"Hahhh..! Punya kemampuan juga kau rupanya..!" seru kaget Paul, yang menyaksikan gerakan kilat Bara dari sel seberang.
"Bangsat..! Kita hajar dia..!" teriak Jarot yang masih kesakitan. Dalam emosinya Jarot tak bisa melihat betapa Bara jelas-jelas memiliki kemampuan jauh di atas dirinya dan dua rekannya. Dia malah memberi aba-aba untuk kembali menyerang Bara, yang tampak tersenyum dingin melihat kedegilan tiga cecunguk rekan satu selnya ini. Mendengar aba-aba dari pimpinan selnya, si kurus dan si gempal langsung mengikuti jejak Jarot. Mereka kembali sama menyerang Bara dengan tendangan ke tubuh Bara. "Hiyahh..!" Wukkh..! Wush..! Wukk..! Tiga buah tendangan melesat ke arah dada dan lengan Bara, namun kali ini Bara hanya diam saja menerima semua serangan mereka. Diam-diam Bara mengerahkan Aji 'Perisai Baja'nya, yang merupakan tingkatan dasar dari aji 'Sisik Naga Emas' warisan sang kakek. Seketika tubuhnya bagai terselimuti lapisan energi tenaga dalamnya, sosok Bara menjadi sangat keras sekeras baja. Daghh..! Kreegk..! "Arrghkss..! Awhhhsssshh...! Aduhh Makkk...!" terdengar teriakkan 'trio nada' setinggi 9 oktav, yang cukup menggegerkan seisi Gang Teri di penghujung senja itu. Teriakkan kesakitan dari Jarot, si Kurus, dan si Gempal. Sementara Bara melangkah tenang kembai ke arah sudut sel dan membereskan ranselnya kembali. Seolah tak pernah terjadi apa pun di situ. Cool..! "Gilaa...!!" seru Paul dan 4 rekan satu selnya, yang menyaksikan jelas peristiwa luar biasa itu. 'Aku menyerah', bathin Paul menatap jerih pada Bara. Sekuat-kuatnya dia, tak mungkin dia sanggup menghadapi tiga serangan dengan cara yang di praktekkan Bara barusan. Hatinya 'ciut' seketika melihat hal itu, hanya orang-orang khusus saja yang memiliki kemampuan seperti itu. Seperti si Nero, penguasa di Gang Kakap, pikir Paul. 'Sepertinya Gang Teri akan memiliki penguasa baru', bathin keempat rekan satu sel Paul. Tangg.! Tangg! "Hei kenapa kalian berteriak-teriak mengganggu ketenangan..?!" sentak sang sipir berkumis melintang, sambil memukul-mukul jeruji sel dengan tongkat kayunya. "Tidak ada apa-apa Pak Barjo. Mereka hanya sedang latihan vokal untuk menyambut tahun baru besok," sahut Paul, yang langsung menjawab dan mengedipkan matanya pada Jarot cs. "Iya Pak Barjo. Maaf suara kami mengagetkan," sahut Jarot dan kedua rekannya yang langsung tanggap atas kode dari Paul. Mereka bersikap tenang sambil 'tersenyum jelek', karena sebenarnya mereka bertiga sedang menahan rasa sakit yang teramat sangat. "Ya sudah..! Sekali lagi kalian membuat keributan, akan saya masukkan kalian semua ke sel khusus..!" ancam pak Barjo sambil memilin kumis kesayangannya. Dia pun kembali menuju poskonya. Ada 4 blok area di dalam penjara kota itu. Blok A, adalah area sel tahanan yang berisikan para napi dalam kasus-kasus ringan seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, dan pencemaran nama baik atau pelecehan. Blok B, adalah area sel tahanan yang berisi para tahanan kasus Narkoba, baik ringan maupun pada tingkat yang menunggu eksekusi mati. Blok C, adalah area sel tahanan yang berisi para tahanan korupsi dan politik. Dan terakhir adalah blok D, area tahanan