"Tuan."Diaken itu tiba-tiba berdiri, lalu membungkuk kepada Arjuna."Astaga! Apa yang terjadi? Diaken sampai berdiri!""Aku datang ke Kuil Konfusius ini selama sepuluh tahun berturut-turut dan tidak pernah melihat diaken berdiri.""Dia bahkan membungkuk kepada orang itu. Jangan-jangan itu ramalan terbaik sepanjang masa?""Mungkin.""Siapa dia? Dari desa mana dia?"Ketika orang-orang sedang berdiskusi, diaken itu angkat bicara. "Kartu ramalan ini ....""Hei, diamlah, diaken sudah bersuara."Ruang ramalan yang semula riuh, tiba-tiba menjadi sunyi. Semua orang menahan napas untuk mendengarkan dengan saksama.Diaken mengembalikan kartu tersebut kepada Arjuna. "Maaf, aku tidak bisa menafsirkan kartu ramalan ini.""...""!!!""???"Semua orang yang ada di aula ramalan saling memandang dengan bingung. Mereka takut telinga mereka yang bermasalah."Apakah kamu mendengarnya? Diaken bilang dia tidak bisa menafsirkannya.""Aku juga mendengarnya."Selama bertahun-tahun, orang-orang hanya pernah me
"Siapa dia?"Perhatian orang-orang kembali ke Arjuna."Dia hanya orang biasa, tidak ada yang spesial.""Aku mengenalnya. Dia adalah Arjuna dari Desa Embun.""Oh, ternyata dia!"Banyak orang memasang ekspresi "aku mengerti".Tentu saja, banyak juga orang yang masih belum mengerti. Mereka bertanya kepada orang yang mengenal Arjuna. "Siapa Arjuna ini? Dia tampaknya cukup terkenal.""Memang terkenal ...."Orang-orang mulai berlomba-lomba membicarakan kejadian Arjuna di sekolah."Haha, syair macam apa itu!""Hahaha!"Terdengar suara gelak tawa di aula peramal."Kita benar-benar salah paham dengan diaken. Bagaimana kartu ramalan orang ini bisa ditafsirkan?""Benar sekali. Kalau diaken mengatakan bahwa kartunya adalah ramalan sangat baik, tetapi nanti dia tidak lulus, diaken akan dibilang membohonginya. Kalau diaken bilang kartunya adalah ramalan sangat buruk, itu akan membuatnya terpuruk.""Diaken benar-benar susah payah. Dia adalah diaken yang baik."Suasana di aula peramal terasa damai, pa
Ketika langit baru terang, Kabupaten Damai sudah ramai.Hari ini adalah hari dimulainya ujian musim semi tahunan.Masih ada waktu sebelum ujian dimulai. Restoran Kebon Sirih dekat dengan tempat ujian, jadi tidak perlu terburu-buru ke lokasi ujian.Arjuna duduk di bangku santai dekat jendela sambil minum teh. Begitu minum setengah, Arjuna akhirnya tidak tahan. Dia meletakan cangkir teh."Hanya tiga batang kuas, sebuah tempat tinta dan sekotak tinta. Kenapa kamu menghitungnya berulang kali? Apakah barangnya bertambah setiap kali kamu berhitung?"Jika Arjuna ingat dengan benar, ini adalah keenam kalinya Disa menghitung barang yang ada di dalam keranjang bambu.Saat Arjuna sedang menanyainya, Disa menuang keluar barang-barang di dalam keranjang bambu, kemudian menghitungnya lagi. Dia juga bergumam, "Dik Daisha sudah berpesan. Katanya, ingatanku buruk dan suka ketinggalan sesuatu. Jadi, aku harus hitung beberapa kali agar tidak ada terlewat."Setelah Disa memasukkan barang ke keranjang bamb
