Dua belas tahun kemudian ….
Di ujung dunia pada benua timur, terdapat alam tersembunyi yang diisi oleh hutan dan pegunungan. Alam itu dikelilingi oleh sebuah segel yang menutupnya dari pandangan dunia luar. Di tengah-tengah pegunungan yang saling terhubung dan membentuk lingkaran, terdapat sebuah desa yang sangat damai. Orang-orang di desa itu hidup rukun dan saling menjaga satu sama lain. Sangat bertolak belakang dengan keadaan di dunia luar.Di dalam hutan."Kak Jiro, tunggu aku!" teriak Zia. Bocah berusia 10 tahun yang saat ini tengah berlari menuju desa bersama dengan Jiro yang berusia 12 tahun."Cepatlah, Zia! Jika tidak, kau akan dimakan oleh singa gila itu!" balas Jiro sembari melirik ke belakang.Perkataan itu sontak membuat Zia berhenti berlari. Ia melipat kedua tangannya kedepan dan memasang wajah cemberut, seraya berkata, "Kak Jiro, jahat! Ya sudah! Biarkan saja aku dimakan oleh singa itu!"Melihat Zia yang merajuk seperti itu, lantas membuat Jiro menghentikan langkahnya dan mendekat ke arah Zia. "Ayolah, Zia! Jika kau terluka, aku yang akan dimarahi oleh ibuku!" bujuk jiro.Namun, Zia hanya memalingkan kepalanya ke samping dan mendengus. Hal itu membuat Jiro menggelengkan kepalanya dan bergumam, "Kau ini sungguh menyebalkan, Zia!"Jiro membalikkan badannya dan berjongkok. "Naiklah! Biar aku menggendongmu!" perintah Jiro."Terima kasih, Kak Jiro. Kau memang yang terbaik!" Zia tersenyum senang, lalu naik ke punggung Jiro."Berada di dekat Kak Jiro selalu membuatku merasa nyaman," gumam Zia dalam hati.Jiro pun kembali berlari ke desa dengan membawa Zia di punggungnya.Enam tahun berlalu. Di tempat yang sama di dalam hutan. Seorang pria remaja sedang berlari, melompat dari pohon ke pohon sambil menggendong seorang wanita cantik di punggungnya, mereka adalah Jiro dan Zia.Jiro saat ini berusia 18 tahun. Wajahnya tampan dengan tinggi 175 cm, mengenakan pakaian lengan panjang berwarna biru yang hampir menutupi seluruh kulitnya putihnya.Sedangkan Zia, yang kini berusia 16 tahun, terlihat sangat cantik dengan gaun panjangnya yang berwarna merah muda. Tingginya sekitar 165 cm, dengan kulit putih cerah dan rambut panjangnya yang diikat, membuatnya tampak seperti putri kerajaan."Tidak bisakah kau berlari saja, Zia?" tanya Jiro dengan sedikit kesal."Tidak bisa, Kak Jiro. Sepertinya kakiku terkilir ketika melawan gerombolan serigala tadi." Zia memasang wajah memelas dan kesakitan."Itu hanya alasanmu saja, Zia!" bantah Jiro.Mereka terus berdebat di sepanjang perjalanan, hingga tiba-tiba saja seekor serigala datang dan hendak menerkam Jiro dari samping.“Awas, Kak Jiro!” teriak Zia yang pertama menyadari lalu disusul oleh Jiro.Tanpa pikir panjang, Jiro langsung menjatuhkan Zia dari punggungnya ke semak-semak yang berada tepat di bawahnya, lalu mengeluarkan perisai rusak dari gelang kosmik miliknya untuk menahan serangan dari serigala tersebut. Jiro menyadari, jika saja ia memilih untuk menghindar, maka Zia-lah yang akan terkena serangan itu. Dengan waktu yang singkat itu, Jiro mampu menganalisis keadaan dengan sangat baik.Pada akhirnya, Zia mendarat dengan selamat di tumpukan semak-semak, sementara Jiro harus terlempar cukup jauh akibat dari menahan serangan serigala itu. Perisai di tangannya juga telah hancur dan tidak bisa lagi digunakan.“Kuat sekali!” lirih Jiro dengan tubuh yang mati rasa.Serigala itu mendengus, lalu kembali melompat untuk menyerang Jiro. Melihat hal itu, membuat Jiro hanya bisa berpasrah. