Agatha ikut terduduk di sofa. Agatha menghela nafas panjang dan memijat kepalanya untuk mengurangi nyeri."Aku nyesal udah kenal dan menjalin hubungan dengan wanita ular itu. Rasanya aku ingin membunuhnya," celetuk Davin."Hus, kamu gak boleh gitu, Davin. Ayolah, kamu setuju dengan tawaran Pak Prapto, ya? Demi keluarga kita. Kalau Pak Prapto menenarik investasi dan sahamnya, kita bisa bangkrut, Vin. Mami gak mau jatuh miskin. Apa kata dunia nanti?""Mami lebih milih harta dibanding aku anak Mami?" ucap Davin tak percaya."Bukan begitu, Vin. Ini demi kebaikan kamu juga.""Kebaikan apa yang Mami maksud? Menikah dengan wanita ular itu hanya akan mendatangkan sial di hidupku. Sekarang aku sudah benar-benar ilfeel kepadanya. Aku menolak pernikahan ini." Davin lalu bangkit dan beranjak pergi."Davin! Davin! Anak itu sekarang semakin susah diatur." Agatha kembali menghela nafas panjang.Untuk menenangkan emosinya, Davin pergi ke dapur dan membuat es cappucino. Tiba-tiba, ada yang memeluknya d
Saat ini Karina dan Elard sedang berada di rumah Karina. Elard menemani Karina merajut sweater. Mata Elard fokus menatap tangan lentik Karina yang begitu lihainya merajut.Selain ada mereka, di rumah ini juga ada Kasih dan seorang perawat bernama Miran. Kasih tidak lagi dititipkan di rumah Suri. Melainkan kini Karina menyewa perawat untuk Kasih."Kamu belajar merajut dari mana?" tanya Elard."Di ajari Ibu. Ibu dulu sering merajut banyak benda seperti tas, dompet, pakaian, syal, dan yang lainnya lalu dijual. Bertahun-tahun aku menemani dan membantu Ibu merajut," jawab Karina."Wanita hebat seperti Ibu pasti juga melahirkan wanita hebat seperti kamu, aku salut.""Jangan berlebihan. Kamu juga hebat seperti ayahmu."Elard tersenyum dan kembali memperhatikan Karina yang terus merajut. Beberapa menit kemudian, Karina selesai membuat sebuah sweater dan syal rajut. Karina lalu melipatnya dan menaruhnya ke dalam kotak kado. Tak lupa ia juga memasukkan beberapa printilan kecil seperti gelang da
Selama perjalanan suasana di dalam mobil terasa canggung dan hening. Karina jadi merasa tidak enak sendiri melihat raut wajah Vaya yang menampilkan raut wajah ketus dan tidak enak dipandang. Karina pun memilih melihat keluar jendela dan menikmati pemandangan di tepi jalan yang dilewati mobil mereka."Sudah berapa lama kamu pacaran dengan anak saya?" Vaya tiba-tiba bertanya setelah sekian lama mereka terdiam."Dua tahun, Tante.""Lama juga. Udah ngapain aja kamu sama Langit selama dua tahun?"Karina terdiam sejenak. Ia lalu tersenyum tipis dan berkata, "Yang pastinya udah babak belur, Tante."Vaya membeliak kaget. "Apa maksud kamu?"Karina tidak menjawab. Ia malah membuka ponselnya."Kalau orang tua tanya itu dijawab!"Karina mengotak-atik ponselnya lalu menunjukkan deretan video dan foto di galerinya. Ada video CCTV dan video rekaman ponsel. Bertepatan dengan itu, lampu merah menyala yang membuat Vaya menghentikan mobilnya.Vaya pun menerima ponsel Karina dan melihat deretan video itu
"Habis ini kalian ke Zair butik dulu, ya. Hati-hati di jalan," ucap Agatha.Davin hanya mengangguk malas sedangkan Felliska tersenyum bahagia. "Terima kasih, Mami sayang atas bantuannya.""Ah, bukan apa-apa. Sudah-sudah kalian segera ke sana. Keburu sore.""Iya, Mami. Kami pergi dulu.* Felliska dengan semangat meraih tangan Davin dan menggandengnya mesra.Davin sebenarnya sangat risih tapi ia tahan selagi berada di depan Agatha dan Prapto. Ia memaksakan senyumnya saat Agatha dan Prapto menggodanya dan Felliska. Setelah berpamitan, ia pun buru-buru jalan ke mobilnya.Felliska sampai terseok-seok saat menyamakan langkahnya dengan Davin. "Kamu hati-hati dong, sayang. Aku sampai mau jatuh ini."Davin segera menyentak tangan Felliska. "Lepas, gak usah sok romantis. Cepet masuk mobil!" Davin segera memasuki mobil dan menutupnya dengan membantingnya.Felliska pun masuk ke dalam mobil dan menatap Davin yang mulai fokus menyetir. "Cepat atau lambat kamu akan masuk ke pesonaku lagi. Aku tahu kam