Hanya ada setengah batang dupa waktu tersisa sebelum memasuki ruang ujian.Bagian luar ruang ujian sudah dipenuhi siswa yang datang untuk mengikuti ujian.Ini adalah ujian yang menyangkut nasib kehidupan seseorang. Ada yang gugup, ada yang cemas, ada yang penuh percaya diri.Sebagian orang masih memegang buku untuk belajar, sebagian lainnya mengatupkan tangan sambil bergumam, "Semoga Nabi Konfusius memberkatiku, semoga Tuhan memberkatiku."Makin dekat dengan waktu masuk ruang ujian, makin Arjuna menyadari bahwa Disa yang ada di sampingnya gemetar.Saat pertama kali melihat harimau di Gunung Harimau, dia tidak gemetar sedikit pun."Rileks, rileks!" Arjuna mencubit kedua bahu Disa dengan tangannya."Tuan, aku tidak bisa mengendalikan tubuhku. Tubuhku gemetar sendiri." Disa mengepalkan tangannya erat-erat, mencoba menenangkan diri.Namun makin dia mencoba menenangkan diri, makin sulit jadinya."Kamu ini gugup. Jangan gugup. Aku yang masuk ruang ujian, bukan kamu.""Aku juga tahu, tapi aku
Setiap hari ujian, pengawas akan mengabsen. Sedangkan untuk peserta ujian, mereka hanya dapat menggunakan keranjang bambu untuk membawa alat tulis mereka.Karena keranjang bambu paling kecil kemungkinannya untuk menyembunyikan contekan.Selain alat tulis, keranjang bambu juga berisi resume, kesepakatan bersama dan jaminan.Resume: nama peserta, usia, tempat asal dan lain-lain.Kesepakatan bersama: peserta meminta lima orang yang mengikuti ujian bersama untuk menulis kesepakatan yang melibatkan lima orang. Jadi per lima orang duduk bersama. Aturan ini dibuat untuk mencegah kecurangan. Jika satu orang berani berbuat curang, empat orang lainnya akan menanggung akibatnya juga.Jaminan: surat keterangan yang ditandatangani oleh penjamin. Penjamin biasanya ada dua orang, yaitu kepala desa dan guru di sekolah.Tahun ini, siswa dari seluruh daerah mengikuti ujian sehingga jumlah siswa cukup banyak. Karena itu, mereka harus dibagi menjadi beberapa baris terlebih dahulu, sepuluh orang per baris.
Ujian daerah berlangsung selama enam jam sehari. Selama ujian berlangsung, para peserta tidak diperbolehkan meninggalkan ruang ujian. Jika mereka perlu pergi ke kamar kecil atau semacamnya, mereka tinggal mengangkat tangan, petugas pengawas akan menemani mereka pergi.Dalam waktu kurang dari satu jam, Arjuna telah mengisi lebih dari setengah soal.Kalau saja dia tidak kikuk dalam menggunakan kuas, dia akan menyelesaikannya dalam waktu kurang dari satu jam.Ujiannya benar-benar tidak ada kesulitan sama sekali. Seiring Arjuna menulis, dia merasa kelopak matanya terasa berat. Dia ingin menahan kantuk, tetapi tidak bisa.Ujian dimulai hari ini. Disa sangat gugup tadi malam sehingga dia berguling-guling di lantai, mengganggu tidur Arjuna.Lupakan.Arjuna meletakkan kuas di atas meja, kemudian menutupi dirinya dengan selimut.Karena dia tak bisa menahannya, dia akan tidur dulu.Ketika Arjuna bangun, dia mendapati masih ada dua jam sebelum ujian berakhir.Arjuna mengedarkan pandangannya ke se
Arjuna yang sedang terpesona dengan Disa pun terkejut sesaat."Plak!" Muka Arjuna dipenuhi serpihan rumput.Benda yang mengenai wajahnya adalah sekantung potongan rumput."Tuan!"Disa buru-buru menyingkirkan serpihan rumput di wajah Arjuna. Makin dia menyingkirkannya, makin Disa marah. Dia berbalik, lalu memelototi orang yang melempari Arjuna dengan rumput. "Apa yang kalian lakukan? Tuanku hanya berjalan, apakah dia melakukan kesalahan terhadap kalian?""Dasar tidak berpendidikan! Seorang wanita tidak boleh berbicara di depan pria bila tak disuruh!"Damar-lah yang memarahi Disa, dia juga yang melempar kantong rumput ke wajah Arjuna.Dia membawa sekelompok siswa dari sekolah di Desa Embun berdiri di aula penginapan untuk menunggu Arjuna."Kalian yang melempari tuanku dengan barang dulu!""Kalau kamu bicara lagi, jangan salahkan kami bersikap kasar.""Memangnya aku takut pada kalian?"Wajah Disa memerah karena marah, dia mengulurkan tangan untuk meraih anak panah."Disa, mundur."Arjuna
