"Bagaimana David..? Apakah kau sudah katakan rencana kita pada Marsha..?" tanya Bara yang masuk ke vila luar kediaman David."Sudah Bara, dan dia bersedia masuk dalam skenario kita. Memang benar katamu Bara, tak ada yang lebih bisa masuk dalam lingkaran Samuel selain wanita. Dan kebetulan Marsha adalah wanita yang tepat untuk itu Bara, Marsha bercerita beberapa kali Samuel mencoba membeli jasanya, namun selalu ditolak oleh Marsha. Sepertinya ini akan berjalan sesuai rencana kita Bara. Thanks Bro," ujar David seraya tersenyum pada Bara."Hahaa.! Bra broo bra broo.. Broto kali. O ya Vid, besok aku berencana mengunjungi Ibuku di Jati Padang, apakah kau mau ikut..? Aku akan menghubungi Freedy untuk minta ijinnya.""Ahh, suatu kebetulan Bara. Bagaimana kalau besok aku ke rumah Mamah dulu, lalu mengajaknya mampir bersama ke rumahmu..?" tanya David bersemangat. Dia sangat ingin memperkenalkan sahabatnya itu pada sang mamah."Wahh, rencana bagus itu David. Baik besok aku tunggu kau dan Mamahm
Ting .. Tonngg ..!Terdengar suara bel vila utama berbunyi. Clara yang berada lebih dekat dengan pintu vila segera beranjak, untuk menemui orang yang menunggu di teras vila.Klekh!"Ya pak ada apa..?" tanya Clara pada tamu vila, yang ternyata adalah tiga orang berjas hitam."Malam Nona kami hendak bertemu dengan Tuan Bara dan David," sahut seorang di antara mereka.Dan Clara langsung paham, bahwa mereka adalah orang-orang suruhan Freedy."Baik Pak. Tunggu sebentar," ucap Clara seraya membalikkan badannya menuju ke ruang dapur."Mas Bara, mereka menunggu Mas di teras," ucap Clara di pintu ruang dapur, dia melihat Bara dan Marsha juga sedang melangkah keluar dari dapur."Baik Clara," ucap Bara. Dia pun mempercepat langkahnya menuju teras."Bagaimana Pak? Saya Bara," sapa Bara pada ketiga orang berjas hitam itu, setelah dirinya berada di teras."Tuan Bara. Kami diperintahkan Tuan Freedy, untuk memasangkan gelang khusus pada Tuan dan juga Tuan David," sahut seorang di antara mereka sopan.
"Uhhsgg..! Dimana aku..?!" seru terkejut Banu, saat dia sadar dari pingsannya. Dia melihat ke sekeliling sebuah ruangan yang tak dikenalnya. Didapatinya keadaan tubuhnya yang terikat tambang di sebuah kursi kayu, dengan kedua tangan dan kaki yang juga terikat kuat melekat pada kursi kayu jati itu.Banu pun tak berdaya, namun tentu saja nyali dan mulutnya masih bisa berbicara tanpa rasa gentar sedikitpun."Hahahaa..! Kau berada di markas Gankku Banu..! Inilah akibatnya kalau kau mengganggu kesenanganku, bangsat..!" terdengar suara sember yang dikenali Banu. Karena suara itulah yang sempat terekam di memorinya, sebelum dia tak sadarkan diri. Suara si Karim!"Huhh..! Brengsek kau Karim..! Sejak kapan kau bermain dengan Sisca di belakangku hahh..!!" sentak Banu garang pada Karim. Kedua matanya menyala bagai hendak membakar tubuh Karim, yang memang sudah terlihat gosong itu. Entah apa jadinya jika benar-benar si Karim itu dibakar."Hahahaa..! Kamu ini lelaki buta Banu, bahkan soal anakmu
