Anak buah Alice mendekati Aslan. Sikapnya terlihat dingin menatap Aslan. Hal itu membuat Aslan harus memundurkan diri untuk melindungi diri.
“Kau mau apa?” Aslan waspada.Kraaaakk!“Arrrghhhh!” keluh Aslan kesakitan saat tangannya dipelintir oleh anak buah Alice secara tiba-tiba.“Masih ingin menolak?” tanya Alice dengan mengangkat sebelah alisnya."Lepaskan dulu! Aku akan melakukan perintahmu!" Aslan akhirnya berusaha percaya, demi menghilangkan rasa sakitnya.Alice memberi kode pada anak buahnya untuk melepaskan tangan Aslan. Tentu saja anak buah Aslan menuruti perintah. Barulah Aslan menekan ikon play video pada tablet yang diberikan Alice.Video terputar. Aslan serius menonton video yang disajikan. Di dalam sana tampak ayah dan ibunya diperlakukan tidak adil oleh mafia kejam hanya karena tidak ingin menyerahkan Aslan sebagai generasi selanjutnya menjalankan perintah dari mafia kejam. Rupanya terdapat perjanjian kalau Aslan berumur lebih dari dua puluh tahun, maka harus diserahkan pada mafia kejam dengan batas maksimal usia dua puluh lima tahun. Pantas saja saat usia Aslan menginjak dua puluh lima tahun sekarang, orang tuanya dilenyapkan. Karena mereka melanggar perjanjian.Tidak ada satu menit pun yang dilewatkan oleh Aslan. Walaupun mata Aslan memanas saat melihat kedua orang tuanya disayat hingga meninggal. Tangan Aslan mengepal kuat. Aslan semakin tidak terima dengan tindakan mafia itu. Rasa bersalah Aslan juga bertambah, karena ada kesimpulan pengusiran Aslan beberapa tahun silam sebagai bentuk penyelamatan yang dilakukan orang tuanya."Apa benar mereka melakukan perjanjian seperti ini?""Iya. Tapi, sejujurnya perjanjian itu tidak berlaku. Karena orang tuamu telah menukarnya dengan menjalankan misi besar. Sayangnya mafia brengsek itu tetap saja tidak sabar menunggu hasil dari misi besar yang dijalankan. Jadinya, mereka dibunuh.""Lalu kau siapa? Ada di pihak mana?""Aku ada di pihak membebaskan saudariku dari mafia kejam itu.""Apa hubungannya denganku?""Baca ini!" Alice memberikan sebuah berkas pada Aslan.Aslan membaca berkas yang diberikan Alice. Isinya tentang wasiat sang ayah. Ayah Aslan menuliskan jika terjadi hal yang buruk, maka Aslan harus membalaskan dendam dan merebut apa kembali sesuatu yang direbut oleh mafia kejam. Kunci pembalasan dendam bisa terwujud dengan bergabung dengan lima wanita cantik yang menyimpan sebuah senjata penting untuk melawan mafia kejam."Lima wanita cantik? Siapa?""Aku dan keempat saudariku.""Kau?""Iya. Kenapa kau terkejut? Aku juga cantik.""Iya, tau. Aku tidak buta. Tapi kau minim attitude.""Sepertinya ini gara-gara bergaul dengan mafia. Jadi, aku seperti ini jika bertemu orang baru. Intinya kita harus jadi rekan.""Sebelum itu, apa yang membuatku bisa mempercayaimu? Bisa saja kau membohongiku dengan membawa video dan surat ini palsu, lalu kau menyerahkanku pada mafia kejam itu.""Ck! Lalu, untuk apa aku menolongmu?""Bisa saja hanya tipu muslihat agar bisa mengendalikanku.""Kalau saja senjata yang dimiliki saudariku tidak ada hubungannya denganmu, pasti aku enggan mendatangimu.""Kenapa bisa berhubungan denganku?""Saudari-saudariku menyegel pintunya bersama ayahmu menggunakan sidik jarimu."Aslan mengerutkan keningnya. Ia tidak pernah memiliki ingatan pernah memberikan sidik jarinya pada sebuah pintu yang menyimpan senjata."Kau pasti bertanya-tanya bagaimana caranya?" Alice menebak dari raut wajah Aslan."Iya.""Aku pun tidak tahu. Hanya saudari tertuaku yang tahu caranya. Aku hanya diberitahu tentang mencarimu. Selebihnya saudariku yang lain diberi kepercayaan