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Zia. “Pergilah, Zia! Aku akan menahannya sebentar!” teriak Jiro.Terlihat sedikit ketegasan pada sorot matanya ketika ia mengatakan hal itu.Zia terpaku mendengarnya, lalu kembali tersadar. Ia menatap tajam serigala di kehampaan, yang hendak menerkam Jiro dari atas. Ia bangkit dan melompat dengan sangat jauh, lalu mengeluarkan tombak berwarna biru dari gelang kosmik-nya dan dihunuskan ke arah serigala itu. “Menjauhlah dari Kak Jiro!”Serigala itu melirik Zia, lalu menendang udara dengan kaki bagian belakangnya untuk mengubah arah serangannya kepada Zia. Jiro terkejut melihat kemampuan serigala yang mampu mengubah arah lompatannya hanya dengan menendang udara di sekitarnya, seolah-olah udara itu adalah tumpuan kakinya yang dapat dipijak sesuka hati. Namun ia tidak terlalu memikirkan hal itu, dan lebih fokus pada pertarungan yang akan terjadi di kehampaan.Zia mengarahkan tombaknya ke perut serigala, sementara serigala itu mengangkat cakarnya untuk menahan serangan tombak dan membuka mulutnya untuk menerkam Zia.Dua serangan beradu di kehampaan, hingga keduanya mendarat di tanah dengan posisi saling membelakangi.Sesaat kemudian, serigala itu memuntahkan darah dari mulutnya lalu terjatuh di tanah. Terlihat sebuah luka tusukan pada bagian perutnya yang mengeluarkan banyak darah.Zia berbalik dan menatap serigala yang sudah tidak bernyawa itu dengan tatapan dingin, lalu mengalihkan pandangannya pada Jiro dan buru-buru mendekatinya. “Apakah kau baik-baik saja, Kak Jiro?” tanya Zia dengan cemas.Jiro yang saat itu masih terpaku, akhirnya tersadar dan menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Bagaimana denganmu?” tanyanya.“Aku baik-baik saja,” jawab Zia dengan tersenyum.Jiro yang masih penasaran dengan apa yang terjadi sebelumnya, 'pun memberanikan diri untuk bertanya pada Zia, “Bagaimana kau bisa—.”“Sudahlah, tidak perlu dibahas! Lebih baik kita segera pulang, jika tidak ingin dimarahi oleh bibi!” potong Zia.Di bawah kebingungan yang memenuhi pikirannya, Jiro hanya bisa mengangguk dan mengikuti perkataan Zia. Ia mencoba berdiri dengan dibantu oleh Zia. Tanpa disangka, tubuhnya yang awalnya mati rasa, kini telah kembali pulih setelah suatu perasaan mengalir di tubuhnya. Ia menatap Zia dengan keheranan, namun hanya dibalas senyuman oleh Zia.Singkat cerita, mereka pun melanjutkan perjalanan untuk kembali ke desa.Waktu pun berlalu, hingga tidak terasa kini mereka telah sampai di desa. Mereka berjalan ke sebuah rumah kayu yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Rumah itu cukup besar dan bertingkat, halaman depannya juga luas dan dikelilingi oleh pagar kayu yang disekitarnya ditanami bunga berwarna-warni, membuat suasana di rumah itu tampak hidup.Jiro dan Zia berjalan dengan perlahan hingga sampai di halaman rumah dan mendapati dua wanita dewasa yang berparas cantik sedang menatap tajam ke arah mereka.Jiro yang melihat hal itu pun menjadi salah tingkah. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "I—ibu, mengapa kalian menatap kami seperti itu?"Ibu Jiro yang bernama Elora, mendengus kesal. "Apa kalian tidak mengerti, apa kesalahan kalian?""Maaf, Bibi Elora! Tadi kami menghadapi sedikit masalah di perjalanan pulang, sehingga kami terlambat pulang." Zia memberi alasan. Sementara Jiro mengangguk mengiyakan."Kalian ini, selalu saja membuat kami khawatir!" sela Bibi Jiro, yang bernama Fiona."Sudahlah! Fiona, tolong antar Zia pulang ke rumahnya!"Fiona mengangguk, dan berjalan ke arah Zia. "Ayo, Zia! Ibumu pasti cemas karena kau belum pulang."Mendengar hal itu, membuat Zia tertunduk lesu. ia menatap Jiro lalu mendekat ke arahnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari gelang kosmiknya dan memberikannya pada jiro.Gelang kosmik adalah