Karina pun terperangah ketika melihat Davin dan Felliska. Felliska mengepalkan tangannya, ia benci melihat Karina yang kini tampak bertambah cantik dan lebih bahagia. Namun tiba-tiba ia tersenyum.Felliska memanggil salah satu pekerja dan bertanya, "Wanita itu pekerja baru ya disini? Jadi apa? Cleaning service? Ups, hahaha." Felliska berlagak salah ucap dan menutupi mulutnya dengan centil.Pekerja yang ditanya nampak geram. "Jangan sembarangan. Dia itu desa-"Karina membekap mulut pekerja itu. "Jangan dikasih tahu!"Felliska lalu tertawa kencang. "Aduh, kasihan. Habis jadi baby sitter terus jadi cleaning service. Dasar wanita rendahan.""Felliska, jaga bicaramu!" peringat Davin."Kenapa? Itu fakta kok."Karina hanya memandang mereka dengan tatapan datar dan berlalu pergi. "Kar, tunggu!" Davin hendak mengejar Karina namun segera ditahan Felliska."Kamu apa-apaan, sih? Malah ngejar dia. Aku aduin Papa," sela Felliska.Davin berdecak kesal, ia melepaskan pegangan tangan Felliska. "Gak us
Trisna membetulkan kancing bajunya setelah melakukan kegiatan panas di gudang bersama Toni, temannya."Aku punya satu tugas untukmu," ucap Toni sambil tersenyum miring."Apa?" sahut Trisna."Cari seorang perempuan yang bisa kita culik dan menjualnya kepada Bibi Eveline."Eveline adalah seorang mucikari, sedangkan Toni adalah keponakan Eveline. Kedua orang tua Toni sudah meninggal sejak Toni masih duduk di bangku sekolah dasar. Selama ini Toni selalu membantu Eveline mencari orang untuk dijadikan PSK, salah satunya Trisna.Sejak ibunya Trisna sakit-sakitan, Trisna mulai menjual dirinya kepada Eveline dengan bantuan Toni. Trisna bekerja menjadi PSK setelah jam pulang sekolah karena tidak mungkin ia keluar saat malam hari yang akan menimbulkan kecurigaan dari ibunya dan orang lain misalnya tetangga. Hal itulah yang selalu ia lakukan hingga kini.Trisna mengatakan kepada Aland dan Elard bahwa ia pulang jam tiga sore, padahal sebenarnya ia pulang jam setengah satu siang. Belum lagi jika ia
Setelah Elard menjemput Karina di restoran, ia mengajaknya pergi ke mall. Awalnya Karina menolak, namun Elard terus membujuknya dengan mengatakan bahwa ini hanya sekedar jalan-jalan untuk melepas penat. Akhirnya pun Karina setuju."Ayo kita foto," ajak Elard sambil menatap studio foto mini box."Tapi aku belum pernah foto disana," sahut Karina malu-malu.Elard justru tersenyum. "Akulah orang yang pertama kali berfoto denganmu disana. Ayo!" Elard langsung menarik tangan Karina tanpa menunggu jawaban dari Karina.Setelah masuk, Elard berpose dengan gayanya yang abstrak. Menjulurkan lidah, gaya dua jari, menarik kulit bawah mata ke bawah seperti terkesan mengejek, dan lain-lain. Sedangkan Karina hanya tersenyum kikuk di setiap bunyi kamera yang terdengar."Ayolah, Karina. Berposelah, jangan seperti patung," protes Elard."Tapi-""Cobalah!"Elard kini berpose lebih kalem, ia tersenyum manis dengan jari manis dan jari tengah ditekuk hingga menyisakan jari kelingking, jari telunjuk, dan ibu
Aurel segera menarik tangan Rey. "Rey, ayo kita pergi aja dari sini," ajak Aurel yang lebih ke pemaksaan."Iya, tapi habis aku beli jam ini, ya? Jam ini bagus banget, Rel. Rugi kalau aku tidak membelinya," sahut Rey.Seorang pelayan wanita yang sudah sangat kenal dengan Aurel karena Aurel sering belanja ke store Roy Mason pun bertanya, "Nona Aurel tidak jadi belanja? Padahal banyak tas keluaran terbaru, lho."Demi rasa gengsi, Aurel pun mengangguk mengiyakan. "Baiklah, tolong ambilkan tas berwarna dusty di rak nomor tiga deretan tas pajangan ke satu."Si pelayan yang bernama Mayang itu tersenyum sumringah. Ia segera berjalan ke deretan tas yang dimaksud oleh Aurel. Selang beberapa menit, ia kembali dengan sebuah tas di tangannya. "Apakah ini tas yang anda maksud, Nona?"Aurel mengangguk cepat. "Tolong segera bungkus dengan jam pilihan Rey.""Tapi aku pilih dua jam, gak apa-apa 'kan?" sambar Rey.Aurel kembali mengangguk cepat yang membuat Rey tersenyum sumringah. Mayang pun segera men