan hari ini?""Baik, Guru." Muhan tersenyum cerah, lantas meletakkan pedang yang masih terbungkus rapi di atas batu besar. Beberapa detik kemudian, Muhan mengacungkan pedang tersebut ke arah Guru Yeom."Apa yang kaulakukan?" tanya Guru Yeom."Berlatih, Guru!""Siapa yang mengizinkanmu untuk berlatih menggunakan pedang, hah?""Eh? La-lalu? Saya harus berlatih menggunakan apa?"Guru Yeom mendesah pelan, nyaris melupakan kenyataan bahwa Muhan merupakan seseorang yang sangat baru dalam dunianya. Senjata, Him, keterampilan bela diri, Muhan ibarat daun muda yang baru terlihat setelah ditanam bertahun-tahun lamanya."Putari lembah ini, dari ujung timur sampai ujung barat. Aku tau kau pasti sudah mengenal bagaimana seluk-beluk hutan ini.""Oh, itu mudah!" Muhan tersenyum senang, berpikir jika latihan pertamanya tidak berat-berat amat."Ya, memang mudah. Kau sendiri sudah bertahun-tahun mencari sesuatu di hutan ini tanpa kesulitan apa pun. Tapi ingat, ini masih pagi—terlalu pagi bagi penghuni hutan.""Ah, itu mudah, Guru!" Muhan meregangkan tubuhnya, bersiap berlari memutari lembah seperti yang diperintahkan."Jangan sampai tengah hari!""Hah?" Muhan mengernyit bingung. "Memutari lembah yang tidak seberapa ini, tentunya dalam dua jam saya sudah kembali, Guru."Guru Yeom tersenyum timpang. "Kalau begitu, mulailah!"Penuh semangat, Muhan berlari meninggalkan Guru Yeom ditemani senandung riangnya. Tanpa mengulang ucapan Guru Yeom yang bermakna sebuah peringatan, Muhan melaju secepat yang dia bisa.Pada sisi lain lembah yang dipenuhi oleh berbagai macam jamur beracun, pergerakan tungkai Muhan memelan. Mengikuti asal suara asing yang menyapa telinga secara mendadak, terdapat sebuah batang pohon besar yang berlubang. Tertutupi oleh semak belukar, membelakangi sinar matahari.Muahn mendekat, terdengar geraman lemah yang membuat bulu kuduknya berdiri. Memicingkan mata, kepala pemuda itu hendak melongok ke dalam lubang tersebut. Akan tetapi—"AKHHH!!!! TOLONG!!! ADA SERIGALAAA!!!"Sekumpulan burung terbang mendengar teriakan Muhan di atas sana. Dari tempat Guru Yeom terduduk saat ini, pria itu mendengus pelan."Sudah kuduga. Kalau memang dia seorang Gyeonggukdae, maka dia adalah Gyeonggukdae yang bodoh."Latihan hari pertama, diawali oleh Muhan yang dikejar oleh binatang buas panjaga hutan.•••••Mengitari lembah dari barat ke timur maupun sebaliknya, ternyata tidak semudah itu. Terdapat alasan mengapa hutan yang dijejakinya itu rawan saat malam. Di dalamnya dihuni begitu banyak binatang buas yang bertugas menjaga hutan dari terkaman musuh. Kabarnya para penjaga hutan itu mampu mengenali para kesatria yang berperan besar bagi kerajaan.Mereka tidak akan menyerang Pasukan Pemburu Naga, lantaran mengenali aura hanya berdasarkan derap langkah yang terdengar. Muhan bukanlah salah satu anggota Pasukan Pemburu Naga. Kebetulan yang membuatnya dapat mengeluarkan kemampuan seorang Gyeonggukdae saja masih dipertanyakan. Itulah mengapa, para penjaga hutan masih menganggap Muhan sebagai gangguan atau mangsa empuk.Hari pertama tidak berjalan baik. Muhan kembali ke titik di mana Guru Yeom duduk bersila sesaat setelah terbenamnya matahari. Penjaga hutan yang ganas-ganas itu tidak akan melepaskan satu target yang sudah mereka putuskan. Maka saat matahari telah memperlihatkan diri sepenuhnya,