oleh saudari tertuaku masing-masing satu senjata.""Lalu, di mana keempat saudarimu yang lain?""Mereka ada di dalam genggaman mafia kejam menjalankan bisnis kotor. Hanya aku yang bisa kabur.""Jadi, intinya?""Kita harus bekerja sama membebaskan saudariku, lalu mencari keberadaan senjatanya.""Kenapa tidak langsung diberitahu saja di mana letak senjatanya? Dengan begitu kita bisa melawan mafia kejam dan membebaskan saudarimu.""Tidak bisa. Saudariku berjaga-jaga jika kau menghianati kami. Jadi, kau harus menyelamatkan mereka dulu baru bisa ditunjukkan tempatnya.""Jadi, sebenarnya kau tau tempatnya?""Ah! Kau ini! Lambat sekali mencerna perkataanku! Intinya aku tidak tau keberadaannya sama sekali. Begitu pula dengan anak buahku yang sekarang. Hanya saudariku yang tau. Jadi, kau selamatkan mereka agar bisa berbincang tentang letak senjata itu di mana."Aslan tampak berpikir. Tawaran dari Alice cukup menggiurkan dan terhubung. Namun Aslan tidak tahu bahaya apa yang akan dihadapi."Aku mencari jalan sendiri saja. Aku tidak ingin bertanggung jawab atas nyawa kalian."Alice tersenyum miring. "Kau pikir semudah itu masuk dunia mafia? Kau tidak bisa masuk ke dalam dunia mafia kalau tidak memiliki tiketnya. Harus ada identitas. Selain itu, harus mencapai level tertentu agar kau bisa bertemu langsung dengan musuh utama."Aslan tak menyangka akan serumit itu. "Baiklah. Aku akan bergabung denganmu jika kau menyetujui syarat dariku.""Apa? Harus ada syarat segala? Hei ... tujuan kita sama. Ingin membunuh mafia kejam. Dan jelas hubungan kita saling memguntungkan.""Kau harus menjamin adikku aman. Itu syarat dariku.""Baiklah. Itu mudah. Aku buatkan surat perjanjian kita dulu." Alice kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membuatkan surat perjanjian."Kau sudah tau tentang kabar sahabatku yang tadi?" tanya Aslan."Sudah. Sahabatmu baik-baik saja. Sepertinya dia tadi sempat pergi dulu dari rumah sebelum ledakan terjadi. Kenapa kau mengkhawatirkannya?""Dia sudah kuanggap sebagai saudara kandungku. Jadi, wajar saja aku peduli. Aku juga meminta dia ikut bersama adikku.""Banyak sekali syarat yang kau ajukan?""Kalau kau tidak mau. Ya sudah, kita sudahi saja pertemuan ini sampai di sini.""Baiklah." Alice setuju dengan syarat yang diajukan Aslan.Aslan merasa lega. Ia tidak perlu khawatir berlebihan dengan sang adik jika ada Gavin. Karena adik Aslan kurang pandai bergaul dengan orang baru.Surat perjanjian yang dibuat oleh Alice telah selesai. Giliran Aslan menandatanganinya. Sebelum menandatangani, Aslan membaca seluruh isinya. Rupanya Alice tidak menambahkan hal yang di luar pembicaraan, sehingga Aslan yakin menandatanganinya.Klek!Pintu ruangan terbuka. Seorang perawat masuk dengan membawa sebuah tangga alumunium. Aslan bertanya-tanya dengan tindakan perawat membawa tangga."Kenapa membawa tangga kemari?" tanya Alice pada perawat yang masih menata tangga."Kalian harus segera pergi. Ada orang yang mencari kalian. Mereka baru saja tiba di lobi rumah sakit. Ciri-cirinya persis dengan anak buah orang yang memburu kalian." Perawat menjawab setelah berhasil membuka bagian plafon."Baiklah! Ayo pergi!" Alice segera mengemasi barang-barangnya.Perawat yang turun dari tangga segera menghampiri Aslan. Selang infus Aslan harus segera dicabut. Jika dicabut paksa oleh Aslan akan menimbulkan rasa sakit, sehingga dibantu oleh perawat.Alice bergerak menaiki tangga tanpa ragu. Baru kali Aslan melihat wanita yang berani seperti itu. Tidak ada drama alasan takut jatuh atau tidak bisa melakukan hal ekstrim."Jangan hanya memandangi. Cepat