yang berisi para tahanan dengan kasus pembunuhan, baik ringan hingga berat terencana yang menunggu eksekusi mati. Di antara keempat blok itu, blok C lah yang memiliki 'jagoan' terkuat dan merajai wilayah penjara kota itu. Lho kok bisa..?! Ya, tentu saja bisa. Karena dengan kekuatan dan kekuasaan uang para tahanan di blok itu. Para tahanan di sel itu sepakat serta mampu mendatangkan 'orang yang memiliki kemampuan diluar nalar'. Dan ada sebuah pergelaran pertarungan 'penguasa antar blok', yang di adakan setiap 6 bulan sekali secara 'sangat rahasia' di penjara kota itu. Sebuah pertarungan sampai salah seorang lawan mati di arena pertarungan itu..! Pertarungan antar penguasa blok ini bahkan di jadikan ajang pertaruhan besar-besaran, oleh para pelanggan rahasia yang bersedia membayar mahal, untuk menyaksikan pertarungan maut itu secara live. Ya, panitia kompetisi ilegal itu rupanya memiliki channel siaran khusus, yang bisa disaksikan oleh para pelanggan khusus mereka baik di TV maupun ponsel. Tentu saja ada oknum dalam di penjara kota, yang ikut menjadi 'penyelenggara' pertarungan rahasia ini. Dan sudah pasti pula dia menangguk laba yang fantastis dalam hal ini. Begitulah fakta di balik adanya julukkan 'penguasa blok' di penjara kota itu, semuanya terselenggara begitu rapih, begitu senyap, namun begitu gemerlap bagi para pelanggan rahasia mereka. Para pelanggan rahasia ini bisa ikut bertaruh atau sekedar menonton saja pertarungan rahasia sampai mati ini. Bahkan tak sedikit pula di antara para pelanggan rahasia itu yang merupakan orang-orang dari luar negeri. Dan dengan 'jenius'nya pelanggan luar negeri ini juga menangguk keuntungan tak sedikit, dengan turut merelay siaran live tersebut dan merekrut 'pelanggan-pelanggan rahasia' mereka sendiri di negerinya. Dan tentu saja pemenang dari pertarungan hidup mati ini akan mendapatkan nilai uang yang 'menggiurkan' pula. Kisaran perolehan mereka mencapai ratusan juta rupiah, dan mendapat fasilitas 'wah' di sel khusus, yang akan menjadi hadiah bagi pemenang pertarungan. Sungguh sebuah kompetisi penuh darah dengan nilai putar uang yang fantastis..! *** Keesokkan paginya, semua pintu sel dan pintu utama blok telah di buka lebar. Sebuah rutinitas harian yang memberi kesempatan para napi, untuk menghirup udara segar di halaman dan taman blok D. Namun rutinitas ini tidak hanya di blok D saja, semua blok memberlakukan aturan yang sama di penjara kota itu. Mereka bisa menghirup udara bebas, membuang hajat, mencuci pakaian, dan mandi di tempat yang sudah di sediakan khusus bagi para napi di halaman blok itu. Tentu saja semuanya dilakukan secara bergiliran atau antri. Dan bagi yang ingin mengambil jatah sarapannya, mereka tinggal masuk ke sebuah aula di tengah taman yang sudah menyediakan 'jatah sarapan' mereka. Sarapan dengan 'menu dan rasa' ala prodeo alias apa adanya, karena pola makan di sini bermotto kuantitas mengalahkan kualitas. Hehe. Tapi jangan kira di penjara tak ada pedagang, bahkan ada beberapa tahanan yang membuka warung kecil di dalam selnya. Ada yang menjual rokok, mie telor, kopi, bahkan juga ada yang menjual pakaian dan bantal. Pedagang tahanan itu