"SIALAN KAUUU!!!!"Brakk!!Seisi kantin yang tadinya mulai berdengung untuk mengata-ngatai kehadiran Muhan di aula makan, langsung terpaku setelah seruan penuh keterkejutan mengudara.Bukan—bukan disebabkan oleh Muhan yang terlempar ke salah satu meja dengan wajah sebagai tumpuan, tetapi sebaliknya. Muhan yang melempar Woon begitu mudah, seolah-olah perundungnya itu seringan kapas.Muhan berdiri dengan napas terengah-engah, memindai sekeliling yang menganga. Bahkan dia mendapati Shim Gyeong yang mengerutkan kening, tak menduga akan keberanian serta kekuatan yang Muhan miliki.Semua orang mengetahui betapa lemahnya Muhan. Disenggol sedikit saja oleh anak yang memiliki Him, pemuda itu bisa oleng sampai berciuman dengan tanah. Tetapi sekarang, Muhan mampu melempar Woon yang tentunya skenario semacam itu tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun."Sial! Apa yang baru saja kaulakukan, hah?!" Salah satu anggota perundung melontarkan sepasang sumpit yang tiba-tiba saja berubah menjadi dua
"Salah satu permata naga yang disimpan oleh Raja dicuri oleh seseorang!""Apa? Yang benar saja? Bagaimana bisa? Bukannya tempat penyimpanan permata naga berada di Geumjung?""Sepagian ini, Raja mengamuk dan membunuh salah satu penjaga langsung di tempat." Seorang kurir berpakaian compang-camping menyerahkan gulungan sutra terakhir pada Guru Yeom. "Maka dari itu, Selir Seo sedang berusaha untuk menenangkan Raja sekarang ini. Beliau meminta maaf sebab tidak bisa mengobrol dengan Guru Yeom."Guru Yeom manggut-manggut. Hari ini, dikarenakan kondisi Muhan masih terlalu lemah, Guru Yeom tetap berada di Perguruan. Begitu juga dengan Muhan yang berolahraga kecil-kecilan di depan kamar kecilnya.Selepas menerima sutra kiriman Selir Seo sebagai bentuk terima kasih yang senantiasa diterima setiap bulannya, Guru Yeom mendatangi Muhan. Sama seperti semalam, wajah pemuda itu terlihat pucat dan menyedihkan."Apakah ini yang dilakukan oleh seorang Gyeonggukdae, Muhan? Bermalas-malasan? Tidakkah kau m
"Ya, kau akan mengikuti latihan perburuan pertama pada malam hari ini, Muhan."Bagai mendapatkan sekarung penuh koin, Muhan terlonjak dari duduknya. Pemuda itu mendekati Guru Yeom dengan mata berbinar cerah. "Benarkah, Guru? Apa itu artinya saya akan mulai menggunakan pedang? Selama ini saya belum memegang pedang yang Guru berikan.""Setelah menguasai bela diri dan Him yang ada dalam tubuhmu, kau akan andal menggunakan pedang dengan sendirinya, Muhan. Memang tidak secara instan, tetapi kau bisa mengendalikan kekuatan itu melalui pergerakan pedangmu." Jelas Guru Yeom. "Jadi, semisal nanti malam kau tetap bersikeras membawa pedang, bawa saja! Tapi aku tidak yakin kau bisa menggunakannya dengan baik nanti.""Ah, itu tenang saja, Guru!" Muhan melirik Yidan yang duduk bersila di bawah pohon sembari mengelap tongkat kebanggaannya. "Yidan sudah mengajari saya beberapa hal yang bisa saya lakukan dengan pedang, Guru. Yah, walaupun kami berlatih menggunakan ranting."Guru Yeom menggelengkan kep
