"Mas Banu, kenapa kau jadi seperti ini..? Dimana Sisca..? Rumahmu kenapa..? Pekerjaanmu bagaimana..?' bathin Marini tak henti bertanya-tanya tentang hal itu.Penatnya bathin Marini akhirnya membuatnya tertidur, dalam keadaan bathin masih bertanya-tanya tentang 'pria' yang masih di hatinya, dan juga telah menyakitinya itu.Sementara itu Bara masih duduk termenung di tepi pembaringan.Pertemuannya kembali dengan sang ayah, seolah membuka kembali ingatannya pada masa kecilnya dulu. Dulu dia sempat merasakan masa kecil yang indah dan berkesan dalam hidupnya bersama sang ayah. Hingga tante Sisca masuk ke rumah dengan kehamilannya dan 'menghancurkan' segalanya.Namun kini ada sesuatu yang aneh tertangkap oleh Bara, sesuatu yang baru disadarinya setelah sekian lama berlalu.Hal aneh itu adalah 'betapa ayahnya seperti patuh tak wajar' pada Sisca. Seiring pengetahuan dan wawasan dalam perjalanan hidupnya, Bara kini mencium 'sesuatu' yang tak beres pada diri ayahnya saat itu.'Bara, sesungguhny
Seth..! Blaaghk..!! Daaghk..!!Chakan langsung melesat dengan dua serangan, tendangan dengkul kakinya melesat ke arah dada Anurak sedangkan siku tangannya mengarah deras ke arah kepalanya.Terdengar suara keras akibat benturan kedua kaki dan tangan keduanya. Saat Anurak memblok kedua serangan Chakan seraya memutar tubuhnya 90 derajat.Sampai disini terlihat tenaga dalam keduanya berimbang.Lalu keduanya kembali terlibat saling serang dan tangkis dengan cepat dan penuh tenaga. Daya lesat dan kecepatan serangan mereka berdua nampak berimbang. Tampak memang keduanya masih 'menyimpan' pamungkas mereka masing-masing.Dagh..!! Dakh..!!Dengkul kaki Chakan telak mengenai dada Anurak, sedangkan sikut tangan Anurak juga menghantam keras dada Chakan."Arghhssh..!" Keduanya berseru keras dengan tubuh terhuyung mundur beberapa langkah. Tampak darah mulai menggulir di sudut bibir keduanya.Chakan segera merapal mantra dari energi magis tato Sak yant di punggungnya. Sebuah tato Sak Yant yang dibuat
"GILAA..!! Tahun ini adalah tahun yang dahsyat Freedy..!" seru sang ayah dengan wajah dipenuhi ambisi dan kegemasan. Seolah tak sabar dia menantikan kompetisi internasional itu berlangsung."Pastinya Ayah. Bagaimana dengan 'Naga' kita sendiri Ayah..? Freedy merasa tahun ini juga adalah 'tahun keemasan' bagi penguasa napi di negeri kita Ayah," Freedy membuka kembali topik soal Bara pada ayahnya."Ahh..! Freedy, Ayah hampir lupa memberi arahan padamu soal Bara. Mulai saat ini, selidikilah orang-orang yang dekat dengan Bara, selain ibunya dan empat orang sepuh itu. Ibarat 'naga' Bara saat ini masihlah 'naga liar' bagi kita Freedy, carilah cara untuk 'menjinakkannya'.Sehingga dia bisa kita 'kendalikan' pelan-pelan sesuai kehendak kita. Ada satu titik di mana kita harus bergerak dan membuatnya tak berdaya. Dan setelah habis manfaat darinya, maka kita bisa membuangnya atau melenyapkannya Freedy.Sementara ini kita biarkan saja semua berjalan apa adanya, hingga level Bara naik ke tingkat wi