"Disa, ayo kita naik."Tahu bahwa Disa sedang kesal, Arjuna pun menarik tangan Disa, lalu berjalan menuju lantai atas."Hei, Arjuna, herbalnya!"Shaka mengejar mereka sambil membawa kantong berisi obat itu. Disa mengambilnya, kemudian melemparkannya pada Shaka."Minum sendiri kalau mau!"Usai berbicara, Disa langsung menutup pintu.Pintu hampir mengenai hidung Shaka yang berdiri di depan pintu."Anak ini benar-benar tak tertolong! Anak ini benar-benar tak tertolong!“Setelah diabaikan, Shaka berdiri di luar pintu sambil mengoceh di depan pintu dengan marah.Arjuna dan Disa terus mengabaikannya. Setelah lelah mengoceh, Shaka baru pergi.Pada hari ketiga ujian, Arjuna tetap tidur.Apa daya, waktunya terlalu panjang dan membosankan. Sulit untuk tidak mengantuk.Damar mengamuk. Dia berteriak bahwa dia akan melaporkan Arjuna."Kak Damar!" Seseorang menahannya. "Toh, ini sudah hari terakhir, untuk apa kamu repot-repot melaporkan orang bodoh itu? Setelah nilai ujian diumumkan, Arjuna akan die
"Arjuna, jangan salah paham. Meskipun aku tidak punya anak laki-laki, aku punya delapan belas anak perempuan. Aku pria normal. Kalau kamu tidak percaya padaku ...."Danis mengangkat tangannya, kemudian bersumpah atas nama putri-putrinya. "Kalau aku berbohong, tidak seorang pun putriku dapat menikah. Putri yang sudah menikah tidak akan melahirkan anak laki-laki."Pada saat ini, Arjuna merasa kasihan pada putri-putri Danis. Mana ada ayah seperti itu?"Kalau begitu kamu tidak masalah, kenapa kamu tiba-tiba melamun?""Apakah aku melamun? Arjuna, bukankah kamu seorang pelajar? Bagaimana kamu bisa tahu banyak tentang militer? Rasanya seperti kamu telah berperang sepanjang waktu."Danis tidak hanya tidak menjawab pertanyaan Arjuna, dia juga mengalihkan topik pembicaraan, mempertanyakan identitas Arjuna.Arjuna menatap Danis dengan tenang.Dasar pria tua licik.Tidak masalah, ini bukan pertama kalinya dia bertemu dengan pria tua yang licik."Bukankah kamu bilang aku seorang pelajar? Aku membac
"Tidak boleh."Arjuna menolak tanpa memikirkannya.Membuat granat buatan bukanlah tugas yang sulit bagi manusia modern seperti dia, tetapi bukan tugas yang mudah bagi orang-orang kuno yang tidak memahami prinsip-prinsip ledakan dan proporsi pecahan.Adapun Magano dan yang lainnya, mereka tidak akan bisa membuatnya tanpa Arjuna yang menimbang bahan mentah di samping mereka.Mengajar orang kuno tidaklah mudah, itu hanya salah satu alasannya.Untuk alasan lain, Arjuna tidak mengenal Danis. Jika Danis adalah pria yang memiliki ambisi jahat, maka Arjuna akan menjadi pendosa abadi di Dinasti Bratajaya.Seandainya Danis adalah pejabat baik yang setia kepada Dinasti Bratajaya ....Bagaimana dengan orang-orang di sekitarnya?Dia sudah begitu tua, Pasukan Serigala akan diserahkan kepada orang lain cepat atau lambat."Arjuna." Danis masih mengemis."Tidak, aku bilang tidak boleh, maka tidak boleh. Kalau kamu mengoceh lagi, keretanya untukmu saja, aku akan turun."Sambil berbicara, Arjuna mengulur
