"Hahh..!" Elang sangat terkejut, saat mendapati dirinya ternyata mampu melompat lebih tinggi dari perkiraannya. Ya, lompatannya ternyata jauh melampaui tinggi tembok tersebut. Elang pun akhirnya hinggap dengan mantap, di atas rerumputan dan ilalang di lahan kosong tersebut. ‘Ternyata aku bisa melompat setinggi ini’, bathin Elang. Dan Elang pun mulai membuka isi kitab 7 jurus dasar dan menyimaknya, dengan bantuan cahaya senter yang dibawanya. Karena memang suasana yang masih gelap di pagi buta itu.Maka sejak hari itu, Elang tekun berlatih di sana. Karena hari itu libur, maka Elang berlatih hingga siang hari. Siang itu sekembalinya dari berlatih. Elang langsung masuk ke kamarnya, dan menyimpan rapih kembali Kitab 7 jurus dasar di tempatnya. Bergegas Elang mandi dan berganti pakaian dengan baju yang kering. Karena baju sebelumnya basah penuh keringat, akibat latihan kerasnya tadi di lahan kosong. Tutt..Tuutt..! Nada dering ponsel Elang pun mengalun. Elang pun terkejut mendengarny
"Ah, Elang.." desah kaget Bu Nunik. Bu Nunik terdiam agak lama, perlahan sepasang matanya beriak basah, lalu air mata pun menggulir di kedua pipinya tanpa bisa di tahannya lagi. Ya, Bu Nunik teringat saat Elang pertamakali datang ke panti, dia teringat saat Elang berbicara pertamakalinya. Dan ia juga teringat masa-masa sedih dan gembiranya saat merawat Elang. Anak yang sudah dianggapnya bagai anak kandungnya sendiri. Namun Bu Nunik juga sadar. Jika Elang kini mempunyai kehidupan yang harus dijalaninya sendiri, sebagai seorang lelaki normal. Mencari hasil penghidupan yang cukup dan layak, serta mencari jodohnya. Maka tidak bisa tidak, dia harus merelakan Elang pergi dari panti. Dan dia tak berhak melarangnya. Elang yang melihat buliran air mata berlinang dari kedua pipi ibu asuhnya itu, segera mendekat dan memeluknya dengan mata yang ikut memerah. Tak bisa tidak, di lubuk hatinya Elang sudah menganggap Bu Nunik sebagai ibunya sendiri. Wanita yang dengan sabar dan telaten meraw
"Tante dan Mas Bas sudah pasrah Elang. Kami ikhlas, jika takdir mengharuskan kami hidup tanpa anak,” ucap Halimah. “O iya, sebentar Elang. Tante ke kamar dulu,” ucap Halimah. Halimah lalu beranjak masuk ke dalam kamarnya, ia membuka lemari kamarnya dan menarik laci dalam lemarinya. Nampaklah beberapa tumpukkan uang merah, yang terikat berjajar rapih di sana. Diambilnya 2 buah ikatan uang merah dan dimasukkannya ke dalam sebuah amplop warna coklat, yang juga tersedia di laci itu. Halimah pun bergegas kembali keluar dari kamarnya, lalu duduk kembali di kursinya.“Elang. Tante dan Mas Bas akan merasa sedih sekali, jika membiarkan kamu pergi merantau tanpa memberikan sedikit bekal. Terimalah ini Elang, dan jangan menolak pemberian Tante yang satu ini,” ucap Halimah dengan setengah memaksa Elang, untuk menerima amplop coklat dari tangannya. Halimah tahu, Elang pasti akan menolak pemberiannya, jika diberikan tanpa kata-kata yang tepat. Benar saja. Elang yang tadinya bersiap hendak me