gelang khusus yang memiliki sebuah ruangan kosmik.Biasanya digunakan untuk menyimpan barang."Aku harap, Kak Jiro dapat menggunakannya dengan baik," ucap Zia sambil tersenyum penuh ketidakrelaan, lalu melangkah pergi."Kotak kayu?" Pikir jiro.Namun, Jiro tidak terlalu memikirkannya dan kembali menatap Zia yang sudah berbalik pergi. "Baiklah! Sampai jumpa besok pagi!" Jiro melambai.Setelah kepergian mereka, Elora menatap Jiro, dan berkata, "Bergegaslah mandi, Jiro! Nanti Bibimu akan kembali lagi untuk makan malam bersama kita.""Sungguh?" tanya jiro memastikan."Ya, Bibimu mendapatkan hari libur selama satu minggu."Jiro sontak melompat kegirangan sambil berlari masuk ke dalam rumah. Demikian juga dengan Elora yang masuk ke rumah untuk menyiapkan makan malam, membuat suasana di halaman itu menjadi sepi.Di suatu tempat yang jauh, yaitu benua barat. Di sebuah ruangan yang berada di dalam istana yang sangat besar, dikelilingi oleh energi kegelapan yang sangat pekat.Sosok hitam yang menyeramkan membuka matanya."Aura ini …."Di atas altar, sosok hitam pekat yang misterius terkurung di dalam sebuah peti mati cahaya. Ia menatap keempat bawahannya yang berlutut padanya di bawah altar."Aura ini … tidak salah lagi!" Sosok itu berkata dengan dingin."Apa yang harus kita lakukan, Kaisar? Apakah orang itu akan bangkit kembali?" Keempat bawahannya terlihat sangat panik."Dia tidak mungkin bangkit kembali! Sepertinya, itu hanyalah sisa-sisa jiwa yang sedang mencari seseorang sebagai penerusnya.” Sosok misterius itu menjelaskan.“ Tapi, aku rasa dia telah menemukan seorang penerus untuk menguasai elemen itu,” tambahnya.Keempat bawahannya yang awalnya menghela napas lega, kembali menegang dengan wajah yang tampak serius.“Kalau begitu, kita harus segera menemukannya dan membunuhnya sebelum orang itu berkembang menjadi lebih kuat!” usul salah satu bawahannya.Sosok misterius itu terdiam sejenak, lalu menatap salah satu bawahannya yang berpenampilan seperti hologram. “Ignatius! Berhubung letakmu berada di benua selat
Sore hari di dalam hutan."Sialan, jika saja aku tidak lupa untuk mengisi ulang anak panahku ke dalam gelang kosmik, mungkin aku tidak akan terpojok seperti ini!" geram Jiro, yang membawa busur panah di tangannya.Ia saat ini sedang berada dalam situasi antara hidup dan mati. Dikepung oleh puluhan serigala yang ganas, memaksanya untuk berjuang sekuat tenaga agar dapat kabur dari pengepungan.Salah satu serigala diam-diam menerjang Jiro dari belakang, namun berhasil dihindari oleh Jiro dengan melompat ke samping dan berguling di tanah. Ia lantas menarik tali busurnya dan langsung melepaskan satu satunya anak panah yang tersisa dengan kuat, tepat mengenai jantung hingga menembus perut serigala tersebut.Pemimpin serigala yang melihat hal itu, lantas melolong marah dan langsung menyerbu ke arah Jiro dan diikuti oleh serigala lainnya.Saat menyaksikan hal itu, Jiro hanya bisa pasrah dengan keadaan. Dia meletakkan busur panahnya di tanah dan menutup mata, menunggu kematian. Namun sesaat ke
Di dalam rumah.Jiro dan ibunya saling tertawa bahagia dalam waktu yang cukup lama, hingga tiba-tiba saja Jiro teringat akan sesuatu. Ia menatap Ibunya, dan berkata, “Jika Ayah dan ayah Zia mengorbankan diri dalam tragedi itu, mengapa Zia bisa lahir?”Saat Elora ingin mengatakan sesuatu, pintu rumah tiba-tiba saja hancur ditendang oleh seseorang yang tidak lain adalah Bibi Fiona yang masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. "Gawat, Kak! Ras iblis sudah memasuki pemukiman dan menyerang para warga!" ucapnya dengan panik."Bagaimana mereka bisa menemukan keberadaan alam ini?" tanya Elora yang langsung berdiri karena terkejut. Demikian juga dengan Jiro.Bibi Fiona menggelengkan kepala. "Kami tidak tahu bagaimana mereka melakukannya! Yang pasti, segel yang melindungi alam ini telah hancur!""Baiklah, kau bantu pejuang yang lainnya dulu! Nanti aku akan menyusulmu!" perintah Elora.Bibi Fiona langsung mengerti maksudnya setelah menatap Jiro. Ia pun segera pergi.Elora mengalihkan pandangan
