Sore hari di dalam hutan.
"Sialan, jika saja aku tidak lupa untuk mengisi ulang anak panahku ke dalam gelang kosmik, mungkin aku tidak akan terpojok seperti ini!" geram Jiro, yang membawa busur panah di tangannya.Ia saat ini sedang berada dalam situasi antara hidup dan mati. Dikepung oleh puluhan serigala yang ganas, memaksanya untuk berjuang sekuat tenaga agar dapat kabur dari pengepungan.Salah satu serigala diam-diam menerjang Jiro dari belakang, namun berhasil dihindari oleh Jiro dengan melompat ke samping dan berguling di tanah. Ia lantas menarik tali busurnya dan langsung melepaskan satu satunya anak panah yang tersisa dengan kuat, tepat mengenai jantung hingga menembus perut serigala tersebut.Pemimpin serigala yang melihat hal itu, lantas melolong marah dan langsung menyerbu ke arah Jiro dan diikuti oleh serigala lainnya.Saat menyaksikan hal itu, Jiro hanya bisa pasrah dengan keadaan. Dia meletakkan busur panahnya di tanah dan menutup mata, menunggu kematian. Namun sesaat kemudian, terdengar suara sayatan pedang yang membuat Jiro membuka matanya.Dia melihat sosok wanita dewasa berdiri membelakanginya. Penampilannya bagaikan dewi yang turun ke bumi. Sementara para serigala yang tersisa langsung berlari ketakutan ketika melihat wanita itu membunuh pemimpin mereka dengan sangat mudah."Bibi!" Pekik Jiro dengan gembira.Melihat gerombolan serigala itu telah pergi, Bibi Jiro pun menghela napas lega dan berbalik menghadap Jiro."Untung saja ada Bibi, jika tidak—, aduh, aduh, aduh! Sakit, Bi!" Jerit Jiro ketika telinganya di jewer."Jika tidak, apa? Hah! Kau selalu saja membuat semua orang khawatir! Jika Bibi tidak datang, mungkin tubuhmu sudah dicabik-cabik oleh para serigala itu!" Bibi Jiro yang biasa dipanggil Bibi Fiona, langsung memarahi Jiro karena sudah bertindak ceroboh.Bibi Fiona pun membawa Jiro pulang kembali ke desa. Dalam perjalanan pulang, Jiro terus saja mengutuk dirinya yang begitu pengecut karena pasrah begitu saja ketika berada di ambang kematian.Bibi Fiona melirik ke arah Jiro dan mengerti apa yang sedang dipikirkan olehnya. Ia lantas mendekatkan posisinya ke arah Jiro dan memberikan sedikit pencerahan kepadanya supaya tidak mudah putus asa dan dilema oleh keadaan, agar Jiro dapat menjadi seorang pejuang yang hebat suatu hari nanti.Pada dasarnya, Jiro akan menjadi tangguh dan berani, jika orang-orang terdekatnya diusik atau berada dalam bahaya. Namun, jika ia hanya sendiri, kehebatan dan keberaniannya akan menghilang dengan sendirinya. Karena Jiro memiliki prinsip 'kekuatan itu hanya untuk menjaga orang yang kusayangi', sehingga ia tidak memperdulikan keselamatannya sendiri.Di sepanjang perjalanan, Jiro terus mendengarkan perkataan Bibinya dengan antusias. Tatapan matanya penuh dengan tekad dan raut wajahnya menunjukkan ketegasan. Hingga tak terasa kini mereka telah sampai di desa dan segera berjalan menuju rumah.Sesampainya di rumah, Bibi fiona langsung bercerita kepada Elora, Ibu Jiro. Tentang apa yang terjadi pada Jiro ketika di hutan."Begitulah, Kak. Tapi aku sudah memberikan pencerahan pada Jiro saat di perjalanan tadi," ujar Bibi fiona mengakhiri ceritanya.Elora mengangguk dan menghela napas. Kemudian menatap Jiro, seraya berkata, "Meskipun begitu, Jiro harus tetap dihukum dengan tetap berada di rumah selama tiga hari! Apakah Jiro mengerti?" Elora berkata dengan tegas.Jiro pun mengangguk mengerti. Dia tidak keberatan jika harus berada di rumah selama beberapa hari. Sebab, setelah mendapatkan pencerahan dari Bibinya, pemahaman Jiro sudah semakin luas. Ia bahkan berencana untuk menghabiskan waktunya selama beberapa hari kedepan dengan bermeditasi, untuk memperkuat hati