mendapat pasokkan dari keluarga atau relasi yang biasa datang pada waktu besuk/menengok mereka, sambil mengantarkan barang dagangan untuk mereka. Karenanya tak semua tahanan mengambil 'jatah makan ala prodeo' saat waktunya makan. Mereka yang memiliki uang tentunya lebih memilih makan di warung-warung alakadar itu, yang dijual oleh rekan sesama napi di sana. Bara akhirnya ikut antri mandi di kamar mandi halaman blok itu. Tertatih-tatih Jarot, si Kurus, dan si Gempal, yang belakangan di ketahui Bara bernama Didin dan Amir itu mengikuti di belakang dirinya. Ya, kini ketiganya sudah 'waras' dan berpikir Bara adalah the next penguasa di Gang Teri. Oleh karenanya mereka memaksakan kaki mereka, yang rata-rata masih bengkak membiru itu berjalan tertatih mengiringi Bara. Bahkan si Didin mengalami retak tulang di telapak kakinya. "Bos. Biar kami sediakan kamar mandinya," ucap Jarot pada Bara. "Hahh..?!" Tentu saja Bara melengak kaget mendengar dirinya di panggil bos oleh Jarot, yang kemarin sore baru di bikin teler olehnya itu. Namun Bara hanya melihat saja, saat Jarot berjalan mendahuluinya menuju pintu kamar mandi. Dokk..! Dokk..! Dokk..! "Cepat..! Bos kami mau mandi tahu..!!" seru Jarot seraya menggedor pintu kamar mandi itu. "Jangan Jarot..! Jangan begitu..!" sentak geram Bara, setelah tahu apa yang dilakukan Jarot. Karena dia lebih suka masuk kamar mandi sesuai antrian. "Ya..!" Klakh! Terdengar sahutan dari dalam kamar mandi, dan keluarlah orang yang berada di dalamnya dalam keadaan masih berbusa rambutnya. Rupanya orang itu belum selesai keramas, wajahnya terlihat pucat karena mengenali suara Jarot yang berteriak di depan kamar mandi tadi. "Kamu masuklah lagi. Selesaikan mandimu dulu," ucap Bara tegas. Orang yang masih berbusa rambutnya itu menjadi bingung, dia menatap ke arah Jarot seolah meminta kejelasan. "Tunggu apa lagi.! Cepat selesaikan mandimu..! Masuk lagi sana..!" sentak Jarot sambil melotot ke arah orang berbusa itu. Orang dengan busa di rambutnya itu pun kembali masuk dan buru-buru menyelesaikan mandinya. "Jarot..!.."Jarot..! Aku tak suka dengan orang yang semena-mena di depanku. Sekali lagi kau berbuat begitu kupatahkan kakimu..! Kau dengar itu Jarot..!" sentak Bara kesal. "Ba..baik bos..!" sahut Jarot patuh. Sedangkan Didin dan Amir hanya tertunduk pucat mendengar kejengkelan Bara. Ya, mereka bertiga memang sepakat menjadikan Bara pemimpin di sel mereka. Bahkan mereka yakin setelah melihat kemampuan Bara, maka Gang Teri akan mempunyai penguasa baru menggantikan Paul, dan Bara lah orangnya. Usai mandi, Bara langsung hendak menuju aula makan umum para napi. Namun Jarot menahan tangan Bara. "Bos, kami punya makanan khusus buat Bos. Tinggalkan saja jatah makan nasi cadong yang umum di sini, rasanya tak karuan Bos," ucap Jarot memberitahukan. Nasi cadong adalah nasi campur aneka lauk yang di sediakan pihak pengelola penjara, biasanya nasinya dari kualitas standart atau pera. "Biarlah aku cicipi dulu sebagai perkenalan Jarot, jika memang tak cocok besok-besok aku akan beli di warung sel," sahut
