Keesokkan harinya di kediaman Marini."Paman Tedjo, hari ini Marini akan mengunjungi Bara di penjara. Apakah paman mau ikut serta..?" tanya Marini.Marini memang langsung sakit demam, saat kemarin malam di bawa oleh ke empat bekas anak buah ayahnya itu pulang kerumahnya. Seharian kemarin dia terbaring lemas di kamarnya, beruntunglah Tedjo telah mencarikan pembantu di rumah itu untuk Marini.Dengan adanya Tono yang bertugas menjadi supir, dan bi Ijah yang membantu memasak dan membereskan rumah. Maka Marini bisa menjalani hidup dengan agak lebih santai di rumah itu.Dan bi Ijahlah yang menemani dan menunggui Marini selama dia sakit sejak kemarin. Hingga akhirnya pagi ini kondisi Marini berangsur mulai pulih kembali.Sementara ke tiga sahabat Tedjo yang lain saat ini sedang berkunjung ke kediaman Marko di daerah Bintaro, Jakarta Selatan."Maaf Marini, hari ini Paman ada acara di rumah. Tapi apakah kau yakin sudah pulih dan kuat bepergian ke penjara kota hari ini Marini..? Kalau bisa ditu
"Baik, terimakasih," ucap Marini, agak merasa tenang dengan pemberitahuan itu.Selama ini dia menganggap ponsel dan nomor putranya itu sudah hilang dan tak di pakai lagi. Ternyata ponsel Bara disita dan di simpan oleh pihak lapas."O ya pak. Bolehkah saya bertanya sekali lagi..? Saya hendak bertanya soal tahanan bernama David. Apakah dia masih berada di lapas ini..?" Resti juga turut senang, mendengar ponsel Bara telah dikembalikan. Namun dia teringat soal kekasih sahabatnya, maka segera dia bertanya tentang David pada sang petugas itu."David..? Sebentar ya mbak," sang petugas kembali menyusuri data terbaru, yang ada di layar komputernya."Mbak Resti, ternyata David Tandinata juga telah keluar dari penjara kota bersama tuan Bara Satria. Dan ponselnya juga sudah dikembalikan kemarin bersamaan dengan tuan Bara," sang petugas memberitahu Resti."Baik. terimakasih pak," ucap Resti."Mari bu, kita bicara di luar saja yuk," Resti berkata sambil tersenyum pada Marini."Benar Resti. Baru saj
'Huhh..! Awas kau Bara..! Akan kubuat kau bertekuk lutut dalam seminggu ini..!' ancam bathin Clara kesal.Clara merasa tak di anggap dan 'dikacangin' oleh keangkuhan Bara. Tingkat kepercayaan diri atas kecantikkan dan kemenarikkan tubuhnya serasa 'down' ke titik terendah. Hal itu membuat dirinya bertanya-tanya pada dirinya sendiri,'Apakah daya tarikku sudah anjlok dan berkurang saat ini..?' tanya batin Clara cemas, seraya memandangi detail lekuk tubuhnya di cermin besar lemari.'Ahh, tidak kok. Tubuhku masih kencang, mulus, dan terjaga. Dasar Bara saja yang matanya nggak beres itu..!' sungut bathin Clara pada akhirnya, seraya memaki Bara."Upss.! Kamu sedang apa Clara..?" kejut Bara yang masuk ke kamar, dia hendak mengembalikan bantal dan guling yang semalam dibawanya keluar kamar. Saat melihat Clara sedang mematut-matut tubuh polosnya di depan kaca lemari kamar.Bara pun bertanya sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain dan terus berjalan ke arah ranjang.Sedemikian cepatnya Clar
