"Sudahlah Mas Dimas, Brian, itu tak ada artinya bila dibanding bantuan mendiang Ayah kalian pada keluargaku. Aku masih berhutang banyak pada mereka Mas Dimas, Brian, dan juga kamu Gatot," Bara berucap dengan nada serak, teringat jasa-jasa mendiang ayah para sahabatnya itu pada keluarganya, terkhusus pada ibunya. "O ya Mas Bara, apakah motor HD VR1000 yang berada di garasi belakang itu boleh aku perbaiki. Sayang sekali motor antik itu tergeletak begitu saja, aku rasa aku dan temanku bisa mengembalikannya dalam kondisi semula," ucap Brian, yang dasarnya memang suka dengan otomotif. "Wah, syukurlah kalau bisa memperbaikinya Brian. Biar nanti aku sediakan biayanya," sahut Bara gembira. Dia memang berniat mencari orang yang bisa memperbaiki motor warisan kakeknya itu. "Soal biaya gampanglah Mas Bara, yang penting aku diperbolehkan memperbaikinya. Itu adalah hobiku dan temanku Mas Bara," Brian berkata dengan wajah gembira. *** "Selamat pagi Bu, saya Clara. Apakah Pak Samuel Wijaya ada
Karena itu artinya dia harus membubuhkan 'obat bius tanpa rasa, tanpa warna, dan tanpa bau', di jus mangga pada sebuah gelas khusus. Dan jika bosnya berkata 'seperti biasa', itu artinya 'obat perangsanglah' yang harus dicampurkan. Sedangkan tanpa kedua kata itu, artinya dia hanya menyajikan pesanan bosnya secara normal. Sungguh 'bejad' bos bernama Samuel ini dalam merancang 'aksinya'. Kemampuan Samuel berkolaborasi dengan sang koki kantornya itu sungguh rapih, licin, dan mengerikkan. Dan tentunya sang Koki mendapat 'gaji lebih' dari Samuel. Dengan cekatan sang koki mulai mempersiapkan pesanan 'bos bejad'nya itu. Sebenarnya tak perlu Samuel melakukan hal memalukan itu, jika dia tahu siapa Clara sebenarnya. Tanpa diberi obat bius pun Clara pasti sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Karena dia pasti sudah paham akan konsekuensi, dari 'skenario' yang sedang dijalaninya. Namun Samuel berpikir akan memakan waktu lama dan bertele-tele. Jika dia mengajak Clara yang dinilainya masih c
"Aasskh..!" sentak Clara, saat sebuah benda padat, kenyal, dan hangat, baru saja menembus celah pribadinya. "Uhkss..! Om jahat..hh.." Clara berseru kaget, lalu memaki pelan Samuel. "Ohks.. Kau sudah sadar Clara sayang," agak kaget Samuel berkata, baginya makian Clara malah menambah gairah dalam dirinya. Perlahan dia mulai menghajar lembah surga Clara, dengan gerakan naik turun yang berirama. Mau tak mau, akhirnya Clara juga merasakan sensasi kenikmatan, dari gerakan naik turun serta goyangan dari pinggul Samuel. Clara pun akhirnya memejamkan matanya, turut menikmati sensasi persetubuhan yang terpaksa harus diterimanya. Dan sosok yang ada dalam khayalan Clara, saat dirinya memejamkan mata, adalah Bara..! Ya, Clara sedang mengkhayalkan Baralah yang saat ini tengah 'menghantam celah pribadinya', dengan penuh gairah itu. Lelaki cool yang diam-diam telah lama berada dalam hatinya. Membayangkan Bara, membuat Clara cepat sekali hendak mencapai 'klimaks'nya. Pinggulnya