Braghh..!"Sama saja Resti..! Kau tak boleh lagi bertemu lagi dengan Bara..! Lihat akibatnya pada ayah..! Ayah Donald memutuskan kerjasama sepihak dengan ayah dan dia sekarang malah mensuplai pesaing bisnis ayah di kota ini..! Sungguh membuat sial si Bara itu..! Cepat masuk ke kamarmu Resti..!" Rudi menggebrak meja, lalu berkata-kata penuh kebencian disertai amarah di hadapan Resti dan Sofia istrinya."Resti masuklah ke kamarmu dulu, jangan membuat Ayahmu tambah meledak Nak," ucap Sofia pelan pada putrinya. Dia sendiri tak bisa berkata apa-apa dalam hal ini."Baik Mah," sahut Resti sambil bergegas kembali ke kamarnya. Hati Resti sungguh terluka, saat sang ayah mengatakan Bara sebagai pembuat sial bagi ayahnya.'Bukankah yang menyerang lebih dulu si Donald itu..!' pikir Resti kesal.***Bara sedang mengurut ke tiga rekan satu selnya secara bergiliran, karena keterbatasan sarana dia hanya menggunakan minyak goreng yang dicampur dengan minyak kayu putih.Namun intinya memang bukan pada '
"Aku membunuh sepupuku sendiri Bara. Karena dia telah membunuh ayahku," sahut David."Hmm. Kita sama saja David. Aku membunuh orang yang menista Ibuku," ucap Bara."Aku membunuh karena rebutan lahan parkir bos," Jarot ikut masuk dalam pembicaraan."Kalau aku membunuh orang yang menggoda istriku," Didin menimpali."Aku sih bunuh majikkan, gara-gara gaji 3 bulan nggak dibayar," timpal Amir."David, kamu tidak ke gereja penjara kota malam ini kawan..? Kulihat para napi nasrani boleh ijin keluar untuk ikut merayakan hari Natal di sana malam ini," tanya Bara, dia paham rata-rata keturunan memeluk agama nasrani."Aku disini saja malam Natal ini. Aku ingin bersama kalian saja di malam natal tahun ini," David berkata dengan serak. Baginya lebih baik merayakan natal di hatinya, dan menghabiskan malam natal sekaligus malam pertamanya di penjara dengan teman-teman barunya itu.Walau tetap saja dalam hati David nelangsa, mengingat malam Natal tahun lalu yang begitu ceria bersama papah, mamah, dan
"Aku..!"Bara berseru seraya berdiri dan menatap tajam pada Bora cs. Dia sangat tak suka dengan gaya Bora mendatangi selnya, dan bertanya seolah menantang dan meremehkan semua orang di selnya."Oh..! Ini orangnya..!" seru Bora sambil mengamati Bara dari atas ke bawah. Dilihatnya Bara yang memiliki tinggi badan sekitar 178cm, rambutnya lurus tebal dan hitam dengan tubuh sedang namun berisi.Rahang di wajah Bara juga cukup keras dan gagah dilihatnya. Namun yang membuat Bora agak tergetar adalah pandang mata Bara. Ya, sepasang mata milik pemuda itu begitu jernih namun tajam menusuk saat itu.Bara tetap diam menunggu,'Mau apa orang-orang ini mencariku..?' tanya hatinya penasaran."Kita akan bertemu 10 hari dari sekarang di arena Bara. Aku Bora penguasa Gang 3..! Bersiaplah..!" Bora berkata dengan nada mengancam."Arena apa..?!" seru Bara tak mengerti.Tiba-tiba seorang di belakang Bora melesatkan pukulan keras mengarah ke wajah Bara sambil memaki,"Banyak omong kau..! Wesshh..!"Namun bu