"Kamu jalan kaki. Siapa yang menyuruhmu naik kereta?"Sekalipun keretanya cukup besar, Danis tidak akan membiarkan Andi naik kereta."Aku ... jalan kaki?"Seorang bupati tingkat lima memberikan keretanya kepada seorang pelajar, kemudian dia jalan kaki.Ini adalah pertama kalinya hal seperti ini terjadi dalam ratusan tahun sejak berdirinya Dinasti Bratajaya.Mata Danis menjadi gelap, menatap lurus ke arah Andi, "Apa? Dengan kondisimu saat ini, kamu bahkan tidak bisa berjalan? Kalau memang begitu, aku akan menyampaikannya kepada Yang Mulia agar kamu bisa pensiun lebih awal.""Marsekal, aku masih kuat. Bisa jalan, bisa jalan!"Andi tidak berani lagi mengatakan omong kosong. Dia berbalik, lalu berkata kepada pengawal yang ada di sampingnya. "Cepat suruh kusir untuk menarik kereta keluar dari tempat tersembunyi, lalu tunggu di sana."Sesampainya di depan kereta, Danis melihat sekilas bangku lipat di samping kereta, kemudian menendangnya lagi. "Benda ini terlihat tidak kuat sama sekali. Kamu
"Aku tidak butuh dia menggendongku, aku bisa jalan sendiri," lanjut Arjuna. Dia sedikit tidak senang. Dia merasa itu merepotkan, berjalan sendiri lebih cepat."Tidak, kamu harus digendong. Kamu terluka parah sekarang. Kalau kau berjalan dan menggoyangkan tanganmu, tanganmu yang terluka akan bengkok di kemudian hari."Danis usai berbicara, lalu menoleh untuk bertanya kepada tabib yang merawat Arjuna. "Benar, bukan?""Oh ... benar, benar. Sekarang kamu tidak boleh berjalan sendiri."Sang tabib mengangkat tangannya untuk menyeka keringat di dahinya.Ini adalah pertama kalinya dia berbohong selama bertahun-tahun menjadi tabib.Tatapan Marsekal tampak membunuh, bagaimana mungkin dia berani mengatakan kebenaran?"Tuan, dengarkanlah tabib," ucap Disa dengan cemas.Mungkin itu yang dikatakan budak cinta.Disa, yang mengkhawatirkan Arjuna, menjadi tak bisa berpikir karena melihatnya terluka."Nah!" Danis tiba-tiba meninggikan suaranya. "Kamu dengar, 'kan? Bukan hanya tabib, istrimu juga berpiki
"Plak!"Segenggam tanah dilemparkan dengan keras ke wajah Firhan. Tanahnya terasa panas karena terbakar api."Oh!"Firhan menjerit kesakitan, kemudian memegang wajahnya sambil mengumpat, "Siapa? Siapa yang melempar tanah ke wajahku? Keluar lalu berlutut di hadapanku untuk minta ampun, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk mengampuni nyawamu.""Aku."Terdengar suara yang datar, lembut dan nyaring."Kamu ... bukankah kamu ...."Ketika Firhan melihat dengan jelas orang yang berbicara, kakinya menjadi lemas, dia pun berlutut."Marsekal Agung, a ... aku ...."Wajah Firhan pucat. Dia berbicara dengan gemetar, tidak dapat menyelesaikan kalimatnya."Aku pantas mati, aku pantas mati!"Melihat ekspresi Danis yang makin muram, Firhan terus menampar wajahnya sendiri."Cukup!" Danis penuh dengan ketidaksabaran, "Berhentilah berpura-pura, lalu kemari!""Baik, baik!" Firhan melompat ke dalam terowongan lalu berkata, "Marsekal, apa yang bisa aku lakukan?""Jongkok, gendong Arjuna turun gunung!"Begi
Dari tiga ratusan bandit di Kampung Seruni, beberapa orang terbunuh, beberapa orang terluka, sisa sedikit yang masih hidup."Arjuna!" Magano berteriak, "Aku akan membawa gadis-gadis itu ke atas, meledakkan mereka semua dengan granat kendi anggur."Granat sederhana bisa dibuat dengan cara memasukkan pasir, bubuk mesiu, petasan setebal ibu jari dan fosfor kuning ke dalam toples anggur yang hanya dapat menampung dua tael anggur secara proporsional. Kemudian membuat sumbu untuk menggesekkan fosfor kuning.Sebelum mengalami transmigrasi zaman, Arjuna pernah mempraktikkannya.Bubuk mesiu, petasan, serta barang-barang berbahaya lainnya juga dikendalikan oleh pemerintah di Dinasti Bratajaya.Toko petasan hanya boleh dibuka oleh pejabat pemerintah.Inilah sebabnya Arjuna meminta bantuan Eshan.Tanpa Eshan, dia tidak mampu membuat granat buatan sendiri."Tidak perlu, kembalilah."Arjuna buru-buru memanggil Magano untuk menghentikan mereka. Dalam pertarungan tatap muka, mereka bukanlah tandingan