Keesokkan harinya di villa utama kediaman Bara. Nampak Bara dan David telah siap hendak berangkat menuju ke kediaman mereka masing-masing.Ya, semalam Marsha menawarkan mereka menggunakan mobil pribadinya saja, dengan di antar oleh drivernya. Spontan Bara dan David menerima tawaran itu.Dan Marsha pun langsung menghubungi supir di rumahnya, lalu menyuruh drivernya untuk menjemput Bara dan David di vila itu besok pagi-pagi sekali.Maka pagi itu mereka pun tengah menunggu mobil Marsha tiba menjemput mereka."Mas Bara, David. Setelah pulang nanti, gantian kita yang diajak jalan-jalan ya," ucap Marsha tersenyum manis."Baik Marsha, besok kita jalan-jalan bersama ya Marsha, Clara. Sepertinya banyak curug indah di sekitar Bogor ini," sahut Bara tersenyum hangat. Dia sendiri merasa tak enak juga telah dipinjami mobil oleh Marsha. Maka dengan cepat dia menyambut ajakkan Marsha."Wah boleh juga tuh, kita jalan-jalan berempat ya," Clara juga menyetujui rencana Marsha dan Bara."Yang pasti aku ju
"Wah..! Resti baru saja mengajakku ke sana Dave Ko..! Kebetulan sekali..! Baik Dave Ko, Revi akan datang ke rumah Mas Bara di Jati Padang. Salam buat Mamah ya Dave Ko, maaf Revi belum bisa sering-sering mampir ke rumah Mamah. Kata Mamah, orangtua Revi pernah ke sana menanyakan keberadaan Revi, Dave Ko.""Baik Revi sayank. Nanti akan aku sampaikan salam Revi, tapi sepertinya Mamah akan ikut ke sana bersamaku, Revi.""Ahh..! Baik sekali hari ini Dave Ko. Baik Revi akan bersiap ke sana bersama Resti sekarang. Hati-hati di jalan Dave Ko.""Baik Revi."Klik.! David menutup panggilannya. "Untung kita sudah ijin tiga hari pada Pak Patrick ya Resti," ucap Revina dengan wajah cerah, karena tak lama lagi dia akan bertemu dengan kekasihnya."Benar Vina. Semoga saja semua barang ini sudah selesai kita packing lusa nanti," sahut Resti gembira."Biarlah nanti setelah acara peretemuan di rumah Bu Marini selesai, kita akan ngebut mengemasi barang-barang kita ini Resti," ucap Revina, seraya memandan
"David..! Kau datang Nak..! Tsk, tskk..! Mmmhh..mmhhp," Vivian langsung berdiri dari kursinya, dan memeluk erat sosok putra yang dirindunya itu. Terdengar isak bahagia dan Vivian pun menciumi wajah David, hingga wajah David tertular menjadi basah terkena air mata Vivian."Mamah. Sekarang Mamah tenanglah, tidak akan ada lagi yang berani mengganggu Mamah. David akan selalu menjaga Mamah," ucap David serak, dia sangat sedih melihat kondisi sang mamah, yang tak secerah dan sebugar dulu. Karenanya dia bertekad tak boleh lagi ada orang yang membuat mamahnya cemas, ataupun ketakutan."David. Kapan kau akan kembali tinggal di sini Nak..?" tanya sang mamah penuh harap."Semoga tidak lama lagi Mah. O iya mah, David datang bersama sahabat David. Mari kita temui dia ya Mah," ucap David."Baik David, kau ke depanlah lebih dulu. Mamah akan menyusul segera," sahut Vivian seraya bergegas menuju kamarnya, untuk sedikit memoles wajahnya yang agak sembab karena habis menangis itu.David kembali ke ruang
"Bu ada mobil merah masuk ke halaman rumah. Sepertinya putra Ibu sudah datang," ucap bi Ijah, setelah mengetuk pintu kamar Marini.Klekh!"Baik Bi Ijah," sahut Marini setelah membuka pintu kamarnya.Spontan Revina dan Resti juga turut membuka pintu kamar mereka,Klekh!"Mas Bara sudah datang ya Bu..?" tanya Resti yang keluar dari kamarnya."Iya Resti, hayuk kita temui dia," sahut Marini tersenyum gembira.Akhirnya mereka bertiga bergegas menuju ke arah depan rumah. Dan benar saja, sesampainya mereka di teras rumah, mereka langsung melihat sosok gagah yang baru saja turun dari mini cooper cabrio merah itu.Bara yang juga melihat mereka langsung tersenyum, dan melangkah cepat menghampiri,"Ibu..!" seru Bara seraya menunduk dan mencium tangan sang ibundanya."Bara anakku. Maafkan ibu malam itu menamparmu ya Nak. Tsk, tsk..!" Marini langsung menarik tubuh Bara dalam pelukannya, dan berkata dengan nada penuh sesal."Tak apa Ibu. Bara memang salah, karena tak mengabarkan keberadaan Bara, hi