"Mengapa harus malu Elang. Memang harus begini caranya membuat anak,” ucap Halimah yang terlihat mulai lupa diri. Terhanyut oleh hasrat jiwanya. Elang pun kembali terdiam dengan hati yang semakin berdebar, dan jantung seolah terpompa lebih cepat. Elang memang sangat awam dalam hal itu. Bahkan menonton video vulgar, seperti rekan-rekan prianya di Betamart saja, dia enggan.“Waawh..! Besar, kokoh, dan panjang Elang..!” seru Halimah seraya terpana dan tertegun sejenak. Saat dia melihat sesuatu yang telah tegak berdiri dan mengacung, di depan wajahnya yang kini tengah berjongkok. Setelah dia baru saja melepas pakaian terakhir Elang. “Akhs..! Tanntee..!” lenguh Elang bergetar. Saat sesuatu yang hangat, basah, dan dan agak kesat, terasa mulai menyapu dan melumat miliknya yang paling pribadi.Elang berusaha menarik bokongnya ke belakang, namun kedua tangan tante Halimah menahan di belakang bokong Elang yang padat berisi itu. “Ahhh..! Tante.. g-geli...” hanya kata itu yang bisa diucapkan
“Elang. Sekarang giliranmu mandi sayang,” ucap Halimah, saat dia selesai mandi dan keluar dari dalam kamar mandi. “Baik Tante,” sahut Elang sambil beranjak ke kamar mandi. Hati Elang masih dipenuhi rasa sesal dan bersalah pada tantenya itu. Halimah kembali membuka laci lemarinya, saat Elang masuk ke kamar mandi. Kembali dia mengambil 2 buah ikatan uang merah, dan menuju ke ruang tamu. Halimah cepat memasukkan 2 ikatan uang merah itu, ke dalam ransel milik Elang. Ya, Halimah merasa sangat puas dan berterimakasih pada Elang, yang telah coba membantu mewujudkan keinginannya memiliki anak. Namun sesungguhnya terselip juga rasa terimakasih lain di hatinya. Karena Elang telah membuatnya menjadi wanita sempurna, yang mengenal apa itu rasa dan arti sebuah ‘kenikmatan puncak’. Hal yang sama sekali tak pernah dirasakannya selama ini.!Selesai mandi, Elang segera mengenakan pakaiannya kembali, yang tadi sempat tercecer di lantai kamar. Elang ingin segera pergi dari rumah itu, karena ras
‘Duh..! Maafkan Bapak, Arum. Hasil penjualan bapak hari ini cuma 20 ribu rupiah. Belum bisa buat beli sepatu dan tas sekolahmu yang sudah sobek-sobek itu. Sabar ya Nak. Bapak juga belum makan, kalau bapak makan. Nanti tak ada uang, yang bisa bapak bawa pulang buat ibumu masak besok.’ Elang pun ikut merasa trenyuh, mengetahui bisikkan hati bapak pedagang perabotan itu. “Pak, nasi lagi seporsi ya. Pakai ayam bakar, tempe goreng dan sayur asem Pak,” ucap Elang, pada pemilik warung yang menatapnya sejenak karena heran. Namun akhirnya di ambilkannya pesanan Elang, lalu diletakkannya di atas meja depan Elang. Elang langsung membawa piring itu keluar sambil memesan teh manis hangat, untuk minumannya pada pemilik warung. “Maaf Pak. Ini ada makanan sudah saya pesan, tapi teman saya nggak datang. Mungkin ini rejeki Bapak, diterima ya Pak,” ucap Elang ramah. “Ohh, ehh..! Baiklah Mas. Saya terima ya, terimakasih” ucap bapak paruh baya itu, dengan wajah gembira dan bersyukur. Elang kembali
Sementara orang-orang di sekitar yang melihat kejadian itu pun mulai berkerumun. Mereka sengaja menghalangi mobil Frisca. Agar Frisca tak bisa melarikan diri. Elang baru tiba di tempat itu, saat ia melihat kerumunan orang-orang di pinggir jalan. Lokasinya tepat di seberang stasiun Lenteng Agung. Elang melihat sebuah mobil berwarna merah. yang dikerumuni orang. Mereka nampak memagari mobil itu, sambil mencaci maki pengemudi di dalamnya. Dan dari balik kaca jendela terlihat, pengemudi mobil itu ternyata adalah seorang wanita cantik. Elang juga melihat seorang anak muda berseragam SMA, yang tergeletak tak jauh dari mobil itu. Anak muda itu juga sedang di kerumuni orang-orang. Maka Elang menyimpulkan telah terjadi kecelakaan dengan anak muda itu sebagai korban. Dan wanita cantik pengemudi mobil merah itu yang menabraknya. Elang lalu mengamati anak muda itu, tak ada yang serius atau parah sekali pada kondisinya. Di bagian kaki yang celananya sobek, tampak memar-memar dan berdarah.