"A-apa.. Bara..?! Lalu bagaimana dengan Sandi..?" seru Gatot kaget, karena rencana berubah secara tiba-tiba. "Sandi akan pulang Gatot. Kita akan merombak total rencana kita. Karena sekarang yang terpenting bagi kita semua adalah meningkatkan kemampuan dan kekompakkan kita," ujar Bara mantap. "Kenapa kita merubah planning begitu tiba-tiba Bara..? Apakah kau melihat atau mengetahui sesuatu yang lepas dari pengamatan kami Bara..?" "Sebaiknya hal itu kita bahas saja dalam pertemuan, yang harus segera kita adakan Gatot. Aku rasa kita harus meningkatkan batas kemampuan kita. Lawan kita sangat kuat dan terus bertambah kuat. Sementara kemampuan kita 'stag' Gatot." Gatot pun terdiam dan tak bertanya lagi. Dia menyadari kemampuan dirinya tidaklah bertambah, setelah selesai mewarisi kemampuan mendiang ayahnya. Lalu bagaimana caranya dia bisa meningkatkan kemampuannya, dalam waktu yang sangat terbatas ini..? Itulah pertanyaan yang terpendam di benak Gatot saat itu. "Gatot. Tolong bantu hubu
"Mas Bara. Sebenarnya hal apa yang akan kita bicarakan kali ini..?" Dimas membuka percakapan, setelah mereka semua berkumpul di ruang depan rumah Bara. "Sepertinya kita harus mengubah total, semua rencana kita sementara waktu ini Mas Dimas," sahut Bara tenang. "Apakah ada hal penting lain yang harus kita lakukan Bara..?" David juga bertanya penasaran. "Ya, bahkan yang terpenting saat ini," sahut Bara tersenyum. "Hal apakah itu Bara..?" Sandi juga tak bisa menahan rasa penasarannya. "Untuk menjaga jangan sampai ada lagi korban di pihak kita. Tidakkah kalian merasakan, lawan kita kini semakin kuat? Posisi mereka juga sudah kita ketahui. Sedangkan kemampuan kita..? Apakah juga semakin kuat..? Aku meminta kita menjeda waktu selama sebulan lebih ini. Kita akan berlatih bersama di sebuah tempat, yang akan kita beli atau sewa," ujar Bara, mengemukakan alasannya. "Apa bedanya kita berlatih masing-masing di rumah dengan latihan bersama ini mas Bara..?" tanya Dimas. "Level kemampuan kit
"Maaf, aku harus mengatakan ini pada kalian semua. Saat ini proses pengajuan RUPS Luar Biasa yang kami ajukan sudah di setujui, dan di tetapkan oleh Pengadilan Negeri untuk segera dilaksanakan. Sepertinya nanti disela-sela waktu latihan aku masih harus kembali ke Jakarta, untuk menyelesaikan urusanku dengan Samuel. Harap kalian semua maklum," ujar David mengkonfirmasikan kondisinya. "David, jangan ragu untuk mengatakan masalahmu pada kami. Masalahmu adalah juga menjadi masalah bagi kami. Kami akan senang hati ikut membantu jika kau membutuhkan bantuan kami," ujar Bara menanggapi sahabatnya itu. "Benar David, kami semua berharap masalahmu cepat selesai. Karenanya kami siap membantu kapanpun dan bagaimanapun caranya," timpal Dimas, menguatkan ucapan Bara. "Terimakasih semuanya, senang memiliki sahabat seperti kalian semua," ucap David terharu. Semangat dan rasa kebersamaan David pun bertambah kuat untuk para sahabatnya ini. *** David mendatangi rumah tante Elsa, setelah acara per
"A-apa Katrin..?! Brian juga akan ikut dalam latihan khusus itu..? Benarkah itu David..?" tanya Elsa terkejut. Dia tak mengira Brian juga termasuk dalam para sahabat David dan Bara, yang dia tahu memiliki 'urusan' dengan pihak yang telah membantai keluarga Bara dan empat orang lainnya. "Benar Tante, mendiang Ayah Brian adalah salah satu dari korban pembantaian di rumah Bara saat itu," sahut David menjelaskan. "Ahh..! Kiranya demikian, malangnya Brian. Apakah di sana kalian akan tinggal di sebuah rumah David..?" tanya Elsa lagi. "Disana kami tinggal di sebuah vila milik salah satu teman kami Tante. Ada 10 kamar tersedia di sana. Revina, Resti, dan Marsha adalah wanita yang juga ikut ke sana Tante. Karena selama latihan tentunya kami membutuhkan orang yang bisa memasakkan makanan untuk kami," ujar David lagi. "Ohh, jika begitu kau boleh ikut serta ke sana Katrin," ucap Elsa mengijinkan Katrin ikut. "Asekk..! Thanks Mamah, thanks Koko David. Mmuah..!" Katrin bersorak gembira, mend
