"Wah..! Resti baru saja mengajakku ke sana Dave Ko..! Kebetulan sekali..! Baik Dave Ko, Revi akan datang ke rumah Mas Bara di Jati Padang. Salam buat Mamah ya Dave Ko, maaf Revi belum bisa sering-sering mampir ke rumah Mamah. Kata Mamah, orangtua Revi pernah ke sana menanyakan keberadaan Revi, Dave Ko.""Baik Revi sayank. Nanti akan aku sampaikan salam Revi, tapi sepertinya Mamah akan ikut ke sana bersamaku, Revi.""Ahh..! Baik sekali hari ini Dave Ko. Baik Revi akan bersiap ke sana bersama Resti sekarang. Hati-hati di jalan Dave Ko.""Baik Revi."Klik.! David menutup panggilannya. "Untung kita sudah ijin tiga hari pada Pak Patrick ya Resti," ucap Revina dengan wajah cerah, karena tak lama lagi dia akan bertemu dengan kekasihnya."Benar Vina. Semoga saja semua barang ini sudah selesai kita packing lusa nanti," sahut Resti gembira."Biarlah nanti setelah acara peretemuan di rumah Bu Marini selesai, kita akan ngebut mengemasi barang-barang kita ini Resti," ucap Revina, seraya memandan
"David..! Kau datang Nak..! Tsk, tskk..! Mmmhh..mmhhp," Vivian langsung berdiri dari kursinya, dan memeluk erat sosok putra yang dirindunya itu. Terdengar isak bahagia dan Vivian pun menciumi wajah David, hingga wajah David tertular menjadi basah terkena air mata Vivian."Mamah. Sekarang Mamah tenanglah, tidak akan ada lagi yang berani mengganggu Mamah. David akan selalu menjaga Mamah," ucap David serak, dia sangat sedih melihat kondisi sang mamah, yang tak secerah dan sebugar dulu. Karenanya dia bertekad tak boleh lagi ada orang yang membuat mamahnya cemas, ataupun ketakutan."David. Kapan kau akan kembali tinggal di sini Nak..?" tanya sang mamah penuh harap."Semoga tidak lama lagi Mah. O iya mah, David datang bersama sahabat David. Mari kita temui dia ya Mah," ucap David."Baik David, kau ke depanlah lebih dulu. Mamah akan menyusul segera," sahut Vivian seraya bergegas menuju kamarnya, untuk sedikit memoles wajahnya yang agak sembab karena habis menangis itu.David kembali ke ruang
"Bu ada mobil merah masuk ke halaman rumah. Sepertinya putra Ibu sudah datang," ucap bi Ijah, setelah mengetuk pintu kamar Marini.Klekh!"Baik Bi Ijah," sahut Marini setelah membuka pintu kamarnya.Spontan Revina dan Resti juga turut membuka pintu kamar mereka,Klekh!"Mas Bara sudah datang ya Bu..?" tanya Resti yang keluar dari kamarnya."Iya Resti, hayuk kita temui dia," sahut Marini tersenyum gembira.Akhirnya mereka bertiga bergegas menuju ke arah depan rumah. Dan benar saja, sesampainya mereka di teras rumah, mereka langsung melihat sosok gagah yang baru saja turun dari mini cooper cabrio merah itu.Bara yang juga melihat mereka langsung tersenyum, dan melangkah cepat menghampiri,"Ibu..!" seru Bara seraya menunduk dan mencium tangan sang ibundanya."Bara anakku. Maafkan ibu malam itu menamparmu ya Nak. Tsk, tsk..!" Marini langsung menarik tubuh Bara dalam pelukannya, dan berkata dengan nada penuh sesal."Tak apa Ibu. Bara memang salah, karena tak mengabarkan keberadaan Bara, hi
"Ketahuilah Bara. Saya Tedjo, ini Prana, Raka, dan Marco. Kami berempat adalah anak buah kakekmu dulu," jelas Tedjo, memperkenalkan dirinya dan ketiga sahabatnya pada Bara.Akhirnya mereka semua masuk dan berkumpul di ruang tamu kediaman Marini, yang memang cukup luas untuk menampung mereka semua.Bi Ijah nampak sekilas tersenyum pada mereka semua lalu kembali ke belakang, sepertinya dia sedang menghitung jumlah gelas minuman yang harus disajikannya. Hehe.Tanpa tedeng aling-aling Tedjo langsung bertanya kepada Bara,"Bara. Paman sangat mengenal 'gelang' yang kaukenakan itu. Dari mana kau dapat barang itu, Bara..?" tanya Tedjo serius. Ya, tatapan Tedjo dan ke tiga sahabatnya memang sejak tadi terarah ke 'gelang khusus' yang dikenakan Bara. Dalam misi mereka dulu memang pernah melihat 'prototype' senjata rahasia agen-agen luar negeri. Dan salah satunya adalah bentuk 'gelang' yang berkedip hijau seperti yang dikenakan Bara.Bara pun tersentak kaget dengan pengetahuan dan pertanyaan dar
