"Kamu juga menyuruhnya mendorong kereta itu ke dalam parit."Pria tua itu terkejut lagi, pikirannya menjadi makin yakin.Dia tidak boleh melewatkan pemuda ini."Kamu memang bukan orang biasa.""Apa?" Bulan lebih terkejut lagi. "Kalian sengaja mendorong keretanya ke dalam parit?"Pria tua itu tersenyum malu. "Kami memang sengaja.""Kenapa begitu? Omong-omong, kenapa kalian mengikuti kami?" Bulan tampak bingung."Ka ... kami ...." Pria tua itu agak gagap.Pelayan yang berdiri di samping lelaki tua itu merasa telinganya bermasalah.Kalau tidak, mengapa dia mendengar tuannya gagap?Bisa-bisanya tuannya gagap, padahal tuannya adalah ...."Kami tersesat."Lelaki tua itu masih gagap sehingga pelayannya tidak dapat menahan diri untuk tidak menjawab dulu."Ya, ya!" Lelaki tua itu mengangguk berulang kali. "Kami tersesat, jadi kami mengikutimu sepanjang jalan. Melihat kalian akan masuk ke dalam desa, aku pun berpikir untuk mendorong keretaku ke parit. Setelah kamu membantu, aku akan memberimu ha
"Kamu bisa bicara atau tidak?" Sang pria tua menendang pelayannya.Pelayan itu menyentuh pantatnya yang sakit sambil bergumam, "Memang benar, apakah aku salah bicara?""Harus diikuti seketat ini. Kalau dia hilang, ke mana aku harus mencarinya?"Pria tua itu mengabaikan pelayannya. Dia mengangkat tirai kereta, melihat Arjuna yang berjalan ke dalam Kediaman Kosasih...."Tuan, Nyonya, Tuan Muda."Begitu Arjuna dan Bulan melangkah ke dalam Kediaman Kosasih, pelayan Keluarga Kosasih berlari ke aula utama untuk melapor."Nyonya Muda kembali!""Dia sudah kembali?" Kurnia yang sedang makan kacang mendongak. "Dia mencuri barang di rumah dan masih berani kembali?""Baguslah dia kembali, kita tidak perlu repot-repot mengantar surat cerai kepadanya." Ucapan Neha sama jahatnya dengan ekspresinya."Apakah dia kembali sendirian?" Nada bicara Susanto, kepala Keluarga Kosasih, relatif tenang."Ada seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun kembali bersamanya.""Shaka?"Susanto, si rubah tua, mulai
Awalnya, Salma merasa sedikit kecewa ketika dia mendengar pelayan mengatakan bahwa seorang pemuda menemani Bulan kembali.Karena Salma mengira itu Shaka. Salma sangat licik, dia tahu bahwa Susanto sangat memandang penting Shaka dan akan menghargai Shaka.Melihat orang yang datang adalah Arjuna, bukan Shaka, Salma sangat senang.Bulan, Bulan, kamu benar-benar bodoh. Kamu pikir dengan membawa seorang pecundang kembali, dia bisa mendukungmu? Lucu sekali.'"Kakak, kenapa kamu masih berdiri di sana? Kalau kamu tidak pergi sekarang, pakaian hari ini tidak bisa kering."Selir yang bersikap kurang ajar terhadap istri sah merupakan suatu pemberontakan besar.Namun, Neha malah pura-pura tidak melihatnya. Dia harus mempertahankan citra dasar sebagai ibu mertua, lebih baik biarkan orang lain yang melakukan hal jahat."Apakah kamu tuli, tidak mendengar? Cepat pergi cuci ....""Persetan denganmu!"Arjuna dengan cepat melangkah maju, mengambil cangkir teh yang ada di samping Kurnia, kemudian menghant
