“Mereka masih memiliki wakil jenderal perang, Jenderal,” jawab prajurit tersebut.“BRENGSEK!” Evan mengumpat dengan penuh rasa amarah yang menguasai dirinya.Pria itu menendang sebuah tong besar hingga membuat Riley yang saat itu kehilangan kesadaran mulai tersadar.Pemuda itu mencoba membuka mata walaupun agak lemah.Dia mendengar Evan berteriak kesal, “Berani sekali mereka menyerang kita di saat jenderal perang mereka ada di sini? Apa mereka tidak takut kita akan membunuhnya?”Evan menoleh ke arah Riley yang matanya telah terbuka dengan ekspresi sebal.Evan berjalan mendekat ke arah Riley dan berjongkok, “Kau dengar apa yang aku katakan, Wood? Wakil jenderal perangmu menyerang kami.”Seakan ingin membuat Riley sebal, dia melanjutkan, “Dia sama sekali tidak peduli akan nasibmu. Mungkin dia memang ingin kau terbunuh di sini, Jenderal Wood.”Evan mengira setelah mendengarkan apa yang dia katakan, Riley akan langsung murka. Akan tetapi, Riley justru tersenyum miring dan berkata, “Akhir
Alen pun segera menyingkir sesuai perintah James tanpa membantah sedikit pun. Dia bersembunyi di balik sebuah patung besar dan menunggu instruksi selanjutnya dari James.Dia tidak akan melakukan apapun dan hanya berdiam diri di sana sambil melihat aksi James.Sebab, dia tahu situasi sedang sangat genting dan James sedang berupaya menyelamatkan dia dari serangan musuh yang mungkin saja bisa mengenai dirinya.James dengan cepat menyerang Evan yang terkejut dengan ketangkasan pria muda yang dia tebak adalah wakil jenderal perang Kerajaan Ans De Lou itu.“Jenderal, mundurlah terlebih dulu!” teriak salah satu anak buah Evan yang melihat Evan mulai kewalahan melawan James.Evan menggeleng tegas, “Aku tidak akan mundur.”“Tapi … Jenderal, dia-”“Kau … pergilah cari bantuan, aku akan tetap di sini menahannya,” kata Evan yang lagi-lagi harus berulang kali menghindar dari serangan James yang tidak ada jedanya.Bahkan, dia sempat berpikir bila James mungkin tidak pernah lelah sama sekali lantara
Akan tetapi, sebelum James mendengarkan penjelasan Riley, pemuda yang sedang terluka parah malah pingsan.James yang semula terlihat kaget dan kesal secara bersamaan itu langsung menjadi panik, “Alen, kenapa dia pingsan? Apa lukanya terlalu parah?”Alen yang mulai merawat luka Riley itu mengangguk, “Kita harus segera membawanya … pulang ke istana, James.”“Tidak ada perlengkapan lengkap untuk merawat dia di sini,” Alen menambahkan.Ben segera berkata, “Kita bisa langsung membawanya pulang. Kita sudah menang.”“Tapi … masih ada-”“James, semuanya sudah benar-benar berakhir. Hanya sedikit yang perlu kita urus, kau bisa membawa Riley kembali ke istana. Hal lain biar aku dan yang lain yang menyelesaikannya,” Reiner memotong dengan cepat.James terlihat ragu-ragu. Hal itu bukan karena dia ingin menunda perawatan yang harus didapatkan oleh Riley, tapi dia tahu bahwa hanya ada satu pesawat tempur yang bisa digunakan untuk kembali ke Kerajaan Ans De Lou.“Kau … yakin kau bisa melakukannya?”