"Ketahuilah Bara. Saya Tedjo, ini Prana, Raka, dan Marco. Kami berempat adalah anak buah kakekmu dulu," jelas Tedjo, memperkenalkan dirinya dan ketiga sahabatnya pada Bara.Akhirnya mereka semua masuk dan berkumpul di ruang tamu kediaman Marini, yang memang cukup luas untuk menampung mereka semua.Bi Ijah nampak sekilas tersenyum pada mereka semua lalu kembali ke belakang, sepertinya dia sedang menghitung jumlah gelas minuman yang harus disajikannya. Hehe.Tanpa tedeng aling-aling Tedjo langsung bertanya kepada Bara,"Bara. Paman sangat mengenal 'gelang' yang kaukenakan itu. Dari mana kau dapat barang itu, Bara..?" tanya Tedjo serius. Ya, tatapan Tedjo dan ke tiga sahabatnya memang sejak tadi terarah ke 'gelang khusus' yang dikenakan Bara. Dalam misi mereka dulu memang pernah melihat 'prototype' senjata rahasia agen-agen luar negeri. Dan salah satunya adalah bentuk 'gelang' yang berkedip hijau seperti yang dikenakan Bara.Bara pun tersentak kaget dengan pengetahuan dan pertanyaan dar
Di ruang tamu villa, nampak berkumpul Bara serta para sahabatnya. Sementara Leonard juga di dampingi 2 orang kepercayaannya, Jason dan Tommy. Mereka berbicara akrab dan hangat saat itu. Seperti tak pernah ada permusuhan di antara mereka. "Leonard. Terimakasih atas kesediaanmu mengantar sendiri pesanan kami," ucap Bara tersenyum. "Sama-sama Bara, aku senang bisa bersahabat dengan kalian semua. O ya, Marsha titip salam buat kalian semua. Tadinya dia memaksa ikut, namun dilarang keras sama Ibuku," ujar Leonard menyampaikan. "Ahh. Bagaimana kabar Marsha di sana Leonard..? Kapan kalian menikah..?" tanya Dimas. Dia memang sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit itu. Ya, Dimas sudah belajar menghilangkan kebencian di hatinya pada Leonard. Dia sadar, kepentingan bersama para sahabatnya lebih utama, dibanding perasaan pribadinya. Namun tentu saja hal itu masih meninggalkan 'bekas mendalam' di hatinya. Hal yang berdampak pada dinginnya hati Dimas terhadap wanita. Dimas merasa sudah t
"Ahh..! Aku datang untuk mengantarkan dompet tanganmu yang tertinggal di dalam mobilku semalam Dewi," seru Dimas agak terpana melihat kecantikkan Dewi, seraya menyerahkan dompet itu pada Dewi. 'Tak kusangka di pagi hari kau malah semakin nampak cantik Dewi', batin Dimas mengakui. "Wah..! Terimakasih Mas Dimas, pantas Dewi cari-cari di tas semalam tak ketemu. Masuk dulu Mas Dimas ya," seru Dewi senang, dia pun membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan Dimas masuk. "Baiklah Dewi, tapi aku tak bisa lama-lama ya. Para sahabat menanti di rumah Mas Bara," sahut Dimas, seraya duduk di kursi tamu rumah. 'Mas Dimas pasti kurang tidur semalam', bathin Dewi, saat melihat mata Dimas yang terlihat cekung dan lelah."Mas Dimas, Dewi ucapkan terimakasih atas pertolongan Mas semalam, dan juga antaran dompet Dewi ya," ucap Dewi tersenyum. "Bukan apa-apa Dewi. Aku hanya kebetulan saja sedang berada di lokasi kejadian," sahut Dimas. Jujur saja Dimas agak jengah juga, karena Dewi menatapnya den