Tinn..! Tinn..!Bunyi klakson mobil menjadi tanda bagi Bara, bahwa sang ibu sudah pulang dari pasar. Bergegas dia menyambut sang ibu turun dari mobil, untuk membantu membawakan barang belanjaannya."Tolong bawakan masuk barang belanjaan ibu di bagasi belakang Bara," perintah sang ibu, saat Bara membuka pintu mobil untuk sang ibu.Bara pun segera membuka bagasi belakang mobil, dan membawa masuk semua barang belanjaan sang ibu ke dalam rumah. Nampak Bi Ijah juga menyambutnya, rupanya dia hendak membantu Bara membawakan beberapa belanjaan."Tak usah Bi, biar Bara bawa saja sendiri ke belakang," Bara menolaknya."Bara, kau hendak langsung berangkatkah..? Apakah kau sudah sarapan nak..?" tanya sang ibu."Iya Bu. Soalnya David sudah berangkat sejak tadi. O iya Bu, Resti sedang menuju ke sini. Dia hendak ikut menemani Ibu berbelanja keperluan Ayah dan sekalian ikut menjenguk Ayah.""Wah. Kekasihmu itu memang baik hati Bara. Ibu setuju kau bersamanya Nak," puji sang ibu, seraya tersenyum penu
Ya, rasa solidaritas serta kekaguman mereka semua pada sosok Bara, telah menancap kuat di hati mereka.Bahkan mereka telah 'siap' merelakan uang taruhan mereka lenyap tanpa penyesalan, jika Bara kalah nantinya. Bagi mereka semua ini bukan lagi soal kalah menang, tetapi lebih ke arah prinsip solidaritas mereka.Bara menang mereka senang, Bara kalah mereka pun siap hidup susah..! Luar biasa..!Selesai pencatatan kolektif, maka di dapat angka taruhan 557 juta rupiah yang telah terkumpul siang itu. Dan kemungkinan masih akan terus bertambah, karena banyak para napi Blok D yang belum sempat berkumpul siang itu.Rencananya uang taruhan itu akan di pasangkan di loket khusus bandar petaruh, yang buka di dalam area khusus Penjara Kota, setiap terjadi pertarungan pada ajang kompetisi gelap.Biasanya sore hari menjelang malam, area loket khusus yang juga dilengkapi layar siaran channel khusus itu telah di buka.Dan tentu saja hanya 'orang dalam' dan perwakilan masing-masing blok, yang bisa menya
'Wowwh, badan yang bagus dan perkasa Mas Baraku', bathin Marsha kagum."Ok, aku mandi dulu. Kalian lanjutlah," ucap Bara seraya melangkah ke salah satu kamar vila. Diiringi pandangan Marsha yang tak lepas menatap sosok bertelanjang dada Bara, dan hanya mengenakan training hitam bergaris merahnya."Hehe. Bagus ya Marsha," bisik David seraya terkekeh meledek Marsha."Iya bagus seka.. Ehh..! Kau ini David..! Hihh..!" Marsha reflek menyahut dalam keadaan masih memandangi Bara, lalu tersentak sadar dan langsung mencubit pinggang David dengan gemas."Adawhh. Hahahaaa..!" David mengaduh, lalu buru-buru lari keluar vila sambil terbahak."Ihhh..! Ada apa sih Mbak ribut-ribut..? Ganggu orang tidur saja," keluh Clara yang baru keluar dari kamar, seraya mengucek-ucek matanya."Tak ada apa-apa kok Clara, itu si David tadi keterlaluan. Tidur saja lagi kalau masih ngantuk Clara," sahut Marsha tersenyum."Sudah nggak mood Mbak, mimpinya sudah 'terpotong' sih. Hehe.""Waduh, memangnya dirimu mimpi apa
"Mas Bara, peluklah aku sayang..hhh..hhhs," ucap Marsha dengan nafas terengah menahan hasratnya. Marsha kini merubah posisinya memutar dan berada di hadapan Bara.Entah mengapa Bara bagai dihipnotis, diapun memeluk erat tubuh Marsha yang telah polos di bagian bawahnya itu. Marsha kini hanya mengenakan kaos panjangnya yang telah basah kuyup. Tinggi badan Marsha sejajar dengan telinga Bara, Bara sendiri 178cm tingginya.Marsha memeluk dan menciumi lembut dada Bara, seraya perlahan menarik Bara menuju undakan setinggi 10 cm di bagian batas area toilet. Dan saat sampai Marsha langsung naik ke undakkan itu, dan membiarkan Bara berada di area shower. Hingga kini tinggi mereka pun menjadi selaras.Pintar, luwes, dan berkelas sekali cara Marsha mengatur posisi mereka, bahkan Bara sendiri merasa tak di arahkan untuk sampai ke sana.Kini sesuatu yang berbulu dan agak geli serasa menyentuh dan menggesek-gesek kemaluan Bara, yang tetap tegak dan kokoh dalam posisinya. Bara yang 'masih hijau' dala