dan pikirannya, karena itu adalah fondasi utama seorang pejuang hebat.Setelah obrolan singkat, Jiro memutuskan untuk bergegas mandi agar mereka dapat segera makan malam, karena matahari hampir tenggelam sepenuhnya.Selesai mandi, Jiro langsung pergi ke dapur untuk menemui ibu dan bibinya. Namun sayangnya, Jiro hanya mendapati ibunya yang duduk di kursi seorang diri."Mengapa hanya ada Ibu disini? Kemana Bibi?" Tanya Jiro.Elora menghela napas dan berkata, "Bibimu sudah pergi, dia dapat panggilan tugas yang mengharuskannya untuk segera pergi.""Bibi selalu saja begitu!" Gumam Jiro pelan. Namun masih dapat didengar oleh ibunya."Sudahlah, jangan menyalahkan Bibimu! Dia melakukan semua itu hanya untuk melindungi desa ini," ujarnya.Jiro hanya mengangguk lesu dan mulai memakan makanannya.Setelah selesai makan malam, Jiro tidak langsung pergi ke kamarnya, ia justru tetap duduk di tempatnya sembari menunggu ibunya selesai beres-beres. Setelah selesai membereskan meja makan, ibu dan anak itu pun berpindah ke ruang tengah."Mengapa kau terlihat gelisah? Apakah ada yang ingin kau tanyakan?" Tanya Elora penasaran."Itu … bisakah Ibu menceritakan tentang ayah padaku? Ibu bilang ayahku adalah pejuang yang hebat dan sangat kuat. Jadi, mengapa ayah bisa meninggal? Apakah lawannya sangat hebat?" Tanya Jiro pada ibunya dengan ragu-ragu.Elora yang mendapat pertanyaan seperti itu, seketika menghembuskan napas pelan dan berbicara dengan perlahan, "Sepertinya kau sudah cukup dewasa untuk mengetahui hal ini!"Elora mulai bercerita, tentang tragedi yang terjadi pada delapan belas tahun lalu. Disaat manusia hampir mengalami keputusasaan pada saat masa kekacauan, yang kemudian berubah ketika ayah Jiro datang dan menghentikan kekacauan itu bersama dengan rekannya, Ayah Zia. Hingga pada akhirnya mereka harus mengorbankan diri dengan membawa jutaan ras iblis bersama mereka ke dalam jurang kematian. Juga tentang apa yang dikatakan oleh ayahnya saat kelahirannya. Hal itu membuat Jiro sangat mengagumi ayahnya.“Apakah Ayah sangat percaya padaku?” tanya Jiro dengan antusias.Elora mengangguk. “Ya, ayahmu percaya kau akan mampu membawa manusia menuju perdamaian!”Mendengar hal itu, membuat Jiro semakin bersemangat. Terlihat tekad yang membara di matanya.“Ayahmu juga pernah menitipkan sebuah kalung pada Ibu, untuk diberikan kepadamu ketika kau sudah dewasa. Sepertinya, ini adalah saat yang tepat untuk memberikannya padamu!” Elora mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari gelang kosmik miliknya. Ia membuka kotak kayu itu dan mengeluarkan sebuah kalung dari dalamnya.Kalung itu merupakan sebuah kalung liontin, yang mana kalung itu berwarna emas dan liontinnya berwarna putih. Perpaduan warna yang sempurna menjadikan kalung liontin itu terlihat sangat indah dan mewah.“Ini merupakan kalung kesayangan ayahmu, yang selalu dia pakai dan dijaga dengan sangat baik. Dia berkata bahwa kalung ini merupakan kalung keluarga, yang telah diwariskan secara turun-temurun dari kakek buyutnya.” Elora menjelaskan sembari memberikan kalung di tangannya pada Jiro.“Hikaru!” gumam Jiro saat melihat sebuah tulisan kecil pada liontin tersebut.“Itu adalah nama keluarga! Nama ayahmu adalah Hikaru Zhio!” jelas Elora.Seketika saja Jiro menatap Ibunya dengan tanda tanya. “Ya, nama lengkapmu adalah Hikaru Jiro!” ucap Elora seolah mengerti apa yang dipikirkan oleh anaknya.“Apakah ibu juga memiliki nama keluarga?” tanya Jiro penasaran.“Ya! Nama lengkap ibu adalah mistorin Elora! Dan bibimu juga sama, yaitu mistorin Fiona!” jawab Elora singkat.“Tapi, ingatlah! Jangan pernah mengatakan nama keluargamu pada orang asing!” tambahnya.