naik!" Anak buah Alice mengingatkan Aslan.Aslan menaiki tangga yang disediakan. Anak buah Alice menyusul ketika Aslan telah berhasil masuk ke dalam plafon.Braaak!Suara pintu terbanting terdengar keras. Aslan yang mendengarnya segera mendorong Alice untuk bergerak lebih cepat.Dor!"Arrrrgghhhh!" teriakan anak buah Alice terdengar kesakitan terkena tembakan. Aslan sampai menoleh ke belakang."Cepat pergi! Aku akan menahan mereka!" ucap anak buah Alice.Dor!Tembakan dilepaskan kembali. Tubuh anak buah Alice terjatuh seketika. Bisa dipastikan orangnya meninggal."Jatuhkan tubuhmu sekarang!" ucap Aslan pada Alice."Kau gila? Kalau kita jatuh di ruang ICU bagaimana? Bisa menimpa orang sekarat."Aslan segera mendatangi Alice dan memeluknya. "Tutup matamu!" teriaknya."Apa?! Kau mau apa?!" Alice mencoba melepaskan diri."Diam! Tutup matamu!"BRAKKKKK!!!Mereka menjatuhkan diri bersama.Alice memejamkan mata. Sedangkan Aslan langsung berusaha bangkit dengan mengangkat Alice yang berada di atas tubuhnya. Mereka berdua terjatuh di ruang rawat inap pasien. Walaupun tidak menimpa pasien yang sedang sakit, kedatangan mereka membuat pasien shock hingga pingsan. "Kita harus segera pergi!" Alice menahan tangan Aslan yang ingin menolong pasien tersebut. "Tapi—" Ucapan Aslan terpotong ketika Alice menarik tangannya keluar dari ruangan. Aslan ditarik Alice berlari menuju ke arah belakang rumah sakit. Tubuh Aslan yang terasa sakit semua membuat langkahnya melambat. Hal itu membuat Alice terus menarik Aslan berlari. "Itu mereka!" seru orang-orang yang berada jauh dari Aslan dan Alice. Aslan menoleh sejenak. Ia refleks menambah kecepatan berlari, sehingga membuat dirinya beralih menarik Alice. Semua rasa sakit yang dirasakan Aslan terasa sirna ketika keadaan mendesak. "Ke Kiri!" ucap Alice sembari menarik Aslan.Hampir saja Aslan dan Alice terjatuh. Mereka terus berlari meng
Aslan meneruskan langkahnya untuk pergi ke tempat yang mungkin saja masih terselamatkan. Ayah Aslan memiliki sebuah bungker yang tidak bisa dihancurkan. Hal itu dapat diingat Aslan saat sang ayah bercerita waktu kecil. "Bantu aku menyingkirkan reruntuhan ini." Aslan berbicara pada Alice ketika menemukan titik tempat bungker berada.Alice memberikan kode pada anak buahnya untuk membantu. Anak buah Alice akan menuruti seluruh perintah yang dikatakan Alice.Aslan dibantu Alice dan anak buahnya mengangkat reruntuhan yang menutupi bungker. Satu per satu disingkirkan. Ketika akan membuka bagian pintu, Aslan merasa panas. Pintu besi tersebut pasti masih menyimpan panas akibat ledakan yang terjadi. "Di dalamnya ada apa?" "Biasanya digunakan tempat persembunyian. Aku tadi melihat ada gambar bungker pada surat wasiat yang ditinggalkan ayahku.""Ada gambarnya? Kapan?""Ada, kecil sekali gambarnya di akhir kalimat sebelah namaku. Kau mungkin akan menganggap itu sebagai noda tinta.""Ternyata b
Langkah kaki Aslan cukup pelan dalam menuruni anak tangga dari rumah pohon. Hal itu dilakukan agar mencegah musuh tidak mengetahui keberadaannya. Semua yang dilakukan Aslan sekarang harus serba hati-hati. Ancaman bertubi-tubi nyata di depan mata. Aslan telah sampai di bawah rumah pohon. Ia menatap ke atas untuk memastikan Alice tidak menampakkan diri. Ketika melihat Alice yang masih memandangi Aslan, maka Aslan segera memberi kode untuk bersembunyi. Alice terlihat menurut pada Aslan.Saatnya Aslan fokus pada sekitar. Tidak ada pergerakan di sana. Namun Aslan memeriksa sekali lagi. Tak akan dibiarkan oleh Aslan bahaya kembali menghampirinya. "Maaf, Nona Alice di mana?" Anak buah Alice tiba-tiba muncul. "Ssstt! Kau jangan keras-keras berbicara. Ada musuh mendekat." Aslan mengutarakan dengan berbicara lirih. "Tidak ada musuh di sini. Aku sejak tadi berjaga tidak menemukan tanda-tanda aneh.""Apa kau tidak lihat itu?" Aslan menunjuk ke arah asap yang membumbung.Anak buah Alice meliha