"Hahh..!!" seru kaget Bara dan David bersamaan, mereka tak menyangka Marsha memiliki dana sebesar itu. Dan andaikata dia menang maka uangnya akan bertambah sebesar 1 triliun rupiah.! Gilaa..!"Hihihii. Kalian kenapa..? Itu cuma uang saja kok, tak bisa membeli apa yang ingin kudapatkan dalam hidupku saat ini," Marsha terkikik geli melihat dua sahabat yang terkejut di hadapannya itu, lalu wajahnya berubah murung seraya menatap sendu pada Bara.Ya, Marsha merasa uang bukanlah apa-apa baginya saat ini, karena toh hati Bara tetap tak bisa terbeli dengan uang miliknya.Bahkan dia rela jika harus menyerahkan seluruh uang dan hartanya saat itu, 'asal dia bisa hidup bersama Bara, hingga akhir hayatnya', demikianlah yang ada di benak Marsha saat itu.Dan wajah Bara pun tertunduk lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak kuat dirinya menatap sepasang mata Marsha, yang dirasa begitu lembut penuh kasih dan harapan padanya.'Ahh. Maafkan aku Marsha', bisik bathin Bara.Marsha pun bisa memaham
"Lapor Jendral..! Misi sudah dilaksanakan. Enam buah roket telah ditembakkan. Dan satu orang di antara mereka sepertinya sudah tewas Jendral..!" "Bara..?!" seru Graito bertanya."Maaf, bukan Jendral..!" sahut pelapor. "Lalu empat helikopter yang lainnya..?!" tanya sang Jendral, seraya menatap tajam sang pelapor. "Empat helikopter kita meledak hancur oleh pukulan Bara, Jendral..!" "Wesh..!" Praaghk..!! Sang pelapor pun langsung tewas di tempat, dengan kepala pecah. Di hantam pukulan bertenaga dalam sang Jendral. Dua orang lain di samping pelapor otomatis melangkah mundur seketika. Sadis..! "Keparat Bara..!! Kau selalu membuatku rugi..!" teriak kalap sang Jendral. "Mana Pandu..?!" seru sang Jendral, pada dua orang lainnya. Sepasang matanya mendelik berkilat kemerahan. "He-he-helikopternya juga jatuh Jendral." sahut seorang di antara mereka. "Dari sisi mana kalian menyerang..?!" "Da-dari arah depan markas Jendral."Braaghk..!! Kini meja teras yang lagi-lagi hancur oleh sepaka
"Bangsat kau Bara..!" Slaph..! Byaarshk..! Pandu melesat keluar dari helikopter yang hilang kendali tersebut. Bara melihat sosok merah keemasan melesat keluar, dari helikopter yang hendak hancur masuk ke lembah itu. 'Pandu..!' gumam bathin Bara. Namun saat dia hendak melesat mengejarnya, "Gatott..!!" samar-samar terdengar teriakkan keras para sahabatnya, menyeru nama Gatot di bawah sana. Bara pun urung mengejar Pandu, dan melesat kembali ke markasnya dengan secepat mungkin. Slaphh..! Taph..! Bara mendarat tepat di sisi para sahabatnya, yang telah berkerumun cemas pada kondisi Gatot. Nampak jelas kini oleh Bara, sosok Gatot yang tengah terkapar tak sadarkan diri. Dada Gatot nampak membiru, dengan darah mengalir dari mulutnya. 'Luka dalam yang teramat parah..!' bathin Bara sesak dan sedih sekali. "B-bara..! A-apa yang harus kita lakukan..?!" seru gugup bergetar Sandi. Dan semua sahabat pun kini menatap Bara, seolah menanti keputusan cepat dari Bara. Karena mereka semua tak a