“Kenapa?”Elora menggelengkan kepala, dan menjawab, “Ibu juga tidak tahu secara pasti. Namun, nama keluarga hanya dimiliki oleh keluarga Zaman dulu dan diwariskan kepada keturunannya. Jika kau ingin mengetahui alasannya, maka kau harus mencari tahunya sendiri!”Hal itu membuat Jiro semakin penasaran tentang arti dari nama keluarga. Namun, ia juga tidak bertanya lebih jauh lagi pada ibunya.“cobalah pakai kalung itu! Ibu ingin melihatnya!” pinta ibunya.Jiro pun tersadar dari pikirannya, dan mencoba memakaikan kalung itu pada lehernya lalu memperlihatkannya pada Ibunya.“Kau sangat tampan seperti Ayahmu!” puji Elora dengan tersenyum.Jiro membuat gerakan seperti seorang pejuang pemberani, membuat Elora tertawa saat melihatnya. Ibu dan anak itu bersenda gurau dan tertawa di malam yang tenang itu.Di salah satu sisi luar pada alam itu yang tertutup oleh segel tersembunyi.Seorang pria paruh baya berpakaian serba merah, mendekat ke arah segel pelindung yang terlihat transparan itu.“Ternyata ada tempat seperti ini di wilayah yang terpencil ini!” ujar pria itu.Ia menatap para bawahannya yang berpenampilan menyeramkan, dengan aura kematian yang keluar dari tubuh mereka masing-masing.“Saatnya untuk memusnahkan alam ini!”Di dalam rumah.Jiro dan ibunya saling tertawa bahagia dalam waktu yang cukup lama, hingga tiba-tiba saja Jiro teringat akan sesuatu. Ia menatap Ibunya, dan berkata, “Jika Ayah dan ayah Zia mengorbankan diri dalam tragedi itu, mengapa Zia bisa lahir?”Saat Elora ingin mengatakan sesuatu, pintu rumah tiba-tiba saja hancur ditendang oleh seseorang yang tidak lain adalah Bibi Fiona yang masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. "Gawat, Kak! Ras iblis sudah memasuki pemukiman dan menyerang para warga!" ucapnya dengan panik."Bagaimana mereka bisa menemukan keberadaan alam ini?" tanya Elora yang langsung berdiri karena terkejut. Demikian juga dengan Jiro.Bibi Fiona menggelengkan kepala. "Kami tidak tahu bagaimana mereka melakukannya! Yang pasti, segel yang melindungi alam ini telah hancur!""Baiklah, kau bantu pejuang yang lainnya dulu! Nanti aku akan menyusulmu!" perintah Elora.Bibi Fiona langsung mengerti maksudnya setelah menatap Jiro. Ia pun segera pergi.Elora mengalihkan pandangan
Di dalam ruangan rahasia, tempat Jiro berada.“Dasar tidak berguna! Kalau saja aku lebih kuat lagi …,” teriak jiro menyalahkan dirinya sendiri.Ia merasa dirinya tidak berguna karena bersembunyi seperti seorang pengecut. Sementara Ibu, Bibi, dan orang-orang desa harus bertarung untuk melindungi desa. Ia berjalan kesana-sini dan berteriak, juga mencoba menghancurkan dinding ruangan itu meskipun tidak ada gunanya.Namun perlahan, Jiro menjadi sedikit lebih tenang saat ia teringat tentang sikap seorang pejuang, seperti yang dikatakan oleh bibinya. “Tidak ada gunanya aku terus bertingkah seperti ini! Lebih baik aku memperkuat hati dan pikiranku, seperti yang dikatakan oleh Bibi!” ucap Jiro dengan tegas.Jiro berjalan ke tengah-tengah ruangan itu, lalu mengambil sikap duduk bersila. Ia berencana untuk melakukan meditasi sampai ibunya datang kembali.Satu jam berlalu, sejak Jiro bermeditasi ….Semakin lama Jiro bermeditasi, entah kenapa hatinya semakin terasa sakit. Tubuhnya bergetar, hingg