Ekspresi Alice yang terkejut sekaligus bahagia tak bisa diartikan sama oleh Aslan. Justru Aslan merasa bingung dengan kotak besar yang ada di depannya. "Coba pakai sidik jarimu untuk membukanya.""Memangnya bisa? Aku kan tidak pernah mendaftarkannya?""Bisa. Di sini cukup memindai dari hasil salinan lain yang dimiliki oleh ayahmu. Kau akan tahu isinya."Cukup canggih juga pikir Aslan apa yang dimiliki oleh ayahnya. Padahal selama ini Aslan hanya tahu jika kunci memakai sidik jari harus menginput dari orangnya langsung saat memindai.Klek!Kotak terbuka saat Aslan selesai menempelkan jempolnya. Isi kotak tersebut berupa beberapa berkas, sebuah kartu ATM, buku rekening, dan kotak-kotak kecil lainnya.Alice senang bukan kepalang saat meraih satu per satu barang yang ada di sana. Ia tahu jika semuanya bernilai. "Kau seolah-olah tidak pernah melihat uang yang banyak." Aslan angkat bicara."Ini sangat bernilai. Kenapa kau biasa saja? Kulihat latar belakang pekerjaanmu biasa saja. Tidak bi
Aslan berlari masuk ke dalam rumah. Ia tidak peduli dengan reaksi dari keluarga dari tetangganya yang menampung sang adik. Alice segera menyelamatkan tas ransel Aslan yang ditinggal begitu saja di depan pintu. Karena di dalam tas ransel tersebut ada barang berharga. Adik Aslan yang bernama David tampak diinfus di rumah. Kebetulan anak dari tetangga Aslan adalah perawat. Betapa hancurnya hati Aslan saat melihat David sakit. "Kakak!" David menatap Aslan dengan mata berair.Aslan menggendong adiknya. Ia juga mencium puncak kepalanya. David menangis sejadinya saat bertemu Aslan. Alice yang ikut masuk ke dalam rumah hanya diam menyaksikan interaksi Aslan dengan David. Tak lupa Alice mencari keberadaan Gavin yang merupakan sahabat Aslan. Jika Gavin tidak ada, maka akan repot bagi Alice dalam pengasuhan David. Namun keberadaan Gavin tidak ada di sana. "Kakak ternyata masih hidup. David kira Kak Aslan sudah meledak bersama rumah kita." Aslan tidak tahu jika adiknya menganggapnya sama pen
Perlahan Aslan bangkit dengan tetap menggendong David. Mulut David tak lagi dibekap oleh Aslan. Karena David tampak bisa berkoordinasi dengan Aslan. Namun tubuh David masih terasa gemetar. "Itu dia!" ucap seorang pria saat memergoki Aslan akan melarikan diri.Dug!Aslan melempar batu bata ke wajah musuh. Hanya satu orang yang kena lemparan Aslan. Sedangkan satu orang lainnya bisa menghindar. Kesempatan mengulur waktu sedikit digunakan oleh Aslan untuk melarikan diri. Ia tidak bisa mencari keberadaan yang lainnya, yang terpenting adalah dirinya dan David selamat. Dor! Dor!Suara tembakan membuat Aslan harus membungkukkan diri dalam berlari. David tampak histeris digendongan Aslan akibat mendengar tembakan bersahutan dengan teriakan kesakitan."Lari ke sini!" seru suara Alice pada Aslan. Aslan langsung pergi ke kanan. Namun sayang harus terjatuh bersama David saat merasakan sesuatu menancap di punggungnya. "Arrrgghhh!" keluh Aslan kesakitan hingga melepaskan tangannya dari tubuh Da