"Teh manis opo..? Gundulmu kuwi..! Bikin sendiri sana..!" seru bi Tarni sewot. "Ya Bibi, Gatot kan mau pulang nanti Bi. Bikinin ya, teh bikinan Bibi kan yang paling pas di lidah. Hehe," celetuk Gatot terkekeh. "Huhh..! Gombiall..!" sungut bi Tarni, seraya beranjak kembali ke dapur. Bara cs melanjutkan obrolannya, sambil makan gorengan buatan bi Tarni. Sungguh suasana yang menyenangkan di pagi itu. Namun...Wrrngg..! Wrŕenngg..!! Secara tiba-tiba dari ketinggian, turun dengan cepat 5 buah helikopter ke arah markas Bara. Kumpulan helikopter itu terbang dalam keadaan melintang berbaris. Pada ketinggian sekitar 80 meter di atas tanah, dengan sisi-sisi pintu nya telah terbuka menghadap ke depan vila. Nampak RPG-32 telah disiapkan pada posisi siap meluncur. "Tembak..!!" Pandu yang memimpin langsung penyerangan, langaung memberikan perintah tembak. Swassh..! Swaassh ..! ... Swaassh..!! Enam buah roket langsung melesat cepat ke titik target di markas Bara. "Awass..! Semuanya..!! Han
"Resti..!" Seth..! Tiba-tiba saja sosok Revina melesat masuk, dan memalang di antara tubuh Resti yang tertarik maju. Plakh.! ... Plakh..!!Dan Revina langsung menampar keras pipi Evan bolak-balik 3 kali. "Arrkksgh...!! Kurang ajar kau Rrevina..! Kau selalu menghalangiku..!" Evan berteriak keras kesakitan. Pipinya terasa panas berdenyar, dengan kuping berdenging, dan mulutnya terasa asin berdarah. Warna merah lebam segera menghias kedua pipi Evan, yang nampak mulai membengkak. "Kau yang Bajingan Evan..! Rupanya tempo hari aku kurang keras menghajarmu..!" seru Revina dengan mata membelalak marah, seraya menunjuk ke wajah Evan. "Hei.hei..hei..! Rupanya buruanmu galak juga Evan. Aku jadi ingin mencicipi keganasannya di ranjang..! Hahaaa..!" seru tergelak salah seorang dari teman Evan. Dan serentak kedua teman Evan itu berjalan mendekat ke arah Revina. "Resti..! Kau masuklah ke mobil. Biar kuhajar tiga pecundang ini..!" bisik tajam Revina pada Resti. "Hati-hati Vina..!" bisik Re
"Bara memang brengsek..! Dia berkata dia adalah orang bebas..! Cuih..! Jangan harap..!" seru Freedy, mengungkapkan kekesalan hatinya. "Freedy, apakah benar Bara berkata begitu..?!" seru sang Jendral, yang mendengar seruan marah Freedy. "Benar Jendral." "Hmm. Pemuda licik itu benar-benar tahu posisinya saat ini Freedy..!" seru Graito. "Maksud Jendral..?!" seru Freedy kaget. Setelah mendengar sang Jendral seolah membenarkan ucapan Bara yang telah bebas. "Freedy, buka nalarmu..! Saat ini posisi kita dalam pengintaian pihak kepolisian. Dan aku mencurigai ada kerjasama antara pihak Bara cs dengan kepolisian, untuk menyelidiki serta membekuk kita. Karenanya kita tak mungkin mengajukan laporan pencabutan jaminan kita atas dirinya. Karena telah terjadi pergantian pejabat tinggi di kepolisian saat ini. Jika kita nekat melaporkan juga. Maka kemungkinan pihak kepolisian malah akan memeriksa kita, sehubungan dengan penjaminan yang kita lakukan. Benar-benar 'culas' si Bara ini..!" seru sa
"Haishh..! Dasar wong gemblung.! Lagi bahas Non Marsha malah ngomongin makanan," sentak bi Tarni kesal pada Gatot. Segera ia melepaskan pelukannya dari Gatot, seraya mengusap air matanya. Lalu dia pun berbalik melangkah kembali ke dalam vila, tanpa menoleh lagi. Tentu saja bi Tarni hendak membuatkan masakan terenak, khusus buat 'tuyul dapur'nya itu. "Lho..?! Salah saya di mana Bi Tarni yang cantik..?" protes Gatot, sambil memasang wajah bingung.Ya, dibalik sikap jutek bi Tarni pada Gatot, sesungguhnya dia sudah menganggap Gatot bagai ponakannya sendiri. Para sahabat lainnya hanya tertawa saja, melihat adegan rutin cekcok Gatot dan bi Tarni itu. Mereka pun akhirnya berkumpul dan ngobrol di teras vila dalam suasana yang penuh kekeluargaan. *** Dua hari kemudian. Sang Jendral sedang termenung di 'ruang rahasia'nya. Tampak emas batangan bertumpuk-tumpuk membentuk sebuah gunungan setinggi 3 meteran. Beberapa brankas besi pun tampak berjajar, di sekitar ruangan yang luas tersembun