Beberapa jam sebelumnya, disaat matahari mulai menampakkan dirinya ….Puluhan orang dalam satu kelompok, mendaratkan kaki di alam rahasia dan melangkah masuk sampai ke perkampungan tempat tinggal Jiro.Terlihat perkampungan yang kini telah hangus terbakar hingga rata dengan tanah. Bahkan, pohon-pohon di hutan dan pegunungan telah hancur berantakan. Energi iblis menyebar di tempat itu, membuat alam yang dulunya sangat indah seperti surga kini telah kehilangan vitalitasnya dan tidak layak untuk dihuni.“Kita terlambat!” Pria dewasa yang menjadi pemimpin kelompok itu tampak sangat marah. Terlihat dari rahangnya yang mengeras.Ia mengenakan pakaian semacam jas, tampak jelas bahwa ia merupakan pemimpin dalam kelompok itu.“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pemimpin?” tanya salah satu anggotanya.“Bagaimana kalau kita mengejar mereka?” usul yang lainnya.Pria dewasa itu adalah orang yang sebelumnya pernah berbicara dengan seorang pemuda yang berada di benua tengah. Ia bersama pasukan el
Saat ini, Jiro berdiri di padang pasir dan membelakangi alam rahasia yang dipenuhi oleh pepohonan.“Jika aku tidak salah, Ibu pernah mengatakan kalau pemukiman yang paling dekat dengan alam ini berada di arah jam sebelas. Setidaknya butuh waktu tiga hari untuk sampai ke tempat itu dengan berjalan kaki. Namun dengan kecepatan ku yang sekarang, mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar dua hari saja untuk sampai ke sana.” Jiro melangkahkan kakinya.Setelah cukup jauh berjalan, tiba-tiba saja pasir di bawah kakinya mengalami getaran. Jiro yang merasakan adanya bahaya, segera melompat untuk menjauhi daerah itu.Dan benar saja, pasir yang awalnya bergetar seketika saja berhamburan ke segala arah hingga memperlihatkan seekor kalajengking hitam yang berukuran lima meter, dengan dua capit dan delapan kaki. Di bagian belakang tubuhnya terdapat empat ekor yang masing-masing ujungnya terdapat sengat yang sangat beracun.“Astaga! Mengapa ada kalajengking yang berukuran seperti ini!” pekik Jiro deng
Matahari perlahan mulai tenggelam saat Jiro melangkah semakin jauh. Ia memutuskan untuk beristirahat di balik salah satu bukit pasir yang cukup tinggi, untuk menghindari badai pasir yang bisa datang kapan saja.Jiro mengeluarkan tenda dari dalam gelang kosmik, juga mengeluarkan beberapa kayu bakar serta daging kalajengking yang telah diambil sebelumnya.Jiro membuat api unggun dan mulai membakar daging kalajengking itu untuk dimakan. Dalam kesendirian di bawah gelapnya langit malam, Jiro menengadah ke langit dan menatap bintang-bintang yang berkilauan.Semakin lama, ia merasa bahwa hatinya seperti membeku. Setelah hampir kehilangan segalanya, Jiro tidak memiliki alasan untuk tetap tersenyum. Tatapannya semakin dingin, yang ada dipikirannya hanyalah tanggung jawab dan balas dendam.Dalam lamunannya yang menyesakkan, aroma gosong tercium oleh hidungnya hingga membuatnya tersadar. Ia menatap daging yang telah gosong dengan tanpa ekspresi, lalu membuangnya begitu saja.“Aku yang sekarang
Lima hari berlalu sejak kejadian itu ….Pagi hari, di salah satu rumah kayu yang berada di sebuah perkampungan.Jiro terbaring diatas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh tikar anyaman berbahan dasar bambu.Sudah lima hari ia terbaring di tempat itu tanpa sadarkan diri. Hampir seluruh tubuhnya dibalut dengan perban, terutama pada bagian dadanya yang mengalami luka paling parah.Saat ini, seorang pria tua masuk ke dalam kamar Jiro sambil membawa nampan yang berisikan perban dan ramuan untuk luka Jiro.“Sudah lima hari berlalu. Entah kejadian apa yang kau alami hingga membuatmu menjadi seperti ini, Jiro!” gumam pria tua itu sembari meletakkan nampan di meja batu dan duduk di kursi untuk membuka perban Jiro.Saat pria tua itu hendak membuka perbannya, ia melihat jari tangan Jiro yang perlahan mulai bergerak diikuti dengan kelopak matanya yang bergetar.Hingga sesaat kemudian, mata Jiro tiba-tiba terbuka dan ia langsung terduduk dengan napas memburu, membuat pria tua itu hampir terjatuh d