"Kompetisi gelap..? Kompetisi apakah itu ibu..?" tanya Resti bingung. Dia sungguh tak mengerti, soal apa yang tadi di bicarakan Bara dan ibunya itu."Ahh..! Kau belum mengetahuinya Resti..?" tanya Marini seolah tak percaya."Belum ibu. Mas Bara tak pernah berbicara soal itu pada Resti," sahut Resti jujur. Marini pun terdiam menimbang sejenak. Dan akhirnya dia memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Resti. "Kompetisi gelap adalah pertarungan sampai ada yang mati Resti. Entah pihak mana yang menyelenggarakan kompetisi biadab itu di dalam penjara. Dan Bara ikut serta di dalamnya Resti," jelas Marini pada Resti."Aihh..! Kejam sekali Bu. Bagaimana Mas Bara bisa ikut di dalamnya..?! Kenapa dia tak menolaknya Ibu..? Aduh, Mas Bara..!" sontak Resti terkejut bukan main, mendengar ada kompetisi semacam itu di dalam penjara. Kini hatinya berdebar cemas dan panik, memikirkan nasib kekasihnya Bara."Ibu juga sangat cemas Resti, tapi ibu percaya dengan kemampuan Bara. Tenanglah Resti, b
"Senang berjumpa lagi denganmu Mas Bara," sapa Marsha tersenyum cerah."Sama-sama Marsha, duduklah," sahut Bara tersenyum ramah, dan mempersilahkan Marsha duduk.Sementara sang sopir yang mengantarkan Marsha juga ikut turun dari mobilnya, dia membawakan tas koper roda milik Marsha lalu meletakkannya di lantai teras."Baik Nona Marsha, Tuan Bara. Saya permisi dulu," ucap sang supir ramah, pada keduanya."Baik Pak Amat. Terimakasih ya," ucap Marsha tersenyum pada sang supir."Baik Pak, terimakasih," ucap Bara merasa agak heran, saat melihat koper roda milik Marsha. Namun di tekannya dulu rasa herannya saat itu.Mobil itu pun melaju keluar dari vila melalui pagar gerbang yang dibukakan oleh security di pos gerbang vila."Mas Bara, aku tahu kau pasti heran dengan kedatanganku ke vila ini," ucap Marsha, yang melihat ekspresi bingung di wajah Bara."Ya Marsha, terus terang saja aku tak mengerti dengan maksud semua ini," sahut Bara jujur."Aku kesini atas permintaanku sendiri pada Freedy, Ma
"Kenapa ayah..?!" seru Freedy ikut terkejut, melihat sang ayah yang nampak panik itu."Ahh..! Lupakan saja Freedy. Ayah hanya teringat sesuatu, mungkin hanya mirip saja," sahut sang ayah kembali bersikap tenang.Mereka pun kembali menyimak tayangan di layar laptop Freedy itu. Nampak pertarungan sudah usai dan di layar terlihat seorang wanita berteriak lalu berjalan masuk ke arena, dengan diiringi empat sosok pengawal di kiri kanannya."Ahh..! Celaka..! Itu benar-benar mereka..!!" teriak keras sang ayah, dengan wajah pucat dan panik yang semakin meraja."Ayah..! Katakanlah ada apa sebenarnya..?!" seru Freedy yang merasa kaget dan cemas.Karena tak biasanya bahkan tak pernah, sang ayah sampai berteriak kaget dan menunjukkan kepanikkan yang teramat sangat di depan Freedy, seperti yang terjadi saat itu.Namun sang ayah tak menggubris seruan Freedy, matanya terus terbuka lebar menyaksikan tayangan di laptop putranya itu.Hingga akhirnya sang ayah melihat Bara memanggil wanita itu sebagai i
"Bagaimana David..? Apakah kau sudah katakan rencana kita pada Marsha..?" tanya Bara yang masuk ke vila luar kediaman David."Sudah Bara, dan dia bersedia masuk dalam skenario kita. Memang benar katamu Bara, tak ada yang lebih bisa masuk dalam lingkaran Samuel selain wanita. Dan kebetulan Marsha adalah wanita yang tepat untuk itu Bara, Marsha bercerita beberapa kali Samuel mencoba membeli jasanya, namun selalu ditolak oleh Marsha. Sepertinya ini akan berjalan sesuai rencana kita Bara. Thanks Bro," ujar David seraya tersenyum pada Bara."Hahaa.! Bra broo bra broo.. Broto kali. O ya Vid, besok aku berencana mengunjungi Ibuku di Jati Padang, apakah kau mau ikut..? Aku akan menghubungi Freedy untuk minta ijinnya.""Ahh, suatu kebetulan Bara. Bagaimana kalau besok aku ke rumah Mamah dulu, lalu mengajaknya mampir bersama ke rumahmu..?" tanya David bersemangat. Dia sangat ingin memperkenalkan sahabatnya itu pada sang mamah."Wahh, rencana bagus itu David. Baik besok aku tunggu kau dan Mamahm