"Bagaimana hasil pengamatan kalian terhadap rumah Bara cs, Pandu..?" "Bersih di sana Paman Jendral, tak ada helikopter maupun orang-orang kita yang hilang di sana. Kami juga sudah memberi peringatan pada kediaman Bara, yang dijadikan markas oleh mereka itu paman," sahut Pandu apa adanya. "Hmm. Kau beri peringatan apa pada mereka Pandu..?" tanya sang Jendral penasaran. "Pandu melepaskan pukulan level ke 4 aji 'Singa Langit' pada kediaman mereka paman Jendral, namun Bara berhasil menangkis pukulan Pandu itu di udara. Dan dari situ ada kabar mengejutkan buat kita Paman Jendral," sahut Pandu, berhenti sejenak dari ucapannya. "Katakan cepat kabar itu Pandu..! Jangan sepotong-potong memberikan informasi padaku..!" sentak sang Jendral, yang menjadi gemas dan penasaran dengan penuturan Pandu. "Paman Jendral, dari beradunya pukulan Pandu dan pemuda bernama Bara itu, maka Pandu jadi yakin, jika saat ini Paman Drajat si 'Tapak Es' ada bersama mereka. Karena energi yang dilepaskan Bara te
Sementara itu, Dimas telah tiba di garasi kediamannya, Dimas bermaksud hendak langsung masuk ke kamarnya, dan menyendiri di sana. Namun saat dia turun dari mobilnya, dan hendak menutup kembali pintu mobil. "Ahh..!" Dimas berseru kaget, saat mendapati sebuah dompet tangan tergeletak di kursi sebelah kemudi. Dan Dimas langsung saja berpikir, jika dompet itu pasti dompet milik Dewi yang tertinggal. 'Biarlah besok saja kuantarkan ke rumahnya sekalian ke rumah Mas Bara', bathinnya. Dia tak hendak membawa dompet itu masuk ke dalam rumah. Maka disimpannya dompet milik Dewi itu di laci mobil. Lalu Dimas pun bergegas keluar dari garasi, menuju ke dalam kamarnya di lantai atas. Ya, hari itu adalah hari paling kelabu di hati Dimas. Di dalam kamar pun, Dimas tak bisa berhenti berpikir tentang Marsha. Hati dan pikirannya seolah terus 'terparkir' pada sosok wanita, yang memang sangat spesial di hatinya itu. Sungguh hal yang sangat 'menguras' energi Dimas. Sulit baginya saat itu, untuk fok
"Maaf Mas Bara dan semuanya. Sepertinya malam ini aku ingin pulang dulu, sekalian mengantarkan Dewi. Dia baru saja lolos dari aksi kejahatan di jalan. Kebetulan aku ada di dekat situ, usai dari warung bang Madi. Karena tinggalnya di Lenteng Agung, maka aku sekalian akan mengantarkannya pulang," ujar Dimas. Menjelaskan sekaligus menjawab tanda tanya di benak semua sahabatnya, tentang siapa wanita yang bersamanya itu. "Maaf Mas Dimas dan semuanya. Dewi jadi merepotkan dan mengganggu acara kalian," Dewi berkata dengan senyum jengah, dan wajah merasa bersalah. "Tak apa Dewi, namanya juga kejadian tak terduga. Silahkan Mas Dimas, besok main lagi ke sini kan Mas..?" sahut Bara, seraya bertanya pada Dimas. "Semoga Mas Bara, mari semuanya," sahut Dimas tersenyum, seraya beranjak menuju mobilnya. Tinn.. Tiinn..! Dimas membunyikan klakson mobilnya, saat hendak keluar dari rumah Bara. Hal yang disambut lambaian tangan dari para sahabatnya. Akhirnya mobilnya meluncur di atas jalan raya
"Itu bukan urusanmu..! Minggirr..!!" sentak orang itu, seraya menepis kasar tangan Dimas yang menahannya. Dagh..! Namun betapa terkejutnya orang itu. Karena saat menepis tangan Dimas, tangannya bagai menghantam besi baja. "Akhs..!" seru kesakitan lelaki sangar itu, dengan wajah meringis. Spontan tangannya terasa sakit dan kesemutan, sedangkan tangan Dimas masih pada posisinya di depan dadanya. "Bangsat..! Kau mau bermain-main dengan kami rupanya..!" seru orang itu emosi. Dan temannya yang sejak tadi hanya diam, dan mengamati di sebelahnya mulai ikut merangsek maju. Seth..! Seth..! Slaakh..!! Bagai dikomando, kedua orang itu secara serentak dan cepat menghunus pisau lipat mereka."Aduhh..! Awas Mas ..!!" teriak si wanita, yang panik dan ketakutan. Tentu saja dia menjadi cemas, melihat kedua orang yang memburu dirinya itu menghunus pisau, untuk mengeroyok pemuda penolongnya. Pisau di kedua tangan orang itu, dimainkan dengan cepat bergerak ke kiri dan ke kanan. Bagai hendak mem