Di dalam ruang dimensi yang sangat jauh.“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya pria dewasa yang berpakaian serba putih.Rekannya yang berpakaian biru menggelengkan kepalanya. “Bagaimana denganmu?” tanyanya.“Aku sudah mencoba untuk melihatnya dengan mata waktu, namun energiku tidak sanggup untuk menampilkan semuanya!” Pria dewasa itu terduduk di ruang hampa sembari menyerap energi kosmik di sekitar.“Mungkin kita harus menyerahkannya pada anakmu saja.” ujar rekannya.Pria itu kembali menggelengkan kepala. “Dia sudah menanggung beban yang terlalu berat! Sebagai orang tua, aku harus bisa membantunya, walau hanya sedikit!” Terlihat ketegasan di matanya.Pria dewasa itu kembali berdiri dan bergerak menjauh dari wilayah yang dipenuhi oleh ruang rubek itu, diikuti oleh rekannya. Ia memfokuskan penglihatannya, lalu mengumpulkan energi kosmik di kedua matanya, hingga pupil matanya berubah menjadi kuning.“Aktifkan!”Setelah kata-kata itu keluar, sebuah gambaran tentang kejadian di masa lalu terc
“Tenanglah, Kak!” Seorang pria kekar berkata dengan tenang.“Bagaimana aku bisa tenang, saat rencana yang telah ku persiapkan selama bertahun-tahun, dirusak oleh seorang bocah yang datang entah dari mana!” ucapnya dengan penuh kemarahan.Ia mengalihkan pandangannya pada adiknya yang masih bersikap tenang. “Apa kau memiliki rencana?” tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.Pria kekar itu tersenyum. “Tentu saja, Kak! Jika tidak, mana mungkin aku bisa setenang ini.”“Oh, apa rencanamu?”“Kita … akan memanfaatkannya.” Pria itu tersenyum dingin.Kembali ke tempat Jiro.Saat ini Jiro berada di dalam kamarnya, atau lebih tepatnya di rumah milik pria tua yang menyelamatkannya. Ia duduk di atas tempat tidur sembari memegangi bongkahan batu yang telah ia pilih sebagai hadiah.“Aneh sekali. Awalnya aku merasakan tekanan pada batu ini, namun sekarang tekanan itu menghilang begitu saja.” Jiro memikirkan kejadian saat di gudang. Saat itu, Jiro merasakan roh pada tubuhnya seakan ditekan ketika i
“Tenanglah, Kak!” Seorang pria kekar berkata dengan tenang.“Bagaimana aku bisa tenang, saat rencana yang telah ku persiapkan selama bertahun-tahun, dirusak oleh seorang bocah yang datang entah dari mana!” ucapnya dengan penuh kemarahan.Ia mengalihkan pandangannya pada adiknya yang masih bersikap tenang. “Apa kau memiliki rencana?” tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.Pria kekar itu tersenyum. “Tentu saja, Kak! Jika tidak, mana mungkin aku bisa setenang ini.”“Oh, apa rencanamu?”“Kita … akan memanfaatkannya.” Pria itu tersenyum dingin.Kembali ke tempat Jiro.Saat ini Jiro berada di dalam kamarnya, atau lebih tepatnya di rumah milik pria tua yang menyelamatkannya. Ia duduk di atas tempat tidur sembari memegangi bongkahan batu yang telah ia pilih sebagai hadiah.“Aneh sekali. Awalnya aku merasakan tekanan pada batu ini, namun sekarang tekanan itu menghilang begitu saja.” Jiro memikirkan kejadian saat di gudang. Saat itu, Jiro merasakan roh pada tubuhnya seakan ditekan ketika i
Di dalam ruang dimensi yang sangat jauh.“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya pria dewasa yang berpakaian serba putih.Rekannya yang berpakaian biru menggelengkan kepalanya. “Bagaimana denganmu?” tanyanya.“Aku sudah mencoba untuk melihatnya dengan mata waktu, namun energiku tidak sanggup untuk menampilkan semuanya!” Pria dewasa itu terduduk di ruang hampa sembari menyerap energi kosmik di sekitar.“Mungkin kita harus menyerahkannya pada anakmu saja.” ujar rekannya.Pria itu kembali menggelengkan kepala. “Dia sudah menanggung beban yang terlalu berat! Sebagai orang tua, aku harus bisa membantunya, walau hanya sedikit!” Terlihat ketegasan di matanya.Pria dewasa itu kembali berdiri dan bergerak menjauh dari wilayah yang dipenuhi oleh ruang rubek itu, diikuti oleh rekannya. Ia memfokuskan penglihatannya, lalu mengumpulkan energi kosmik di kedua matanya, hingga pupil matanya berubah menjadi kuning.“Aktifkan!”Setelah kata-kata itu keluar, sebuah gambaran tentang kejadian di masa lalu terc