"Makasih Resti," ucap Bara terharu atas perhatian Resti.Dulu saat dia masih menjadi security komplek, dia selalu berbagi martabak pemberian Resti pada Didik dan Eko, rekannya sesama security. Kini Bara berniat membaginya dengan rekan satu selnya."Mas Bara, Resti sudah membayar kontrakkan Mas untuk 7 tahun. Motor Mas Bara juga sudah di masukkan ke dalamnya. Barang-barang Mas Bara aman di sana," bisik Resti lirih.Ya, Resti memang pernah beberapa kali mampir di kontrakkan Bara, saat mereka dulu masih menjalin kasih. Resti bahkan tahu alamat ibu Bara di Banyumas, dan Resti memang berniat datang ke sana suatu saat nanti.Sebenarnya memang cukup dalam Resti mengenal Bara dan sebaliknya. Namun 'tirani' yang di bangun oleh ayah dan ibu Resti memang cukup tinggi, sehingga tertutup kemungkinan bagi Bara untuk berkomunikasi dengan mereka. Bahkan kini sepertinya sudah 'tak mungkin' lagi itu terjadi."Resti, aku akan membayar kembali apa yang sudah kaubayarkan," ucap Bara serak, seluruh perhati
"Baik pak Samuel. Akan saya temukan cara secepatnya untuk menghabisi David," sahut Donny berjanji. "Baik. Cepatlah Donny..! David bagai batu aral selama dia masih hidup di dunia ini!" Klik.! Samuel pun langsung menutup panggilannya pada orang suruhannya itu. "Nah, Marina sayang, mari kita lanjutkan permainan kita," ucap Samuel penuh nafsu. Diremasnya buah dada sekretaris pribadinya itu dengan penuh hasrat, seraya menciumi wajah dan leher jenjangnya. Ya, Samuel memang seorang bandot kawakan! Di usianya yang 48 tahun itu, dia memang masih tampak bugar dan penuh hormon. Beberapa kali dia berganti sekretaris pribadinya dalam 3 tahun terakhir ini. Bagai habis manis sepah dibuang begitulah tabiatnya! Karena jika dia merasa sudah bosan dengan sekretaris pilihannya, maka tak berpikir panjang dia akan memberhentikan dan menggantinya dengan yang baru. Tentunya dengan 'uang tutup mulut' yang sangat cukup bagi sekretaris yang diberhentikannya itu. Begitulah sifat asli si Samuel ini. Ter
'Surat wasiat ayah..!' seru bathin Marini."Bi ... Bi Diyem! Kesini sebentar Bi," Marini memanggil sosok perempuan paruh baya, yang membantunya melayani pembeli di warung makan sederhana miliknya depan rumah."Iya Bu Mar," sahut bi Diyem, seraya bergegas masuk ke rumah."Bi Diyem, tolong teruskan membereskan kamar Ayah dan menjemur kasur dulu ya. Biar saya yang menjaga warung sambil membaca surat ini dulu," ucap Marini tersenyum."Baik Bu," sahut bi Diyem.Marini beranjak menuju warung makan miliknya, yang dibukanya sejak kepergian Bara merantau 4 tahun yang lalu. Dia memang butuh kesibukan, agar tak terlalu larut dalam kesedihan dan kesepian dalam menjalani hari-harinya.Direkrutnya pula Bi Diyem yang tak lain masih tetangganya itu, untuk membantunya berjualan di warung. Namun memang karena hobi memasak sudah mendarah daging dalam dirinya, maka tak perlu waktu lama warung sederhananya itu cukup ramai oleh pelanggan di jam-jam makan.Orang sedesanya banyak yang memuji masakkannya yang