Melihat makin banyak tembok markas bandit yang runtuh dan makin banyak bandit yang jatuh, gadis-gadis itu menjadi makin bersemangat.Beberapa orang bahkan melempar sambil berdiri."Jangan berdiri, cepat telungkup kembali!"Arjuna memperingatkan dengan mendesak, tetapi sudah terlambat.Delapan anak panah ditembak dari atas benteng gunung. Kedelapan anak panah itu sangat akurat. Setiap anak panah memanah seorang gadis.Tiga di antara mereka tewas. Meskipun nyawa yang lainnya tidak dalam bahaya, mereka tidak dapat lagi bertarung.Bahkan Arjuna yang mengangkat tangannya untuk mengingatkan para gadis pun terkena anak panah."Tuan!"Disa bergegas menuju Arjuna."Tuan Arjuna!""Arjuna!"Gadis-gadis itu, Magano dan yang lainnya menoleh, kemudian berlari ke arah Arjuna."Jangan kemari! Aku baik-baik saja, lanjut ngebom!" Untuk meyakinkan mereka, Arjuna duduk tegak saat memberi perintah.Mereka berada di posisi yang kurang menguntungkan, jadi mereka harus membunuh para bandit di Kampung Seruni s
Begitu Danis mengangkat kepalanya, dia mendengar perintah kedua dari Arjuna.Gadis-gadis itu mendengar instruksi, lalu segera bangun.Danis melihat sekilas.Jumlah orang di dalam terowongan masih sama seperti sebelumnya. Ledakan itu sangat dahsyat, jaraknya tidak jauh, tetapi tidak ada satu pun prajurit Arjuna yang terluka.Di sisi lain, markas bandit sudah dipenuhi mayat dan menjadi sungai darah.Beberapa orang bahkan hancur berkeping-keping.Para prajurit belum pernah melihat pemandangan setragis itu, beberapa orang bahkan sampai muntah.Ini ....Danis terkejut lagi.Dia tidak mengerti mengapa Arjuna meminta gadis-gadis itu menggali terowongan. Ternyata itu adalah terowongan penyelamat nyawa.Karena mereka menggali lubang untuk menyelamatkan nyawa, kendi anggur yang meledak hebat tadi pasti dilemparkan oleh gadis-gadis itu.Arjuna ini sungguh hebat.Di dalam Kampung Seruni."Ah!""Mengerikan sekali! Mengerikan sekali!""Ibu, Ibu!"Terdengar jeritan, tangisan, bahkan panggilan-panggil
"Gadis-gadis, berhenti menggali!" teriak Arjuna.Jaraknya masih kurang sedikit, tetapi dengan kekuatan lengan gadis-gadis itu, tidak masalah.Sejak memasuki terowongan, Arjuna terus mengawasi pergerakan di Kampung Seruni.Ketika suara tawa dari atas berhenti, dia tahu bahwa yang keluar pasti Sang Ahli Strategi Berwajah Anggun.Dia muncul berarti Kampung Seruni akan menyerang mereka.Sekarang arah angin telah berubah, sangat tidak menguntungkan mereka. Terowongan ini dapat menahan lemparan batu dan anak panah, tetapi tidak dapat menahan api."Saudara-saudara, cepat lengkapi gadis-gadis itu dengan senjata!""Siap!"Dipimpin oleh Magano dan Ravin, belasan pemuda dengan cepat memindahkan semua kotak kayu ke bawah kaki gadis-gadis itu."Gadis-gadis, siap-siap untuk menyerang!""Plak!""Plak, plak!"Gadis-gadis itu membuka kotak kayu yang ada di bawah kaki mereka.Para prajurit yang berdiri di samping menjulurkan leher, sangat penasaran dengan senjata misterius yang ada di dalam kotak-kotak