Raja, Ratu, Selir Seo beserta petinggi Kerajaan lainnya telah menempatkan diri di singgahsana yang telah dipersiapkan. Mereka duduk tepat di atas lembah, yang mana dapat melihat beberapa tim berpapasan atau berkeliaran. Berkat selubung pelindung yang Guru Yeom dengungkan, mereka akan aman dari radar para penjaga hutan yang semestinya sudah bergerak ke sana-kemari.Sementara sekumpulan orang penuh kuasa menikmati kursi terdepan mereka di atas lembah, anak-anak didik yang akan melangsungkan latihan berburu itu tiba di titik masing-masing. Seperti halnya Tim 10, yang secara otomatis diketuai oleh Shim Gyeong. Muhan berjalan di urutan paling belakang. Saat tiba di posisi awal pun, rekan-rekannya langsung bercakap sendiri, mengabaikan eksistensi Muhan. Dalam hati, diam-diam Muhan mendambakan sosok Yidan atau Roah yang setidaknya bisa menjadi teman mengobrol."Sekarang, mari kita kumpulkan kayu bakar untuk membuat api unggun. Dan juga, setidaknya kita harus menangkap kelinci atau ikan untu
Tim 10 yang belum merencanakan strategi apa pun itu berlari tunggang langgang, menghindari uluran tangan sang beruang hitam sebisa mungkin. Termasuk Shim Gyeong, walaupun di tengah jalan bertanya-tanya pada diri sendiri mengapa harus turut berlari.Kala itu, Shim Gyeong baru menyadari jika keadaan Muhan dan Woon jauh berbeda. Muhan memiliki luka di pelipisnya, sehingga memperlihatkan darah yang mengalir pelan. Tetapi, Woon terlihat luar biasa babak belur. Hanya dengan melihatnya, Shim Gyeong mengetahui akhir dari pertempuran keduanya tadi."Bagaimana bisa beruang hitam itu mengejar kalian, hah?!" tanya Taejun pada Muhan dan Woon.Woon menyahut dengan wajah ngerinya, "Gara-gara budak yang satu ini! Dia melemparku ke salah satu pohon besar, yang tidak taunya ada celah pohon tempat persembunyian beruang hitam itu.""Aku kan tidak sengaja! Lagi pula itu refleks!" Elak Muhan.Woon ingin sekali melayangkan tinju ke arah Muhan. Kendati berada dalam keadaan berbahaya, dia hanya bisa menahanny
"Hei! Ternyata beruang hitam itu tidak sebodoh yang kupikirkan," celetuk Taejun di tengah-tengah lompatannya ke batang pohon lain.Memastikan kembali, Muhan berhenti sejenak untuk menengok ke bawah. Dan benar saja—terdapat alasan mengapa mereka dinamakan sebagai penjaga hutan. Mereka bisa mengendus manusia asing mana pun yang belum berstatus sebagai Pasukan Pemburu Naga.Mengejar, dan terus mengejar. Beruang hitam itu meraung-raung saat tidak sengaja menabrakkan diri pada salah satu pohon. Muhan kembali melompat begitu mendapatkan tepukan dari Hyunmi. Memang bukan waktu yang tepat untuk mengagumi kegigihan para penjaga hutan."Apa kelemahan serigala tutul, Muhan?" tanya Shim Gyeong dengan napas terengah-engah. "Bunga melati.""APA?!"Rekan setimnya mendadak berhenti, bahkan Woon nyaris tergelincir dan jatuh ke genggaman beruang hitam yang berada tepat di bawahnya. Kihong menyahut jengkel, "Hei, Budak! Untuk kali ini kami memang mengikutimu karena kau mengaku sudah belasan kali dikej