Di dalam aula Kediaman Kosasih."Aduh, aduh!"Para pengawal Keluarga Kosasih ada yang tergeletak, berjongkok, membungkuk atau merangkak di lantai, merintih kesakitan.Para pengawal yang tumbang itu memiliki memar di wajah mereka, sedangkan penampilan sama seperti saat dia baru masuk ke Kediaman Kosasih. Rambutnya masih rapi, napas juga stabil.Arjuna menatap para pengawal dengan dingin. "Masih ada yang mau maju?"Para pengawal itu menutupi wajah mereka dan menundukkan kepala. Mereka takut menarik perhatian Arjuna. Beberapa bahkan mulai merangkak keluar."Apa yang kalian lakukan? Apakah Keluarga Kosasih membayar mahal kalian untuk kepengecutan kalian? Cepat berdiri dan hajar dia!"Kurnia menyentuh kepalanya yang dihantam Arjuna sembari berteriak kepada para pengawal.Akan tetapi, makin dia berteriak, makin cepat pula para pengawal merangkak pergi.Susanto yang berada di luar aula juga berusaha menghentikan mereka, tetapi tidak berhasil. Mereka benar-benar takut dipukuli.Setiap gerakan
Ayah mertua, ibu mertua dan suaminya terus meminta maaf, tetapi Bulan tidak mengatakan apa-apa.Selama ini, dia sudah cukup memahami karakter mereka.Tidak ada seorang pun dari Keluarga Kosasih, dari muda hingga tua, yang dapat dipercaya.Sebagai pria tua yang licik, Susanto tentu bisa menebak kekhawatiran Bulan."Bulan, aku akan meminta Kurnia menulis surat jaminan untukmu. Bukan hanya Kurnia, aku dan ibu mertuamu juga akan menulisnya. Kami berjanji bahwa Keluarga Kosasih akan memperlakukanmu dan keluargamu seperti keluarga sendiri.""Tuan!""Ayah!"Neha dan Kurnia menatap Susanto secara bersamaan. Mereka tidak setuju dengan usulan Susanto.Memperlakukan Bulan seorang dengan baik sudah cukup, untuk apa membawa-bawa keluarganya?Terutama Arjuna yang ada di depan mereka ini.Dia miskin dan malas, pecundang total. Kelak dia pasti akan bergantung pada keluarganya.Susanto lanjut berbicara seolah dia tidak mendengar protes dari istri dan anaknya. Kali ini dia berbicara kepada Arjuna. "Sura
"Cepat! Kalau tidak, tidak keburu lagi."Melihat Arjuna tampak acuh tak acuh, Bulan pun cemas."Lari? Haha!"Kurnia tertawa terbahak-bahak. "Apakah menurutmu dia masih bisa lari?""Bawa beberapa teko kemari!"Dia akan memukul Arjuna dengan cara yang sama seperti Arjuna memukulnya tadi. Bahkan menggandakannya.Dia akan menyiksa Arjuna sedikit demi sedikit. Tidak akan membiarkannya mati begitu saja."Tante, jangan takut."Melihat Bulan begitu panik, Arjuna pun menghiburnya."Tante tidak takut, tapi Tante tidak ingin melibatkanmu. Mereka pasti sudah memanggil sekretaris daerah kemari. Sekretaris daerah adalah saudaranya Kurnia. Tadi kamu memukulnya ...."Pada saat ini, Bulan membenci dirinya sendiri. Jika kemarin dia tidak ragu-ragu, melainkan melompat ke jurang dengan cepat, masalah hari ini tidak akan terjadi."Sekretaris daerah?""Ya, dia adalah pamanku."Orang yang menjawab pertanyaan Arjuna adalah Kurnia. Wajahnya berlumuran darah, dia tampak sangat ganas. "Berlututlah dan mohon pada
"Tahukah kamu apa yang sedang kamu bicarakan?"Seorang polisi berwajah garang menghardik si pelayan. "Dia adalah Yang Mulia Sekretaris Daerah. Berani-beraninya kamu menyuruh Yang Mulia memberi kudamu jalan?""Oh?!" Pelayan itu tampak terkejut. Dia menatap sekretaris daerah. "Kamu adalah sekretaris daerah Kabupaten Damai?"Setelah itu, si pelayan menoleh untuk berkata kepada lelaki tua di dalam kereta. "Tuan, dia adalah sekretaris daerah Kabupaten Damai.""Lancang!"Polisi itu menghardik lagi. "Kamu sudah tahu, maka cepat singkirkan kereta kudamu, kemudian turun untuk bersujud kepada Yang Mulia!""Tuan, maukah kita bersujud?""Hah?" Tirai kereta terangkat dari dalam, seorang lelaki tua yang lebih tua dari si pelayan pun muncul di depan para petugas pengadilan dan polisi.Orang tua itu menunjuk telinganya. "Apa yang kamu katakan? Aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Katakan sekali lagi.""Mereka bilang." Sang pelayan menunjuk sekretaris daerah yang menunggang kuda. "Dia adalah sekre