Tinn.. Tiinn..! Menjelang senja, mobil yang dikendarai David pun tiba di kediaman Bara. Dimas, Sandi, dan David, turun dari mobil dan langsung hendak menuju teras rumah. Di mana Bara dan Gatot telah menanti mereka. Namun setelah turun, langkah Dimas malah langsung menuju ke warung kopi 24 jam milik bang Madi. Yang berada diseberang rumah Bara. "Kalian duluanlah, aku hendak ngopi sejenak di warung seberang," ucap Dimas, pada David dan Sandi. Lalu Dimas kembali balik badan, meneruskan langkahnya ke warung bang Madi. "Mas ... " Sandi urung meneruskan ucapannya."Ssssttt. Sudahlah Sandi, sepertinya dia baru mengalami pukulan berat," bisik David, seraya menepuk dan menggelengkan kepalanya pada Sandi. Sandi pun akhirnya terdiam dengan wajah bingung, menuruti saran dari David. Sementara Bara yang melihat hal itu dari kejauhan, dia pun langsung menangkap makna dari sikap Dimas. Yang langsung berjalan ke warung seberang, tanpa menoleh padanya dan Gatot. Di tatapnya tubuh Dimas yang n
Nampak helikopter itu agak oleng, akibat pengaruh getar energi yang dikeluarkan oleh Pandu. Di saat yang sama, Bara dan Gatot telah berada di luar kediaman Bara. Mereka berdua segera memandang ke arah atas rumah, dan sontak mereka terkejut sekaligus bersiap melepaskan pukulan jarak jauh mereka. Karena mereka melihat sebuah helikopter dengan ketinggian hanya sekitar 25 meter di atas kediaman Bara! Nampak di dalam helikopter itu, sesosok pemuda yang tengah bersiap memukul ke arah kediaman Bara. "Hajar saja kediamannya, Pandu..!" teriak Denta. Saat dia juga melihat Bara dan seorang temannya telah bersiap melepas pukulan jarak jauh dari bawah. Denta berspekulasi, tentunya Bara akan melindungi kediamannya lebih dulu, dari terjangan pukulan jarak jauh yang dilepaskan Pandu. "Hiyaahh.!!" Wuursshk..!! Dengan diiringi teriakkan kerasnya, Pandu melontarkan pukulannya tanpa ragu ke arah kediaman Bara. Seberkas cahaya merah keemasan melesat cepat, menuju ke atap rumah Bara. "Gatot kau p
Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.!"Hahh..! Marsha..?!" seru Dimas terkejut bukan main, saat dilihatnya nomor Marsha tertera di layar ponselnya. Saat itu dia masih berada di halaman vila markas yang baru saja dibelinya. Klik.! "Ya Marsha ...?! " sahut Dimas, penuh rasa rindu dan kecemasan. "Mas Dimas, Marsha saat ini berada di kediaman Leonard di Washington. Marsha baik-baik saja disini Mas Dimas," ucap Marsha serak. Dia tahu Dimas sangat mencemaskan dirinya. "Syukurlah Marsha. Tenanglah, sesegera mungkin aku akan menjemputmu pulang ke Indonesia. Aku sedang mempersiapkan visa untuk ke sana bersama Mas Bara," ucap Dimas, ingin menenangkan Marsha disana. "Maaf Mas Dimas, sepertinya itu tak perlu Mas lakukan. Karena Marsha disini sudah berkomitmen dengan Leonard. Hal ini benar-benar diluar dugaan Marsha Mas Dimas," ucap Marsha penuh rasa sesal. Karena mau tak mau, dia harus mengatakan hal yang pasti menyakitkan hati Dimas. "Apa maksudmu Marsha..?! Komitmen dengan Leonard..?" Dimas ber