Dan akhirnya Clara pun tak bisa menolak ajakkan Samuel. Clara kembali bersiap membayangkan sosok Bara, dalam fantasi bercintanya bersama Samuel. *** David sedang duduk ngobrol santai bersama Bara, Gatot, dan Sandi, di teras rumah Bara malam itu. Dia memang lebih senang berkumpul bersama para sahabatnya itu, daripada hanyut dalam kesendirian di rumahnya. Dia pun sudah mempersiapkan dan membawa perbekalannya ke Sukabumi, yang ditaruh dalam mobil Pagero Sport miliknya. Rencananya besok David akan menjemput Revina lebih dulu, sekaligus berpamitan pada orangtua kekasihnya itu. Saat ponselnya berdering dengan nama Clara muncul di layarnya. Tuttt ... Tuuttt ... Tutt.! Klik! "Ya Clara." "David, ada kabar cukup mengerikkan tentang Samuel hari ini." "Kabar mengerikkan apa Clara..?" "Samuel bermaksud menghalangi para pemegang saham dan Dewan Komisaris, untuk hadir dalam RUPS Luar Biasa yang akan digelar, David." "Bagaimana caranya Clara..?" "Dia akan membayar orang-orang untuk meng
Di ruang tamu villa, nampak berkumpul Bara serta para sahabatnya. Sementara Leonard juga di dampingi 2 orang kepercayaannya, Jason dan Tommy. Mereka berbicara akrab dan hangat saat itu. Seperti tak pernah ada permusuhan di antara mereka. "Leonard. Terimakasih atas kesediaanmu mengantar sendiri pesanan kami," ucap Bara tersenyum. "Sama-sama Bara, aku senang bisa bersahabat dengan kalian semua. O ya, Marsha titip salam buat kalian semua. Tadinya dia memaksa ikut, namun dilarang keras sama Ibuku," ujar Leonard menyampaikan. "Ahh. Bagaimana kabar Marsha di sana Leonard..? Kapan kalian menikah..?" tanya Dimas. Dia memang sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit itu. Ya, Dimas sudah belajar menghilangkan kebencian di hatinya pada Leonard. Dia sadar, kepentingan bersama para sahabatnya lebih utama, dibanding perasaan pribadinya. Namun tentu saja hal itu masih meninggalkan 'bekas mendalam' di hatinya. Hal yang berdampak pada dinginnya hati Dimas terhadap wanita. Dimas merasa sudah t
"Ahh..! Aku datang untuk mengantarkan dompet tanganmu yang tertinggal di dalam mobilku semalam Dewi," seru Dimas agak terpana melihat kecantikkan Dewi, seraya menyerahkan dompet itu pada Dewi. 'Tak kusangka di pagi hari kau malah semakin nampak cantik Dewi', batin Dimas mengakui. "Wah..! Terimakasih Mas Dimas, pantas Dewi cari-cari di tas semalam tak ketemu. Masuk dulu Mas Dimas ya," seru Dewi senang, dia pun membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan Dimas masuk. "Baiklah Dewi, tapi aku tak bisa lama-lama ya. Para sahabat menanti di rumah Mas Bara," sahut Dimas, seraya duduk di kursi tamu rumah. 'Mas Dimas pasti kurang tidur semalam', bathin Dewi, saat melihat mata Dimas yang terlihat cekung dan lelah."Mas Dimas, Dewi ucapkan terimakasih atas pertolongan Mas semalam, dan juga antaran dompet Dewi ya," ucap Dewi tersenyum. "Bukan apa-apa Dewi. Aku hanya kebetulan saja sedang berada di lokasi kejadian," sahut Dimas. Jujur saja Dimas agak jengah juga, karena Dewi menatapnya den
