Ya, rasa solidaritas serta kekaguman mereka semua pada sosok Bara, telah menancap kuat di hati mereka.Bahkan mereka telah 'siap' merelakan uang taruhan mereka lenyap tanpa penyesalan, jika Bara kalah nantinya. Bagi mereka semua ini bukan lagi soal kalah menang, tetapi lebih ke arah prinsip solidaritas mereka.Bara menang mereka senang, Bara kalah mereka pun siap hidup susah..! Luar biasa..!Selesai pencatatan kolektif, maka di dapat angka taruhan 557 juta rupiah yang telah terkumpul siang itu. Dan kemungkinan masih akan terus bertambah, karena banyak para napi Blok D yang belum sempat berkumpul siang itu.Rencananya uang taruhan itu akan di pasangkan di loket khusus bandar petaruh, yang buka di dalam area khusus Penjara Kota, setiap terjadi pertarungan pada ajang kompetisi gelap.Biasanya sore hari menjelang malam, area loket khusus yang juga dilengkapi layar siaran channel khusus itu telah di buka.Dan tentu saja hanya 'orang dalam' dan perwakilan masing-masing blok, yang bisa menya
'Wowwh, badan yang bagus dan perkasa Mas Baraku', bathin Marsha kagum."Ok, aku mandi dulu. Kalian lanjutlah," ucap Bara seraya melangkah ke salah satu kamar vila. Diiringi pandangan Marsha yang tak lepas menatap sosok bertelanjang dada Bara, dan hanya mengenakan training hitam bergaris merahnya."Hehe. Bagus ya Marsha," bisik David seraya terkekeh meledek Marsha."Iya bagus seka.. Ehh..! Kau ini David..! Hihh..!" Marsha reflek menyahut dalam keadaan masih memandangi Bara, lalu tersentak sadar dan langsung mencubit pinggang David dengan gemas."Adawhh. Hahahaaa..!" David mengaduh, lalu buru-buru lari keluar vila sambil terbahak."Ihhh..! Ada apa sih Mbak ribut-ribut..? Ganggu orang tidur saja," keluh Clara yang baru keluar dari kamar, seraya mengucek-ucek matanya."Tak ada apa-apa kok Clara, itu si David tadi keterlaluan. Tidur saja lagi kalau masih ngantuk Clara," sahut Marsha tersenyum."Sudah nggak mood Mbak, mimpinya sudah 'terpotong' sih. Hehe.""Waduh, memangnya dirimu mimpi apa
"Mas Bara, peluklah aku sayang..hhh..hhhs," ucap Marsha dengan nafas terengah menahan hasratnya. Marsha kini merubah posisinya memutar dan berada di hadapan Bara.Entah mengapa Bara bagai dihipnotis, diapun memeluk erat tubuh Marsha yang telah polos di bagian bawahnya itu. Marsha kini hanya mengenakan kaos panjangnya yang telah basah kuyup. Tinggi badan Marsha sejajar dengan telinga Bara, Bara sendiri 178cm tingginya.Marsha memeluk dan menciumi lembut dada Bara, seraya perlahan menarik Bara menuju undakan setinggi 10 cm di bagian batas area toilet. Dan saat sampai Marsha langsung naik ke undakkan itu, dan membiarkan Bara berada di area shower. Hingga kini tinggi mereka pun menjadi selaras.Pintar, luwes, dan berkelas sekali cara Marsha mengatur posisi mereka, bahkan Bara sendiri merasa tak di arahkan untuk sampai ke sana.Kini sesuatu yang berbulu dan agak geli serasa menyentuh dan menggesek-gesek kemaluan Bara, yang tetap tegak dan kokoh dalam posisinya. Bara yang 'masih hijau' dala
"Hahh..!!" seru kaget Bara dan David bersamaan, mereka tak menyangka Marsha memiliki dana sebesar itu. Dan andaikata dia menang maka uangnya akan bertambah sebesar 1 triliun rupiah.! Gilaa..!"Hihihii. Kalian kenapa..? Itu cuma uang saja kok, tak bisa membeli apa yang ingin kudapatkan dalam hidupku saat ini," Marsha terkikik geli melihat dua sahabat yang terkejut di hadapannya itu, lalu wajahnya berubah murung seraya menatap sendu pada Bara.Ya, Marsha merasa uang bukanlah apa-apa baginya saat ini, karena toh hati Bara tetap tak bisa terbeli dengan uang miliknya.Bahkan dia rela jika harus menyerahkan seluruh uang dan hartanya saat itu, 'asal dia bisa hidup bersama Bara, hingga akhir hayatnya', demikianlah yang ada di benak Marsha saat itu.Dan wajah Bara pun tertunduk lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak kuat dirinya menatap sepasang mata Marsha, yang dirasa begitu lembut penuh kasih dan harapan padanya.'Ahh. Maafkan aku Marsha', bisik bathin Bara.Marsha pun bisa memaham