"Biadab..! Klaangkh..!!"Dua jeruji besi sel patah terkena hantaman sisi telapak tangan Bara. Dia marah mendengar aturan pertarungan 'biadab' dalam kompetisi antar penguasa blok penjara kota itu."Hahhh..!!" kembali seruan ngeri terdengar kali ini tidak hanya rekan satu selnya saja, bahkan Paul dan empat rekan satu selnya yang melihat ikut pula berseru kaget.Dua buah jeruji berbahan dasar besi baja berdiameter 24 mm patah hanya dengan sekali hantam, hati siapa yang tak jerih.Beruntunglah saat itu tak ada sipir yang berjaga dan masuk ke Gang 5. Paul pun segera ikut masuk ke dalam sel mereka,"Ada apa bos..?" tanyanya pada Bara."Sekarang aku mau tanya! Apa yang di dapatkan pemenang pertarungan itu Jarot, Paul..?!" seru Bara pada Jarot dan Paul, yang di anggapnya paling mengetahui mengenai 'kompetisi gelap' itu."Pemenang di kompetisi antar penguasa gang sel menjadi penguasa blok D mendapatkan sel dengan fasilitas khusus Bos. Kamar mandi dalam dan makanan enak diantar 3 kali sehari, T
Usai kerahkan auman 'Senggoro Macan'nya. Sang Jendral pun jatuh bersimpuh, dengan kedua dengkul menyentuh tanah. Dirinya merasa sangat lemas dan kehilangan, atas hancur luluhnya ratusan senjata-senjata yang berada di gudangnya. Nilai triliunan..? Itu sudah pasti beberapa triliun. Hanya saja bukan nilai harganya, yang membuatnya lemas dan seperti orang frustasi begitu. Tetapi karena banyak di antara senjata-senjata dalam gudang itu adalah senjata yang 'limited'. Alias senjata yang merupakan hasil pencarian dan pencapaiannya selama beberapa tahun, untuk mendapatkannya. Setelah hampir 10 menit bagai orang yang ditinggal mati kekasihnya. Akhirnya sang Jendral kembali bangkit. Matanya menyala-nyala penuh amarah dan dendam kesumat. 'Kalian harus membayar semua ini dengan lunas..! Bajingan kalian semua..! Akan kusebar Pasukan Harimau Besiku untuk mencari kalian..!' seru murka bathin Graito. Dia merasa sangat kecolongan dan dipermalukan saat itu oleh Bara cs. Tiada yang bisa menghibur
"Hmm. Jika demikian halnya, sulit bagi kita menekan mereka lagi Pandu. Saat ini gelang khusus yang mereka kenakan, sepertinya juga sudah tak berfungsi, atau sudah diganti. Tinggal satu saja 'gertakkan' yang bisa kita lakukan pada mereka. Yaitu, menarik jaminan atas diri mereka, dan menjadikan mereka buronan yang kabur dari penjara. Namun itu juga berarti resiko bagi kita, jika mereka nekat 'mengungkap' soal 'kompetisi gelap' yang kita selenggarakan di persidangan. Karena kita tak tahu sikap petinggi kepolisian yang sekarang menjabat. Apakah sama dengan petinggi sebelumnya yang bisa kita lobi atau berbeda. Keparat kau Bara..!! Seharusnya kumusnahkan saja kau sejak dulu sebelum tumbuh sayap seperti sekarang..!" seru sang Jendral naik darah, seraya memaki Bara.Ya, Graito kini berada dalam dilema, yang membuatnya sangat bingung, emosi, dan juga frustasi!Sementara sebuah helikopter muncul di keremangan senja. Tepat di atas kediaman sang Jendral. Nampak Dika seorang anggota Pasukan
"Sebuah helikopter David. Namun kerugian yang di derita Graito, akan bernilai ratusan helikopter lebih David. Ditambah lagi dengan tekanan bagi mental dan emosi mereka. Karena target 'kejutan' kita adalah gudang senjata mereka..!" ucap Drajat mantap. Dia mengetahui persis di mana letak gudang-gudang senjata di markas Graito. Dan sepertinya Graito belum terpikir, untuk memindahkan lokasi gudang-gudang senjatanya itu. Senjata dan amunisi memang disimpan dalam gudang yang terpisah. Dan Drajat lebih memilih menargetkan gudang senjata, di banding gudang amunisi. Karena tentu saja nilai harganya lebih tinggi senjata dibanding amunisinya. Hingga kerugian yqng akan di derita Graito pun lebih besar! "Kenapa harus mengorbankan helikopter Paman..?" tanya Sandi tak mengerti. "Karena Graito pasti meneropong arah larinya helikopter kita setelah penyerangan. Dan pastinya juga akan ada pengejaran dari pihak mereka Sandi. Kita tentunya tak ingin markas kita diketahui oleh mereka," sahut Draj