Sekretaris daerah mendatangi lelaki tua itu. Posisinya membungkuk, dia juga tak berani mengangkat kepalanya. "Ada apa, Tuan?""Lebih dekat."Entah apa yang pria tua itu katakan kepada sekretaris daerah, wajah sekretaris daerah menjadi sangat pucat.Setelah lelaki tua itu selesai berbicara kepada sekretaris daerah, dia menoleh ke arah pelayannya. "Berikan lencanamu kepadanya.""Hah?"Pelayan itu secara naluriah melindungi lencana yang ada di pinggangnya. "Kenapa?""Berikan saja. Banyak sekali pertanyaanmu."Pelayan itu dengan berat hati menyerahkan lencananya kepada sekretaris daerah.Sekretaris daerah membungkuk, kemudian mengambil lencana perak dari pelayan itu dengan kedua tangannya.Begitu dia menerima lencana, Susanto keluar dari Kediaman Kosasih bersama anak buahnya.Begitu melihat Susanto, lelaki tua itu segera menatap sekretaris daerah dengan tajam. Dia memberi isyarat agar sekretaris daerah tidak mengatakan apa pun.Pelayan itu pun mengubah ekspresi seriusnya menjadi seorang ku
"Bayu, bukankah kamu mengatakan ada urusan yang harus kamu bicarakan dengan Arjuna? Kenapa kamu diam-diam membawa putrimu masuk?""Bayu, kamu keterlaluan. Kamu bilang kamu akan membantu Arjuna menghasilkan banyak uang. Karena itu, kami membiarkanmu datang.""Bayu ...."Saat orang-orang mengkritik Bayu, Arjuna menyadari bahwa Bayu telah berbohong ketika dia mengatakan orang lain melihat putrinya datang dengan pakaian seperti itu.Sungguh pengusaha yang licik."Arjuna, lihatlah betapa cantiknya putriku.""Arjuna, ini putriku. Dia ahli dalam musik, catur, kaligrafi, dan melukis. Lihatlah dia.""Arjuna, putriku bukan hanya pandai menyulam, tetapi juga pandai menulis puisi. Lihatlah dia juga."Bayu memulai, orang-orang itu pun tidak lagi menyembunyikan niat mereka. Mereka mendorong putri mereka ke depan Arjuna satu per satu.Gadis-gadis yang didorong ke depan Arjuna semuanya tersipu, merasa malu serta gelisah.Melihat pemandangan di depannya, Arjuna terkejut dan merasa sedikit sedih.Kasiha
"Nak Arjuna, kamu sudah mendengarnya, 'kan? Mereka memintaku untuk mengambil keputusan. Begini saja." Bayu tiba-tiba meninggikan suaranya."Lebih baik melakukannya hari ini daripada menunggu hari lain. Aku akan meminta pengurus rumah untuk menyerahkan akta tanah dan toko. Itu adalah mahar Sekar, Laras dan Sari. Kalian berempat menikah hari ini. Lakukan saja di depan istri pertamamu.""..."Bagus!Arjuna sangat mengagumi Bayu. Tak heran dia merintis usahanya dari nol dan bisa membuat usahanya menjadi yang terbesar kedua di Kabupaten Damai tanpa latar belakang apa pun.Bayu sangat pandai bernegosiasi. Dia santai pada waktu yang tepat, dapat memberi orang perasaan tertekan, serta memiliki pemahaman waktu yang sangat akurat.Kalau saja orang yang duduk di hadapan Bayu sekarang adalah orang lain, bukan Arjuna, dia pasti tidak akan bisa tenang sama sekali dan akan patuh saja menjadi menantu Bayu."Kenapa kalian bertiga masih berdiri di sana?" Bayu menarik putrinya. "Cepat panggil tuan kalian
