"Bara..! Kita di ikuti dua helikopter di belakang, sepertinya mereka hendak mengetahui posisi markas kita. Paman menyuruh Sandi memutar, dan mengacaukan arah tujuan kita. Untuk mengecoh mereka..!" seru Gatot mengabarkan. "Baik Gatot. Jangan putuskan panggilanmu Gatot kita harus tetap berkomunikasi..!" "Baik Bara, kau benar." "Sandi putar arah 45 derajat ke kiri, kita kacaukan arah tujuan kita..! Ada dua helikopter mengikuti kita!" Bara berseru mengarahkan pada Sandi. "Baik Bara..!" Sandi mengikuti arahan Bara. Sementara Drajat sedang berpikir keras, soal bagaimana mereka melepaskan diri. Dari pengintaian dua helikopter, yang jelas-jelas milik penyelenggara itu. Karena Drajat telah membidik penumpang di helikopter itu dengan teleskopnya, dan mendapati Denta cs berada di dalamnya. "Bagaimana Paman..? Apa siasat kita kali ini..?" Dimas bertanya bingung. "Apakah kita harus mendarat, dan menanti apa yang akan mereka lakukan Paman..? Jika memang harus bertempur, ayolah..! Aku ju
"Menjauhlah kalian..!!" seru lantang Drajat, pada helikopter yang membawa sahabat mudanya. Helikopter itu pun menjauh hingga berada di jarak 500 meter, dari lokasi pertarungannya dengan Angga. Sementara Angga juga tak mau kalah, dia juga langsung terapkan pukulan aji pamungkasnya 'Murka Singa Langit'. Nampak kedua tangannya telah bercahaya merah sangat terang. "Kyaarrghksh..!!" Duaarrtzzs...!! Didahului dengan pekikan bagaikan naga murka menggetarkan. Sosok Drajat bagai meledak dahsyat di udara. Scraatzzkhs..!! Ledakkan yang pancarkan pecahan cahaya putih biru menyilaukan mata. Bagaikan ledakkan pesta kembang api di angkasa. Melesat ratusan Sisik Naga Salju bak hujan cahaya ujung pedang intan ke arah Angga, yang berjarak sekitar 40 meter di depannya. "Huaarrmmshhk...!!" Splaashp..!! Dengan auman keras Angga, sosok singa emas di belakangnya seketika pecah menjadi 7 sosok. "Hiahh..!!" Spraatzzhk..!! Haaurrmmshk...!!Angga langsung menghantamkan pukulan dahsyatnya, yang bercah
Namun diam-diam rupanya Drajat melakukan sesuatu, yang tak diduga oleh kedua sahabat mudanya tersebut. Ya, rupanya Drajat sedang memompa sesuatu keluar dari dalam tubuhnya. Sesuatu yang harus dikeluarkannya, dalam kondisi dirinya masih hidup. Hingga pada batasnya.."Kyaarrghks..!" pekikan naga murka bergaung dahsyat. Dimas dan Gatot sampai terhempas ke belakang, dan membentur dinding helikopter. Helikopter seketika itu juga oleng dan tak terkendali. "Hegghs..!" Drajat keluarkan seruan tersedak. Dan dari mulutnya, keluar sebuah batu putih berkilau sebesar bola pingpong. Batu itu seperti giok, namun lebih transparan wujudnya. Benda itu langsung di genggam oleh Drajat, yang tangannya sejak tadi telah bersiap di depan mulutnya. Dimas dan Gatot cepat kembali menghampiri Drajat. Tangan mereka langsung menahan tubuh lemas Drajat, agar tak terjerembab jatuh. "Di .. mas ..hhh ... hhh.. berikan pa ..da Ba..ra. Telan sa .. ja. Kitab..nya di lema..ri.shhh ..." dan akhirnya terkulai sudah t