"Kau?!"Muhan menghentikan langkah sejenak, lantas menghadap seseorang yang rupanya merupakan sang pangeran. "Kupikir kau atau rekan setim yang lain tidak akan sudi mengikuti budak rendahan sepertiku ini. Ternyata, kalian hanya beberapa langkah dariku saja."Shim Gyeong berdecak kesal, mengabaikan ucapan Muhan dengan menghampiri selajur kecil yang dipenuhi oleh bunga melati. Muhan mendengus lelah. Selamanya, manusia seperti Shim Gyeong mana mau mengakui keterampilan Muhan meskipun sudah diikuti sampai ke ujung selatan lembah pun.Dalam diam, keduanya meraup senganggam bunga melati yang disembunyikan di balik pakaian masing-masing. Kali itu, Muhan sangat berterimakasih pada Guru Yeom yang sudah memberinya pakaian baru. Berbeda dari pakaian lamanya yang lusuh, pakaiannya yang baru mampu menyimpan sesuatu tanpa ketahuan oleh orang luar."Omong-omong," Muhan memicingkan mata ke arah Shim Gyeong setelah menilik sekeliling. "Di mana yang lainnya?""Mereka sedang mengalihkan fokus si beruang
Muhan dan Kihong tersentak. Dari sudut lain gua, mereka mendapati sosok yang berdiri di tengah kegelapan. Sosok tersebut mengambang, bagai hologram berwarna merah pudar yang siap menguap sewaktu-waktu. Muhan mendekat, sementara Kihong mematung di tempatnya. Sosok tersebut mengenakan pakaian lusuh, seperti penduduk pada umumnya. Berambut panjang, yang terlihat ujungnya dipotong tak beraturan. Memindai dari atas sampai bawah, Muhan menyadari bahwa sosok tersebut merupakan wanita yang tampak seperti korban dari sebuah peperangan memilukan."Hei? Apakah kau yang meminta tolong kepada kami sedari tadi?" tanya Muhan, berusaha ramah meskipun terlihat menggelikan di mata Kihong."Muhan! Apa yang kaulakukan? Dia itu hantu! Mau apa kau menolong sesosok hantu?" bisik Kihong setengah putus asa.Muhan memberi tanda bagi Kihong untuk diam, sedangkan langkahnya kian dekat pada sosok tersebut. Sosok itu tersenyum tipis, yang mana memperlihatkan sudut pipinya yang berdarah, seperti hendak disobek."K
Teriakan seorang pemuda yang berhasil menyentakkan kesadaran Panglima Naegeumwi itu turut mengejutkan Roah. Keduanya mematung, saling melempar tatapan ngeri."Apakah kau mendengarnya, Panglima?" tanya Roah. Pertanyaan tersebut masih bercampur aduk dalam pendengaran Panglima Naegeumwi sebab nyanyian pada isi kepalanya masih menguasai."Aku mendengarnya—tapi ... kenapa rasanya aneh sekali? Kenapa hanya terdengar satu jeritan saja? Kenapa yang lain ... ah? Apakah karena nyanyian yang berbunyi di dalam kepala kita ini?" terka Panglima Naegeumwi."Benar, Panglima. Sejak tadi, saya kesusahan untuk memghilangkan nyanyiannya." Balas Roah."Mari kita sumpal sebentar menggunakan kain atau apa pun itu!" Panglima Naegeumwi mengedar pandang, mencari selembar kain yang bisa disobek untuk dibagi dua dengan Roah. "Dengan begini, paling tidak kita suara nyanyiannya sedikit tidak jelas. Sekarang, kita harus mencari siapa dalangnya."Berusaha tetap tegar dan baik-baik saja, keduanya keluar dari tenda. J