Mereka mengenakan jepit rambut merah yang indah di rambut, riasan yang indah di wajah. Pakaian mereka semua terbuat dari satin sutra terbaik, sedikit mirip dengan kain kasa berkualitas tinggi di zaman modern.Berbalut satin sutra, tubuh gadis-gadis itu tampak makin anggun dan menawan.Mereka mengambil langkah kecil, berjalan perlahan menuju Arjuna."Arjuna." Bayu memperkenalkan putri-putrinya kepada Arjuna. "Mereka adalah putriku yang kelima, keenam dan ketujuh: Sekar, Laras, Sari. Kemarilah, cepat beri salam kepada Kak Arjuna kalian.""Uhuk!"Arjuna hampir menyemburkan teh yang ada di mulutnya.Bayu sangat pandai berbisnis, tetapi keterampilannya dalam memberi nama benar-benar mengecewakan.Kalau saja tidak ada rasa malu dan sikap pendiam di wajah ketiga gadis ini, Arjuna pasti sudah mengira bahwa Bayu membawa tiga orang wanita bayaran."Halo, Kak Arjuna."Ketika Sekar, Laras dan Sari menundukkan kepala untuk memberi salam, Arjuna samar-samar dapat melihat ...."Halo, adik-adik sekali
"Ayahnya Tuan Irwan. Dia datang bersama Tuan Irwan dan putri-putrinya. Apakah Tuan Arjuna ingin bertemu?""Bawalah mereka ke ruang tamu."Setelah tiga kompetisi dengan Kabupaten Sentosa, Arjuna tidak memiliki kesan yang baik terhadap Irwan.Akan tetapi, keluarga Irwan adalah pedagang terbesar kedua di Kabupaten Damai. Selain itu, keluarga Irwan tinggal di seberang jalan. Mereka bertemu satu sama lain setiap hari, sesama tetangga harus menjaga hubungan harmonis.Arjuna baru saja tiba di ruang tamu ketika Dafodil membawa orang-orang itu masuk."Nak Arjuna!"Begitu melihat Arjuna, Bayu menyapa Arjuna dengan hangat.Bayu diikuti oleh seorang pria dan tiga wanita.Pria itu adalah Irwan, sedangkan para wanita adalah putri-putri Bayu yang belum menikah.Pasti belum menikah. Jika mereka sudah menikah, Bayu tidak akan membawa mereka. Wanita yang sudah menikah seharusnya mematuhi suaminya. Jadi meskipun dibawa keluar, bukan Bayu yang akan membawanya.Empat orang dari keluarga itu masing-masing m
Setelah bertengkar selama dua hari, Arga dan Danis tiba-tiba berdamai. Sebelum meninggalkan Kabupaten Damai, mereka masing-masing mencarikan lima tabib untuk Arjuna dan Alsava bersaudari.Awalnya Alsava bersaudari tidak tahu untuk apa tabib datang. Ketika mereka melihat sepuluh tabib mengelilingi Arjuna, mereka mengira Arjuna sakit parah.Daisha sempat meneteskan banyak air mata.Arjuna sangat marah hingga dia mengumpat, kemudian meminta Arga dan Danis untuk membawa pergi para tabib itu.Arga dan Danis mematuhi Arjuna untuk segala hal kecuali hal ini.Setelah sepuluh tabib mengatakan bahwa Arjuna dan Alsava bersaudari dalam keadaan sehat, dapat memiliki anak, kedua lelaki tua itu merasa lega.Mereka benar-benar lega, jika tidak ....Arjuna berdiri dengan linglung di depan gudang tempat keluarganya biasa menyimpan gandum selama tidak kurang dari lima menit.Kedua lelaki tua ini benar-benar tidak membiarkannya hidup tenang bahkan setelah mereka pergi."Arjuna, ternyata kamu di sini. Aku
"Yang Mulia Mois, bolehkah aku tahu dekrit yang dikeluarkan Yang Mulia Kaisar?"Tamael juga bertanya pada Mois dengan rasa ingin tahu."Tidak masalah. Tidak masalah juga kalau kamu mengetahuinya. Lagi pula, pengumuman daerah akan segera diumumkan. Dekrit kekaisaran itu sungguh ...."Mois menyerahkan salinan tulisan tangan dekrit kekaisaran kepada Tamael."Tidak adil. Bagaimana boleh Yang Mulia mengeluarkan dekrit seperti ini? Tidak adil bagi banyak orang, terutama bagi Arjuna. Benar-benar tidak adil."Setelah membaca isi dekrit kekaisaran, Tamael tidak dapat menerimanya dan merasa marah.Isi dari dekrit yang tidak bisa diterima Tamael dan membuatnya marah kira-kira sebagai berikut.Pada semua ujian daerah dan nasional di Bratajaya, prioritas akan diberikan kepada siswa yang memiliki anak laki-laki. Pelajar yang belum melahirkan anak boleh mengikuti ujian daerah dan nasional, tetapi tidak boleh mengikuti ujian perguruan tinggi.Dengan kata lain, Arjuna yang saat ini tidak mempunyai anak