Resti dan Revina kini juga langsung menuju ke vila, jika hendak bertemu dengan kekasih mereka. Bahkan saat ini pun mereka tengah dalam perjalanan menuju ke vila, yang menjadi markas baru Bara cs. Jujur saja mereka kini merasa lebih nyaman, dengan kepindahan markas kekasih mereka. Karena sudah tak ada rasa was-was lagi, akan di datangi oleh pihak Graito cs. Dan tentu saja suasana puncak yang sejuk dan hijau, sangat membuat mereka betah berlama-lama di sana. Mereka berdua mendapat tugas membawakan suplai logistik makanan, dan juga keperluan vila setiap minggunya.Tentu saja Dimas memberi mereka anggaran yang cukup untuk itu. Dengan mengendarai Fortuner milik Resti yang bagian belakangnya penuh dengan logistik, mereka melaju dan hampir sampai di markas. Disamping hal tersebut, Marsha juga telah menghubungi pak Nala dan bi Tarni, untuk menanyakan kesediaan pak Nala dan bi Tarni bekerja menjadi supir dan asisten di markas baru Bara cs. Keduanya langsung menjawab bersedia, mengingat k
Di ruang tamu villa, nampak berkumpul Bara serta para sahabatnya. Sementara Leonard juga di dampingi 2 orang kepercayaannya, Jason dan Tommy. Mereka berbicara akrab dan hangat saat itu. Seperti tak pernah ada permusuhan di antara mereka. "Leonard. Terimakasih atas kesediaanmu mengantar sendiri pesanan kami," ucap Bara tersenyum. "Sama-sama Bara, aku senang bisa bersahabat dengan kalian semua. O ya, Marsha titip salam buat kalian semua. Tadinya dia memaksa ikut, namun dilarang keras sama Ibuku," ujar Leonard menyampaikan. "Ahh. Bagaimana kabar Marsha di sana Leonard..? Kapan kalian menikah..?" tanya Dimas. Dia memang sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit itu. Ya, Dimas sudah belajar menghilangkan kebencian di hatinya pada Leonard. Dia sadar, kepentingan bersama para sahabatnya lebih utama, dibanding perasaan pribadinya. Namun tentu saja hal itu masih meninggalkan 'bekas mendalam' di hatinya. Hal yang berdampak pada dinginnya hati Dimas terhadap wanita. Dimas merasa sudah t
"Ahh..! Aku datang untuk mengantarkan dompet tanganmu yang tertinggal di dalam mobilku semalam Dewi," seru Dimas agak terpana melihat kecantikkan Dewi, seraya menyerahkan dompet itu pada Dewi. 'Tak kusangka di pagi hari kau malah semakin nampak cantik Dewi', batin Dimas mengakui. "Wah..! Terimakasih Mas Dimas, pantas Dewi cari-cari di tas semalam tak ketemu. Masuk dulu Mas Dimas ya," seru Dewi senang, dia pun membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan Dimas masuk. "Baiklah Dewi, tapi aku tak bisa lama-lama ya. Para sahabat menanti di rumah Mas Bara," sahut Dimas, seraya duduk di kursi tamu rumah. 'Mas Dimas pasti kurang tidur semalam', bathin Dewi, saat melihat mata Dimas yang terlihat cekung dan lelah."Mas Dimas, Dewi ucapkan terimakasih atas pertolongan Mas semalam, dan juga antaran dompet Dewi ya," ucap Dewi tersenyum. "Bukan apa-apa Dewi. Aku hanya kebetulan saja sedang berada di lokasi kejadian," sahut Dimas. Jujur saja Dimas agak jengah juga, karena Dewi menatapnya den