Lima hari berlalu sejak kejadian itu ….Pagi hari, di salah satu rumah kayu yang berada di sebuah perkampungan.Jiro terbaring diatas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh tikar anyaman berbahan dasar bambu.Sudah lima hari ia terbaring di tempat itu tanpa sadarkan diri. Hampir seluruh tubuhnya dibalut dengan perban, terutama pada bagian dadanya yang mengalami luka paling parah.Saat ini, seorang pria tua masuk ke dalam kamar Jiro sambil membawa nampan yang berisikan perban dan ramuan untuk luka Jiro.“Sudah lima hari berlalu. Entah kejadian apa yang kau alami hingga membuatmu menjadi seperti ini, Jiro!” gumam pria tua itu sembari meletakkan nampan di meja batu dan duduk di kursi untuk membuka perban Jiro.Saat pria tua itu hendak membuka perbannya, ia melihat jari tangan Jiro yang perlahan mulai bergerak diikuti dengan kelopak matanya yang bergetar.Hingga sesaat kemudian, mata Jiro tiba-tiba terbuka dan ia langsung terduduk dengan napas memburu, membuat pria tua itu hampir terjatuh d
Matahari perlahan mulai tenggelam saat Jiro melangkah semakin jauh. Ia memutuskan untuk beristirahat di balik salah satu bukit pasir yang cukup tinggi, untuk menghindari badai pasir yang bisa datang kapan saja.Jiro mengeluarkan tenda dari dalam gelang kosmik, juga mengeluarkan beberapa kayu bakar serta daging kalajengking yang telah diambil sebelumnya.Jiro membuat api unggun dan mulai membakar daging kalajengking itu untuk dimakan. Dalam kesendirian di bawah gelapnya langit malam, Jiro menengadah ke langit dan menatap bintang-bintang yang berkilauan.Semakin lama, ia merasa bahwa hatinya seperti membeku. Setelah hampir kehilangan segalanya, Jiro tidak memiliki alasan untuk tetap tersenyum. Tatapannya semakin dingin, yang ada dipikirannya hanyalah tanggung jawab dan balas dendam.Dalam lamunannya yang menyesakkan, aroma gosong tercium oleh hidungnya hingga membuatnya tersadar. Ia menatap daging yang telah gosong dengan tanpa ekspresi, lalu membuangnya begitu saja.“Aku yang sekarang
Saat ini, Jiro berdiri di padang pasir dan membelakangi alam rahasia yang dipenuhi oleh pepohonan.“Jika aku tidak salah, Ibu pernah mengatakan kalau pemukiman yang paling dekat dengan alam ini berada di arah jam sebelas. Setidaknya butuh waktu tiga hari untuk sampai ke tempat itu dengan berjalan kaki. Namun dengan kecepatan ku yang sekarang, mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar dua hari saja untuk sampai ke sana.” Jiro melangkahkan kakinya.Setelah cukup jauh berjalan, tiba-tiba saja pasir di bawah kakinya mengalami getaran. Jiro yang merasakan adanya bahaya, segera melompat untuk menjauhi daerah itu.Dan benar saja, pasir yang awalnya bergetar seketika saja berhamburan ke segala arah hingga memperlihatkan seekor kalajengking hitam yang berukuran lima meter, dengan dua capit dan delapan kaki. Di bagian belakang tubuhnya terdapat empat ekor yang masing-masing ujungnya terdapat sengat yang sangat beracun.“Astaga! Mengapa ada kalajengking yang berukuran seperti ini!” pekik Jiro deng