Di dalam ruangan rahasia, tempat Jiro berada.“Dasar tidak berguna! Kalau saja aku lebih kuat lagi …,” teriak jiro menyalahkan dirinya sendiri.Ia merasa dirinya tidak berguna karena bersembunyi seperti seorang pengecut. Sementara Ibu, Bibi, dan orang-orang desa harus bertarung untuk melindungi desa. Ia berjalan kesana-sini dan berteriak, juga mencoba menghancurkan dinding ruangan itu meskipun tidak ada gunanya.Namun perlahan, Jiro menjadi sedikit lebih tenang saat ia teringat tentang sikap seorang pejuang, seperti yang dikatakan oleh bibinya. “Tidak ada gunanya aku terus bertingkah seperti ini! Lebih baik aku memperkuat hati dan pikiranku, seperti yang dikatakan oleh Bibi!” ucap Jiro dengan tegas.Jiro berjalan ke tengah-tengah ruangan itu, lalu mengambil sikap duduk bersila. Ia berencana untuk melakukan meditasi sampai ibunya datang kembali.Satu jam berlalu, sejak Jiro bermeditasi ….Semakin lama Jiro bermeditasi, entah kenapa hatinya semakin terasa sakit. Tubuhnya bergetar, hingg
Beberapa jam sebelumnya, disaat matahari mulai menampakkan dirinya ….Puluhan orang dalam satu kelompok, mendaratkan kaki di alam rahasia dan melangkah masuk sampai ke perkampungan tempat tinggal Jiro.Terlihat perkampungan yang kini telah hangus terbakar hingga rata dengan tanah. Bahkan, pohon-pohon di hutan dan pegunungan telah hancur berantakan. Energi iblis menyebar di tempat itu, membuat alam yang dulunya sangat indah seperti surga kini telah kehilangan vitalitasnya dan tidak layak untuk dihuni.“Kita terlambat!” Pria dewasa yang menjadi pemimpin kelompok itu tampak sangat marah. Terlihat dari rahangnya yang mengeras.Ia mengenakan pakaian semacam jas, tampak jelas bahwa ia merupakan pemimpin dalam kelompok itu.“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pemimpin?” tanya salah satu anggotanya.“Bagaimana kalau kita mengejar mereka?” usul yang lainnya.Pria dewasa itu adalah orang yang sebelumnya pernah berbicara dengan seorang pemuda yang berada di benua tengah. Ia bersama pasukan el
Saat ini, Jiro berdiri di padang pasir dan membelakangi alam rahasia yang dipenuhi oleh pepohonan.“Jika aku tidak salah, Ibu pernah mengatakan kalau pemukiman yang paling dekat dengan alam ini berada di arah jam sebelas. Setidaknya butuh waktu tiga hari untuk sampai ke tempat itu dengan berjalan kaki. Namun dengan kecepatan ku yang sekarang, mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar dua hari saja untuk sampai ke sana.” Jiro melangkahkan kakinya.Setelah cukup jauh berjalan, tiba-tiba saja pasir di bawah kakinya mengalami getaran. Jiro yang merasakan adanya bahaya, segera melompat untuk menjauhi daerah itu.Dan benar saja, pasir yang awalnya bergetar seketika saja berhamburan ke segala arah hingga memperlihatkan seekor kalajengking hitam yang berukuran lima meter, dengan dua capit dan delapan kaki. Di bagian belakang tubuhnya terdapat empat ekor yang masing-masing ujungnya terdapat sengat yang sangat beracun.“Astaga! Mengapa ada kalajengking yang berukuran seperti ini!” pekik Jiro deng