"Baik Bara," sahut Sandi seraya meningkatkan kecepatan helikopter itu. Keharuan, kesedihan, dan rasa kehilangan nampak jelas terlukis, pada wajah semua para sahabat Bara cs. Mereka semua berkumpul di vila tanpa ada yang ketinggalan. Resti, Revina, Katrin, Dewi, bahkan Retno ibu Dimas juga ikut berada di vila markas malam itu. Mereka semua bergegas datang ke vila markas, saat dikabari tentang gugurnya paman Drajat. Semua anggota Pasukan Super Level pun tertunduk sedih, karena mereka merasa sangat kehilangan sosok pemimpin, guru, dan juga panglima terdepan mereka. Lima buah helikopter sudah disiapkan di halaman markas. Untuk berangkat ke Cirebon, menuju ke kediaman keluarga besar Drajat. Dimas juga sudah mengabarkan perihal meninggalnya Drajat, pada pihak keluarganya. Pihak keluarga Drajat tentu saja terkejut dan sedih mendengar kabar itu. Namun rupanya Drajat sudah mewanti-wanti mereka, untuk tabah jika sesuatu terjadi pada dirinya. Mereka pun menunggu jenasah Drajat di terbang
"Keparath..!" Graito berteriak marah entah memaki siapa, seraya menghantam meja. Braakhh..!!Namun yang pasti ... again.! Sebuah meja jati ukir harus segera dibeli. Untuk menggantikan meja jati ukir yang ambyar dan hancur, di ruang pribadinya. Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.! Kembali ponsel sang Jendral berdering. Klik.! "Ya Angga..!" seru sang Jendral, yang masih merasa emosi dengan kabar dari Atri tadi. "Ayah. ! Paman Denta telah tewas, helikopter yang dinaikinya jatuh semalam." "A-apa..?! Siapa yang menjatuhkan helikopternya..?!" seru sang Jendral terkejut bukan main, mendengar kabar buruk itu. Sang Jendral pun langsung menduga, jika helikopter pasti jatuh akibat sesuatu hal. "Itu gara-gara pukulan Bara, Ayah! Bara yang melakukannya," sahut Angga cepat. "Bedebah Bara..! Kau lagi .. kau lagi..! Baik Angga..! Ayah akan segera ke sana. Dan kau Angga..! Persiapkan dirimu untuk menghabisi Bara, di pertandingan tantangan pada sang Penguasa Wakil Negeri dua bulan mendatang..!" Kl
"Dahsyat..!" seru Sandi takjub. Melihat kedahsyatan energi Mustika Naga Salju, yang baru saja disaksikannya"Edan..!" Gatot pun berseru terkejut. Lalu Bara meraih kitab tebal, yang ternyata terpisah menjadi dua bagian. Kitab dengan tulisan dan bahan yang sama. Namun sayangnya Bara sama sekali tak bisa membaca dan memahami makna, dari huruf-huruf serta beberapa gambar yang tergurat di buku berbahan kulit berwarna kuning kecoklatan itu. "Aku tak bisa membaca dan memahaminya," keluh Bara dengan wajah agak kecewa. "Wah, sayang sekali Bara," ujar David menyayangkan hal itu. "Mas Bara, ada satu pesan lagi dari paman Drajat yang harus kaujalani," ucap Dimas, yang sejak tadi terdiam dan terkesima, melihat hal yang terjadi pada Mustika Naga Salju itu. "Apa itu Mas Dimas..?" tanya Bara, yang kini merasa penasaran dengan maksud Drajat memberikan kitab yang sama sekali tak mampu dibaca dan dipahaminya itu. "Paman Drajat meminta kau menelan Mustika Naga Salju itu," sahut Dimas. "Hei..! Bu
"Sudah lama kita tak bertemu mereka David. Bagaimana ya keadaan rekan-rekan kita sekarang di sana..?" Bara berkata sekaligus bertanya, seolah pada dirinya sendiri. Ya, Bara memang memiliki kenangan tersendiri di Penjara Kota itu. Tempat yang merupakan 'titik awal' dari perjalanannya, menjadi seorang petarung kompetisi. Sebuah titik tolak yang seketika merubah kehidupannya 180 derajat. Sehingga pada akhirnya uang bukanlah masalah lagi, dalam kehidupannya. Namun di sisi lain. Hal itu juga merupakan titik pahit dalam hidupnya. Di mana sebuah kemelut terjadi, yang menyebabkan tewasnya kedua orangtuanya tercinta. Sungguh sebuah harga yang teramat mahal bagi Bara. Namun hal itu memang sudah menjadi garis-NYA..! Akhirnya mereka pun tiba di Penjara Kota. Suasana di luar area penjara saat itu tak begitu ramai. Bara teringat kebiasaannya dahulu, di jam-jam seperti ini. Biasanya dia dan rekan-rekannya sedang asik nongkrong dan ngobrol, di Taman blok penjara. Akhirnya Bara dan David turun
