"Keluarga pasien!" teriak perawat memanggil.
"Iya saya, Sus!"
"Silakan masuk, dokter menunggu di dalam?" ujar perawat.
Aku melihat Reza mengikuti perawat masuk. Dengan menahan perasaan gugup aku masih berpura-pura pingsan. Rasa malu karena tingkah kekanakanku membuatku enggan membuka mata.
"Bagaimana keadaan istri saya. Dok?" tanya Reza.
"Dia stres. Sepertinya dia lemah karena dia tidak makan dan kurang tidur," kata dokter.
"Bagaimana bayinya, Dok?" tanya Reza lagi.
"Bayinya sehat, ini detak jantungnya," kata dokter sambil memainkan alat USG. "Ini bayinya, Pak," katanya sambil menunjukkan di gambar.
"Tolong dijaga makan dan pola tidurnya!" pesan dokter. "Jangan sampai dia stres!" lanjutnya.
"Baik, Dokter. Saya akan menjaganya dengan segenap jiwa saya," jawab Reza.
"Harus itu, apalagi kandungannya sangat lemah."
"Kenapa dia belum sadar juga, Dokter?" tanya Reza khawatir.
"Tunggu saja!"
Tim kita sedang membahas persiapan pernikahan artis yang akan dilaksanakan di hotel. Tiba-tiba Arjun datang dan berdiri di tengah-tengah kita."Wah kita kehadiran pengantin baru," canda Rodeo."Iya aroma pengantinnya masih tercium lo ...," sahut yang lain."Semoga lekas dapat momongan ya, Pak Arjun!" sahut yang lain.Terima kasih," jawab Arjun tersenyum tipis.Aku menunduk sedih, menahan rasa sakit dan cemburu yang menyayat hati, sangat perih. Ini rasa sakit yang sulit kuungkapkan, hanya dengan melihat wajahnya rasa sakit itu semakin menusuk."Kami minta maaf bila dalam penyelenggaran pesta kala itu ada kekurangannya, Pak Arjun!" ucap Pak Rodeo."Tidak ada kok, sempurna. Makanya pagi ini saya datang untuk mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang bagus dan sangat membanggakan," ungkap Arjun."Terima kasih, Pak!" sahut Pak Rodeo."Sebagai rasa terima kasih saya akan mengajak kalian semua untuk makan malam bersama. K
"Pak Presdir, Nona Mayang sudah datang," kata sekretaris kepada Reza. "Baik," sahut Reza masih mentelengi laptopnya. Aku sudah berdiri di depannya tapi Reza dengan angkuhnya masih berkutat di laptopnya. "Duduklah, Mayang!" perintahnya lembut. "Terima kasih," jawabku sopan. Dalam hatiku tertawa, kenapa hubungan kami berubah seperti ini? Seperti orang asing, menjaga jarak, menjaga komunikasi ... mampukah aku? Reza yang selalu genit, usil dan romantis kini dingin, apakah dia juga terluka karena aku? Aku harus tetap sabar menunggu dia yang sedang mengujiku. Rasa jenuh dan bosan membuatku mengantuk yang sulit kutahan. Apalagi dinginnya AC terasa menusuk hingga ke tulang. Perlahan kubuka mataku, betapa terkejutnya aku ternyata sedang tertidur di ruang kerja Mas Reza. Kenapa aku tidak terasa saat dipindah ke sofa? Aku meraba tubuhku yang berselimut jas Mas Reza. Pasti dia membopongku pindah ke sini. Aku tidak sadar ternyata kepalaku berbantal
Aku menyesal datang di acara makan malam yang diadakan oleh Arjun. Kalau tahu ternyata harus melihat kemesraan mereka berdua mending aku bersama Reza. Terpaksa aku pun segera mengambil tempat duduk di samping Diah. "Silakan nikmati makan malam kalian, makan sampai puas ya!" kata Arjun mempersilahkan. "Semoga langgeng sampai kakek nenek, Nyonya!" kata Rodeo tiba-tiba mendoakan. "Dan semoga segera diberi momongan," sahut Diah. "Dan makin sukses tentunya, kesuksesan seorang suami karena ada wanita hebat di belakangnya," sahut Andika karyawan yang lain. "Terima kasih semua atas doanya," jawab Diana. "Terima kasih juga atas kerja keras kalian sehingga acara kami sukses!" sahut Arjun. "Saatnya kita bersenang-senang!" lanjut Arjun berteriak senang. "Horeee ...!" dibarengi dengan tepuk tangan yang meriah. Bagaimana bisa aku berada di suasana seperti ini? Kebahagiaan Arjun adalah tangisku. Bisa-bisanya dengan mudah dia m
Kalau aku sudah berniat datang ke rumah ini lagi secara otomatis aku siap melayani Reza. Saat kaki ini melangkah masuk ke kamar Reza kenapa yang muncul dibayanganku adalah Arjun? Aku pernah melakukannya bersama Arjun di kamar ini dengan nafsuku yang bergelora dan meledak-ledak. Ini kamar Reza, aku pun pernah melakukannya bersamanya, tapi kenapa justru yang terlintas bayangan Arjun yang dengan hot mencumbuku. Sontak tubuhku menggigil panas dingin mengingatnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Zhee?" bisik Reza lirih di telingaku. Aku hanya menunduk sedih, aku benci dengan perasaanku sendiri. Bukankah Arjun dengan tegas mengatakan kalau aku harus kembali kepada Reza. Meskipun itu tidak diucapkannya kepadaku melainkan kepada Ivan tapi telingaku mendengarnya sendiri. "Aku merindukanmu, Zhee," bisik Reza di telingaku. Dari belakang dia memelukku, tangan kekarnya melingkar di dadaku. ""Bagaimana bisa kamu meninggalkan diriku begitu saja? Tahukah kamu betapa
