Trisna membetulkan kancing bajunya setelah melakukan kegiatan panas di gudang bersama Toni, temannya."Aku punya satu tugas untukmu," ucap Toni sambil tersenyum miring."Apa?" sahut Trisna."Cari seorang perempuan yang bisa kita culik dan menjualnya kepada Bibi Eveline."Eveline adalah seorang mucikari, sedangkan Toni adalah keponakan Eveline. Kedua orang tua Toni sudah meninggal sejak Toni masih duduk di bangku sekolah dasar. Selama ini Toni selalu membantu Eveline mencari orang untuk dijadikan PSK, salah satunya Trisna.Sejak ibunya Trisna sakit-sakitan, Trisna mulai menjual dirinya kepada Eveline dengan bantuan Toni. Trisna bekerja menjadi PSK setelah jam pulang sekolah karena tidak mungkin ia keluar saat malam hari yang akan menimbulkan kecurigaan dari ibunya dan orang lain misalnya tetangga. Hal itulah yang selalu ia lakukan hingga kini.Trisna mengatakan kepada Aland dan Elard bahwa ia pulang jam tiga sore, padahal sebenarnya ia pulang jam setengah satu siang. Belum lagi jika ia
Setelah Elard menjemput Karina di restoran, ia mengajaknya pergi ke mall. Awalnya Karina menolak, namun Elard terus membujuknya dengan mengatakan bahwa ini hanya sekedar jalan-jalan untuk melepas penat. Akhirnya pun Karina setuju."Ayo kita foto," ajak Elard sambil menatap studio foto mini box."Tapi aku belum pernah foto disana," sahut Karina malu-malu.Elard justru tersenyum. "Akulah orang yang pertama kali berfoto denganmu disana. Ayo!" Elard langsung menarik tangan Karina tanpa menunggu jawaban dari Karina.Setelah masuk, Elard berpose dengan gayanya yang abstrak. Menjulurkan lidah, gaya dua jari, menarik kulit bawah mata ke bawah seperti terkesan mengejek, dan lain-lain. Sedangkan Karina hanya tersenyum kikuk di setiap bunyi kamera yang terdengar."Ayolah, Karina. Berposelah, jangan seperti patung," protes Elard."Tapi-""Cobalah!"Elard kini berpose lebih kalem, ia tersenyum manis dengan jari manis dan jari tengah ditekuk hingga menyisakan jari kelingking, jari telunjuk, dan ibu
Aurel segera menarik tangan Rey. "Rey, ayo kita pergi aja dari sini," ajak Aurel yang lebih ke pemaksaan."Iya, tapi habis aku beli jam ini, ya? Jam ini bagus banget, Rel. Rugi kalau aku tidak membelinya," sahut Rey.Seorang pelayan wanita yang sudah sangat kenal dengan Aurel karena Aurel sering belanja ke store Roy Mason pun bertanya, "Nona Aurel tidak jadi belanja? Padahal banyak tas keluaran terbaru, lho."Demi rasa gengsi, Aurel pun mengangguk mengiyakan. "Baiklah, tolong ambilkan tas berwarna dusty di rak nomor tiga deretan tas pajangan ke satu."Si pelayan yang bernama Mayang itu tersenyum sumringah. Ia segera berjalan ke deretan tas yang dimaksud oleh Aurel. Selang beberapa menit, ia kembali dengan sebuah tas di tangannya. "Apakah ini tas yang anda maksud, Nona?"Aurel mengangguk cepat. "Tolong segera bungkus dengan jam pilihan Rey.""Tapi aku pilih dua jam, gak apa-apa 'kan?" sambar Rey.Aurel kembali mengangguk cepat yang membuat Rey tersenyum sumringah. Mayang pun segera men
Setelah meminum susu, Tania tertidur pulas. Marta yang sedang asik melihat video lucu di ponselnya pun seketika mematikannya saat mendengar suara mobil Andrew. "Ini kesempatan yang ke beberapa kali untuk mendapatkan hati Tuan Andrew. Ya, dia harus masuk ke dalam pelukanku," gumamnya berapi-api.Marta pergi ke kamar mandi dan membasahi tangannya. Lalu ia menyipratkan tangannya yang basah ke wajah Tania. Alhasil, Tania pun terbangun dan menangis.Tidak seperti biasanya yang akan mencak-mencak ketika Tania menangis, kini Marta malah tersenyum puas. Marta pun menggendong Tania dan menimangnya. Ia lalu keluar kamar dan berdiri di dekat ruang tamu.Dari pintu utama, masuklah Andrew dan Aurel. Jika kalian bertanya-tanya kenapa Aurel bisa bersama Andrew, itu karena Andrew menjemputnya di dekat halte bus. Aurel bilang ia ingin membuat pengalaman dengan berjalan-jalan menyusuri kota dari mall hingga ia puas dan menyudahi kegiatannya, padahal yang sebenarnya terjadi ia pergi ke apartemen Rey dan