Matahari perlahan mulai tenggelam saat Jiro melangkah semakin jauh. Ia memutuskan untuk beristirahat di balik salah satu bukit pasir yang cukup tinggi, untuk menghindari badai pasir yang bisa datang kapan saja.Jiro mengeluarkan tenda dari dalam gelang kosmik, juga mengeluarkan beberapa kayu bakar serta daging kalajengking yang telah diambil sebelumnya.Jiro membuat api unggun dan mulai membakar daging kalajengking itu untuk dimakan. Dalam kesendirian di bawah gelapnya langit malam, Jiro menengadah ke langit dan menatap bintang-bintang yang berkilauan.Semakin lama, ia merasa bahwa hatinya seperti membeku. Setelah hampir kehilangan segalanya, Jiro tidak memiliki alasan untuk tetap tersenyum. Tatapannya semakin dingin, yang ada dipikirannya hanyalah tanggung jawab dan balas dendam.Dalam lamunannya yang menyesakkan, aroma gosong tercium oleh hidungnya hingga membuatnya tersadar. Ia menatap daging yang telah gosong dengan tanpa ekspresi, lalu membuangnya begitu saja.“Aku yang sekarang
Lima hari berlalu sejak kejadian itu ….Pagi hari, di salah satu rumah kayu yang berada di sebuah perkampungan.Jiro terbaring diatas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh tikar anyaman berbahan dasar bambu.Sudah lima hari ia terbaring di tempat itu tanpa sadarkan diri. Hampir seluruh tubuhnya dibalut dengan perban, terutama pada bagian dadanya yang mengalami luka paling parah.Saat ini, seorang pria tua masuk ke dalam kamar Jiro sambil membawa nampan yang berisikan perban dan ramuan untuk luka Jiro.“Sudah lima hari berlalu. Entah kejadian apa yang kau alami hingga membuatmu menjadi seperti ini, Jiro!” gumam pria tua itu sembari meletakkan nampan di meja batu dan duduk di kursi untuk membuka perban Jiro.Saat pria tua itu hendak membuka perbannya, ia melihat jari tangan Jiro yang perlahan mulai bergerak diikuti dengan kelopak matanya yang bergetar.Hingga sesaat kemudian, mata Jiro tiba-tiba terbuka dan ia langsung terduduk dengan napas memburu, membuat pria tua itu hampir terjatuh d
“Tenanglah, Kak!” Seorang pria kekar berkata dengan tenang.“Bagaimana aku bisa tenang, saat rencana yang telah ku persiapkan selama bertahun-tahun, dirusak oleh seorang bocah yang datang entah dari mana!” ucapnya dengan penuh kemarahan.Ia mengalihkan pandangannya pada adiknya yang masih bersikap tenang. “Apa kau memiliki rencana?” tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.Pria kekar itu tersenyum. “Tentu saja, Kak! Jika tidak, mana mungkin aku bisa setenang ini.”“Oh, apa rencanamu?”“Kita … akan memanfaatkannya.” Pria itu tersenyum dingin.Kembali ke tempat Jiro.Saat ini Jiro berada di dalam kamarnya, atau lebih tepatnya di rumah milik pria tua yang menyelamatkannya. Ia duduk di atas tempat tidur sembari memegangi bongkahan batu yang telah ia pilih sebagai hadiah.“Aneh sekali. Awalnya aku merasakan tekanan pada batu ini, namun sekarang tekanan itu menghilang begitu saja.” Jiro memikirkan kejadian saat di gudang. Saat itu, Jiro merasakan roh pada tubuhnya seakan ditekan ketika i
Di dalam ruang dimensi yang sangat jauh.“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya pria dewasa yang berpakaian serba putih.Rekannya yang berpakaian biru menggelengkan kepalanya. “Bagaimana denganmu?” tanyanya.“Aku sudah mencoba untuk melihatnya dengan mata waktu, namun energiku tidak sanggup untuk menampilkan semuanya!” Pria dewasa itu terduduk di ruang hampa sembari menyerap energi kosmik di sekitar.“Mungkin kita harus menyerahkannya pada anakmu saja.” ujar rekannya.Pria itu kembali menggelengkan kepala. “Dia sudah menanggung beban yang terlalu berat! Sebagai orang tua, aku harus bisa membantunya, walau hanya sedikit!” Terlihat ketegasan di matanya.Pria dewasa itu kembali berdiri dan bergerak menjauh dari wilayah yang dipenuhi oleh ruang rubek itu, diikuti oleh rekannya. Ia memfokuskan penglihatannya, lalu mengumpulkan energi kosmik di kedua matanya, hingga pupil matanya berubah menjadi kuning.“Aktifkan!”Setelah kata-kata itu keluar, sebuah gambaran tentang kejadian di masa lalu terc