"Terimakasih Mas Bara, Mas Dimas, Mas Gatot, Mas David, Mas Sandi, Brian, dan semuanya. Kalian memang sahabat-sahabat terbaik seumur hidupku," ucap serak Marsha, penuh perasaan terimakasih dan keharuan mendalam. "Bukan apa-apa Marsha, kau juga kerap membantu kami semua. Istirahatlah, yakinlah hari esok pasti lebih baik Marsha," sahut Bara tersenyum menenangkan. Ditatapnya Marsha dengan pandangan penuh prihatin dan juga sayang, pada sahabat wanitanya ini. Marsha pun tertunduk, dengan buliran air mata mengalir di pipinya. Lalu dia pun beranjak melangkah menuju ke kamarnya, dengan dirangkul oleh Leonard. "Mas Bara, David, dan semuanya. Atas nama keluarga Winston Group, saya mengucapkan banyak terimakasih atas pertolongan dan penghiburan kalian. Di saat keluarga kami mengalami musibah yang menyedihkan dan membingungkan ini. Kalian datang dan memberi titik terang atas masalah kami. Dengan ini, 'Winston group' telah menganggap kalian sebagai bagian dari keluarga besar kami. Kami tak
Slaph..!! Wurrsh..! Bara membuka jalan dengan melesat keluar dari heli, seraya hantamkan pukulan jarak jauhnya dengan energi terukur, ke arah kaca jendela kamar hotel. Pyaarsshk..!! Taph!Kaca jendela pecah dan Bara langsung melesat masuk ke dalamnya. Slaph..! ... Slaph..! Tiga sahabat Bara ikut melesat cepat, dan mendarat masuk ke dalam kamar itu. "Hahh..!!" "Aihh..!!" Betapa terkejutnya Kuzma dan juga Marsha yang berada dalam kamar itu. Nampak Kuzma tengah bertelanjang dada, sedangkan di ranjang saat itu nampak Marsha yang terikat kedua tangannya di sisi ranjang. Kuzma memang sengaja mengikat Marsha. Karena Marsha kepergok nekat hendak bunuh diri, dengan cara meloncat dari jendela kamar hotel yang terbuka. Beruntunglah Kuzma melihatnya, dan menggagalkan niat Marsha. Dia pun langsung mengikatnya di ranjang. Tubuh Marsha dalam keadaan polos, dan hanya di tutupi dengan sehelai selimut setengah badan saja. Karuan Leonard yang melihat hal itu jadi murka bukan main terhadap K
"Bos Besar bahkan jatuh hati padanya Barton. Bos Besar hendak membawanya besok ke Rusia, untuk di jadikan wanitanya. Sekarang mereka masih asik berbulan madu di Hotel Canabis," ujar pelan Jacob, seraya kembali melihat ke sekiitaran lokasi balkon. Dia takut ada Sergei memergokinya, saat dia tengah membuka kedok bos mereka, lalu melaporkannya pada Kuzma. Namun tentu saja suaranya masih bisa jelas terdengar oleh Bara dan Brian, yang berada di atap balkon tersebut. Bara segera memberi isyarat pada Brian, untuk segera bergerak cepat. Seth..! Seth..! Sosok Bara dan Brian melesat cepat turun ke balkon. Lalu ... "Hei .. Tagh..! Tagh..! Hanya sebatas itu suara yang keluar dari bibir Jacob, saat Bara menetak cepat sisi lehernya dan juga Barton. Keduanya pun langsung pingsan seketika. Brian langsung menyambar tubuh Jacob dan... Slaph..! Slaph..! Sosok Bara dan Brian kembali melesat cepat menuju ke mobil Herbert, yang menunggu di sudut blok kawasan itu. Herbert saat itu tengah asik me