"Aduh Marini sayang. Betapa malunya mas yang tak berdaya ini," basah sudah wajah Banu.Ya, air mata yang bahkan tak pernah diteteskannya untuk hal sesakit dan sesusah apapun selama hidupnya itu. Kini bahkan tak henti mengalir di pipinya, hingga rembes membasahi bantal di bawah kepalanya. Untaian kata yang terucap dari Marini bagai tamparan-tamparan, yang langsung dan telak mengenai relung hatinya.Dua jemari tangan pun kembali bertaut erat dan hangat, dalam genggaman penuh rasa saling mengerti dan menyadari,'Mungkin memang harus beginilah kisah kasih mereka di uji', bisik batin mereka. *** Sebuah helikopter telah landing di halaman belakang vila utama. Nampak Bara, David, Marsha, dan Clara, telah bersiap masuk ke dalam heli Bell 429 yang berkapasitas 6 penumpang itu.Werrshk ... Nnnng ..Nnngg..! Baling-baling heli pun mulai berputar cepat, dan tak lama kemudian heli kembali mengudara di suasana malam itu.Helikopter itu bergerak menuju ke arena pertarungan yang sudah di persiapkan
"Hahhhh..!" terdengar suara terkejut seisi arena itu. Mereka tercengang takjub bukan main, melihat 'atraksi' berkelas yang di tunjukkan oleh Sabri.Selama ini Sabri memang dikenal sangat cepat dan ringan di arena, bahkan mampu bertahan lama bermain di udara tanpa menyentuh lantai arena.Namun atraksi ilmu meringankan tubuhnya yang berjalan santai di udaranya kali itu, sangat memukau hati penonton dan tak pernah dia tunjukkan sebelumnya."Hidup Gatotkaca..!! Sabri pasti menang..!!" seru keras seorang pendukungnya, yang langsung ditimpali dengan tepuk tangan panjang oleh hampir seluruh penonton. Terutama mereka yang memasang taruhan atas kemenangan Sabri sang Gatotkaca.Sementara Bara yang juga melihat atraksi sang Gatotkaca agak terkejut juga melihatnya,'Hmm, hebat. Ilmu meringankan tubuh kelas tinggi', batin Bara. Namun tentu saja Bara merasa masih bisa menyamai kecepatan dan keringanan tubuh Sabri, bahkan melebihinya.Bara tetap melangkah tenang menuju arena, dan saat sosoknya terha
Blaarghkss...!!!Sebuah lidah petir keemasan muncul dari kepalan Bara, saat benturan kedua pukulan mereka terjadi."Arrghhss..!! Arkhs..!" Blakh..!! Klang..!!Keduanya sama-sama terhempas ke belakang dan tertahan menghantam rantai pembatas arena. Rantai pembatas arena itu pun putus dan jebol. Keduanya masih sama-sama tegak berdiri..!Nampak di sudut bibir Bara menetes beberapa bulir darah segar. Sedangkan di pihak Sabri, darah malah mengalir dari sudut bibirnya. Wajah Sabri tampak agak memucat.'Hampir saja aku mengalahkannya sebelum waktunya', bathin Bara, seraya melirik jam digital di sisi arena yang masih di menit ke 10.'Gila..! Energi sambaran petirnya bagai menyengat sekujur tubuhku jadi kaku..!' bathin Sabri memaki kaget. Dia memang masih belum mengerahkan tenaga dalam penuhnya. Hanya tiga perempat bagian tenaga dalamnya, yang dikerahkan dalam serangan 'Surya Dahana'nya tadi.Diliriknya jam digital di sisi arena kini menunjukkan angka waktu 10 menit taruhannya, maka tak ada car
Plokk ..! Plokh..! ... Plokkh..!" suara riuh rendah tepuk tangan bagai menular, hingga akhirnya menjalar daan bergaung membahana di gedung arena itu. "Hidup Bara..!!" Bara sendiri sudah tak menghiraukan lagi gemuruh sorak sorai penonton di gedung arena itu, dirinya melangkah dengan langkah tertunduk menuju kembali ke ruang tunggu. Ya, Bara ingin selekasnya membersihkan tubuh, berganti pakaian, dan pergi sejauh-jauhnya dari gedung itu. Ada sisi dalam hatinya yang terluka dan tak bisa terobati, sisi itu bagai terus mengutuki dirinya dan menudingnya sebagai, 'pembunuh'..! 'Bagaimana kau bisa bersorak gembira Bara..?! Di saat kau baru saja menghilangkan nyawa seseorang yang mungkin ayah dari beberapa anak, suami tercinta dari seorang istri, atau bahkan kakak yang menanggung biaya hidup adik-adiknya..?! Dasar kau pembunuh tanpa hati Bara..!' demikianlah sisi lain di hati Bara, yang terus mengutuki dirinya sendiri. Hal yang membuat jiwa Bara 'goncang' seketika itu juga. Tubuhnya yang t