Lima hari berlalu sejak kejadian itu ….Pagi hari, di salah satu rumah kayu yang berada di sebuah perkampungan.Jiro terbaring diatas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh tikar anyaman berbahan dasar bambu.Sudah lima hari ia terbaring di tempat itu tanpa sadarkan diri. Hampir seluruh tubuhnya dibalut dengan perban, terutama pada bagian dadanya yang mengalami luka paling parah.Saat ini, seorang pria tua masuk ke dalam kamar Jiro sambil membawa nampan yang berisikan perban dan ramuan untuk luka Jiro.“Sudah lima hari berlalu. Entah kejadian apa yang kau alami hingga membuatmu menjadi seperti ini, Jiro!” gumam pria tua itu sembari meletakkan nampan di meja batu dan duduk di kursi untuk membuka perban Jiro.Saat pria tua itu hendak membuka perbannya, ia melihat jari tangan Jiro yang perlahan mulai bergerak diikuti dengan kelopak matanya yang bergetar.Hingga sesaat kemudian, mata Jiro tiba-tiba terbuka dan ia langsung terduduk dengan napas memburu, membuat pria tua itu hampir terjatuh d
Matahari perlahan mulai tenggelam saat Jiro melangkah semakin jauh. Ia memutuskan untuk beristirahat di balik salah satu bukit pasir yang cukup tinggi, untuk menghindari badai pasir yang bisa datang kapan saja.Jiro mengeluarkan tenda dari dalam gelang kosmik, juga mengeluarkan beberapa kayu bakar serta daging kalajengking yang telah diambil sebelumnya.Jiro membuat api unggun dan mulai membakar daging kalajengking itu untuk dimakan. Dalam kesendirian di bawah gelapnya langit malam, Jiro menengadah ke langit dan menatap bintang-bintang yang berkilauan.Semakin lama, ia merasa bahwa hatinya seperti membeku. Setelah hampir kehilangan segalanya, Jiro tidak memiliki alasan untuk tetap tersenyum. Tatapannya semakin dingin, yang ada dipikirannya hanyalah tanggung jawab dan balas dendam.Dalam lamunannya yang menyesakkan, aroma gosong tercium oleh hidungnya hingga membuatnya tersadar. Ia menatap daging yang telah gosong dengan tanpa ekspresi, lalu membuangnya begitu saja.“Aku yang sekarang
Saat ini, Jiro berdiri di padang pasir dan membelakangi alam rahasia yang dipenuhi oleh pepohonan.“Jika aku tidak salah, Ibu pernah mengatakan kalau pemukiman yang paling dekat dengan alam ini berada di arah jam sebelas. Setidaknya butuh waktu tiga hari untuk sampai ke tempat itu dengan berjalan kaki. Namun dengan kecepatan ku yang sekarang, mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar dua hari saja untuk sampai ke sana.” Jiro melangkahkan kakinya.Setelah cukup jauh berjalan, tiba-tiba saja pasir di bawah kakinya mengalami getaran. Jiro yang merasakan adanya bahaya, segera melompat untuk menjauhi daerah itu.Dan benar saja, pasir yang awalnya bergetar seketika saja berhamburan ke segala arah hingga memperlihatkan seekor kalajengking hitam yang berukuran lima meter, dengan dua capit dan delapan kaki. Di bagian belakang tubuhnya terdapat empat ekor yang masing-masing ujungnya terdapat sengat yang sangat beracun.“Astaga! Mengapa ada kalajengking yang berukuran seperti ini!” pekik Jiro deng