Tidak butuh waktu lama bagi James Gardner untuk memahami semuanya. Bahkan, setelahnya dia melihat Alen Smith menyapa wanita dan pria baruh baya yang jelas merupakan sepasang suami istri tersebut. “Alen, Alen. Kau … staf medis, bukan?” Cassandra bertanya pada pemuda yang sudah pernah dia temui itu.“Riley akan baik-baik saja. Iya kan?” Cassandra berkata dengan penuh kepanikan.Alen mengangguk, “Anda tidak perlu khawatir, Nyonya Mackenzie. Kami akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Riley.”James masih terdiam di tempatnya berdiri. Perkataan Alen pun sudah menjelaskan segalanya. Alen, salah satu sahabat baiknya itu juga mengetahui semua yang terjadi. James memejamkan matanya selama beberapa detik dan memilih untuk menahan dirinya saat itu.Pemuda itu kembali memegang bagian pinggir ranjang Riley lalu membantu untuk mendorong lagi. Dia lalu berkata pelan, “Alen, cepatlah sedikit!”Alen langsung terkejut dan menatap penuh rasa bersalah pada James seolah-olah dia sudah tahu a
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k
Ben tidak tahu bagaimana dia harus menanggapi perkataan temannya itu, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah pergi mendekati James lalu menepuk punggungnya dengan perlahan berulang kali dengan tujuan menenangkan sang sahabat.“Dia benar-benar tidak akan kembali, Ben.”“Tidak. Itu hanya-”“Dia tidak akan memberi pesan semacam itu jika dia tidak serius dengan ucapannya,” James memotong ucapan Ben.Ben mendesah pelan, “James, yang aku maksud adalah … dia mungkin tidak ingin dicari lagi karena dia ingin pulang sendiri ke istana.”Perkataan Ben tersebut membuat James yang semula begitu sangat kalut menegakkan punggungnya. Jenderal perang itu kemudian menoleh ke arah Ben dan menanggapi, “Apa maksudmu?”Ben sebetulnya tidak yakin atas apa yang dia pikirkan tapi dia tetap menyampaikan buah pikirnya itu, “Menurutku … dia hanya mau pulang sendiri.”James terdiam, berusaha mencerna ucapan temannya.“Begini saja … bagaimana kalau kita pulang saja ke istana, siapa yang tahu kalau mungkin Riley benar-
Ricky Drilon hanya bisa terbengong-bengong saat mendengarkan pertanyaan itu.Oh, dia sering kali mendapati dirinya dalam sebuah situasi yang membingungkan. Tapi, dia tidak pernah merasa tertekan sekalipun.Padahal dia pun sangat sering dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit. Namun, lagi-lagi hal-hal semacam itu bisa diselesaikannya dengan baik tanpa adanya pergolakan batin.Akan tetapi, satu pertanyaan yang dilontarkan oleh Riley Mackenzie berhasil membuatnya berada di dalam fase tersulitnya. “Kenapa kau diam saja? Siapa yang akan kau patuhi? Aku atau Jenderal Gardner?” Riley mengulang kembali pertanyaannya itu.Ricky menelan ludah dengan kasar, semakin bingung.Dahinya pun berkerut, jelas menunjukkan sebuah kebimbangan yang sangat besar. Berulang kali dia merapikan rambutnya hanya dalam satu menit saja. Hal itu membuat Riley tersenyum aneh, “Jadi, bagaimana? Kau akan memilih untuk mematuhi siapa?” Ricky menggigit giginya sendiri.Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Dan k
Ricky tidak langsung menjawab pertanyaan James, dia justru kembali menoleh ke arah Steven, saudara laki-lakinya. Dari tatapan matanya, terlihat sangat jelas laki-laki muda itu meminta persetujuan dari Ricky.Rupanya, kebiasaan itu disadari oleh James Gardner sehingga dengan raut wajah jengkel dia pun berkomentar, “Ayolah! Apa kalian harus berdiskusi terlebih dulu sebelum menjawab pertanyaan sederhana seperti yang aku tanyakan tadi?”“Apa kalian tidak memiliki pendapat kalian sendiri?” James melanjutkan dengan nada dingin.Wajah Ricky dan Steven memerah dengan sempurna.Ben meringis melihat ketegasan James itu tapi dia tidak membuat sebuah interupsi. Tidak ingin membuat James menjadi semakin marah, pada akhirnya Ricky pun menjawab, “Jika itu orang biasa, kemungkinan besar kita masih bisa mengejarnya. Namun, jika itu Jenderal Mackenzie, saya ….”Pria muda itu tidak berani melanjutkan perkataannya. Dari raut wajahnya dia terlihat ragu-ragu hingga James yang melanjutkan perkataannya deng
Benedict Arkitson seketika terdiam membeku seperti sebuah patung seolah tidak berani menggerakkan badannya sedikitpun. Prajurit senior kelas satu yang usianya telah menginjak tiga puluh empat tahun itu hanya bisa terhenyak tanpa bisa mengeluarkan sebuah bantahan apapun terhadap penjelasan prajurit junior itu.Dia berpikir jika dia tidak memiliki alasan lagi untuk meragukan perkataan Lory Blackwell. Sedangkan James Gardner yang anehnya luar biasa terlihat muram itu malah membuang muka ke arah lain, seakan enggan menatap mata Lory Blackwell yang sedang menatap dirinya dengan tatapan polos. Sang jenderal perang muda itu kemudian berkata, “Itu Riley. Itu pasti dia, tidak mungkin salah.”Lory tersenyum puas dan mengangguk dengan penuh kelegaan. Pemuda itu menghela napas panjang setelah pernyataannya tidak diragukan lagi.Akan tetapi, dia justru melihat raut wajah sedih James Gardner yang tidak bisa disembunyikan oleh sang jenderal perang.Dia bahkan mendengar James bergumam pelan, “Itu