"Ahh, ini juga berkat bantuan Resti dan Revina kok Vivian," sahut Marini, saat Vivian dengan jujur memuji ke sedapan sop iga sapi buatannya.Spontan wajah Resti dan Revina 'memerah' dan melambung senang, saat namanya diikut sertakan oleh Marini.Usai makan siang, kubu bagai terbelah menjadi dua di rumah Marini. Para lelakinya langsung menuju ke garasi belakang rumah, untuk melihat mobil dan motor antik Bara. Sementara para wanitanya berkumpul di ruang tengah rumah, asik berbicara hal-hal yang menarik bagi mereka.Ya begitulah, berkumpulnya mereka kali ini di rumah Marini bagai menghapuskan badai kesedihan, yang mereka alami selama ini.Sementara di garasi belakang rumah, nampak Bara yang telah mengambil kunci motor Harley hitamnya. Dia tengah memeriksa kondisi motor itu, di bantu Marco yang rupanya cukup berwawasan di bidang mekanik motor."Kondisi motor ini masih sangat terawat Bara. Coba kau isi dulu tanki motor yang masih kosong ini, lalu nyalakan saja motor ini untuk pemanasan," u
"Hahahaa..! Cerdas juga cucu panglima kita ini, sambil menyelam menang taruhan ya. Hahaaa..! Bagus Bara, David..! Untuk hal yang satu itu saya dukung..! Bangkrutkan bandar mereka. Ngomong-ngomong Paman bisa ikutan taruhan kalian ya..?! Hahaaa..!" Prana tak henti terbahak senang, memuji siasat halus cucu panglimanya ini.Ya, pasar pertaruhan memang salah satu 'sendi' dan sudah satu paket, dengan kompetisi gelap itu sendiri. Kedua hal itu tak mungkin bisa saling dipisahkan! "Hahaa..! Jadi kalian 'menyetel' sendiri waktu pertarungan Bara saat menjatuhkan lawannya..?! Hahaaa..! Ini siasat tiada lawan Tedjo..! Tinggal kita atur saja secara bergantian pemasang taruhannya. Agar pihak bandar tak curiga karena pemenangnya itu-itu saja. Bagaimana..?!" seru Marco yang jadi ikut antusias mendengar siasat Bara."Wahh, pemikiran yang bagus Paman sekalin. Kebetulan saya juga sedang bingung mencari partner diluar, karena lambat laun pihak bandar pasti curiga, jika kita menang terus menerus," ujar Da
"Baik Marsha sayang, jangankan cuma stempel, buku rekening pribadiku juga akan kubawa jika kau yang memintanya sayang," sahut Samuel dengan nafas tersengal penuh hasrat. Ya, benak Samuel hanyut dalam fantasi seksi Marsha yang semakin menggila. Serasa melambung dirinya dipanggil mas oleh Marsha, seolah dia begitu dekat dengan wanita menggairahkan itu."Baiiklah Mas Samuel. Kita bertemu minggu depan di vila milikmu yang di Bogor dulu itu ya. Biar aku yang ke sana menemuimu nanti," ucap Marsha menentukan tempat, yang pastinya sangat di sukai oleh Samuel."Baik Marsha sayang. Tak sabar rasanya aku menanti saat itu tiba," sahut mesra Samuel, seraya menelan jakunnya. Glek..!"Bye Mas Samuel. Sampai jumpa nanti.Klik!Marsha pun menutup panggilannya, dengan sebelah tangan menutupi mulutnya yang tertawa geli. *** Hari menjelang senja, saat Bara dan David sedang berbicara di teras rumahnya. Empat serangkai Tedjo, Prana, Raka, dan Marco, sudah kembali ke kediaman Tedjo sejak ashar tadi.Ya,
"Baik Pak Nala. Kami akan kabarkan kejadian darurat ini pada Marsha nanti. Terimakasih sekali dan maafkan kami telah merepotkan pak Nala," ucap David merasa rikuh."Tak apa David, wong namanya juga kecelakaan," sahut Nala tersenyum maklum.Akhirnya tiga buah mobil keluar dari kediaman Marini, dua mobil menuju ke RSUD, dan sebuah mobil lainnya menuju ke kediaman Marsha.Sesampainya Marini, David, dan Vivian di Rumah Sakit, mereka langsung menuju ke ruang IGD. Nampak di sana Bara masih duduk di ruang tunggu, menanti dokter yang menangani ayahnya di ruang tindakan medis."Bagaimana kabar Ayahmu Bara..?" tanya Marini dengan wajah cemas. Tampak 'jelas' kini isi hatinya seperti terbaca oleh Bara, bahwa sang ibu 'sebenarnya' masih mencintai ayahnya.'Sungguh murni dan setia cinta ibuku ini pada Ayah, jika dugaanku benar', bathin Bara sekilas. Namun Bara tak mau larut memikirkan hal itu."Ayah sedang ditangani dokter Bu. Bara sendiri belum mendapat penjelasan dari Dokter," sahut Bara menjela