Setelah sensor di dinding samping pagar memindai mobi Elard, pintu gerbang pun otomatis terbuka. Mobil yang dikendarai Elard pun memasuki pekarangan rumahnya hingga masuk ke dalam garasi. Mereka semua pun keluar dari dalam mobil.Di gendongan Karina ada Vai yang sedang tertidur pulas. Meski badannya lumayan berat bagi Karina, Karina tetap bertahan karena tidak tega membangunkan gadis cilik itu. Elard nampaknya peka dengan Karina yang keberatan."Sini aku gendong aja," ucap Elard.Karina mengangguk dan menyerahkan Vai kepada Elard. Mereka pun berjalan memasuki rumah. "Aku pulang, Ayah," seru Elard sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.Tak lama kemudian, Aland menuruni tangga dari lantai dua. Aland membenarkan posisi kacamatanya, ia kaget dan penasaran melihat Alard pulang sambil menggendong anak kecil di tambah membawa Karina dan seorang gadis.Karina pun menyalami Aland disusul Trisna. "Wah, ada apa ini rame-rame? Silahkan duduk dulu," ujar Aland."Bi Riri, buatkan minuman
Setelah dari toko ponsel untuk membeli ponsel baru, Aurel pun melanjutkan perjalanannya menuju rumah kekasih gelapnya, Rey. Namun tiba-tiba hujan turun deras. Aurel pun sedikit mempercepat laju mobilnya.Sepuluh menit kemudian, ia sampai di parkiran gedung apartemen. Ia keluar mobil lalu cepat-cepat memasuki lantai satu. Karena tidak memakai pelindung selain kaos, kaosnya pun jadi basah kuyup.Ia kemudian memasuki lift menuju lantai tiga. Setelah sampai, ia mencari ruangan nomor lima puluh tiga dan langsung membuka pintunya dengan NFC. "I'm coming, sayang," seru Aurel sambil merentangkan tangannya.Rey langsung memeluk Aurel dan menggendongnya. Ia lalu duduk menyender di kasur dengan Aurel yang ada di pangkuannya. "Tebak aku bawa apa?" ucap Aurel."Hadiah?""Iya, aku ponsel baru sesuai permintaanmu.""Thank you so much, sayang. Aku makin sayang sama kamu."Aurel tersenyum bahagia, begitu pula dengan Rey. Rey menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Aurel."Sayang, baju kamu basah kena h
Karina kini sedang duduk di meja belajar sekaligus meja kerjanya. Jari jemarinya sibuk memutar-mutar pena yang sebelumnya ia gunakan untuk menggambar rancangan gaun terbarunya. Kegiatan rutinnya itu harus terhenti ketika pikiran Karina dipenuhi oleh sesuatu.Jujur perasaannya tak tenang setelah pulang dari rumah sakit. Entah kenapa ia ingin melihat Langit, bertemu dengannya, dan melihat keadaannya. Bagaimanapun kejadian beberapa hari lalu yang menimpa Langit memberikan dampak yang besar bagi psikis Karina.Kondisi mental Karina sedikit terganggu karena kejadian itu. Ketika Langit berucap terakhir kalinya sebelum melajukan mobilnya dengan kencang, saat terdengar suara benturan yang sangat keras, dan tubuh Langit yang terluka dan berdarah-darah di angkut dari mobilnya yang rusak parah ke mobil ambulans. Karina mencengkram kepalanya dengan air mata yang mengalir, semua itu membuatnya takut dan cemas.Karina seakan memiliki trauma yang mendalam atas kejadian itu. Ia merasa menjadi seorang
Pagi-pagi sekali Elard sudah menyamperi rumah Karina. Ia datang tidak dengan tangan kosong, melainkan membawa beberapa bingkisan untuk Karina dan Kasih. "Kemarin Ayah borong banyak tas dari brand Roy Mason karena kebetulan ada diskon empat puluh persen untuk produk tertentu. Ayah membagi-bagikan kepada semua pekerja di Zai butik. Tentunya untuk Karina dan Ibu," ucap Elard."Karina dan Kasih saling pandang karena Elars memanggil Kasih dengan sebutan "Ibu.""Em, tidak apa-apa 'kan aku memanggil Tante Kasih dengan sebutan Ibu?" Elars terlihat kikuk dan tak enak.Kasih tertawa pelan. "Tentu saja boleh, Nak Elard. Tadi kami hanya kaget saja.""Oh, entah kenapa saya suka memanggil Tante Kasih dengan sebutan Ibu. Aku sudah lama tidak memanggil Ibu. Ah, aku jadi rindu ibuku.""Jangan sedih, Nak Elard. Kamu bisa menganggap saya ibumu.""Terima kasih, Bu. Mulai sekarang aku akan menganggap Ibu sebagai ibuku."Kasih mengangguk dan tersenyum menenangkan. Karina ikut senang melihat momen itu.Sela