"Jarot..! Sang Kaisar datangg..!" Dakk..! Dok..! Dokk..!" Amir si gempal berteriak keras, seraya menggedor pintu jamban umum dekat taman. Di mana saat itu Jarot sedang 'fokus' pada satu titik, dalam posisi berjongkok di atas kloset. "Inna ....!" Braghh..! Jarot langsung tersentak kaget dan terjengkang. Hingga punggungnya menabrak dinding di belakangnya. Saat dia mendengar gedoran keras si Amir di pintu jamban."Keparathh kau Amir..! Awas jika kau bohong..!" Jarot pun memaki Amir, dan mengancamnya. Namun tak urung dia pun buru-buru menuntaskan hajatnya. Taman Blok D yang sebenarnya cukup luas itu. Bahkan tak mampu menampung desakkan para napi dari blok lain. Yang nekat masuk ke blok D, tanpa bisa dicegah oleh petugas sipir mereka. Suasana taman blok D penuh sesak, bagaikan sedang ada kampanye akbar saja layaknya. Karena bukan lagi ratusan napi beserta para petugas penjara yang berkumpul. Tetapi sudah mencapai ribuan orang napi, yang memenuhi area blok D. Sungguh luar biasa khari
"Benar Guru. Sesuatu yang berharga pastilah banyak yang mengincarnya," sahut Chen Sang pelan. "Chen Sang, kita bermeditasi disini hingga 'pusaka' itu turun. Apapun yang akan terjadi nanti tetaplah bermeditasi, gunakan perisai tenaga dalammu saat badai datang. Hilangkan ambisi mendapatkan 'pusaka' itu, namun tetaplah berharap pada kemurahan-NYA," ujar sang Guru Tiga Aliran memberikan arahan terakhirnya pada Chen Sang. "Baik Guru..!" sahut Chen Sang patuh. "Dan ingat Chen Sang..! Saat badai mulai mereda, kita harus mengakhiri meditasi kita. Lalu berusahalah menggapai 'Pusaka Langit', yang telah melayang di atas pusat cekungan melingkar ini," sang Guru berbisik dengan suara pelan namun tajam. "Chen Sang paham Guru." Sosok guru dan murid itu akhirnya duduk bersila, lalu bermeditasi dengan posisi teratai. Selama 2 jam lebih sudah ke tiga sosok di tepian cekungan, yang berada di lembah pegunungan Kunlun itu bermeditasi. Hingga ... Scraattzz..! Jlegaarhhss..!! Sebuah kilatan besar
"Lapor Jendral..! Misi sudah dilaksanakan. Enam buah roket telah ditembakkan. Dan satu orang di antara mereka sepertinya sudah tewas Jendral..!" "Bara..?!" seru Graito bertanya."Maaf, bukan Jendral..!" sahut pelapor. "Lalu empat helikopter yang lainnya..?!" tanya sang Jendral, seraya menatap tajam sang pelapor. "Empat helikopter kita meledak hancur oleh pukulan Bara, Jendral..!" "Wesh..!" Praaghk..!! Sang pelapor pun langsung tewas di tempat, dengan kepala pecah. Di hantam pukulan bertenaga dalam sang Jendral. Dua orang lain di samping pelapor otomatis melangkah mundur seketika. Sadis..! "Keparat Bara..!! Kau selalu membuatku rugi..!" teriak kalap sang Jendral. "Mana Pandu..?!" seru sang Jendral, pada dua orang lainnya. Sepasang matanya mendelik berkilat kemerahan. "He-he-helikopternya juga jatuh Jendral." sahut seorang di antara mereka. "Dari sisi mana kalian menyerang..?!" "Da-dari arah depan markas Jendral."Braaghk..!! Kini meja teras yang lagi-lagi hancur oleh sepaka