Aslan bersama dengan yang lain langsung keluar dari mobil. Ketika menjauh hingga sepuluh meter, mobil yang dinaiki tadi langsung mengeluarkan percikan api dari bagian bawah mobil. Tidak ingin terkena ledakan lagi, mereka menghindar lebih jauh. Benar saja mobil meledak setelah terbakar hebat. Namun ledakannya tidak separah dari rumah yang meledak. "Kak, aku takut." David sempat merengek dalam pelukan Aslan.Hanya usapan di punggung yang bisa diberikan Aslan pada David. Perkataan tidak bisa menenangkan David sekarang. Karena kenyataannya cukup kontras dengan perkataan hiburan akan membuat bualan semata. "Tasmu aman kan?" tanya Alice.Aslan memperlihatkan punggungnya yang masih menggendong tas ransel."Syukurlah.""Kau lebih baik duduk saja dulu. Biar kami mencari tumpangan." Aslan kasihan melihat Alice meringis menahan rasa sakit sesekali. Alice menurut dengan terpincang-pincang berusaha duduk di pinggir jalan. Anak buah Alice dan Gavin membantu Alice yang terlihat kesulitan duduk se
Dua minggu kemudian, menjadi hari penting. Di mana terakhir kali anak buah Alice menangkap adanya sinyal yang bukan berasal dari bahaya, melainkan sinyal tentang keberadaan Bella. Sebelum pergi menyelamatkan Bella, Aslan harus pergi mengantarkan David dan Gavin pada tempat aman untuk tinggal. Awalnya David merengek dengan segala drama anak kecil ketika diberitahu akan berpisah dengan Aslan. Namun Aslan meyakinkan David dengan sabar hingga David setuju berpisah."Sudah atau belum?" tanya Alice dengan nada tidak sabar. Bagaimana bisa sabar, jika Aslan membujuk David lebih dari satu jam.Aslan mengangguk. Ia kemudian menggendong David sebagai syarat yang diajukah oleh David."Ck! Manja sekali!" celetuk Alice.Aslan yang melewati Alice dengan menggendong David hanya menatap tajam pada Alice. Ia tidak bisa membiarkan Alice membuat dirinya yang membujuk adiknya menjadi rusak.Alice mengunci mulutnya rapat. Ia tahu jika sorot mata Aslan tampak tak terima.Semua orang yang pergi sama dengan
"Kita lewat sini saja!" Bella memberitahu Aslan tentang adanya sebuah jendela kamar yang terhubung keluar, letaknya ada di belakang lemari. "Tidak ada tralis yang menghalangi?" Aslan memastikan terlebih dahulu. Karena kamar yang digunakan untuk menyekap Aslan dengan Alice jendelanya tidak bisa digunakan kabur."Tidak ada."Alice segera mengunci pintu, agar bisa mencegah musuh masuk ke kamar yang sekarang. Tanpa membuang waktu, Aslan mendorong lemari ke arah kanan yang masih kosong. Bella dan Alice ingin membantu. Namun Aslan lebih kuat dari dugaan mereka. Kini terlihat jendela besar yang masih kuno. "Ayo cepat! Aku mendengar suara derap langkah mendekat." Alice memperingatkan."Aku akan coba membukanya. Kalian cari apapun yang bisa digunakan untuk mengganjal pintu."Alice dan Bella mengangguk bersamaan. Mereka berdua tidak ada yang sempat merasakan rasa sakit tubuh masing-masing. Dalam keadaan apapun, mereka tetap bisa bergerak sesuai perintah.Beralih pada Aslan yang perlahan memb
Tanpa pikir panjang, Aslan merebut ujung tombak yang dipegang Alice. Total ada lima sel yang dibuka oleh Aslan. Semua orang yang ada di dalam sel keluar. Keadaan orang-orang yang keluar dari sel tahanan milik mantan Bella tampak masih bisa berdiri dan melawan dengan tangan. Berbeda halnya dengan satu wanita yang kakinya terluka hingga membusuk."Apa rencanamu?" tanya salah satu orang yang dibebaskan oleh Aslan. "Kita akan menyerang musuh yang menyekap kalian. Apapun caranya harus menang!" Semua orang setuju dengan apa yang diungkapkan Aslan. Alice dan Bella hanya percaya saja pada Aslan. Braakk!Pintu utama terbuka. Terlihat ada lima orang musuh yang tampak geram melihat pemandangan kaburnya tawanan dari sel masing-masing. "Kita harus menyerang paling belakang." Aslan berbisik pada Alice. Perkelahian terjadi. Beruntung musuh tak menggunakan pistol, sehingga perkelahian masih ada kemungkinan untuk menang. Bugh! Bugh!Aslan membantu dengan memukul punggung musuh yang sedang menyer