"Bagaimana hasil pengamatan kalian terhadap rumah Bara cs, Pandu..?" "Bersih di sana Paman Jendral, tak ada helikopter maupun orang-orang kita yang hilang di sana. Kami juga sudah memberi peringatan pada kediaman Bara, yang dijadikan markas oleh mereka itu paman," sahut Pandu apa adanya. "Hmm. Kau beri peringatan apa pada mereka Pandu..?" tanya sang Jendral penasaran. "Pandu melepaskan pukulan level ke 4 aji 'Singa Langit' pada kediaman mereka paman Jendral, namun Bara berhasil menangkis pukulan Pandu itu di udara. Dan dari situ ada kabar mengejutkan buat kita Paman Jendral," sahut Pandu, berhenti sejenak dari ucapannya. "Katakan cepat kabar itu Pandu..! Jangan sepotong-potong memberikan informasi padaku..!" sentak sang Jendral, yang menjadi gemas dan penasaran dengan penuturan Pandu. "Paman Jendral, dari beradunya pukulan Pandu dan pemuda bernama Bara itu, maka Pandu jadi yakin, jika saat ini Paman Drajat si 'Tapak Es' ada bersama mereka. Karena energi yang dilepaskan Bara te
Sementara itu, Dimas telah tiba di garasi kediamannya, Dimas bermaksud hendak langsung masuk ke kamarnya, dan menyendiri di sana. Namun saat dia turun dari mobilnya, dan hendak menutup kembali pintu mobil. "Ahh..!" Dimas berseru kaget, saat mendapati sebuah dompet tangan tergeletak di kursi sebelah kemudi. Dan Dimas langsung saja berpikir, jika dompet itu pasti dompet milik Dewi yang tertinggal. 'Biarlah besok saja kuantarkan ke rumahnya sekalian ke rumah Mas Bara', bathinnya. Dia tak hendak membawa dompet itu masuk ke dalam rumah. Maka disimpannya dompet milik Dewi itu di laci mobil. Lalu Dimas pun bergegas keluar dari garasi, menuju ke dalam kamarnya di lantai atas. Ya, hari itu adalah hari paling kelabu di hati Dimas. Di dalam kamar pun, Dimas tak bisa berhenti berpikir tentang Marsha. Hati dan pikirannya seolah terus 'terparkir' pada sosok wanita, yang memang sangat spesial di hatinya itu. Sungguh hal yang sangat 'menguras' energi Dimas. Sulit baginya saat itu, untuk fok
"Maaf Mas Bara dan semuanya. Sepertinya malam ini aku ingin pulang dulu, sekalian mengantarkan Dewi. Dia baru saja lolos dari aksi kejahatan di jalan. Kebetulan aku ada di dekat situ, usai dari warung bang Madi. Karena tinggalnya di Lenteng Agung, maka aku sekalian akan mengantarkannya pulang," ujar Dimas. Menjelaskan sekaligus menjawab tanda tanya di benak semua sahabatnya, tentang siapa wanita yang bersamanya itu. "Maaf Mas Dimas dan semuanya. Dewi jadi merepotkan dan mengganggu acara kalian," Dewi berkata dengan senyum jengah, dan wajah merasa bersalah. "Tak apa Dewi, namanya juga kejadian tak terduga. Silahkan Mas Dimas, besok main lagi ke sini kan Mas..?" sahut Bara, seraya bertanya pada Dimas. "Semoga Mas Bara, mari semuanya," sahut Dimas tersenyum, seraya beranjak menuju mobilnya. Tinn.. Tiinn..! Dimas membunyikan klakson mobilnya, saat hendak keluar dari rumah Bara. Hal yang disambut lambaian tangan dari para sahabatnya. Akhirnya mobilnya meluncur di atas jalan raya
"Itu bukan urusanmu..! Minggirr..!!" sentak orang itu, seraya menepis kasar tangan Dimas yang menahannya. Dagh..! Namun betapa terkejutnya orang itu. Karena saat menepis tangan Dimas, tangannya bagai menghantam besi baja. "Akhs..!" seru kesakitan lelaki sangar itu, dengan wajah meringis. Spontan tangannya terasa sakit dan kesemutan, sedangkan tangan Dimas masih pada posisinya di depan dadanya. "Bangsat..! Kau mau bermain-main dengan kami rupanya..!" seru orang itu emosi. Dan temannya yang sejak tadi hanya diam, dan mengamati di sebelahnya mulai ikut merangsek maju. Seth..! Seth..! Slaakh..!! Bagai dikomando, kedua orang itu secara serentak dan cepat menghunus pisau lipat mereka."Aduhh..! Awas Mas ..!!" teriak si wanita, yang panik dan ketakutan. Tentu saja dia menjadi cemas, melihat kedua orang yang memburu dirinya itu menghunus pisau, untuk mengeroyok pemuda penolongnya. Pisau di kedua tangan orang itu, dimainkan dengan cepat bergerak ke kiri dan ke kanan. Bagai hendak mem