Berdasarkan pergerakan Ha-rang yang menunjuk ke bagian lain hutan, Muhan dan Kihong berhenti di depan sebuah gua misterius yang berada di pinggir sungai. Entah bagaimana caranya mereka bisa menjejaki tempat tersebut, Muhan berjalan begitu saja tanpa berpikir lebih."Kenapa kita bisa ada di sini?" tanya Kihong kebingungan. "Ini gua yang aneh. Kau mau masuk untuk memeriksanya?""Kau sedang menawarkan atau memang bertanya?" timpal Muhan."Aku menawarkanmu untuk masuk saja, Muhan. Sementara itu, aku akan menunggu di luar sini untuk berjaga-jaga. Oh iya, omong-omong, sejak kita menjauh dari perkemahan, nyanyian itu sudah tidak terdengar lagi." Ungkap Kihong.Muhan mengangguk mengiyakan. Memang benar, sekarang dia sudah tak mendengar nyanyian yang secara ajaib menghuni isi kepalanya itu.Menyadari bila dia harus mengecek gua tersebut secepat mungkin, Muhan memberi tanda bagi Kihong untuk menunggu selama beberapa saat. Berbekalkan pencahayaan minim dari belati istimewanya, Muhan juga mendapa
Muhan memiringkan kepala selepas mendudukkan dirinya di samping Yidan. Malam kian larut. Dia baru saja membantu berburu rusa, lalu menguliti mereka agar bisa segera disantap. Begitu menuju ke tengah api unggun, Muhan memandangi sebongkah kayu yang berangsur menghilang menjadi sekumpulan abu tak berharga."Seharusnya ... menjadi seperti itu kan?""Apanya?" bingung Yidan sembari melahap dua butir anggur yang dengan ajaibnya menjulur di salah satu rumah. Namun pemuda itu dengan cepat mengeluarkannya lagi, sebab buahnya belum benar-benar masak.Muhan mendengus, menggelengkan kepala. "Paling cuma firasatku saja. Kau makan apa itu?""Jangan! Tidak enak! Kau tidak akan menyukainya—asam sekali." Timpal Yidan.Bertepatan saat itu, Roah lewat bersama Shim Gyeong. Mereka akan melakukan penjagaan di sisi timur perkemahan pada sesi kedua itu. "Hai, Muhan! Yidan! Ah, aku ingin mengbrol dengan kalian, tapi aku harus berjaga." Kata Roah, kemudi
Rombongan Pasukan Pemburu Naga menuju sisi barat daya sejak melepaskan diri dari Hutan Perbatasan. Sepanjang perjalanan awal itu, Muhan tak bisa menemukan Moque—serigala bersayap yang pernah membantunya saat latihan berburu tempo hari.Ketika Muhan benar-benar melewati garis perbatasan, pemuda itu mengulum senyum. Dia masih tidak menyangka akan kesempatan luar biasa ini. Sedari dulu, dia hanya akan berada di sisi hutan yang aman, mencari tanaman yang mampu digunakan sebagai obat-obatan, lalu membersihkan Perguruan sampai benar-benar bersih.Sekarang, dia telah menjadi Pasukan Pemburu Naga yang tersohor dan mengemban tugas besar. Kalau boleh jujur, dia sendiri tidak sabar untuk melihat Naga Neraka yang lain."Omong-omong," Muhan membuka suara, mendekatkan diri ke arah Panglima Gyeonggukdae yang baru itu. "Berarti kita akan melewati Mansil?""Hm, betul! Kau pasti sudah menghafal wilayah lainnya saat berlatih dengan Panglima Naegeumwi kan? Kita meman
Muhan keluar sebagai peringkat pertama.Kenyataan tersebut menghantam dada Shim Gyeong dengan begitu kuat dan memilukan. Sebab bagaimana bisa? Seorang pemuda yang kebetulan mempunyai Him setelah sekian lamanya dirundung, lalu dengan keberuntungan besar mampu memusnahkan Naga Neraka tanpa latihan bertahun-tahun lamanya, justru mendulang peringkat pertama? Hal yang selama ini sangat Shim Gyeong inginkan?Masih dikuasai oleh keterkejukan, Muhan menaiki panggung. Pemuda itu sendiri bisa merasakan tatapan tajam bercampur protes yang tertambat padanya tanpa ampun."Selamat, Muhan!" Raja memejamkan mata sejenak untuk menyalurkan doa kemakmuran atas pencapaian pemuda itu. "Kau adalah peringkat pertama yang lulus dengan evaluasi khusus.""Ka-kalau hamba boleh tau, apa itu evaluasi khusus, Yang Mulia?" tanya Muhan setengah berbisik selepas menerima Hopae miliknya.Raja tersenyum samar. "Kau mengalahkan satu Naga Neraka dan berhasil mendapatkan permatanya yang berguna untuk melindungi Wari, Muha