"Yang Mulia sekalian, mohon berhenti sebentar." Arjuna mendatangi Danis dan Arga dengan membawa dekrit kekaisaran."Ada apa? Apakah kamu tidak melihat bahwa kami sedang sibuk?"Danis yang pemarah mengira itu adalah salah satu dari bawahan mereka, jadi dia berteriak marah.Dia sungguh kesal. Karena gangguan yang tiba-tiba ini, Arga melemparkan segenggam lumpur ke wajahnya.Dia telah bertarung dengan Arga selama dua hari, ini adalah pertama kalinya dia berhasil diserang oleh Arga. Bagaimana mungkin dia tidak marah?"Arjuna, dia memarahi kamu, jadi jangan ikuti dia ke Pasukan Serigala."Orang pertama yang mengetahui bahwa itu adalah Arjuna adalah Arga. Dia sangat senang melihat Danis memarahi Arjuna."Baiklah, aku akan mendengarkan Perdana Menteri. Aku tidak akan pergi ke Pasukan Serigala," sahut Arjuna sembari tersenyum.Danis meminta maaf kepada Arjuna dengan panik. "Oh, Arjuna, aku salah, aku salah. Aku tidak bermaksud begitu, aku tidak tahu kalau kamu yang datang.""Omong kosong! Arju
Kali ini Arga tidak berkunjung secara diam-diam, identitas Danis juga telah terungkap. Arjuna adalah seorang pelajar biasa, tetapi dia dilindungi oleh tiga lapis perlindungan.Mois, yang melihat pemandangan ini untuk pertama kalinya pun menarik napas dalam-dalam.Ngomong-ngomong, jika bukan karena Arjuna, Mois mungkin tidak akan pernah melihat pemandangan seperti itu sepanjang hidupnya.Arjuna benar-benar pembawa keberuntungan bagi dirinya dan Eshan.Mois merapikan seragamnya, kemudian bertanya kepada orang di sekitarnya. Setelah dia yakin penampilannya sudah rapi, dia baru berani melangkah ke dalam rumah Arjuna.Saat masuk ke halaman, Mois tidak melihat Arga dan Danis, tetapi hanya melihat Arjuna yang duduk di paviliun, minum teh sembari membaca buku.Mois berlari mendekat.Melihat Mois, Arjuna berdiri untuk memberi hormat."Jangan, jangan!" Mois segera menghentikannya.Dia menjadi kepala daerah berkat Arjuna. Jika bukan karena ada para pembantu dan penjaga, dia ingin memberi hormat p
"Kalian pegawai negeri memegang pulpen seharian, begitu kecil dan pendek. Huh, pantas saja bagian itu kalian juga begitu kecil dan ....""Danis, kamu ... apa gunanya itu? Bukankah kamu tetap tidak memiliki anak perempuan?""Arga, kamu sombong mentang-mentang punya anak laki-laki."Danis melempar sebuah batu ke arah Arga."Dasar pria tua biadab, Danis! Bisa-bisanya kamu melempar barang!"Arga juga melemparkan batu tinta ke Danis.Keduanya saling adu mulut hingga saling melempar barang.Semua orang di sekitar Danis dan Arga tercengang, tetapi tidak ada yang berani melangkah maju untuk menghentikan mereka.Arjuna merasa tidak berdaya saat melihat dua lelaki tua itu berkelahi, melempar barang seperti anak kecil.Jika Raka tidak berlutut tadi, dia tidak akan percaya bahwa kedua lelaki tua ini adalah dua orang berkuasa di pengadilan istana.Setelah melempar barang-barang yang ada pada tubuh mereka, mereka mulai melempar perabotan rumah."Pak Tua, kalau kalian berani melempar perabotan rumahk