"Ohh.. Maaf ya Mas, saya kaget tadi," ucap cewek si Rendi, merasa menyesal memarahi Elang.Elang masih mengurut-urut otot kaki Rendi yang bergeser, agar tidak terjadi pembengkakan dan memar di sekitarnya. “Sudah selesai. Sekarang tinggal mengobati luka-lukamu saja Dek. Sebaiknya kita ke klinik saja ya, biar tidak terlalu mengantri,” ucap Elang mengajukan pendapatnya. “Iya benar Mas, sebaiknya kita ke klinik saja. Kaki saya sudah normal kok dan tidak sakit lagi,” ucap Rendi. “Baiklah kita cari klinik terdekat ya,” ucap Frisca, seraya menghidupkan goggle mapnya. Frisca lalu mengklik ‘search’, untuk mencari klinik terdekat. "Wah, ada nih..!" seru Frisca. Mobil pun berjalan kembali menuju ke klinik terdekat, yang memang berada di dekat lokasi mereka saat itu. Elang memangku kembali ransel eigernya, saat dia kembali duduk di samping pengemudi cantik itu. Tak lama kemudian, mereka pun sampai di klinik terdekat di daerah Kebagusan. Elang membantu memapah Rendi masuk ke dalam klinik,
Slaph..! Sosok Elang pun kembali lenyap dari hadapan Wahyu. Membawa serta rasa kagum dan terimakasih di hati pak Wahyu. *** Dessy membelokkan mobilnya masuk ke pelataran parkir di Hotel Aston. Dia berniat kembali bertemu dengan Aldy, yang memang sejak dua malam ini menyewa sebuah kamar suite di hotel itu. Dessy hanya bisa menemani Aldy di kamar itu hingga jam 9 malam. Karena tentunya dia tak mau immagenya rusak, dan dicurigai oleh papanya telah berhubungan terlalu jauh dengan Aldi. Usai memarkir mobilnya, Dessy bergegas memasuki hotel dan menuju koridor lift berada. Dan benar saja, Aldi telah menunggunya di depan lift. Mereka segera naik ke dalam lift, dan memencet tombol lantai 3. Seolah tak sabar, Aldi meremas gemas bokong padat Dessy di dalam lift, yang kebetulan hanya terisi oleh mereka berdua. “Sabar dong Mas Aldi sayang,” desah Dessy manja. “Kamu cantik sekali pagi ini Dessy sayang,” ucap Aldi, dengan jakun turun naik.Klingg..! Mereka sudah sampai di lantai tiga. Ked
Taph..! Akhirnya Elang mendarat di balkon kamar hotel, yang disewa Wahyu. Dia langsung mengetuk pintu belakang kamar hotel, yang memakai sistem geser. Tokk, tok, tok..!Wahyu bersama istrinya dan Frisca sedang sarapan bersama di dalam kamar hotel, saat mereka mendengar ketukkan di pintu belakang kamar mereka. Wahyu langsung menoleh ke arah belakang, dia pun mendapati sosok Elang, yang telah duduk menunggu di ruang balkon. “Hai Elang. Masuklah kebetulan kami sedang sarapan,” sapa pak Wahyu, setelah membuka pintu balkon kamar hotelnya. “Terimakasih Pak Wahyu, kedatangan saya cuma mau mengantarkan dompet Pak Wahyu. Kebetulan saya ingat Pak Wahyu pasti membutuhkan dompet ini,” ucap Elang. “Wah..! Terimakasih sekali Elang, kebetulan memang kami sangat membutuhkan dana saat ini. Hampir saja istri saya menjual perhiasannya untuk biaya hidup sementara ini,” ucap pak Wahyu dengan muka berseri. “Kebetulan saja Elang ingat, saat sedang ngopi di posko tadi Pak,” ucap Elang tersenyum.“E