Ting .. Tonngg ..!Terdengar suara bel vila utama berbunyi. Clara yang berada lebih dekat dengan pintu vila segera beranjak, untuk menemui orang yang menunggu di teras vila.Klekh!"Ya pak ada apa..?" tanya Clara pada tamu vila, yang ternyata adalah tiga orang berjas hitam."Malam Nona kami hendak bertemu dengan Tuan Bara dan David," sahut seorang di antara mereka.Dan Clara langsung paham, bahwa mereka adalah orang-orang suruhan Freedy."Baik Pak. Tunggu sebentar," ucap Clara seraya membalikkan badannya menuju ke ruang dapur."Mas Bara, mereka menunggu Mas di teras," ucap Clara di pintu ruang dapur, dia melihat Bara dan Marsha juga sedang melangkah keluar dari dapur."Baik Clara," ucap Bara. Dia pun mempercepat langkahnya menuju teras."Bagaimana Pak? Saya Bara," sapa Bara pada ketiga orang berjas hitam itu, setelah dirinya berada di teras."Tuan Bara. Kami diperintahkan Tuan Freedy, untuk memasangkan gelang khusus pada Tuan dan juga Tuan David," sahut seorang di antara mereka sopan.
"Lapor Jendral..! Misi sudah dilaksanakan. Enam buah roket telah ditembakkan. Dan satu orang di antara mereka sepertinya sudah tewas Jendral..!" "Bara..?!" seru Graito bertanya."Maaf, bukan Jendral..!" sahut pelapor. "Lalu empat helikopter yang lainnya..?!" tanya sang Jendral, seraya menatap tajam sang pelapor. "Empat helikopter kita meledak hancur oleh pukulan Bara, Jendral..!" "Wesh..!" Praaghk..!! Sang pelapor pun langsung tewas di tempat, dengan kepala pecah. Di hantam pukulan bertenaga dalam sang Jendral. Dua orang lain di samping pelapor otomatis melangkah mundur seketika. Sadis..! "Keparat Bara..!! Kau selalu membuatku rugi..!" teriak kalap sang Jendral. "Mana Pandu..?!" seru sang Jendral, pada dua orang lainnya. Sepasang matanya mendelik berkilat kemerahan. "He-he-helikopternya juga jatuh Jendral." sahut seorang di antara mereka. "Dari sisi mana kalian menyerang..?!" "Da-dari arah depan markas Jendral."Braaghk..!! Kini meja teras yang lagi-lagi hancur oleh sepaka
"Bangsat kau Bara..!" Slaph..! Byaarshk..! Pandu melesat keluar dari helikopter yang hilang kendali tersebut. Bara melihat sosok merah keemasan melesat keluar, dari helikopter yang hendak hancur masuk ke lembah itu. 'Pandu..!' gumam bathin Bara. Namun saat dia hendak melesat mengejarnya, "Gatott..!!" samar-samar terdengar teriakkan keras para sahabatnya, menyeru nama Gatot di bawah sana. Bara pun urung mengejar Pandu, dan melesat kembali ke markasnya dengan secepat mungkin. Slaphh..! Taph..! Bara mendarat tepat di sisi para sahabatnya, yang telah berkerumun cemas pada kondisi Gatot. Nampak jelas kini oleh Bara, sosok Gatot yang tengah terkapar tak sadarkan diri. Dada Gatot nampak membiru, dengan darah mengalir dari mulutnya. 'Luka dalam yang teramat parah..!' bathin Bara sesak dan sedih sekali. "B-bara..! A-apa yang harus kita lakukan..?!" seru gugup bergetar Sandi. Dan semua sahabat pun kini menatap Bara, seolah menanti keputusan cepat dari Bara. Karena mereka semua tak a