Genap dua pekan seleksi Pasukan Pemburu naga terbaru berlangsung. Pada malam hari terakhir, para peserta berkemah di sisi lembah Hutan Perbatasan yang aman dari jangkauan penjaga hutan, tengah menyelesaikan upacara penutup.Raja beserta para petinggi kerajaan baru saja mengumumkan bahwa seluruhnya berhasil melewati seleksi dengan baik. Tidak mengherankan, sebab mereka yang mampu menjalani seleksi adalah sekumpulan anak didik yang telah melewati dua peristiwa berdarah penting.Guru Yeom yang selama berhari-hari mendekam di kuil Distrik Dua, berdiri sepuluh langkah dari keberadaan Raja. Pria itu mengedar pandang, menyadari senyum yang tercetak pada wajah anak didiknya."Siapa yang mengira jika mereka hanya bisa tersenyum sekarang? Mereka pasti berpikir sudah sangat hebat setelah berhasil melalui seleksi yang tidak seberapa itu." Gumam Guru Yeom yang terdengar oleh Panglima Gyeomsabok."Memang saat keluar dari Wari, kenyataan mengerikan tentang dunia
Istana sedang dilanda kesibukan terkait Seleksi Pasukan Pemburu Naga yang akan dimulai pada pagi hari ini. Para penduduk berbaris di gerbang terluar Istana untuk menyambut seluruh peserta yang akan melakukan perjalanan panjang selama dua hari hanya dengan berjalan kaki, entah dalam badai ataupun hujan petir.Garis finish berada di Hutan Perbatasan yang telah dijejaki oleh beberapa anggota kerajaan serta Menteri Pertahanan. Dalam perjalanan yang mengiringi pergerakan kereta kuda Raja, mereka diharuskan untuk melindungi Raja dalam situasi apa pun.Di dalam kereta kuda sendiri berisikan; Raja, Kasim Heo, dan Panglima Gyeomsabok yang bertugas mengawal sang Raja. Selebihnya terdapat tambahan kusir dan sepasang kuda yang menarik kereta tersebut sebagai objek yang patut dilindungi dengan nyawa sekali pun.Selesai melangsungkan upacara pembukaan yang bertujuan untuk mendapatkan restu serta keselamatan yang mengiringi tiap langkah sang raja beserta para peserta, Raja percaya diri akan seleksi
Sementara Muhan memulai pelatihan khusus bersama Panglima Naegeumwi dengan keanggotan sebagai Pasukan Pemburu Naga yang telah terverifikasi, asrama baru yang berjarak beberapa kilometer dari Istana mulai disambangi kegaduhan yang merajelala. Bukan disebabkan oleh kerusuhan para anak didik, melainkan tekad yang mereka miliki agar dapat menyusul Muhan. Tidak bisa menipu penglihatan Guru Yeom, jelas terlihat bila sebagian besar dari mereka tidak terima dengan kemajuan yang dialami oleh Muhan.Mendapatkan kemampuan Gyeonggukdae setelah sekian lama, padahal selama ini bekerja sebagai babu. Kemudian hanya berbekalkan sedikit keberanian serta keberuntungan belaka, Muhan mampu memusnahkan Naga Neraka.Akhirnya, seperti yang didengar oleh banyak orang; Muhan telah ditetapkan sebagai anggota Pasukan Pemburu Naga yang terbaru. Tanpa perlu mengikuti seleksi lagi, seolah-olah takdir baru Muhan telah tertulis dengan indahnya.Selepas berlatih dengan anak didik yang berada dalam klasifikasi yang sa