"Bagaimana hasil pengamatan kalian terhadap rumah Bara cs, Pandu..?" "Bersih di sana Paman Jendral, tak ada helikopter maupun orang-orang kita yang hilang di sana. Kami juga sudah memberi peringatan pada kediaman Bara, yang dijadikan markas oleh mereka itu paman," sahut Pandu apa adanya. "Hmm. Kau beri peringatan apa pada mereka Pandu..?" tanya sang Jendral penasaran. "Pandu melepaskan pukulan level ke 4 aji 'Singa Langit' pada kediaman mereka paman Jendral, namun Bara berhasil menangkis pukulan Pandu itu di udara. Dan dari situ ada kabar mengejutkan buat kita Paman Jendral," sahut Pandu, berhenti sejenak dari ucapannya. "Katakan cepat kabar itu Pandu..! Jangan sepotong-potong memberikan informasi padaku..!" sentak sang Jendral, yang menjadi gemas dan penasaran dengan penuturan Pandu. "Paman Jendral, dari beradunya pukulan Pandu dan pemuda bernama Bara itu, maka Pandu jadi yakin, jika saat ini Paman Drajat si 'Tapak Es' ada bersama mereka. Karena energi yang dilepaskan Bara te
Sementara itu, Dimas telah tiba di garasi kediamannya, Dimas bermaksud hendak langsung masuk ke kamarnya, dan menyendiri di sana. Namun saat dia turun dari mobilnya, dan hendak menutup kembali pintu mobil. "Ahh..!" Dimas berseru kaget, saat mendapati sebuah dompet tangan tergeletak di kursi sebelah kemudi. Dan Dimas langsung saja berpikir, jika dompet itu pasti dompet milik Dewi yang tertinggal. 'Biarlah besok saja kuantarkan ke rumahnya sekalian ke rumah Mas Bara', bathinnya. Dia tak hendak membawa dompet itu masuk ke dalam rumah. Maka disimpannya dompet milik Dewi itu di laci mobil. Lalu Dimas pun bergegas keluar dari garasi, menuju ke dalam kamarnya di lantai atas. Ya, hari itu adalah hari paling kelabu di hati Dimas. Di dalam kamar pun, Dimas tak bisa berhenti berpikir tentang Marsha. Hati dan pikirannya seolah terus 'terparkir' pada sosok wanita, yang memang sangat spesial di hatinya itu. Sungguh hal yang sangat 'menguras' energi Dimas. Sulit baginya saat itu, untuk fok
"Maaf Mas Bara dan semuanya. Sepertinya malam ini aku ingin pulang dulu, sekalian mengantarkan Dewi. Dia baru saja lolos dari aksi kejahatan di jalan. Kebetulan aku ada di dekat situ, usai dari warung bang Madi. Karena tinggalnya di Lenteng Agung, maka aku sekalian akan mengantarkannya pulang," ujar Dimas. Menjelaskan sekaligus menjawab tanda tanya di benak semua sahabatnya, tentang siapa wanita yang bersamanya itu. "Maaf Mas Dimas dan semuanya. Dewi jadi merepotkan dan mengganggu acara kalian," Dewi berkata dengan senyum jengah, dan wajah merasa bersalah. "Tak apa Dewi, namanya juga kejadian tak terduga. Silahkan Mas Dimas, besok main lagi ke sini kan Mas..?" sahut Bara, seraya bertanya pada Dimas. "Semoga Mas Bara, mari semuanya," sahut Dimas tersenyum, seraya beranjak menuju mobilnya. Tinn.. Tiinn..! Dimas membunyikan klakson mobilnya, saat hendak keluar dari rumah Bara. Hal yang disambut lambaian tangan dari para sahabatnya. Akhirnya mobilnya meluncur di atas jalan raya