Beberapa jam sebelumnya, disaat matahari mulai menampakkan dirinya ….Puluhan orang dalam satu kelompok, mendaratkan kaki di alam rahasia dan melangkah masuk sampai ke perkampungan tempat tinggal Jiro.Terlihat perkampungan yang kini telah hangus terbakar hingga rata dengan tanah. Bahkan, pohon-pohon di hutan dan pegunungan telah hancur berantakan. Energi iblis menyebar di tempat itu, membuat alam yang dulunya sangat indah seperti surga kini telah kehilangan vitalitasnya dan tidak layak untuk dihuni.“Kita terlambat!” Pria dewasa yang menjadi pemimpin kelompok itu tampak sangat marah. Terlihat dari rahangnya yang mengeras.Ia mengenakan pakaian semacam jas, tampak jelas bahwa ia merupakan pemimpin dalam kelompok itu.“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pemimpin?” tanya salah satu anggotanya.“Bagaimana kalau kita mengejar mereka?” usul yang lainnya.Pria dewasa itu adalah orang yang sebelumnya pernah berbicara dengan seorang pemuda yang berada di benua tengah. Ia bersama pasukan el
Di dalam ruangan rahasia, tempat Jiro berada.“Dasar tidak berguna! Kalau saja aku lebih kuat lagi …,” teriak jiro menyalahkan dirinya sendiri.Ia merasa dirinya tidak berguna karena bersembunyi seperti seorang pengecut. Sementara Ibu, Bibi, dan orang-orang desa harus bertarung untuk melindungi desa. Ia berjalan kesana-sini dan berteriak, juga mencoba menghancurkan dinding ruangan itu meskipun tidak ada gunanya.Namun perlahan, Jiro menjadi sedikit lebih tenang saat ia teringat tentang sikap seorang pejuang, seperti yang dikatakan oleh bibinya. “Tidak ada gunanya aku terus bertingkah seperti ini! Lebih baik aku memperkuat hati dan pikiranku, seperti yang dikatakan oleh Bibi!” ucap Jiro dengan tegas.Jiro berjalan ke tengah-tengah ruangan itu, lalu mengambil sikap duduk bersila. Ia berencana untuk melakukan meditasi sampai ibunya datang kembali.Satu jam berlalu, sejak Jiro bermeditasi ….Semakin lama Jiro bermeditasi, entah kenapa hatinya semakin terasa sakit. Tubuhnya bergetar, hingg
Di dalam rumah.Jiro dan ibunya saling tertawa bahagia dalam waktu yang cukup lama, hingga tiba-tiba saja Jiro teringat akan sesuatu. Ia menatap Ibunya, dan berkata, “Jika Ayah dan ayah Zia mengorbankan diri dalam tragedi itu, mengapa Zia bisa lahir?”Saat Elora ingin mengatakan sesuatu, pintu rumah tiba-tiba saja hancur ditendang oleh seseorang yang tidak lain adalah Bibi Fiona yang masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. "Gawat, Kak! Ras iblis sudah memasuki pemukiman dan menyerang para warga!" ucapnya dengan panik."Bagaimana mereka bisa menemukan keberadaan alam ini?" tanya Elora yang langsung berdiri karena terkejut. Demikian juga dengan Jiro.Bibi Fiona menggelengkan kepala. "Kami tidak tahu bagaimana mereka melakukannya! Yang pasti, segel yang melindungi alam ini telah hancur!""Baiklah, kau bantu pejuang yang lainnya dulu! Nanti aku akan menyusulmu!" perintah Elora.Bibi Fiona langsung mengerti maksudnya setelah menatap Jiro. Ia pun segera pergi.Elora mengalihkan pandangan
Sore hari di dalam hutan."Sialan, jika saja aku tidak lupa untuk mengisi ulang anak panahku ke dalam gelang kosmik, mungkin aku tidak akan terpojok seperti ini!" geram Jiro, yang membawa busur panah di tangannya.Ia saat ini sedang berada dalam situasi antara hidup dan mati. Dikepung oleh puluhan serigala yang ganas, memaksanya untuk berjuang sekuat tenaga agar dapat kabur dari pengepungan.Salah satu serigala diam-diam menerjang Jiro dari belakang, namun berhasil dihindari oleh Jiro dengan melompat ke samping dan berguling di tanah. Ia lantas menarik tali busurnya dan langsung melepaskan satu satunya anak panah yang tersisa dengan kuat, tepat mengenai jantung hingga menembus perut serigala tersebut.Pemimpin serigala yang melihat hal itu, lantas melolong marah dan langsung menyerbu ke arah Jiro dan diikuti oleh serigala lainnya.Saat menyaksikan hal itu, Jiro hanya bisa pasrah dengan keadaan. Dia meletakkan busur panahnya di tanah dan menutup mata, menunggu kematian. Namun sesaat ke