Tinn.. Tiinn..! Menjelang senja, mobil yang dikendarai David pun tiba di kediaman Bara. Dimas, Sandi, dan David, turun dari mobil dan langsung hendak menuju teras rumah. Di mana Bara dan Gatot telah menanti mereka. Namun setelah turun, langkah Dimas malah langsung menuju ke warung kopi 24 jam milik bang Madi. Yang berada diseberang rumah Bara. "Kalian duluanlah, aku hendak ngopi sejenak di warung seberang," ucap Dimas, pada David dan Sandi. Lalu Dimas kembali balik badan, meneruskan langkahnya ke warung bang Madi. "Mas ... " Sandi urung meneruskan ucapannya."Ssssttt. Sudahlah Sandi, sepertinya dia baru mengalami pukulan berat," bisik David, seraya menepuk dan menggelengkan kepalanya pada Sandi. Sandi pun akhirnya terdiam dengan wajah bingung, menuruti saran dari David. Sementara Bara yang melihat hal itu dari kejauhan, dia pun langsung menangkap makna dari sikap Dimas. Yang langsung berjalan ke warung seberang, tanpa menoleh padanya dan Gatot. Di tatapnya tubuh Dimas yang n
Nampak helikopter itu agak oleng, akibat pengaruh getar energi yang dikeluarkan oleh Pandu. Di saat yang sama, Bara dan Gatot telah berada di luar kediaman Bara. Mereka berdua segera memandang ke arah atas rumah, dan sontak mereka terkejut sekaligus bersiap melepaskan pukulan jarak jauh mereka. Karena mereka melihat sebuah helikopter dengan ketinggian hanya sekitar 25 meter di atas kediaman Bara! Nampak di dalam helikopter itu, sesosok pemuda yang tengah bersiap memukul ke arah kediaman Bara. "Hajar saja kediamannya, Pandu..!" teriak Denta. Saat dia juga melihat Bara dan seorang temannya telah bersiap melepas pukulan jarak jauh dari bawah. Denta berspekulasi, tentunya Bara akan melindungi kediamannya lebih dulu, dari terjangan pukulan jarak jauh yang dilepaskan Pandu. "Hiyaahh.!!" Wuursshk..!! Dengan diiringi teriakkan kerasnya, Pandu melontarkan pukulannya tanpa ragu ke arah kediaman Bara. Seberkas cahaya merah keemasan melesat cepat, menuju ke atap rumah Bara. "Gatot kau p
Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.!"Hahh..! Marsha..?!" seru Dimas terkejut bukan main, saat dilihatnya nomor Marsha tertera di layar ponselnya. Saat itu dia masih berada di halaman vila markas yang baru saja dibelinya. Klik.! "Ya Marsha ...?! " sahut Dimas, penuh rasa rindu dan kecemasan. "Mas Dimas, Marsha saat ini berada di kediaman Leonard di Washington. Marsha baik-baik saja disini Mas Dimas," ucap Marsha serak. Dia tahu Dimas sangat mencemaskan dirinya. "Syukurlah Marsha. Tenanglah, sesegera mungkin aku akan menjemputmu pulang ke Indonesia. Aku sedang mempersiapkan visa untuk ke sana bersama Mas Bara," ucap Dimas, ingin menenangkan Marsha disana. "Maaf Mas Dimas, sepertinya itu tak perlu Mas lakukan. Karena Marsha disini sudah berkomitmen dengan Leonard. Hal ini benar-benar diluar dugaan Marsha Mas Dimas," ucap Marsha penuh rasa sesal. Karena mau tak mau, dia harus mengatakan hal yang pasti menyakitkan hati Dimas. "Apa maksudmu Marsha..?! Komitmen dengan Leonard..?" Dimas ber