Orang yang sempat datang ke hadapan Alice dan Aslan hanya menyeringai. "Dasar bodoh! Salahkan Bella! Bukan aku." Alice akan menyerang pria tersebut. Namun dicegah Aslan. Karena Aslan melihat ada beberapa orang yang dari jarak dua puluh meter telah mengarahkan senapan pads Aslan dan Alice."Lepas! Aku harus memberi dia prrhitungan!" Alice memberontak dengan menarik-narik tangannya dari Aslan. "Lihat ke arah jam sembilan dan jam dua belas. Kau akan menyesal bergerak gegabah." Aslan berbisik pada Alice.Alice menatap ke arah yang diberitahu Aslan. Rupanya ada dua orang penembak dari jarak jaug. "Ha ... Ha ... Hahaha. Rupanya kalian melakukan hal yang sia-sia sejak tadi. Kabur sejauh ini ternyata tertangkap."Aslan jelas kesal dengan ucapan pria di hadapannya. Jika saja tidak bersama wanita, mungkin Aslan masih nekat menyerang. Namun jika bersama Alice, bertindak nekat sedikit saja mungkin penembak yang disiapkan sudah menghabisi nyawa Alice. Sebisa mungkin Aslan tidak menyelesaikan de
"Oke. Aku percaya padamu." Aslan menyerahkan segala cara pada Alice. Ia ingin membangun rekan tim yang baik, sehingga tidak perlu memandang Alice seorang wanita yang tidak memiliki kemampuan."Aku akan berakting berteriak histeris. Nanti saat pintu terbuka, kau langsung serang mereka!"Aslan setuju dengan rencana Alice. Ia kemudian mencari sesuatu yang bisa dijadikan sebagai senjata.Di dalam kamar tidak terdapat apapun yang berguna. Hanya ada ranjang, seprei dengan dua bantal. Menyerang orang dengan bantal hanya menghasilkan barang tertawaan saja. Apalagi yang dihadapi anak buah mafia. "Kenapa?" tanya Alice dengan nada lirih saat melihat Aslan tampak berpikir sembari memandangi tempat tidur.Aslan mengambil tindakan dengan menarik seprei hingga terlepas dari kasur. Ia kemudian memberi kode pada Alice untuk memulai rencana.Posisi Aslan saat ini berada di balik pintu. Teriakan Alice terdengar histeris. Aslan sampai terkejut hingga sempat tidak fokus.Suara kunci dimasukkan ke lubang
Aslan tidak beranjak. Walaupun rasa penasaran menggebu di dalam pikiran Aslan. Alice yang bukan orang sabar, bertindak menarik tangan Aslan hingga terduduk."Sial! Kau tidak tahu badanku rasanya remuk?" Aslan geram atas tindakan Alice."Salah sendiri nakal. Aku bilang makan, setelah itu aku beritahu berita bahagia.""Apa cluenya?""Adikmu.""Cepat beritahu aku!" Aslan tidak suka ada orang lain yang mengatur kebahagiaannya. Terutama tentang sang adik."Makan dulu." Alice tetap memaksa Aslan makan. Bukan tanpa alasan, Alice kasihan pada Aslan dijadikan percobaan oleh Bella. Tubuh Aslan juga terlihat lemas."Kau seharusnya tidak perlu mengkhawatirkanku. Khawatirkan dirimu sendiri." Aslan masih tak percaya Alice yang mengalami luka di bagian kepala saat ini terlihat biasa saja. Alice tidak mendengarkan Aslan. Ia justru memakan makanan yang ada di dalam piring. "Kau lihat? Aku tidak apa-apa kan? Jadi makanan ini tidak ada racunnya."Aslan masih diam. Ia berusaha membaringkan tubuh kembal