"Teh manis opo..? Gundulmu kuwi..! Bikin sendiri sana..!" seru bi Tarni sewot. "Ya Bibi, Gatot kan mau pulang nanti Bi. Bikinin ya, teh bikinan Bibi kan yang paling pas di lidah. Hehe," celetuk Gatot terkekeh. "Huhh..! Gombiall..!" sungut bi Tarni, seraya beranjak kembali ke dapur. Bara cs melanjutkan obrolannya, sambil makan gorengan buatan bi Tarni. Sungguh suasana yang menyenangkan di pagi itu. Namun...Wrrngg..! Wrŕenngg..!! Secara tiba-tiba dari ketinggian, turun dengan cepat 5 buah helikopter ke arah markas Bara. Kumpulan helikopter itu terbang dalam keadaan melintang berbaris. Pada ketinggian sekitar 80 meter di atas tanah, dengan sisi-sisi pintu nya telah terbuka menghadap ke depan vila. Nampak RPG-32 telah disiapkan pada posisi siap meluncur. "Tembak..!!" Pandu yang memimpin langsung penyerangan, langaung memberikan perintah tembak. Swassh..! Swaassh ..! ... Swaassh..!! Enam buah roket langsung melesat cepat ke titik target di markas Bara. "Awass..! Semuanya..!! Han
"Resti..!" Seth..! Tiba-tiba saja sosok Revina melesat masuk, dan memalang di antara tubuh Resti yang tertarik maju. Plakh.! ... Plakh..!!Dan Revina langsung menampar keras pipi Evan bolak-balik 3 kali. "Arrkksgh...!! Kurang ajar kau Rrevina..! Kau selalu menghalangiku..!" Evan berteriak keras kesakitan. Pipinya terasa panas berdenyar, dengan kuping berdenging, dan mulutnya terasa asin berdarah. Warna merah lebam segera menghias kedua pipi Evan, yang nampak mulai membengkak. "Kau yang Bajingan Evan..! Rupanya tempo hari aku kurang keras menghajarmu..!" seru Revina dengan mata membelalak marah, seraya menunjuk ke wajah Evan. "Hei.hei..hei..! Rupanya buruanmu galak juga Evan. Aku jadi ingin mencicipi keganasannya di ranjang..! Hahaaa..!" seru tergelak salah seorang dari teman Evan. Dan serentak kedua teman Evan itu berjalan mendekat ke arah Revina. "Resti..! Kau masuklah ke mobil. Biar kuhajar tiga pecundang ini..!" bisik tajam Revina pada Resti. "Hati-hati Vina..!" bisik Re
"Bara memang brengsek..! Dia berkata dia adalah orang bebas..! Cuih..! Jangan harap..!" seru Freedy, mengungkapkan kekesalan hatinya. "Freedy, apakah benar Bara berkata begitu..?!" seru sang Jendral, yang mendengar seruan marah Freedy. "Benar Jendral." "Hmm. Pemuda licik itu benar-benar tahu posisinya saat ini Freedy..!" seru Graito. "Maksud Jendral..?!" seru Freedy kaget. Setelah mendengar sang Jendral seolah membenarkan ucapan Bara yang telah bebas. "Freedy, buka nalarmu..! Saat ini posisi kita dalam pengintaian pihak kepolisian. Dan aku mencurigai ada kerjasama antara pihak Bara cs dengan kepolisian, untuk menyelidiki serta membekuk kita. Karenanya kita tak mungkin mengajukan laporan pencabutan jaminan kita atas dirinya. Karena telah terjadi pergantian pejabat tinggi di kepolisian saat ini. Jika kita nekat melaporkan juga. Maka kemungkinan pihak kepolisian malah akan memeriksa kita, sehubungan dengan penjaminan yang kita lakukan. Benar-benar 'culas' si Bara ini..!" seru sa
"Haishh..! Dasar wong gemblung.! Lagi bahas Non Marsha malah ngomongin makanan," sentak bi Tarni kesal pada Gatot. Segera ia melepaskan pelukannya dari Gatot, seraya mengusap air matanya. Lalu dia pun berbalik melangkah kembali ke dalam vila, tanpa menoleh lagi. Tentu saja bi Tarni hendak membuatkan masakan terenak, khusus buat 'tuyul dapur'nya itu. "Lho..?! Salah saya di mana Bi Tarni yang cantik..?" protes Gatot, sambil memasang wajah bingung.Ya, dibalik sikap jutek bi Tarni pada Gatot, sesungguhnya dia sudah menganggap Gatot bagai ponakannya sendiri. Para sahabat lainnya hanya tertawa saja, melihat adegan rutin cekcok Gatot dan bi Tarni itu. Mereka pun akhirnya berkumpul dan ngobrol di teras vila dalam suasana yang penuh kekeluargaan. *** Dua hari kemudian. Sang Jendral sedang termenung di 'ruang rahasia'nya. Tampak emas batangan bertumpuk-tumpuk membentuk sebuah gunungan setinggi 3 meteran. Beberapa brankas besi pun tampak berjajar, di sekitar ruangan yang luas tersembun