Mata Arjun menatap kamar Reza, aku yakin dia sangat penasaran dengan kata-kata Yuni. Reza pun mengamati ulah Arjun dengan sedikit menggelengkan kepalanya. "Arjun, apa agendaku hari ini?" tanya Reza mengalihkan perhatian Arjun. "Penandatanganan kontrak dengan PT Gemilang, Bos. Tapi waktunya setelah makan siang," ujar Arjun menjelaskan. "O begitu, ya sudah kamu berangkat saja duluan aku agak siangan," kata Reza. "Ya sudah kalau begitu saya akan membawa mobil sendiri, Bos. Nanti ada acara mengantar Diana ke rumah sakit," kata Arjun. "Diana sedang sakit?" tanya Reza singkat. "Tidak, hanya konsultasi ke dokter kandungan," jawabnya. Entah kenapa jawaban ini sangat melukai hatiku. Ada ketakutan kalau Diana hamil dan akhirnya Arjun melupakan aku dan anaknya. "Diana hamil?" tanya Reza terkejut. "Belum tahu, Bos. Tapi dilihat dari ciri-cirinya orang hamil kayaknya iya," jawab Arjun. "Sok tahu ciri-ciri orang hamil
Aku yang terdorong ke belakang sontak terhuyung jatuh, tapi dengan sigap tangan Arjun menarik dengan kuat, sehingga tubuhku terpelanting ke dalam pelukannya. Aku menikmati dada bidang dengan aroma tubuhnya yang khas. Kedua tanganku yang melingkar di pinggangnya, tak sengaja meremas jasnya. Arjun pun seolah menikmati aroma tubuku dan rambutku. "Parfum rambutmu, aroma tubuhmu, ini Zhee banget," bisiknya di telingaku. "Mayang, siapa kamu sebenarnya?" lanjutnya masih berbisik. Aku mendongak menatapnya, mata kami saling beradu, hatiku berdebar-debar tak karuan. Aku yakin Arjun bisa mendengarkannya. Karena aku pun bisa mendengar detak jantung Arjun. Apakah Arjun mengenaliku? Tidak mungkin ada debaran di jantungnya bila tidak mengenal aku. "Tidak mungkin kamu bisa menjauh dariku, Mayang alias Zhee Amalia," bisiknya menggoda. "Apa sih? Aku tidak tahu anda bilang apa?" hardikku. "Mayang!" panggil Ivan berteriak. "Ivan," jawa
Sopir melajukan mobilnya dengan kencang menuju rumah sakit. Aku tidur di pangkuan Reza. Aku merasakan tangan perkasa Reza membelai rambutku dengan sayang. "Eko, jangan ngebut-ngebut, jalanan sedang ramai! Sekarang Zhee sudah tenang bisa tidur, santai saja utamakan kenyamanannya," saran Reza. "Baik, Bos!" jawabnya tegas. Ciiiit .... bragh! Baru saja bibirnya menjawab dengan tegas kecelakaan pun terjadi. "Eko, apa yang terjadi?" hardik Reza terkejut dan emosi. "Tiba-tiba saja ada anak kecil menyeberang jalan, Bos," jawab Eko gugup. Bergegas Eko keluar dan mendapati anak kecil pingsan dengan kepalanya berlumuran darah. Sebentar kemudian Reza pun menyusul keluar dari mobil. "Bagaimana keadaannya, Eko?" tanya Reza. "Tanggungjawab, Pak, bawa dia ke rumah sakit!" desak orang-orang yang berdatangan mulai mengerumuninya. "Baik, saya akan tanggung jawab, saya akan bawa dia ke rumah sakit!" janji Reza pada massa yang
Operasi telah berhasil, Nayna telah melewati masa kritisnya. Aku masih tertegun dengan hati hancur dan sakit. Terlebih Reza, dia menangis histeris bahkan sesaat dia marah dan benci kepadaku. Karena rahasia besar ini baru bisa terkuak setelah semuanya terlambat. Andai dari awal Reza tahu dia memliki Nayna, tentu Reza tidak memaksa aku menikah dengan Arjun hanya demi anak karena menuruti keinginan kedua orang tuanya. Nayna adalah nama yang sebenarnya pernah kita bicarakan. Reza pernah menyampaikan keinginannya sewaktu kita pacaran dulu, dia ingin memiliki anak pertama seorang bayi cewek dan akan diberi nama Nayna. Dan keinginannya terwujud tanpa sepengetahuannya. Tak sengaja pandangan kami beradu, mataku yang sembab membuat Reza luluh juga. "Istirahatlah, Zhee!" katanya lembut. "Tidak, aku ingin akulah orang pertama yang dia lihat saat matanya terbuka nanti. Itu caraku meminta maaf padanya. Tok .. tok ... tok! Pintu ruangan diketuk. Aku dan Reza