Agatha ikut terduduk di sofa. Agatha menghela nafas panjang dan memijat kepalanya untuk mengurangi nyeri."Aku nyesal udah kenal dan menjalin hubungan dengan wanita ular itu. Rasanya aku ingin membunuhnya," celetuk Davin."Hus, kamu gak boleh gitu, Davin. Ayolah, kamu setuju dengan tawaran Pak Prapto, ya? Demi keluarga kita. Kalau Pak Prapto menenarik investasi dan sahamnya, kita bisa bangkrut, Vin. Mami gak mau jatuh miskin. Apa kata dunia nanti?""Mami lebih milih harta dibanding aku anak Mami?" ucap Davin tak percaya."Bukan begitu, Vin. Ini demi kebaikan kamu juga.""Kebaikan apa yang Mami maksud? Menikah dengan wanita ular itu hanya akan mendatangkan sial di hidupku. Sekarang aku sudah benar-benar ilfeel kepadanya. Aku menolak pernikahan ini." Davin lalu bangkit dan beranjak pergi."Davin! Davin! Anak itu sekarang semakin susah diatur." Agatha kembali menghela nafas panjang.Untuk menenangkan emosinya, Davin pergi ke dapur dan membuat es cappucino. Tiba-tiba, ada yang memeluknya d
Saat ini Karina dan Elard sedang berada di rumah Karina. Elard menemani Karina merajut sweater. Mata Elard fokus menatap tangan lentik Karina yang begitu lihainya merajut.Selain ada mereka, di rumah ini juga ada Kasih dan seorang perawat bernama Miran. Kasih tidak lagi dititipkan di rumah Suri. Melainkan kini Karina menyewa perawat untuk Kasih."Kamu belajar merajut dari mana?" tanya Elard."Di ajari Ibu. Ibu dulu sering merajut banyak benda seperti tas, dompet, pakaian, syal, dan yang lainnya lalu dijual. Bertahun-tahun aku menemani dan membantu Ibu merajut," jawab Karina."Wanita hebat seperti Ibu pasti juga melahirkan wanita hebat seperti kamu, aku salut.""Jangan berlebihan. Kamu juga hebat seperti ayahmu."Elard tersenyum dan kembali memperhatikan Karina yang terus merajut. Beberapa menit kemudian, Karina selesai membuat sebuah sweater dan syal rajut. Karina lalu melipatnya dan menaruhnya ke dalam kotak kado. Tak lupa ia juga memasukkan beberapa printilan kecil seperti gelang da
Selama perjalanan suasana di dalam mobil terasa canggung dan hening. Karina jadi merasa tidak enak sendiri melihat raut wajah Vaya yang menampilkan raut wajah ketus dan tidak enak dipandang. Karina pun memilih melihat keluar jendela dan menikmati pemandangan di tepi jalan yang dilewati mobil mereka."Sudah berapa lama kamu pacaran dengan anak saya?" Vaya tiba-tiba bertanya setelah sekian lama mereka terdiam."Dua tahun, Tante.""Lama juga. Udah ngapain aja kamu sama Langit selama dua tahun?"Karina terdiam sejenak. Ia lalu tersenyum tipis dan berkata, "Yang pastinya udah babak belur, Tante."Vaya membeliak kaget. "Apa maksud kamu?"Karina tidak menjawab. Ia malah membuka ponselnya."Kalau orang tua tanya itu dijawab!"Karina mengotak-atik ponselnya lalu menunjukkan deretan video dan foto di galerinya. Ada video CCTV dan video rekaman ponsel. Bertepatan dengan itu, lampu merah menyala yang membuat Vaya menghentikan mobilnya.Vaya pun menerima ponsel Karina dan melihat deretan video itu
"Habis ini kalian ke Zair butik dulu, ya. Hati-hati di jalan," ucap Agatha.Davin hanya mengangguk malas sedangkan Felliska tersenyum bahagia. "Terima kasih, Mami sayang atas bantuannya.""Ah, bukan apa-apa. Sudah-sudah kalian segera ke sana. Keburu sore.""Iya, Mami. Kami pergi dulu.* Felliska dengan semangat meraih tangan Davin dan menggandengnya mesra.Davin sebenarnya sangat risih tapi ia tahan selagi berada di depan Agatha dan Prapto. Ia memaksakan senyumnya saat Agatha dan Prapto menggodanya dan Felliska. Setelah berpamitan, ia pun buru-buru jalan ke mobilnya.Felliska sampai terseok-seok saat menyamakan langkahnya dengan Davin. "Kamu hati-hati dong, sayang. Aku sampai mau jatuh ini."Davin segera menyentak tangan Felliska. "Lepas, gak usah sok romantis. Cepet masuk mobil!" Davin segera memasuki mobil dan menutupnya dengan membantingnya.Felliska pun masuk ke dalam mobil dan menatap Davin yang mulai fokus menyetir. "Cepat atau lambat kamu akan masuk ke pesonaku lagi. Aku tahu kam