"Ahh, ini juga berkat bantuan Resti dan Revina kok Vivian," sahut Marini, saat Vivian dengan jujur memuji ke sedapan sop iga sapi buatannya.Spontan wajah Resti dan Revina 'memerah' dan melambung senang, saat namanya diikut sertakan oleh Marini.Usai makan siang, kubu bagai terbelah menjadi dua di rumah Marini. Para lelakinya langsung menuju ke garasi belakang rumah, untuk melihat mobil dan motor antik Bara. Sementara para wanitanya berkumpul di ruang tengah rumah, asik berbicara hal-hal yang menarik bagi mereka.Ya begitulah, berkumpulnya mereka kali ini di rumah Marini bagai menghapuskan badai kesedihan, yang mereka alami selama ini.Sementara di garasi belakang rumah, nampak Bara yang telah mengambil kunci motor Harley hitamnya. Dia tengah memeriksa kondisi motor itu, di bantu Marco yang rupanya cukup berwawasan di bidang mekanik motor."Kondisi motor ini masih sangat terawat Bara. Coba kau isi dulu tanki motor yang masih kosong ini, lalu nyalakan saja motor ini untuk pemanasan," u
"Hahahaa..! Cerdas juga cucu panglima kita ini, sambil menyelam menang taruhan ya. Hahaaa..! Bagus Bara, David..! Untuk hal yang satu itu saya dukung..! Bangkrutkan bandar mereka. Ngomong-ngomong Paman bisa ikutan taruhan kalian ya..?! Hahaaa..!" Prana tak henti terbahak senang, memuji siasat halus cucu panglimanya ini.Ya, pasar pertaruhan memang salah satu 'sendi' dan sudah satu paket, dengan kompetisi gelap itu sendiri. Kedua hal itu tak mungkin bisa saling dipisahkan! "Hahaa..! Jadi kalian 'menyetel' sendiri waktu pertarungan Bara saat menjatuhkan lawannya..?! Hahaaa..! Ini siasat tiada lawan Tedjo..! Tinggal kita atur saja secara bergantian pemasang taruhannya. Agar pihak bandar tak curiga karena pemenangnya itu-itu saja. Bagaimana..?!" seru Marco yang jadi ikut antusias mendengar siasat Bara."Wahh, pemikiran yang bagus Paman sekalin. Kebetulan saya juga sedang bingung mencari partner diluar, karena lambat laun pihak bandar pasti curiga, jika kita menang terus menerus," ujar Da
"Baik Marsha sayang, jangankan cuma stempel, buku rekening pribadiku juga akan kubawa jika kau yang memintanya sayang," sahut Samuel dengan nafas tersengal penuh hasrat. Ya, benak Samuel hanyut dalam fantasi seksi Marsha yang semakin menggila. Serasa melambung dirinya dipanggil mas oleh Marsha, seolah dia begitu dekat dengan wanita menggairahkan itu."Baiiklah Mas Samuel. Kita bertemu minggu depan di vila milikmu yang di Bogor dulu itu ya. Biar aku yang ke sana menemuimu nanti," ucap Marsha menentukan tempat, yang pastinya sangat di sukai oleh Samuel."Baik Marsha sayang. Tak sabar rasanya aku menanti saat itu tiba," sahut mesra Samuel, seraya menelan jakunnya. Glek..!"Bye Mas Samuel. Sampai jumpa nanti.Klik!Marsha pun menutup panggilannya, dengan sebelah tangan menutupi mulutnya yang tertawa geli. *** Hari menjelang senja, saat Bara dan David sedang berbicara di teras rumahnya. Empat serangkai Tedjo, Prana, Raka, dan Marco, sudah kembali ke kediaman Tedjo sejak ashar tadi.Ya,
"Baik Pak Nala. Kami akan kabarkan kejadian darurat ini pada Marsha nanti. Terimakasih sekali dan maafkan kami telah merepotkan pak Nala," ucap David merasa rikuh."Tak apa David, wong namanya juga kecelakaan," sahut Nala tersenyum maklum.Akhirnya tiga buah mobil keluar dari kediaman Marini, dua mobil menuju ke RSUD, dan sebuah mobil lainnya menuju ke kediaman Marsha.Sesampainya Marini, David, dan Vivian di Rumah Sakit, mereka langsung menuju ke ruang IGD. Nampak di sana Bara masih duduk di ruang tunggu, menanti dokter yang menangani ayahnya di ruang tindakan medis."Bagaimana kabar Ayahmu Bara..?" tanya Marini dengan wajah cemas. Tampak 'jelas' kini isi hatinya seperti terbaca oleh Bara, bahwa sang ibu 'sebenarnya' masih mencintai ayahnya.'Sungguh murni dan setia cinta ibuku ini pada Ayah, jika dugaanku benar', bathin Bara sekilas. Namun Bara tak mau larut memikirkan hal itu."Ayah sedang ditangani dokter Bu. Bara sendiri belum mendapat penjelasan dari Dokter," sahut Bara menjela