"Terimakasih Mas Bara, Mas Dimas, Mas Gatot, Mas David, Mas Sandi, Brian, dan semuanya. Kalian memang sahabat-sahabat terbaik seumur hidupku," ucap serak Marsha, penuh perasaan terimakasih dan keharuan mendalam. "Bukan apa-apa Marsha, kau juga kerap membantu kami semua. Istirahatlah, yakinlah hari esok pasti lebih baik Marsha," sahut Bara tersenyum menenangkan. Ditatapnya Marsha dengan pandangan penuh prihatin dan juga sayang, pada sahabat wanitanya ini. Marsha pun tertunduk, dengan buliran air mata mengalir di pipinya. Lalu dia pun beranjak melangkah menuju ke kamarnya, dengan dirangkul oleh Leonard. "Mas Bara, David, dan semuanya. Atas nama keluarga Winston Group, saya mengucapkan banyak terimakasih atas pertolongan dan penghiburan kalian. Di saat keluarga kami mengalami musibah yang menyedihkan dan membingungkan ini. Kalian datang dan memberi titik terang atas masalah kami. Dengan ini, 'Winston group' telah menganggap kalian sebagai bagian dari keluarga besar kami. Kami tak
Slaph..!! Wurrsh..! Bara membuka jalan dengan melesat keluar dari heli, seraya hantamkan pukulan jarak jauhnya dengan energi terukur, ke arah kaca jendela kamar hotel. Pyaarsshk..!! Taph!Kaca jendela pecah dan Bara langsung melesat masuk ke dalamnya. Slaph..! ... Slaph..! Tiga sahabat Bara ikut melesat cepat, dan mendarat masuk ke dalam kamar itu. "Hahh..!!" "Aihh..!!" Betapa terkejutnya Kuzma dan juga Marsha yang berada dalam kamar itu. Nampak Kuzma tengah bertelanjang dada, sedangkan di ranjang saat itu nampak Marsha yang terikat kedua tangannya di sisi ranjang. Kuzma memang sengaja mengikat Marsha. Karena Marsha kepergok nekat hendak bunuh diri, dengan cara meloncat dari jendela kamar hotel yang terbuka. Beruntunglah Kuzma melihatnya, dan menggagalkan niat Marsha. Dia pun langsung mengikatnya di ranjang. Tubuh Marsha dalam keadaan polos, dan hanya di tutupi dengan sehelai selimut setengah badan saja. Karuan Leonard yang melihat hal itu jadi murka bukan main terhadap K
"Bos Besar bahkan jatuh hati padanya Barton. Bos Besar hendak membawanya besok ke Rusia, untuk di jadikan wanitanya. Sekarang mereka masih asik berbulan madu di Hotel Canabis," ujar pelan Jacob, seraya kembali melihat ke sekiitaran lokasi balkon. Dia takut ada Sergei memergokinya, saat dia tengah membuka kedok bos mereka, lalu melaporkannya pada Kuzma. Namun tentu saja suaranya masih bisa jelas terdengar oleh Bara dan Brian, yang berada di atap balkon tersebut. Bara segera memberi isyarat pada Brian, untuk segera bergerak cepat. Seth..! Seth..! Sosok Bara dan Brian melesat cepat turun ke balkon. Lalu ... "Hei .. Tagh..! Tagh..! Hanya sebatas itu suara yang keluar dari bibir Jacob, saat Bara menetak cepat sisi lehernya dan juga Barton. Keduanya pun langsung pingsan seketika. Brian langsung menyambar tubuh Jacob dan... Slaph..! Slaph..! Sosok Bara dan Brian kembali melesat cepat menuju ke mobil Herbert, yang menunggu di sudut blok kawasan itu. Herbert saat itu tengah asik me