"Baik Elang akan mbak sampaikan pesanmu. Jaga dirimu baik-baik ya Elang." Klik.! Sejujurnya, Wulan merasa kehilangan sosok Elang yang baik hati dan sering membantunya, baik di panti maupun di tempat kerja. Bahkan ponsel yang di genggamnya kini adalah pemberian dari Elang. Saat ia dan Elang baru beberapa hari bekerja di Betamart dulu. Elang melihat seorang lelaki paruh baya, yang membawa sebuah nampan dari warkop seberang jalan. Dia pun segera keluar dari posko jaga, dan menyambut lelaki itu. Klang..! Elang membuka pintu gerbang, dan mempersilahkan pak Rahmat masuk. “Lho Pak Rustamnya kemana Mas?” tanya Rahmat. “Ohh, Pak Rustam sedang ke belakang Pak,” sahut Elang, sambil menerima nampan dari Rahmat, dan meletakkan isinya di meja posko. “Jadi berapa semuanya Pak..?” tanya Elang. “Semuanya jadi dua puluh ribu Mas."Elang mengeluarkan uang 20 ribu rupiah dari dompetnya, “Ini Pak. Makasih ya,” ucap Elang. “Sama-sama Mas,” ucap Rahmat, sambil langsung berbalik kembali menuju wa
"Hehehe..! Bagus Hendi, semoga hajatmu tercapai sempurna,” ucap Ki Pragola senang. “Aamiin Ki,” ucap Hendi. Sungguh lucu memang, mendengar Hendi mengaminkan sesuatu yang menyengsarakan bagi orang lain. Hehe. Hendi kemudian pamit dan beranjak pulang, dengan diantar sopirnya ke Mampang. *** “Baiklah Pak Wahyu. Sebaiknya saya kembali ke pos menemani Pak Rustam. Untuk berkoordinasi dengannya, tentang rencana besok. Silahkan Pak Wahyu dan keluarga rehat saja malam ini,” ucap Elang. “Baiklah Elang, sepertinya kau juga butuh istirahat. Sekali lagi kuucapkan banyak terimakasih, atas segala bantuanmu pada keluargaku, Elang,” ucap pak Wahyu, merasa terharu atas kebaikkan hati pemuda yang satu ini. Andai tak ada Elang, tentulah keluarganya telah celaka saat ini di dalam rumah. Oleh karenanya, dalam hatinya Wahyu berniat hendak memberikan hadiah yang pantas bagi Elang. Setelah semua kemelut ini berakhir. Slaphh..! Elang langsung melesat lenyap, dengan aji Pintas Buminya. Tinggallah kin
"Bapak, Ibu. Kebetulan Elang ada uang tunai. Biar pakai uang Elang saja dulu ya,” ucap Elang, sambil membuka ranselnya. Lalu dikeluarkannya seikat uang merah dari dalam amplop coklat. Di ambilnya uang merah sejumlah 35 lembar dari ikatan itu, “Ini Mbak, silahkan,” ucap Elang tersenyum, pada sang resepsionis hotel tersebut. Setelah menghitung uang yang diterimanya dari Elang. “Baik Mas, silahkan,” ucap sang resepsionis ramah, sambil menyerahkan kunci kamar dan uang kembaliannya pada Elang. Seorang roomboy langsung mendekat dan memandu mereka, menuju kamar yang disewa. “Terimakasih ya Elang. Nanti uangnya akan kami gantikan ya,” ucap bu Ratna, dengan wajah agak jengah. “Elang. Terimakasih ya,” ucap pak Wahyu rikuh. Dia masih menyesali keteledorannya sendiri, yang lupa menaruh dompet di celana yang salah. “Terima kasih Mas Elang,” ucap Frisca. Ya, diam-diam Frisca memang sudah mengagumi sosok pemuda Elang. Sejak Elang membantunya melewati kerumunan saat kecelakaan. Dan Frisca b
"Tak apa Frisca. Ayah malah senang ada yang menemani Pak Rustam berjaga di pos,” sahut pak Wahyu tersenyum. “Maaf Pak, kalau boleh saya bertanya. Apakah Bapak mempunyai musuh di sekitar Bapak..?” tanya Elang. “Hei..! Apakah kau mengetahui sesuatu Elang..?” tanya pak Wahyu, dengan wajah berubah menjadi penasaran dengan maksud pertanyaan Elang. “Suara keras itu sungguh tak wajar Pak. Sepertinya ada seseorang yang mengirim sesuatu, pada rumah dan keluarga Bapak,” sahut Elang, terpaksa dia langsung bertanya pada Wahyu. Karena sesuatu yang dikirimkan orang pada keluarga Frisca ini sangat ganas dampaknya, jika sampai terlambat di tangani. Dan Elang mengenal itu adalah ajian Jala Neraka. 'Hmm. Kiriman dukun yang cukup mumpuni', bathin Elang.“Sebutkan nama yang mengirimkan sesuatu itu pada saya Elang. Jika kamu memang mengetahui sesuatu. Menurutmu apakah maksud dari suara keras tadi Elang..?!” Wahyu belum berani menduga, siapa pihak yang berniat jahat pada keluarganya. Walau selintas