Beberapa jam sebelumnya, disaat matahari mulai menampakkan dirinya ….Puluhan orang dalam satu kelompok, mendaratkan kaki di alam rahasia dan melangkah masuk sampai ke perkampungan tempat tinggal Jiro.Terlihat perkampungan yang kini telah hangus terbakar hingga rata dengan tanah. Bahkan, pohon-pohon di hutan dan pegunungan telah hancur berantakan. Energi iblis menyebar di tempat itu, membuat alam yang dulunya sangat indah seperti surga kini telah kehilangan vitalitasnya dan tidak layak untuk dihuni.“Kita terlambat!” Pria dewasa yang menjadi pemimpin kelompok itu tampak sangat marah. Terlihat dari rahangnya yang mengeras.Ia mengenakan pakaian semacam jas, tampak jelas bahwa ia merupakan pemimpin dalam kelompok itu.“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pemimpin?” tanya salah satu anggotanya.“Bagaimana kalau kita mengejar mereka?” usul yang lainnya.Pria dewasa itu adalah orang yang sebelumnya pernah berbicara dengan seorang pemuda yang berada di benua tengah. Ia bersama pasukan el
Di dalam ruangan rahasia, tempat Jiro berada.“Dasar tidak berguna! Kalau saja aku lebih kuat lagi …,” teriak jiro menyalahkan dirinya sendiri.Ia merasa dirinya tidak berguna karena bersembunyi seperti seorang pengecut. Sementara Ibu, Bibi, dan orang-orang desa harus bertarung untuk melindungi desa. Ia berjalan kesana-sini dan berteriak, juga mencoba menghancurkan dinding ruangan itu meskipun tidak ada gunanya.Namun perlahan, Jiro menjadi sedikit lebih tenang saat ia teringat tentang sikap seorang pejuang, seperti yang dikatakan oleh bibinya. “Tidak ada gunanya aku terus bertingkah seperti ini! Lebih baik aku memperkuat hati dan pikiranku, seperti yang dikatakan oleh Bibi!” ucap Jiro dengan tegas.Jiro berjalan ke tengah-tengah ruangan itu, lalu mengambil sikap duduk bersila. Ia berencana untuk melakukan meditasi sampai ibunya datang kembali.Satu jam berlalu, sejak Jiro bermeditasi ….Semakin lama Jiro bermeditasi, entah kenapa hatinya semakin terasa sakit. Tubuhnya bergetar, hingg
Di dalam rumah.Jiro dan ibunya saling tertawa bahagia dalam waktu yang cukup lama, hingga tiba-tiba saja Jiro teringat akan sesuatu. Ia menatap Ibunya, dan berkata, “Jika Ayah dan ayah Zia mengorbankan diri dalam tragedi itu, mengapa Zia bisa lahir?”Saat Elora ingin mengatakan sesuatu, pintu rumah tiba-tiba saja hancur ditendang oleh seseorang yang tidak lain adalah Bibi Fiona yang masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. "Gawat, Kak! Ras iblis sudah memasuki pemukiman dan menyerang para warga!" ucapnya dengan panik."Bagaimana mereka bisa menemukan keberadaan alam ini?" tanya Elora yang langsung berdiri karena terkejut. Demikian juga dengan Jiro.Bibi Fiona menggelengkan kepala. "Kami tidak tahu bagaimana mereka melakukannya! Yang pasti, segel yang melindungi alam ini telah hancur!""Baiklah, kau bantu pejuang yang lainnya dulu! Nanti aku akan menyusulmu!" perintah Elora.Bibi Fiona langsung mengerti maksudnya setelah menatap Jiro. Ia pun segera pergi.Elora mengalihkan pandangan
Sore hari di dalam hutan."Sialan, jika saja aku tidak lupa untuk mengisi ulang anak panahku ke dalam gelang kosmik, mungkin aku tidak akan terpojok seperti ini!" geram Jiro, yang membawa busur panah di tangannya.Ia saat ini sedang berada dalam situasi antara hidup dan mati. Dikepung oleh puluhan serigala yang ganas, memaksanya untuk berjuang sekuat tenaga agar dapat kabur dari pengepungan.Salah satu serigala diam-diam menerjang Jiro dari belakang, namun berhasil dihindari oleh Jiro dengan melompat ke samping dan berguling di tanah. Ia lantas menarik tali busurnya dan langsung melepaskan satu satunya anak panah yang tersisa dengan kuat, tepat mengenai jantung hingga menembus perut serigala tersebut.Pemimpin serigala yang melihat hal itu, lantas melolong marah dan langsung menyerbu ke arah Jiro dan diikuti oleh serigala lainnya.Saat menyaksikan hal itu, Jiro hanya bisa pasrah dengan keadaan. Dia meletakkan busur panahnya di tanah dan menutup mata, menunggu kematian. Namun sesaat ke