"Mas Banu, kenapa kau jadi seperti ini..? Dimana Sisca..? Rumahmu kenapa..? Pekerjaanmu bagaimana..?' bathin Marini tak henti bertanya-tanya tentang hal itu.Penatnya bathin Marini akhirnya membuatnya tertidur, dalam keadaan bathin masih bertanya-tanya tentang 'pria' yang masih di hatinya, dan juga telah menyakitinya itu.Sementara itu Bara masih duduk termenung di tepi pembaringan.Pertemuannya kembali dengan sang ayah, seolah membuka kembali ingatannya pada masa kecilnya dulu. Dulu dia sempat merasakan masa kecil yang indah dan berkesan dalam hidupnya bersama sang ayah. Hingga tante Sisca masuk ke rumah dengan kehamilannya dan 'menghancurkan' segalanya.Namun kini ada sesuatu yang aneh tertangkap oleh Bara, sesuatu yang baru disadarinya setelah sekian lama berlalu.Hal aneh itu adalah 'betapa ayahnya seperti patuh tak wajar' pada Sisca. Seiring pengetahuan dan wawasan dalam perjalanan hidupnya, Bara kini mencium 'sesuatu' yang tak beres pada diri ayahnya saat itu.'Bara, sesungguhny
Seth..! Blaaghk..!! Daaghk..!!Chakan langsung melesat dengan dua serangan, tendangan dengkul kakinya melesat ke arah dada Anurak sedangkan siku tangannya mengarah deras ke arah kepalanya.Terdengar suara keras akibat benturan kedua kaki dan tangan keduanya. Saat Anurak memblok kedua serangan Chakan seraya memutar tubuhnya 90 derajat.Sampai disini terlihat tenaga dalam keduanya berimbang.Lalu keduanya kembali terlibat saling serang dan tangkis dengan cepat dan penuh tenaga. Daya lesat dan kecepatan serangan mereka berdua nampak berimbang. Tampak memang keduanya masih 'menyimpan' pamungkas mereka masing-masing.Dagh..!! Dakh..!!Dengkul kaki Chakan telak mengenai dada Anurak, sedangkan sikut tangan Anurak juga menghantam keras dada Chakan."Arghhssh..!" Keduanya berseru keras dengan tubuh terhuyung mundur beberapa langkah. Tampak darah mulai menggulir di sudut bibir keduanya.Chakan segera merapal mantra dari energi magis tato Sak yant di punggungnya. Sebuah tato Sak Yant yang dibuat
"GILAA..!! Tahun ini adalah tahun yang dahsyat Freedy..!" seru sang ayah dengan wajah dipenuhi ambisi dan kegemasan. Seolah tak sabar dia menantikan kompetisi internasional itu berlangsung."Pastinya Ayah. Bagaimana dengan 'Naga' kita sendiri Ayah..? Freedy merasa tahun ini juga adalah 'tahun keemasan' bagi penguasa napi di negeri kita Ayah," Freedy membuka kembali topik soal Bara pada ayahnya."Ahh..! Freedy, Ayah hampir lupa memberi arahan padamu soal Bara. Mulai saat ini, selidikilah orang-orang yang dekat dengan Bara, selain ibunya dan empat orang sepuh itu. Ibarat 'naga' Bara saat ini masihlah 'naga liar' bagi kita Freedy, carilah cara untuk 'menjinakkannya'.Sehingga dia bisa kita 'kendalikan' pelan-pelan sesuai kehendak kita. Ada satu titik di mana kita harus bergerak dan membuatnya tak berdaya. Dan setelah habis manfaat darinya, maka kita bisa membuangnya atau melenyapkannya Freedy.Sementara ini kita biarkan saja semua berjalan apa adanya, hingga level Bara naik ke tingkat wi
Tinn..! Tinn..!Bunyi klakson mobil menjadi tanda bagi Bara, bahwa sang ibu sudah pulang dari pasar. Bergegas dia menyambut sang ibu turun dari mobil, untuk membantu membawakan barang belanjaannya."Tolong bawakan masuk barang belanjaan ibu di bagasi belakang Bara," perintah sang ibu, saat Bara membuka pintu mobil untuk sang ibu.Bara pun segera membuka bagasi belakang mobil, dan membawa masuk semua barang belanjaan sang ibu ke dalam rumah. Nampak Bi Ijah juga menyambutnya, rupanya dia hendak membantu Bara membawakan beberapa belanjaan."Tak usah Bi, biar Bara bawa saja sendiri ke belakang," Bara menolaknya."Bara, kau hendak langsung berangkatkah..? Apakah kau sudah sarapan nak..?" tanya sang ibu."Iya Bu. Soalnya David sudah berangkat sejak tadi. O iya Bu, Resti sedang menuju ke sini. Dia hendak ikut menemani Ibu berbelanja keperluan Ayah dan sekalian ikut menjenguk Ayah.""Wah. Kekasihmu itu memang baik hati Bara. Ibu setuju kau bersamanya Nak," puji sang ibu, seraya tersenyum penu