"Bangsat kau Bara..!" Slaph..! Byaarshk..! Pandu melesat keluar dari helikopter yang hilang kendali tersebut. Bara melihat sosok merah keemasan melesat keluar, dari helikopter yang hendak hancur masuk ke lembah itu. 'Pandu..!' gumam bathin Bara. Namun saat dia hendak melesat mengejarnya, "Gatott..!!" samar-samar terdengar teriakkan keras para sahabatnya, menyeru nama Gatot di bawah sana. Bara pun urung mengejar Pandu, dan melesat kembali ke markasnya dengan secepat mungkin. Slaphh..! Taph..! Bara mendarat tepat di sisi para sahabatnya, yang telah berkerumun cemas pada kondisi Gatot. Nampak jelas kini oleh Bara, sosok Gatot yang tengah terkapar tak sadarkan diri. Dada Gatot nampak membiru, dengan darah mengalir dari mulutnya. 'Luka dalam yang teramat parah..!' bathin Bara sesak dan sedih sekali. "B-bara..! A-apa yang harus kita lakukan..?!" seru gugup bergetar Sandi. Dan semua sahabat pun kini menatap Bara, seolah menanti keputusan cepat dari Bara. Karena mereka semua tak a
"Teh manis opo..? Gundulmu kuwi..! Bikin sendiri sana..!" seru bi Tarni sewot. "Ya Bibi, Gatot kan mau pulang nanti Bi. Bikinin ya, teh bikinan Bibi kan yang paling pas di lidah. Hehe," celetuk Gatot terkekeh. "Huhh..! Gombiall..!" sungut bi Tarni, seraya beranjak kembali ke dapur. Bara cs melanjutkan obrolannya, sambil makan gorengan buatan bi Tarni. Sungguh suasana yang menyenangkan di pagi itu. Namun...Wrrngg..! Wrŕenngg..!! Secara tiba-tiba dari ketinggian, turun dengan cepat 5 buah helikopter ke arah markas Bara. Kumpulan helikopter itu terbang dalam keadaan melintang berbaris. Pada ketinggian sekitar 80 meter di atas tanah, dengan sisi-sisi pintu nya telah terbuka menghadap ke depan vila. Nampak RPG-32 telah disiapkan pada posisi siap meluncur. "Tembak..!!" Pandu yang memimpin langsung penyerangan, langaung memberikan perintah tembak. Swassh..! Swaassh ..! ... Swaassh..!! Enam buah roket langsung melesat cepat ke titik target di markas Bara. "Awass..! Semuanya..!! Han
"Resti..!" Seth..! Tiba-tiba saja sosok Revina melesat masuk, dan memalang di antara tubuh Resti yang tertarik maju. Plakh.! ... Plakh..!!Dan Revina langsung menampar keras pipi Evan bolak-balik 3 kali. "Arrkksgh...!! Kurang ajar kau Rrevina..! Kau selalu menghalangiku..!" Evan berteriak keras kesakitan. Pipinya terasa panas berdenyar, dengan kuping berdenging, dan mulutnya terasa asin berdarah. Warna merah lebam segera menghias kedua pipi Evan, yang nampak mulai membengkak. "Kau yang Bajingan Evan..! Rupanya tempo hari aku kurang keras menghajarmu..!" seru Revina dengan mata membelalak marah, seraya menunjuk ke wajah Evan. "Hei.hei..hei..! Rupanya buruanmu galak juga Evan. Aku jadi ingin mencicipi keganasannya di ranjang..! Hahaaa..!" seru tergelak salah seorang dari teman Evan. Dan serentak kedua teman Evan itu berjalan mendekat ke arah Revina. "Resti..! Kau masuklah ke mobil. Biar kuhajar tiga pecundang ini..!" bisik tajam Revina pada Resti. "Hati-hati Vina..!" bisik Re
"Bara memang brengsek..! Dia berkata dia adalah orang bebas..! Cuih..! Jangan harap..!" seru Freedy, mengungkapkan kekesalan hatinya. "Freedy, apakah benar Bara berkata begitu..?!" seru sang Jendral, yang mendengar seruan marah Freedy. "Benar Jendral." "Hmm. Pemuda licik itu benar-benar tahu posisinya saat ini Freedy..!" seru Graito. "Maksud Jendral..?!" seru Freedy kaget. Setelah mendengar sang Jendral seolah membenarkan ucapan Bara yang telah bebas. "Freedy, buka nalarmu..! Saat ini posisi kita dalam pengintaian pihak kepolisian. Dan aku mencurigai ada kerjasama antara pihak Bara cs dengan kepolisian, untuk menyelidiki serta membekuk kita. Karenanya kita tak mungkin mengajukan laporan pencabutan jaminan kita atas dirinya. Karena telah terjadi pergantian pejabat tinggi di kepolisian saat ini. Jika kita nekat melaporkan juga. Maka kemungkinan pihak kepolisian malah akan memeriksa kita, sehubungan dengan penjaminan yang kita lakukan. Benar-benar 'culas' si Bara ini..!" seru sa