Bella dan Alice saling berpandangan. Mereka seperti merasa puas dengan apa yang telah dilakukan. Tanpa ada niat untuk menolong Aslan, Bella dan Alice justru hanya menatap Aslan yang terjatuh di lantai.Aslan terlihat sekarat. Bella masih tak gentar dengan keputusannya. Ia membiarkan Aslan berusaha sendiri. Alice merasa Aslan tak main-main merasakan hal buruk. Ia mengambilkan minuman yang masih ada di meja. Tangan Alice dicegah oleh Bella. "Dia bisa mati sungguhan." Alice melepaskan tangan Bella yang menarik sebelah tangannya. Alice membantu Aslan duduk. Namun ada sedikit perlawanan. Ketika Aslan mulai melemas, Alice menjadikan kesempatan itu untuk mendudukkan Aslan. Minuman yang ada di tangan Alice, langsung disodorkan pada mulut Aslan. Namun Aslan enggan membuka mulutnya. Bella yang melihat adegan tersebut merasa gemas. Akhirnya Bella ikut membantu Alice. Bella menekan rahang Aslan agar bisa membuka mulut. "Cepat tuang!" Bella memberi perintah. Gelas yang ada di tangan Alice be
Bella tidak menggubris segala perkataan Aslan. Ia sibuk dengan apa yang ada di dalam pikiran. Sementara Aslan yang sejak tadi bicara, merasa tidak dihargai. Akhirnya Aslan memilih mengeluarkan ponsel dari sakunya. Kerinduan Aslan terasa mendalam pada sang adik. Walaupun baru beberapa hari Aslan berpisah dari David, nyatanya membuat Aslan harus rindu mendalam. Apalagi sekarang keadaannya cukup mencekam, karena bisa saja nyawa adik Aslan dalam bahaya. "Jangan mengabaikanku." Bella merebut ponsel Aslan. "Kau dulu yang mengabaikanku. Untuk apa aku menunggu orang yang merasa tidak perlu bantuanku?""Aku sedang berpikir. Karena tadi aku lihat kau tidak memiliki ide apapun. Tidak mungkin aku mengandalkan kau saja.""Kau meremehkanku!" Aslan merasa tidak terima. Karena nyatanya bukan Aslan yang lamban berpikir, melainkan Bella yang tidak memberi petunjuk jelas. Tidak seperti Alice yang masih bisa menceritakan kejadiannya terlebih dahulu.Bella akan mendebat Aslan. Namun dicegah oleh Alice.
Sopir ambulans membanting setir ke kiri sesuai permintaan Aslan dan Alice. Selain itu, sopir ambulans cukup terkejut saat Aslan berusaha keluar dari lubang kaca pembatas antara bagian depan dengan bagian belakang."Apa yang kau lakukan?" Sopir ambulans tampak panik. Bugh!Aslan terjatuh ke kursi samping sopir ambulans. Tanpa merasakan sakitnya Aslan mendorong sopir ambulans untuk bergantian mengemudi. Akibat ada perlawanan, maka Aslan membuat sopir pingsan dengan memukulnya. Mobil ambulans oleng ke kanan dan ke kiri sejak perebutan yang dilakukan oleh Aslan. Rupanya hal itu memberi kesempatan agar musuh tak menyerang. Aslan terus menancap gas. Ia kemudian memanfaatkan satu hal. Tak berselang lama, truk dari arah berlawanan menabrak mobil yang mengikuti Aslan.Perasaan Aslan lega saat melihat mobil yang mengikutinya tertabrak truk. Sebenarnya perasaan lega tidak boleh dimiliki Aslan dalam keadaan seperti ini, karena melibatkan orang lain. Namun jika dilihat secara detail, mobil yang
Pria yang dicurigai oleh Aslan masih belum diketahui identitas dan kepentinganny. Obrolan yang cukup lama terjadi antara pria yang baru saja datang dengan pria paruh baya yang menolong Aslan. Bahkan saat Aslan diminta masuk ke dalam ruang tindakan, tidak terjadi perbincangan dengan pria yang tiba-tiba datang. Beberapa luka Aslan telah diobati. Namun energi yang tersisa di dalam tubuh Aslan menurun hingga membuat Aslan memejamkan mata. Rasa kantuk akibat lelah yang luar biasa membawa Aslan ke alam mimpi. Sementara pria yang berbicara dengan pria paruh baya tadi hanya memandangi Aslan dari luar ruangan. Ia hanya memastikan kalau Aslan masih hidup.Selama satu jam Aslan beristirahat. Aslan kemudian membuka mata. Energinya tak sepenuhnya kembali fresh. Ia masih merasakan lemas pada tubuhnya. Namun tidak seburuk tadi saat memejamkan mata. Aslan berusaha bangkit dari tempat tidur Puskesmas. Ia tidak bisa bergerak bebas akibat selang infus yang membatasi. Demi bisa pergi dari ruangan, Asl