Karina berjalan menuruni tangga halaman kampus sambil memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya dengan buru-buru. Tiba-tiba Karina terpeleset hingga hampir jatuh namun ada sebuah tangan yang menahan tubuhnya. Karina pun langsung menegakkan badannya dan menoleh ke belakang.Ia terkejut ketika melihat sosok Davin berdiri di belakangnya. "Hati-hati, lantai dan tangganya licin," nasihat Davin. Memang lantai dan tangganya dilapisi keramik yang menjadi licin karena kena tumpahan air. Entah siapa yang menumpahkannya tanpa mau membersihkannya."Ma-makasih." Karina langsung menatap ke depan dan berjalan."Tunggu!" seru Davin.Karina menoleh ke belakang dan menaikkan sebelah alisnya sebagai tanda tanya."Kamu mau kemana? Maukah ikut aku ke seminar?""Maaf, aku sedang sibuk. Lain kali saja." Karina cepat-cepat melangkah menjauh sehingga Davin tidak bisa melontarkan pertanyaan lagi.Davin mengusap wajahnya kasar. "Kenapa Karina begitu dingin? Apakah pesonaku sebagai Tuan muda tidak bisa memikat
Tiba-tiba, Toni memberhentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi. Saking sepinya, bahkan tidak nampak satupun rumah di sisi jalan. Hanya ada pepohonan yang lebat di kanan kiri jalan.Karina pun menjadi bingung sekaligus was-was. "Kenapa Pak Tino berhenti di sini?" tanyanya gugup."Bannya kempes, Nona," balas Toni.Karina berusaha mempercayai ucapan Toni dan menepis berbagai pikiran buruknya. Toni melihat Karina sekilas dari kaca spion lalu ia keluar dari mobil. Toni celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.Tak lama, munculah dua orang wanita yang menghampiri Toni. Mereka berdua memakai masker dan topi. Bisa kalian tebak siapa kedua wanita itu? Ya, kedua wanita itu adalah Trisna dan Eveline.Selama berbincang-bincang, sesekali Trisna melirik ke arah jendela mobil yang menampakkan sosok Karina meski kacanya buram. Trisna menyunggingkan senyum tipis, harapannya untuk keluar dari lingkungan buruk itu semakin berkobar-kobar.Setelah selesai berbincang, mereka pun berjalan ke arah mobil
Trisna pulang ke rumah menaiki ojek jam tiga sore. Di rumah sudah ada Aland, Elard, dan Vai yang menangis di gendongan Aland. Trisna berusaha menyembunyikan perasaan gugupnya.Ia baru saja melakukan tindak kriminal, walaupun belum tahap berat. Tentu saja ia merasa sedikit cemas dan was-was. "Aku pulang," ucap Trisna saat memasuki rumah."Kak Trisna, Kak Karina mana?" tanya Vai sambil menangis keras."Me-memangnya Karina kenapa?" Trisna balik bertanya dengan nada gugup."Dia menghilang dan tidak bisa dihubungi," jawab Elard.Trisna nampak terdiam sejenak. "Sudah di cari dirumahnya?""Iya, tapi gak ada.""Tidak biasanya Karina menghilang seperti ini. Ayah jadi khawatir sama keadaannya," ujar Aland.Tiba-tiba Elard menjentikkan jarinya. "Ah, aku ingat.""Ingat apa?"Elard tak menjawab. Ia malah mengotak-atik ponselnya hingga layar ponselnya menunjukkan maps dengan titik merah yang tertancap di sebuah rumah besar. Elard menyerngit. "Kenapa Karina ada di rumah ini?""Maksud kamu apa? Karin
Davin membuka kancing bajunya lalu mengipasi tubuhnya dengan kertas. Bukannya mereda, tubuh Davin malah terasa semakin panas. Ia nampak gelisah."Yes, rencanaku berhasil." Felliska bersorak dalam hati.Felliska semakin mendekatkan dirinya dengan Davin. Ia membusungkan dadanya di hadapan Davin. Felliska lalu menjilati dan menggigit bibirnya dengan begitu menggoda.Davin yang tak tahan pun mulai mencium Felliska. Mereka berciuman sampai Felliska sesak nafas dan memukul dada Davin pelan hingga ciuman itu berakhir. Davin menatap Felliska dengan tatapan sayu. Felliska tersenyum saat melihat Davin yang terlihat agresif. Tanpa sepatah katapun, Felliska menarik Davin masuk ke dalam salah satu kamar hotel.•••Elard sudah melakukan perjalanan selama setengah jam namun ia tetap tidak menemukan tempat titik di GPS. Ia sedadi hanya berputar-putar di gang-gang kecil dan pedesaan. Kini Elard sampai di depan tengah-tengah dua jalan.Yang satu jalannya cukup lebar dan muat untuk dilewati satu truk,