"Haishh..! Dasar wong gemblung.! Lagi bahas Non Marsha malah ngomongin makanan," sentak bi Tarni kesal pada Gatot. Segera ia melepaskan pelukannya dari Gatot, seraya mengusap air matanya. Lalu dia pun berbalik melangkah kembali ke dalam vila, tanpa menoleh lagi. Tentu saja bi Tarni hendak membuatkan masakan terenak, khusus buat 'tuyul dapur'nya itu. "Lho..?! Salah saya di mana Bi Tarni yang cantik..?" protes Gatot, sambil memasang wajah bingung.Ya, dibalik sikap jutek bi Tarni pada Gatot, sesungguhnya dia sudah menganggap Gatot bagai ponakannya sendiri. Para sahabat lainnya hanya tertawa saja, melihat adegan rutin cekcok Gatot dan bi Tarni itu. Mereka pun akhirnya berkumpul dan ngobrol di teras vila dalam suasana yang penuh kekeluargaan. *** Dua hari kemudian. Sang Jendral sedang termenung di 'ruang rahasia'nya. Tampak emas batangan bertumpuk-tumpuk membentuk sebuah gunungan setinggi 3 meteran. Beberapa brankas besi pun tampak berjajar, di sekitar ruangan yang luas tersembun
"Terimakasih Mas Bara, Mas Dimas, Mas Gatot, Mas David, Mas Sandi, Brian, dan semuanya. Kalian memang sahabat-sahabat terbaik seumur hidupku," ucap serak Marsha, penuh perasaan terimakasih dan keharuan mendalam. "Bukan apa-apa Marsha, kau juga kerap membantu kami semua. Istirahatlah, yakinlah hari esok pasti lebih baik Marsha," sahut Bara tersenyum menenangkan. Ditatapnya Marsha dengan pandangan penuh prihatin dan juga sayang, pada sahabat wanitanya ini. Marsha pun tertunduk, dengan buliran air mata mengalir di pipinya. Lalu dia pun beranjak melangkah menuju ke kamarnya, dengan dirangkul oleh Leonard. "Mas Bara, David, dan semuanya. Atas nama keluarga Winston Group, saya mengucapkan banyak terimakasih atas pertolongan dan penghiburan kalian. Di saat keluarga kami mengalami musibah yang menyedihkan dan membingungkan ini. Kalian datang dan memberi titik terang atas masalah kami. Dengan ini, 'Winston group' telah menganggap kalian sebagai bagian dari keluarga besar kami. Kami tak
Slaph..!! Wurrsh..! Bara membuka jalan dengan melesat keluar dari heli, seraya hantamkan pukulan jarak jauhnya dengan energi terukur, ke arah kaca jendela kamar hotel. Pyaarsshk..!! Taph!Kaca jendela pecah dan Bara langsung melesat masuk ke dalamnya. Slaph..! ... Slaph..! Tiga sahabat Bara ikut melesat cepat, dan mendarat masuk ke dalam kamar itu. "Hahh..!!" "Aihh..!!" Betapa terkejutnya Kuzma dan juga Marsha yang berada dalam kamar itu. Nampak Kuzma tengah bertelanjang dada, sedangkan di ranjang saat itu nampak Marsha yang terikat kedua tangannya di sisi ranjang. Kuzma memang sengaja mengikat Marsha. Karena Marsha kepergok nekat hendak bunuh diri, dengan cara meloncat dari jendela kamar hotel yang terbuka. Beruntunglah Kuzma melihatnya, dan menggagalkan niat Marsha. Dia pun langsung mengikatnya di ranjang. Tubuh Marsha dalam keadaan polos, dan hanya di tutupi dengan sehelai selimut setengah badan saja. Karuan Leonard yang melihat hal itu jadi murka bukan main terhadap K