"Hmm. Frisca, kamu tahu hubungan ayah dengan ayah Aldi sangat dekat. Dan melalui ayahnya Aldi itu, ayah selalu mendapatkan proyek-proyek besar selama ini, untuk kehidupan. Dan baru kali ini ayah mendapat ‘teguran keras’ dari ayahnya Aldi, Frisca. Pak Bernard bilang, kau telah mempermalukan putranya di depan publik, benarkah demikian Frisca..?!” tanya sang ayah, dengan nada meninggi meminta penjelasan dari Frisca. “Di..a dia berselingkuh dengan wanita lain di restoran Ayah,” jawab terbata Frisca, dengan wajah memerah marah dan mata berkaca-kaca. Benak Frisca jadi kembali teringat bayangan Aldi, yang disandari mesra oleh wanita lain. “Hmm. Rupanya itu penyebab kamu marah dan menamparnya Frisca,” wajah sang ayah pun menjadi bertambah kelam. Ya, Wahyu seketika berada dalam dilema. Jika masalahnya adalah kesalah pahaman atau Frisca yang sedang khilap. Mungkin solusinya cukup dengan menyuruh Frisca meminta maaf pada Aldi dan ayahnya, dan masalah pun selesai. Namun ternyata yang men
"Ohh.. Maaf ya Mas, saya kaget tadi," ucap cewek si Rendi, merasa menyesal memarahi Elang.Elang masih mengurut-urut otot kaki Rendi yang bergeser, agar tidak terjadi pembengkakan dan memar di sekitarnya. “Sudah selesai. Sekarang tinggal mengobati luka-lukamu saja Dek. Sebaiknya kita ke klinik saja ya, biar tidak terlalu mengantri,” ucap Elang mengajukan pendapatnya. “Iya benar Mas, sebaiknya kita ke klinik saja. Kaki saya sudah normal kok dan tidak sakit lagi,” ucap Rendi. “Baiklah kita cari klinik terdekat ya,” ucap Frisca, seraya menghidupkan goggle mapnya. Frisca lalu mengklik ‘search’, untuk mencari klinik terdekat. "Wah, ada nih..!" seru Frisca. Mobil pun berjalan kembali menuju ke klinik terdekat, yang memang berada di dekat lokasi mereka saat itu. Elang memangku kembali ransel eigernya, saat dia kembali duduk di samping pengemudi cantik itu. Tak lama kemudian, mereka pun sampai di klinik terdekat di daerah Kebagusan. Elang membantu memapah Rendi masuk ke dalam klinik,
Sementara orang-orang di sekitar yang melihat kejadian itu pun mulai berkerumun. Mereka sengaja menghalangi mobil Frisca. Agar Frisca tak bisa melarikan diri. Elang baru tiba di tempat itu, saat ia melihat kerumunan orang-orang di pinggir jalan. Lokasinya tepat di seberang stasiun Lenteng Agung. Elang melihat sebuah mobil berwarna merah. yang dikerumuni orang. Mereka nampak memagari mobil itu, sambil mencaci maki pengemudi di dalamnya. Dan dari balik kaca jendela terlihat, pengemudi mobil itu ternyata adalah seorang wanita cantik. Elang juga melihat seorang anak muda berseragam SMA, yang tergeletak tak jauh dari mobil itu. Anak muda itu juga sedang di kerumuni orang-orang. Maka Elang menyimpulkan telah terjadi kecelakaan dengan anak muda itu sebagai korban. Dan wanita cantik pengemudi mobil merah itu yang menabraknya. Elang lalu mengamati anak muda itu, tak ada yang serius atau parah sekali pada kondisinya. Di bagian kaki yang celananya sobek, tampak memar-memar dan berdarah.